Tag Archives: muslim

Kisah Nabi Zakaria AS dan Mukjizatnya Dikaruniai Putra di Usia Senja



Jakarta

Nabi Zakaria AS merupakan salah satu dari 25 nabi dan rasul utusan Allah SWT. Ia merupakan keturunan dari Nabi Sulaiman AS.

Menukil dari Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, Al-Hafizh Abu Qasib bin Asakir menyebut bahwa nama lengkap Zakaria AS adalah Zakariya bin Barkhaya. Ada juga yang mengatakan nama lengkapnya adalah Zakariya bin Dan bin Ladun bin Muslim bin Shaduq bin Hasyban bin Dawud bin Sulaiman bin Muslim bin Shadiqah bin Barkhaya bin Bal’athah bin Nahur bin Syalum bin Bahfasyath bin Inaman bin Rahiam bin Sulaiman bin Dawud, Abu Yahya, Nabi Bani Israil.

Pekerjaan Nabi Zakaria AS adalah tukang kayu, ini turut disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW,


“Zakaria adalah seorang tukang kayu.” (HR Muslim dan Ibnu Majah)

Disebutkan dalam Al-Aabaa wal Abnaa fil Qur’anil Karim karya Adil Musthafa Abdul Halim terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani, Zakaria AS memiliki istri bernama Iisya binti Faquuz. Ia adalah saudari Hannah binti Faquuz yaitu ibu dari Siti Maryam. Istri dari Nabi Zakaria AS mandul sehingga tidak dapat memiliki keturunan meski keduanya memasuki usia renta.

Nabi Zakaria AS merupakan paman dari Siti Maryam. Bersama sang istri, ia merawat Siti Maryam dari kecil hingga tumbuh dewasa.

Meski demikian, sudah sejak lama ia mendambakan keturunan. Akhirnya, Nabi Zakaria AS berdoa kepada Allah SWT seperti tercantum dalam surah Maryam ayat 4-6:

“Wahai Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah, kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku tidak pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, wahai Tuhanku. Sesungguhnya aku khawatir terhadap keluargaku sepeninggalku, sedangkan istriku adalah seorang yang mandul. Anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu. (Seorang anak) yang akan mewarisi aku dan keluarga Ya’qub serta jadikanlah dia, wahai Tuhanku, seorang yang diridai.”

Ia memohon kepada Allah SWT agar diberi keturunan sehingga anaknya mampu mewarisi kenabian, kebijaksanaan dan ilmu yang ia miliki. Benar saja, Allah SWT mengabulkan doa Nabi Zakaria AS.

Ketika ia sedang melaksanakan salat, malaikat menemuinya dengan membawa rahmat Allah SWT.

Dikabarkan kepadanya, “Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (datangnya) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.” (QS Maryam: 7)

Zakariya AS berkata, “Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal istriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua?” (QS Maryam: 8)”

Mulanya ia heran karena akan dikaruniai anak pada usia senja. Pun, istrinya dalam kondisi yang mandul.

Allah SWT berfirman seperti dalam surat Maryam ayat 9, “Demikianlah. Hal itu adalah mudah bagi-Ku dan sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali.”

Lalu, malaikat menjelaskan kepadanya bahwa semua itu merupakan kehendak-Nya, dan kehendak Allah pasti akan terlaksana. Tidak ada hal yang sulit bagi-Nya.

Mendengar itu, Nabi Zakaria AS sangat bersyukur atas anugerah Allah SWT. Sang nabi kemudian memohon kepada-Nya agar ditunjukkan tanda bahwa beliau memang benar-benar akan memiliki anak.

Allah SWT berfirman, “Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat.” (QS Maryam: 10)

Dengan kuasa Allah SWT, hal itu benar-benar terjadi. Nabi Zakaria AS yakin bahwa istrinya hamil dan mukjizat Allah SWT benar adanya.

