Tag Archives: mushaf

Sinar Mas Wakafkan 2.000 Al-Qur’an ke ICMI



Jakarta

Sinar Mas melalui Yayasan Muslim Sinar Mas (YMSM) mewakafkan ribuan Al-Qur’an kepada Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Hal itu sebagai bentuk tradisi di bulan Ramadan untuk memfasilitasi niatan masyarakat membaca serta mendalami kandungan Al-Qur’an.

Dalam keterangan persnya, Senin (18/3/2024), YMSM menyumbang 2.000 mushaf Al-Qur’an kepada ICMI. Mushaf tersebut diserahkan secara simbolis oleh Ketua Umum YMSM Saleh Husin kepada Ketua Umum ICMI, Arif Satria.

“Melalui inisiatif ini kami berharap dorongan membangun akhlak mulia melalui membaca Al-Qur’an di kalangan masyarakat, khususnya pada bulan suci Ramadan, dapat semakin terwadahi,” ujar Ketua Umum YMSM, Saleh Husin.


“Sebagaimana dukungan kepada ICMI dalam gelaran Muzakarah Ilmiah Ramadan yang kami yakini memberikan kesempatan lebih luas bagi umat muslim guna memaknai dan mempraktikkan nilai kebaikan serta kebersamaan yang ada dalam Al-Qur’an secara kontekstual,” lanjutnya.

Kegiatan ini sudah berlangsung sejak 2008. Hingga saat ini tercatat sudah 1,3 juta mushaf yang didonasikan lewat program Wakaf Quran.

Baik melalui mitra maupun melalui pilar bisnis Sinar Mas yang tersebar di berbagai kota. Pada bulan Ramadan dua tahun yang lalu, YMSM juga mewakafkan ribuan mushaf kepada ICMI.

Menurut Saleh Husin, inisiatif corporate social responsibility Sinar Mas menyumbangkan mushaf Al-Qur’an cetak masih tetap relevan. Meskipun teknologi digital terus berkembang pesat.

“Karena keberadaan Al-Qur’an cetak masih menjadi pilihan utama umat muslim di Indonesia, dan lewat silaturahim seperti sekarang, kita dapat saling bertukar pemikiran seputar pemberdayaan serta pengembangan sikap toleran antar umat,” kata Saleh yang juga Managing Director Sinar Mas.

Irsyal Yasman, selaku anggota Dewan Pengawas YMSM sekaligus Vice Director APP Group, mengaku bangga. Karena mushaf Al-Qur’an yang diwakafkan dibuat menggunakan kertas premium Sinar Tech.

“Kertas premium Sinar Tech, atau dikenal juga sebagai Quran Paper, yang pengembangan hingga produksinya kami lakukan khusus untuk pencetakan kitab suci dan buku agama.” tuturnya.

YMSM hadir sebagai wadah untuk praktik ke-Islam-an yang terbuka, toleran, setara, dan penuh kasih di seluruh lini bisnis Sinar Mas. Sebagai sumber energi untuk meningkatkan ketakwaan sekaligus produktivitas kerja.

Di sisi eksternal, yayasan ini mendorong silaturahim dan sinergi dengan tokoh maupun lembaga keagamaan melalui berbagai kegiatan sosial dan pendidikan.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Utsman bin Affan, Sahabat yang Dermawan dan Pemilik Dua Cahaya


Jakarta

Utsman bin Affan adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah Islam. Sebagai khalifah ketiga, ia dikenal karena kebaikan, kedermawanan, dan akhlak mulianya.

Kehidupannya yang penuh dengan keteguhan pada Islam menjadikannya salah satu sosok paling dihormati di kalangan muslim pada masanya. Berikut riwayat hidup lengkap Utsman bin Affan dan keistimewaan yang dimilikinya.

Riwayat Hidup Utsman bin Affan

Merangkum buku Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Sa’id Mursi terjemahan Khoirul Amru Harahap, nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abi Ash bin Umayyah bin Abd Syams bin Abd Manaf, biasa dipanggil Abu Abdillah, ia lahir di Makkah lima tahun setelah kelahiran Rasulullah SAW atau lima tahun setelah peristiwa pasukan gajah yang menyerang Ka’bah.