Zakaria AS lalu bersujud dan melaksanakan salat sebagai ungkapan syukurnya yang telah memperkenankan doanya dengan mengaruniakan Yahya AS. Ketika dewasa kelak, Yahya AS juga diangkat menjadi nabi dan rasul.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Sejarah Perang Uhud dan Tewasnya Pasukan Muslim



Jakarta

Perang Uhud adalah salah satu peristiwa bersejarah dalam Islam. Pertempuran ini juga menjadi pembelajaran bagi kaum muslimin karena lalai.

Perang ini berlangsung pada 15 Syawal 3 Hijriah atau 625 Masehi. Peristiwa tersebut berlangsung satu tahun setelah Perang Badar.

Menukil dari buku Biografi Rasulullah: Sebuah Studi Analitis Berdasarkan Sumber-sumber yang Otentik oleh Mahdi Rizqullah Ahmad dkk, kala itu pihak Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan membawa 3.000 tentara serta beberapa wanita pelayan.


Sementara itu, pasukan muslim terdiri dari 1.000 gabungan penduduk Makkah dan Madinah. Namun, dalam perjalanan menuju Gunung Uhud salah seorang pemimpin bani terbesar Quraisy yang bernama Abdullah bin Ubay membelot hingga membawa 300 pasukan muslim. Artinya, sisa prajurit Islam hanya 700 orang.

Dikisahkan dalam buku Sang Panglima Tak Terkalahkan Khalid bin Walid susunan Hanatul Ula Maulidya, pasukan muslim harus terus maju dan mengalahkan kafir Quraisy. Perang Uhud sendiri dijadikan senjata balas dendam besar-besaran akibat kekalahan kafir Quraisy pada Perang Badar.

Akhirnya, Rasulullah SAW menempatkan sebanyak 50 pasukan pemanah di atas Gunung Uhud untuk melakukan serangan apabila pasukan berkuda kafir Quraisy menyerbu. Ia berpesan agar prajurit yang berada di atas gunung tidak meninggalkan tempat apa pun yang terjadi.

Pasukan kafir Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan bin Harb mulanya terkalahkan. Pasukan muslim mengungguli awal pertempuran.

Namun, ketika pasukan pemanah di atas bukit melihat harta rampasan perang maka kondisi langsung berbalik. Kala itu, beberapa prajurit berkata sambil teriak,

“Harta rampasan. Kita sudah menang! Apalagi yang kita tunggu?”

Hal tersebut menyebabkan pasukan pemanah lainnya ikut turun mengambil harta rampasan perang. Akhirnya, komandan pasukan pemanah Abdullah bin Jubair mengingatkan prajuritnya akan pesan Nabi SAW kepada mereka.

Alih-alih mendengarkan sang komandan, prajurit pemanah itu justru tetap mengambil harta rampasan. Akhirnya, kesempatan tersebut dijadikan senjata bagi pasukan kafir Quraisy untuk menyerang pasukan muslim.

Pada Perang Uhud, Hamzah yang merupakan paman Rasulullah SAW terbunuh. Ini disebabkan salah seorang budak bernama Wahsyi yang mengintainya dan menombak beliau hingga mengenai perutnya.

Mengutip dari Sirah Nabawiyah oleh Ibnu Hisyam yang diterjemahkan Fadhli Bahri, Ibnu Ishaq mengatakan bahwa para sahabat Nabi SAW yang terbunuh di Perang Uhud sekitar 60 orang.

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Ini ‘Manusia Bertangan Emas’ yang Banyak Sedekah Bikin Hartanya Melimpah


Jakarta

Abdurrahman bin Auf adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal sebagai pedagang ulung dan dermawan. Kekayaannya yang melimpah tidak membuatnya lupa akan kewajibannya kepada Allah SWT, justru semakin banyak hartanya, semakin besar pula sedekah yang ia berikan di jalan kebaikan.

Sebagai seorang yang dijuluki “Manusia Bertangan Emas,” Abdurrahman bin Auf tidak hanya sukses dalam bisnis, tetapi juga menjadi teladan dalam berbagi dan membantu sesama.

Kedermawanannya tercatat dalam sejarah Islam. Ia selalu menyumbangkan hartanya demi perjuangan agama, membantu kaum Muslimin, serta menjaga kesejahteraan keluarga Nabi Muhammad SAW.