Utsman dikenal sebagai sosok yang tampan, dengan kulit halus dan putih, jenggot lebat, bagian depan kepala botak, dan tangan yang kekar. Ia termasuk salah satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga dan juga salah satu juru tulis wahyu (Al-Qur’an). Ia ikut salat menghadap dua kiblat dan berhijrah dua kali.

Dzu An-Nurain (pemilik dua cahaya) adalah gelar yang diberikan kepadanya, karena ia menikahi dua putri Rasulullah SAW. Pertama, ia menikahi Ruqayyah, dan setelah Ruqayyah meninggal, ia menikahi Ummu Kultsum.

Rasulullah SAW pernah mengatakan, “Seandainya kami memiliki tiga (putri), niscaya kami akan menikahkan dia dengan Anda,”

Utsman bin Affan terkenal sebagai pribadi yang pemalu. Suatu hari, ketika Rasulullah SAW tidur terlentang dengan kedua betis terbuka, Abu Bakar dan Umar meminta izin masuk, dan Rasulullah tetap dalam posisi tersebut.

Namun, ketika Utsman meminta izin, Rasulullah SAW langsung menutup betisnya sambil berkata, “Bagaimana aku tidak merasa malu kepada orang yang malaikat saja malu kepadanya?” (HR. Muslim).

Selain itu, Utsman juga dikenal sebagai sosok yang sangat dermawan. Pada perang Al-Asrah, ia menanggung semua perlengkapan separuh pasukan Muslim. Ia mendermakan 300 ekor onta, 50 ekor kuda beserta perlengkapannya, serta 1000 dinar yang diberikan langsung di hadapan Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW pun mendoakannya, “Mudah-mudahan setelah ini, Utsman melakukan lebih banyak lagi” (HR. At-Tirmidzi).

Utsman sangat takut terhadap azab Allah SWT. Ia pernah berkata, “Seandainya aku berada di antara surga dan neraka, lalu aku tidak tahu ke mana aku akan disuruh masuk, maka aku akan memilih menjadi abu sebelum aku tahu ke mana aku akan dimasukkan.”

Rasulullah SAW pernah memberitakan bahwa Utsman akan masuk surga dan akan menghadapi fitnah serta terbunuh secara zalim. Utsman senantiasa bermunajat kepada Allah agar diberi kekuatan untuk bersabar menghadapi fitnah tersebut.

Utsman berjasa dalam menyempurnakan pengumpulan Al-Qur’an. Ia menghimpun umat untuk menggunakan mushaf yang telah dikumpulkan oleh Abu Bakar, lalu memerintahkan penyalinan mushaf tersebut dan membagikannya ke berbagai daerah. Semua mushaf lainnya dibakar.

Pada masa pemerintahannya, Utsman membuat perubahan besar. Ia adalah orang pertama yang memperluas bangunan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Ia juga membangun pangkalan angkatan laut, membentuk kepolisian negara, serta mendirikan gedung peradilan. Pada masa pemerintahan Abu Bakar dan Umar, sidang peradilan masih dilaksanakan di masjid.

Utsman juga yang pertama kali mendahulukan khutbah dalam salat Ied dan menambah adzan pada salat Jum’at. Ia juga meriwayatkan 146 hadits dari Nabi SAW.

Dalam kehidupan rumah tangganya, Utsman menikahi 8 wanita, empat di antaranya meninggal dunia. Mereka adalah Fakhitah, Ummu Banin, Ramlah, dan Naelah.

Utsman memiliki 17 orang anak, 9 di antaranya laki-laki dan 8 perempuan.

Keislaman Utsman bin Affan

Dalam buku Kisah Utsman bin Affan yang disusun oleh Ahmad Abdul Al-thanthawi terjemahan Tubagus Kesa diceritakan, ketika mendengar berita bahwa Rasulullah SAW telah menikahkan putrinya, Ruqayyah RA, dengan putra pamannya (putra Abu Lahab), Utsman bin Affan sangat menyayangkan hal tersebut. Ia merasa tidak dapat mendahului untuk menikahi Ruqayyah RA dan tidak mendapatkan perilaku mulia serta keluarga yang terhormat tersebut.