Kedermawanan Abdurrahman bin Auf

Dalam buku Dahsyatnya Ibadah, Bisnis, dan Jihad Para Sahabat Nabi yang Kaya Raya karya Ustadz Imam Mubarok Bin Ali, sebelum memeluk Islam, ia dikenal dengan nama Abdu Amru, meskipun ada pendapat lain yang menyebutkan namanya adalah Abdul Ka’bah.

Setelah masuk Islam, Rasulullah SAW mengganti namanya menjadi Abdurrahman bin Auf, nama yang kini lebih dikenal dalam sejarah Islam. Ia lahir pada tahun kesepuluh setelah peristiwa Tahun Gajah, sekitar tahun 581 M, yang membuatnya sepuluh tahun lebih muda dari Rasulullah SAW.

Selain dikenal sebagai saudagar ulung, ia juga seorang sahabat yang selalu bersegera dalam berinfak dan menginfakkan hartanya di jalan Allah SWT.

Diceritakan dalam buku Kisah 10 Pahlawan Surga oleh Abu Zaein, suatu hari Rasulullah SAW memimpin pasukan Muslim menuju Tabuk untuk menghadapi ancaman dari bangsa Romawi.

Saat itu, buah-buahan di Madinah belum matang, sehingga masyarakat tidak dapat menjualnya atau menyedekahkannya kepada pasukan. Situasi ini membuat kaum Muslimin merasa khawatir.

Namun, demi menegakkan perintah Allah SWT, Abu Bakar menyumbangkan seluruh hartanya, sementara Umar bin Khattab memberikan setengah dari kepemilikannya. Utsman bin Affan juga turut menyumbangkan hartanya. Meskipun demikian, jumlah yang terkumpul masih belum mencukupi.

Di tengah kekhawatiran itu, Abdurrahman bin Auf datang membawa kantong berisi dua ratus keping emas dan menyerahkannya kepada Rasulullah SAW. Para sahabat terkejut melihat kemurahan hatinya, bahkan Umar sempat mengira bahwa Abdurrahman ingin menebus kesalahan dengan cara ini.

Rasulullah kemudian bertanya kepadanya, “Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu, wahai Abdurrahman?”

Dengan penuh keyakinan, Abdurrahman menjawab, “Aku tinggalkan banyak untuk mereka, lebih banyak daripada yang aku sedekahkan ini.”

Rasulullah kembali bertanya, “Seberapa banyak yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?”

Ia pun menjawab, “Aku meninggalkan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka.” Mendengar jawaban itu, Rasulullah dan para sahabat merasa kagum atas keikhlasannya.

Kedermawanan Abdurrahman bin Auf juga terlihat dalam peristiwa lain. Suatu ketika, penduduk Madinah dikejutkan oleh suara gemuruh yang dikira berasal dari serangan musuh. Namun, suara itu ternyata berasal dari iring-iringan kafilah dagang milik Abdurrahman yang terdiri dari tujuh ratus unta penuh muatan.

Saat itu, Aisyah RA mengingatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Aku melihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merayap.” Mendengar hal ini, Abdurrahman tanpa ragu menyedekahkan seluruh kafilahnya, termasuk barang dagangan, pelana, dan perlengkapannya, sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.

Warisan Abdurrahman bin Auf

Ketika Abdurrahman bin Auf ikut serta dalam Perang Uhud, ia menderita 20 luka, salah satunya menyebabkan kakinya cacat permanen. Ia bahkan kesulitan berbicara karena giginya patah akibat serangan.

Menjelang akhir hayatnya, Abdurrahman merasa khawatir bahwa kekayaannya akan menjadi penghalang bagi dirinya untuk masuk surga, meskipun ia sudah dijamin untuk mendapatkan tempat di surga.

Ia mewasiatkan 500 dinar untuk perjuangan di jalan Allah SWT dan 400 dinar untuk setiap orang yang berpartisipasi dalam Perang Badar.

Abdurrahman bin Auf meninggal pada tahun 31 H, meskipun ada juga yang berpendapat bahwa ia wafat pada tahun 32 H, pada usia 75 tahun. Beliau meninggalkan 28 anak lelaki dan 8 anak perempuan. Meskipun hampir seluruh hartanya telah disumbangkan untuk jalan Allah, ia masih meninggalkan warisan yang sangat banyak bagi anak-anaknya.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Menutup Aurat bagi Muslimah Wajib, Bagian Mana yang Harus Ditutup?


Jakarta

Allah SWT menurunkan kewajiban menutup aurat bagi muslimah untuk ditaati. Perintah ini tentu saja demi kebaikan hamba-Nya. Sedangkan siapa saja yang melanggarnya pasti akan mendapat balasan yang setimpal.

Mengutip penjelasan Abdurrahman Al-Baghdadi dalam bukunya Hermeneutika & Tafsir Al Quran, perintah menutup aurat bagi muslimah ini tercantum pada surah An-Nur ayat 31 yang berbunyi,

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التّٰبِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِ ۖوَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ٣١


Artinya: Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, para perempuan (sesama muslim), hamba sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Hendaklah pula mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.

Kewajiban menutup aurat bagi muslimah juga tertera pada surah Al-Ahzab ayat 59 sebagaimana berikut.

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ٥٩

Artinya: Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Muslimah yang mengaku mukmin namun masih tidak mau menutup auratnya, misalnya tidak mau berhijab, menggunakan pakaian ketat, atau berpakaian pendek, maka ia tidak akan masuk surga, bahkan baunya saja ia tidak akan bisa menciumnya.

Dinukil dari Muhammad Syukron Maksum dalam Buku Pintar Agama Islam untuk Pelajar, Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya, yaitu 1) kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam), 2) perempuan-perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka itu tidak bisa masuk surga dan tidak akan mencium bau surga padahal bau surga itu dapat tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian.” (HR Muslim)

Golongan yang memiliki cambuk seperti seekor sapi maksudnya adalah wanita-wanita, baik muslimah maupun tidak, yang suka menggunakan rambut sambungan atau yang biasa disebut extension. Tujuannya tidak lain adalah agar terlihat lebih cantik dan menarik.

“Selanjutnya, yang dimaksud rambutnya seperti atau sebesar punuk unta adalah sebutan bagi wanita yang suka menyanggul rambutnya” tulis buku tersebut.

Sementara itu, pakaian namun seperti telanjang maksudnya adalah pakaian yang dikenakan oleh wanita tadi tidak menutup bentuk tubuh, melainkan malah ketat dan transparan. Ini juga merupakan hal yang dilarang dalam Islam dan termasuk perbuatan tercela.

Lalu bagian mana saja yang termasuk aurat muslimah?

Bagian Aurat Muslimah

Aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah, kedua telapak tangan, dan kedua telapak kaki. Bagian-bagian ini harus diberi hijab baik ketika salat maupun diluar salat.

Syekh Ahmad Jad dalam bukunya Fikih Wanita & Keluarga menjelaskan bahwasanya terdapat beberapa perbedaan di antara para ulama mengenai hal ini.

Mazhab Hanafi berpendapat bahwa wajah, kedua telapak tangan, dan kedua telapak kaki bukanlah merupakan aurat sehingga tidak wajib ditutupi.

Sementara itu, Imam Maliki, Asy-Syafi’i, dan Hambali mengatakan bahwa wajah dan kedua telapak kaki bukanlah termasuk aurat bagi wanita, namun kedua telapak kaki merupakan aurat ketika salat.

Meski demikian, banyak juga muslimah yang memaksimalkan menutup aurat demi menjaga diri, sehingga ia menutup semua bagian tubuhnya, termasuk wajah dengan menggunakan cadar, telapak tangan, dan telapak kaki.

Cadar sendiri merupakan bagian dari hukum syariat. Namun, dalam ini bukan termasuk sebuah kewajiban yang harus diikuti, kecuali bagi wanita yang berwajah elok dan menawan sehingga ia wajib mengenakannya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Bolehkah Imam Wanita Mengeraskan Suara saat Salat Berjamaah?