Utsman bin Affan pulang dengan perasaan sedih. Di rumah, ada bibinya, Sa’da binti Kuraiz, seorang wanita tua yang bijaksana dan teguh. Bibi itu menghibur Utsman dengan kabar gembira tentang munculnya seorang nabi yang akan menghapus penyembahan berhala dan mengajak untuk menyembah Allah SWT Yang Maha Esa. Dia juga mendorong Utsman untuk mengikuti ajaran nabi tersebut, dan memberi tahu bahwa Utsman akan memperoleh keberuntungan jika mengikuti jalan tersebut.

Utsman kemudian menceritakan apa yang dikatakan bibinya kepada Abu Bakar. Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, wahai Utsman, bibimu benar. Engkau adalah seorang yang cerdas dan teguh. Kebenaran tidak akan tersembunyi darimu.” Abu Bakar kemudian bertanya, “Apa pendapatmu tentang berhala-berhala yang kita sembah? Bukankah mereka hanya batu yang tidak bisa mendengar atau melihat?” Utsman menjawab, “Benar.”

Abu Bakar melanjutkan, “Memang, apa yang dikatakan bibimu itu benar. Allah telah mengutus seorang nabi yang membawa petunjuk dan kebenaran.” Utsman pun bertanya, “Siapakah dia?” Abu Bakar menjawab, “Nabi itu adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib.” Utsman terkejut, “Apakah dia orang yang jujur dan terpercaya itu?” tanya Utsman. “Benar, dialah orangnya,” jawab Abu Bakar.

Utsman kemudian bertanya, “Maukah engkau menemani aku untuk menemui nabi itu?” Abu Bakar menjawab, “Tentu.” Keduanya pun pergi untuk menemui Nabi Muhammad SAW.

Saat bertemu dengan Utsman, Nabi SAW bersabda, “Wahai Utsman, ikutilah seruan Allah. Aku adalah utusan Allah untuk kalian dan seluruh umat manusia.”

Ketika tangan kanan Utsman bersalaman dengan Nabi SAW dan mendengar sabda beliau, hati Utsman merasakan kedamaian dan keyakinan penuh terhadap risalah yang disampaikan. Kemudian, Utsman pun bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Keistimewaan Utsman bin Affan

Allah SWT memberikan banyak sifat baik, keutamaan yang melimpah, dan ragam perilaku terpuji kepada Utsman bin Affan, sang pemilik “dua cahaya”. Ia adalah sosok yang penuh dengan kebaikan dan kehormatan, baik sebelum maupun sesudah memeluk Islam.

Dalam buku Kisah Hidup Utsman ibn Affan yang disusun oleh Mushthafa Murad terjemahan Khalifurrahman Fath, Utsman pernah menuturkannya sendiri, “Sepuluh kebaikan tersimpan di sisi Tuhanku: aku adalah khalifah ketiga dalam Islam, aku menyiapkan jays al-‘usrah (pasukan dalam keadaan sulit), aku menghimpun Al-Quran di masa Rasulullah, aku dipercaya Rasulullah untuk menikah dengan salah seorang putrinya, Ruqayyah. Ketika Ruqayyah meninggal, aku dinikahkan lagi dengan putrinya yang lain, Ummu Kultsum. Aku tidak menumpuk harta, aku tidak berdusta, tak pernah kusentuh kemaluanku dengan tangan kanan sejak aku berbaiat kepada Rasulullah. Setiap hari Jum’at kubebaskan seorang budak hingga ketika aku tak memiliki lagi budak, aku membeli budak untuk dibebaskan, dan aku tidak berzina, baik di masa Jahiliah maupun setelah Islam.”

Semua keistimewaan ini ia raih berkat kebaikan akhlak, pekerti luhur, dan perilaku terpuji yang dimilikinya. Para sahabat pun berlomba-lomba ingin meraih kedudukan yang sama, namun Utsman lebih dahulu meraihnya.