Jakarta

Mayoritas ulama berpendapat, wanita boleh menjadi imam selama memenuhi kondisi tertentu. Hal ini ditunjukkan dari istri Rasulullah SAW, Aisyah RA, yang pernah mengimami jemaah salat fardhu.

“Aisyah pernah mengimami mereka dalam salat fardhu dan ia berdiri di antara mereka.” (HR Abdurrazaq, Darulquthni, dan Baihaqi)

Dikutip dari buku Fiqih Seputar Wanita oleh A.R. Shohibul Ulum, kebolehan seorang wanita menjadi imam bila mereka yang menjadi makmum adalah wanita dan anggota keluarga wanita tersebut.


Hal ini didasarkan dari hadits Ummu Waraqah binti Abdullah bin Al-Harits Al-Anshari. Ia adalah seorang wanita hafizah Al-Qur’an,

“Bahwasanya Rasulullah SAW telah memerintahkannya untuk menjadi imam bagi anggota keluarganya. Ia mempunyai seorang muadzin dan ia menjadi imam bagi anggota keluarganya.” (HR Abu Dawud)

Lalu, orang yang diutamakan menjadi imam di antara wanita tersebut adalah wanita yang paling pandai membaca Al-Qur’an. Selain itu, disebutkan Rasulullah SAW, apabila seseorang bertamu ke rumah seseorang maka tuan rumah lebih berhak menjadi imam. Hal ini dimaksudkan untuk penghormatan pada tuan rumah.

Selama menjadi imam, wanita tetap dianjurkan untuk terlindung dari pandangan laki-laki. Lantas, bolehkah imam wanita mengeraskan suara saat mengimami salat?

Tentang Imam Wanita yang Mengeraskan Suara

Salat fardhu yang bacaannya dibaca keras adalah salat Subuh, Maghrib, dan Isya. Dr. Musthafa Dib Al-Bugha dalam Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’i mengatakan, para sahabat tidak ada yang meriwayatkan salat dengan bacaan keras selain pada dua rakaat pertama salat Maghrib dan Isya serta dua rakaat salat Subuh.

Hal senada juga diungkap Ibn Hajar al Haitami dalam al Minhaj al Qawim seperti diterjemahkan Ustaz Cece Abdulwaly dalam buku 140 Permasalahan Fiqih Seputar Membaca Al-Qur’an.

“Dan makruh mengeraskan bacaan salat pada salat-salat sirriyah (seperti salat Dzuhur dan Ashar), demikian juga memelankan bacaan pada salat-salat jahriyah (dua rakaat pertama salat Maghrib dan Isya serta dua rakaat salat Subuh), termasuk makruh bagi makmum mengeraskan bacaan salat dikarenakan menyelisihi kesunnahan pada masalah ini,” terangnya.

Menurut Abu Malik Kamal Salim dalam buku Panduan Beribadah Khusus Wanita, imam wanita juga mengeraskan suara (jahar) dalam bacaan salat saat menjadi imam salat jahar. Namun, disebutnya, imam wanita dilarang mengeraskan suara bila di sekitarnya ada kaum laki-laki kecuali mahramnya.

Pendapat serupa juga diungkap oleh Imam Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab. Seorang imam wanita dianjurkan untuk mengeraskan bacaan salat saat salat dengan para makmum wanita atau mahram laki-lakinya.

“Namun, sekiranya seorang perempuan salat berjamaah dan ada laki-laki di sekitarnya maka hendaklah dia memelankan suaranya,” demikian pernyataannya yang diterjemahkan dari laman Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia.

Disebutkan pula, bacaan jahar atau suara yang dikeraskan imam wanita dalam salat tetap harus lebih rendah dibandingkan bacaan jahar imam laki-laki. Ukuran keras suaranya hanya sebatas dapat didengar oleh makmum yang salat bersamanya.

(rah/kri)



Sumber : www.detik.com

Hukum Buka Tutup Cadar bagi Wanita, Apakah Berdosa?