Keistimewaan lain yang tak terbantahkan adalah bahwa Utsman bin Affan mendapat pengakuan sebagai muslim terbaik ketiga setelah Abu Bakar dan Umar. Abdullah bin Umar RA pernah berkata:

“Bagi kami, di zaman Rasulullah, tidak seorang pun yang menandingi Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman. Para sahabat Rasulullah bersumpah untuk tidak membeda-bedakan mereka satu sama lain.”

Salah satu prestasi terbaik Utsman ibn Affan adalah menyatukan gaya bacaan (qira’ah) Al-Quran semua umat Islam. Ia menyusun mushaf Al-Quran sesuai dengan bacaan yang didasarkan Jibril kepada Rasulullah SAW di akhir hayatnya. Rasulullah SAW menyifati Utsman bin Affan sebagai al-shadiq (Kawan) dan al-syahîd (Syahid).

Ketika Rasulullah SAW berada di atas sebuah gunung batu bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, dan Zubair, tiba-tiba gunung batu itu berguncang. Rasulullah SAW bersabda,

“Tenanglah! Karena di sisi kalian ada Nabi, shadîq, dan syahid.”

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Ada Peran Wanita dalam Proses Penyusunan Al-Qur’an Pertama Kali



Jakarta

Salah satu istri Rasulullah SAW disebut memegang peranan penting dalam penyusunan dan kodifikasi Al-Qur’an yang dapat dibaca muslim saat ini. Hal ini disebut dalam salah satu jurnal penelitian dari seorang profesor di Claremont Graduate University, Ruqayya Khan.

Jurnal penelitian tersebut bersumber dari Journal of the American Academy of Religion Volume 82, Nomor 1 yang terbit pada Maret 2014. Jurnal dengan 43 halaman ini diterbitkan oleh Oxford University Press.

Menurut Khan dalam Medievalist, informasi mengenai periode awal Islam cenderung terlalu berfokus pada kaum pria yang menjadi pengikut Rasulullah SAW. Padahal, sejarawan menemukan beberapa wanita yang mengambil peran penting pada era tersebut seperti, penyusunan dan kodifikasi Al-Qur’an.

Melalui penelitiannya yang berjudul “Did a Woman Edit the Qur’an? Hafsa’s Famed Codex“, Khan menyebut Hafsah RA memegang peranan tersebut. Dia adalah putri dari salah satu sahabat nabi, Umar bin Khattab RA.


Hafsah binti Umar RA merupakan istri ke-4 Rasulullah SAW. Keduanya menikah pada sekitar tahun 625 M atau tahun ke-3 Hijriah.

Pernikahan ini bertujuan untuk mengikatkan tali persaudaraan antara Rasulullah SAW dengan Umar bin Khattab RA. Hal ini juga ditujukan sebagai penghormatan, kesejatian, dan simbol kekuatan.

Di antara para istri Rasulullah SAW hanya Hafsah RA saja yang pandai membaca dan menulis. Karena kecerdasannya pula, Hafsah RA bahkan pernah menantang Rasulullah SAW terkait relevansi dalam ayat-ayat Al-Qur’an.

Berkaitan dengan itu, Hafsah RA mulai mengambil perannya dalam membuat salinan Al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW hidup. Khan kemudian meneliti bagaimana Al-Qur’an mulai dibukukan menjadi dokumen tertulis pada pertengahan abad ketujuh.

Menurut Khan, setidaknya ada dua hadits utama yang menjelaskan bagaimana ayat-ayat Al-Qur’an yang sebagian besar ditransmisikan secara lisan di kalangan muslim saat itu, kemudian dikodifikasi menjadi versi tertulis.

Khan kemudian mengutip sumber dari Abdullah Ibn Wahb RA dan menggabungkan sumber dari ‘Urwa bin al-Zubair, seorang ahli hukum Madinah yang terkenal dan pelopor dalam penulisan sejarah. Hasilnya, Khan menemukan bahwan Hafsah RA memang sosok wanita yang digambarkan sebagai sosok yang pandai membaca, membaca, menulis, dan menyusun surat-surat Al-Qur’an agar runut.

“Rasulullah SAW juga dikisahkan pernah mengajarkan Al-Qur’an pada Hafṣah serta menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an untuknya,” tulis Khan.

Untuk itulah, ayahnya, Umar bin Khattab RA, mempercayakan Hafsah RA sebagai sosok penyusun Al-Qur’an baik dalam bentuk lisan dan tulisan. Umar bin Khattab RA bahkan kerap mencari Hafsah RA dalam memilah bacaan ayat-ayat Al-Qur’an yang benar di tengah banyaknya bacaan yang keliru pada masa itu.

Salah satunya yang pernah dilakukan Umar bin Khattab RA saat mencari kebenaran untuk potongan ayat dari surah Al Bayyinah ayat 1. “Jadi Umar bin Khaṭṭab datang ke Hafṣah, (membawa bersamanya secarik) kulit (adīm). Dia berkata: Ketika Rasulullah datang kepadamu, mintalah dia untuk mengajarimu (potongan surah Al Bayyinah ayat 1). Dan katakan padanya untuk menuliskannya untukmu di (potongan) kulit ini,”

“Dia melakukan (ini), dan dia (yakni, Muhammad) menulisnya untuknya. Bacaan ini menjadi umum dan tersebar luas (‘āmma).” bunyi tulisan dari Khan.

Riwayat hadits lainnya menjelaskan, pada masa pemerintahan khalifah pertama, Abu Bakar RA, ia dan Umar memutuskan untuk menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an dalam bentuk dokumen tertulis setelah kematian sejumlah besar para penghafal Al-Qur’an.

Naskah tersebut kemudian dipegang pertama kalinya oleh Abu Bakar RA. Kemudian, naskah Al-Qur’an itu diserahkan pada Umar RA, hingga akhirnya disimpan oleh Hafsah RA sendiri setelah ayahnya wafat.

Hingga sekitar tahun 650-an M, Ustman bin Affan RA yang menjabat sebagai khalifah selanjutnya pun mengirim utusan pada Hafsah RA. Utsman RA berencana untuk menyusun ayat-ayat Al-Qur’an dalam bentuk kitab utuh seperti yang kita kenal sekarang.

“Kirimkan kami lembaran (ṣuḥuf) agar kami dapat menyalinnya menjadi mushaf dan kemudian kami akan mengembalikannya kepadamu,” demikian isi pesan dari Utsman RA kepada Hafsah.

Menurut Khan, hal ini menunjukkan bahwa Hafsah RA adalah sosok yang hati-hati dalam menjaga lembaran-lembaran Al-Qur’an yang dimilikinya. Selain itu, hal ini menunjukkan Hafsah RA sebagai pemegang kunci dari penyusunan Al-Qur’an pada masa awal Islam.

Menariknya, dalam riwayat lain dari Abdullah bin Wahb RA, Khan menemukan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang diminta oleh Utsman RA pada Hafsah RA justru dalam bentuk mushaf bukan suhuf. Berikut bunyinya,

“Utsman mengirim pesan pada Hafsah agar mengirimkan (mushaf) padanya. Hafsah berkata, ‘Dengan syarat dikembalikan lagi padaku. Utsman pun mengiyakan.”

Untuk itulah, setelah menyusun isi Al-Qur’an, Anuwar Ismail dalam buku 10 Wanita Kesayangan Nabi, Hafsah RA kemudian mengambil peranan sebagai penjaga mushaf Al-Qur’an. Mushaf Al-Qur’an itu selalu dijaga dengan baik oleh Hafsah RA.

Bahkan saat Gubernur Madinah saat itu, Marwan bin Hakam meminta mushaf tersebut diserahkan padanya, Hafsah RA menolak. Marwan diketahui harus menanti hingga Hafsah RA wafat pada 665 M untuk mengambil alih mushaf tersebut.

Meski demikian, sebelum meninggal dunia, Hafsah RA sempat mewasiatkan mushaf pertama itu kepada Abdullah bin Umar RA seorang pemuda yang senantiasa meneladani Rasulullah SAW.

(rah/nwk)



Sumber : www.detik.com