Jakarta

Hukum buka tutup cadar bagi muslimah seringkali menjadi pertanyaan dan perkara yang diperdebatkan. Cadar atau niqab adalah penutup kepala atau muka bagi perempuan.

Wajib tidaknya memakai cadar sebenarnya tidak bisa lepas dari bahasan terkait batasan aurat perempuan, terutama kewajiban menutup wajah. Para ulama juga memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai hukum memakai cadar.

Lantas, seperti apa hukum buka tutup cadar bagi muslimah? Sebelum memahami hukumnya, berikut ini penjelasan dari batasan aurat bagi perempuan.


Batasan Aurat bagi Perempuan

Batasan aurat bagi perempuan salah satunya bersandar pada dalil Al-Qur’an surat An-Nur ayat 31, Allah SWT berfirman:

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيْرِ أُو۟لِى ٱلْإِرْبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفْلِ ٱلَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا۟ عَلَىٰ عَوْرَٰتِ ٱلنِّسَآءِ

Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” (QS An-Nur: 31).

Dijelaskan dalam buku Fiqih Perempuan Kontemporer karya Farid Nu’man, ayat tersebut menegaskan kewajiban perempuan untuk menutup seluruh tubuhnya, kecuali yang biasa tampak.

Disebutkan pula dalam ayat tersebut bahwa hendaknya perempuan menutupkan kain kerudung ke dadanya. Namun, tidak ada satupun kata yang menyebutkan perintah menutup wajah bagi perempuan.

Jumhur ulama juga mengatakan bahwa wajah dan kedua telapak tangan perempuan bukan termasuk aurat, sebagaimana diterangkan dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir ketika Imam Ibnu Katsir menafsirkan makna ayat “…kecuali, yang biasa terlihat…”

Oleh sebab itu, aurat perempuan dapat dipahami sebagai seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan.

Hukum Buka Tutup Cadar bagi Muslimah

Hukum buka lalu menutup cadar bagi muslimah dapat dipahami dari hukum mengenakan cadar. Para ulama memiliki pandangan yang berbeda-beda terkait penggunaan cadar,

Mengutip dari buku Ahlussunnah wal Jamaah karya A. Fatih Syuhud, cadar atau niqab dimaknai sebagai tradisi, bukan syar’i karena tidak didukung oleh dalil qat’i dari Al-Qur’an dan sunnah. Mayoritas ulama Salafus Salih pun turut mendukung pendapat ini.

Pengikut mazhab Maliki bahwa menyatakan hukum niqab bagi perempuan bisa menjadi kategori hukum makruh. Terlebih apabila niqab atau cadar dijadikan sebagai permasalahan yang menyebabkan umat Islam menjadi terpecah belah atau menganggap niqab sebagai syiar untuk mengklaim bahwa penggunanya lebih kuat agamanya dan kuat ibadahnya.

Mengutip dari NU Online, ulama mazhab Hanafi, sebagian ulama mazhab Syafi’i, dan ulama mazhab Hanbali menyatakan bahwa memakai cadar hukumnya mubah. Sedangkan menurut sebagian ulama mazhab Syafi’i memakai cadar hukumnya sunnah, bahkan sebagian ulama menghukuminya wajib.

Dengan demikian, adanya perbedaan pandangan mengenai hukum menutup cadar seharusnya membuat umat muslim menjadi semakin toleran dan tidak mudah menyalahkan kelompok lain yang berbeda pandangan.

Hukum buka tutup cadar bergantung pada keyakinan dan pendapat yang dipilihnya. Apabila seorang muslimah meyakini bahwa cadar tidak wajib dikenakan, maka ia boleh melepasnya.

Sebaliknya, jika seseorang telah meyakini bahwa menutup wajah dengan cadar termasuk kewajiban, maka ia tidak boleh untuk kadang-kadang melepasnya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hukum membuka atau menutup cadar bagi muslimah tidak berdosa. Yang berdosa adalah ketika wanita muslim tidak mengenakan jilbab atau tidak menutup auratnya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com