Tag Archives: mustafa murrad

Deretan Pujian Rasulullah kepada Umar bin Khattab



Jakarta

Umar bin Khattab adalah seorang sahabat kesayangan Rasulullah SAW. Semasa hidupnya, Rasulullah SAW banyak melontarkan pujian kepada Umar.

Sebelum mengenal ajaran Islam, Umar sangat membenci agama yang dibawa Rasulullah SAW ini karena menganggap Islam telah melanggar ajaran nenek moyang dan memecah belah kaum Quraisy. Dalam perjalanannya, kemudian Umar berubah menjadi seorang pembela Islam yang gigih lagi pemberani. Ia juga menjadi sahabat Rasulullah SAW yang dijamin surga.

Beliau turut membantu barisan Islam yang pada zaman itu masih sedikit jumlahnya. Keislaman Umar bin Khattab adalah jawaban Allah atas doa-doa yang dipanjatkan oleh Nabi Muhammad, “Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang Engkau cintai, Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam.”


Pilihan Allah jatuh kepada Umar bin Khattab karena Abu Jahal mengingkari Allah beserta Rasul-Nya, bahkan melecehkan dan menyiksa umat Islam. Berkat perjuangan, kesetiaan, ketaatan, dan kegigihannya, Rasulullah memuji Umar dalam beberapa hadits.

Pujian Rasulullah untuk Umar bin Khattab

Rasulullah SAW memberikan julukan khusus kepada Umar, yakni Al Faruq (pembeda) yang berarti orang yang dapat memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.

Nabi Muhammad bersabda,

أقواكم في دين الله عمر ؛ قوله الحق و ما له في الناس من الصديق

Artinya: “Yang paling teguh dalam melaksanakan agama Allah (syariat Islam) ialah Umar. Perkataanya adalah benar dan yang ia miliki dari (kepribadian) manusia adalah kejujuran.”

Mengutip buku Kisah Hidup Umar ibn Khattab oleh Mustafa Murrad, dari Uqbah ibn Amir Rasulullah bersabda, “Andaikata setelah aku terdapat seorang nabi, dia adalah Umar.” (HR Ahmad 4/154, At Tirmidzi 3686, al-Hakim 3/85, Ibn Syahin 140, al-Lalkai 2491).

Kemudian, dalam riwayat yang lain, Amr ibn Ash bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah yang paling kau cintai?” Rasulullah menjawab, “Aisyah.”

“Lalu siapakah lelaki yang paling kau utamakan?” Beliau menjawab, “Ayah ‘Aisyah (Abu Bakar).” Aku lanjut bertanya, “Lalu siapa lagi, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Umar ibn Khattab.”

Setelah itu Rasulullah menyebut nama sahabat lainnya. (HR al-Bukhari dalam Kitab Fadhail al-Shahabah, bab Qawl an-Nabi, juz 7, hal. 22, nomor 3662)

Pujian untuk Keimanan Umar

Rasulullah pernah memuji ketaatan Umar yang luar biasa. “Suatu malam aku bermimpi. Beberapa orang mendatangiku sambil membawa baju. Di antara mereka ada yang bajunya hanya sampai menutupi dada, di antara yang lain ada yang melebihinya.

Umar bin Khattab menghadapku sambil menyodorkan baju, dan aku pun menerima baju pemberian Umar.” Para sahabat bertanya, “Apa takwilnya, wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, “Itu adalah perlambang dari agama.” (HR al-Bukhari dalam Kitab Fadhail al-Shahabah, Bab Manaqib Umar, juz 7, hal. 52, nomor 3861)

Rasulullah juga memuji Umar dalam hadits yang lain: “Suatu ketika aku pernah bermimpi. Dalam mimpi itu aku meminum susu sampai kurasakan kesegarannya mengalir di antara sela kuku jemariku. Setelah itu, kusodorkan gelas itu kepada Umar.”

Para sahabatnya bertanya, “Apa arti semua itu?” Rasulullah pun menjawab, “Itu perumpamaan ilmu.”

Perumpamaan ilmu dan susu sejatinya menyiratkan makna banyaknya manfaat dari keduanya. Ilmu dan susu juga obat dan penyembuh. Susu adalah sumber pokok kekuatan badani sementara ilmu adalah sumber kekuatan maknawi.

Adapun Lia Heliana dalam bukunya Rasulullah My Soulmate, menyebutkan bahwa Umar mendapat pujian dari Rasulullah. Salah satunya adalah, “Hai Umar, tidaklah setan berjumpa denganmu sedang berjalan di satu sisi melainkan ia berjalan di sisi yang tidak engkau lalui.”

Dalam riwayat lainnya disebutkan pujian kepada Umar bin Khattab atas keimanan dan sikapnya yang teguh pendirian, “Hai Umar, setanpun akan lari terbirit-birit jika berjumpa denganmu.”

Sebagai bagian dari Khulafaur Rasyidin, Umar bin Khattab memimpin Islam dengan gagah berani. Hal ini terbukti pada masa kepemimpinannya selepas Rasulullah dan Abu Bakar wafat, Islam pun mencapai masa-masa gemilang dan menjadi suatu kekhalifahan yang kuat.

Maka, tidak heran apabila Rasulullah SAW begitu menghormati perjuangan Umar lagi mengutamakannya dengan pujian-pujian yang beliau lontarkan. Hal ini termasuk bukti cinta Rasulullah kepada sahabatnya.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Umar RA dan Paman Rasulullah SAW saat Ingin Memperluas Masjid Nabawi



Jakarta

Umar bin Khattab RA adalah sosok sahabat Rasulullah SAW yang dikenal tegas namun bijaksana. Ia juga sosok yang amanah dan berbudi luhur.

Sepeninggal Rasulullah SAW, Umar RA bermaksud memperluas Masjid Nabawi. Rencana Umar RA ini sekaligus menjalankan wasiat Rasulullah SAW sebelum beliau wafat.

Mengutip buku Kisah Hidup Umar ibn Khattab karya Mustafa Murrad, dikisahkan suatu ketika Umar RA bertemu dengan paman Rasulullah SAW, Abbas ibn Abdul Muthalib.


Umar RA berkata kepadanya, “Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah berwasiat sebelum wafat. Beliau menginginkan penambahan jumlah masjid. Sesungguhnya rumahmu, wahai Abbas, sangatlah dekat dengan masjid. Maka berikanlah rumahmu itu untuk urusan masjid, dan kami akan memperluas masjid tersebut. Lalu kami akan mengganti rumahmu dengan tanah yang lebih luas.”

Abbas kemudian menjawab, “Aku tidak akan melakukannya.” Umar RA kemudian berkata, “Kalau begitu, aku akan mengambil rumahmu dengan paksa.” Abbas pun menjawab, “Itu bukan menjadi hakmu. Cari penengah untuk memutuskan perkara ini.”

Umar lalu bertanya, “Siapakah orang yang kau pilih itu?” Abbas menjawab, “Aku memilih Hudzaifah ibn al-Yaman.”

Umar RA dan Abbas kemudian menemui Hudzaifah yang akan dijadikan penengah untuk masalah ini. Saat itu, Hudzaifah sedang memegang jabatan tertinggi dari Umar RA sebagai khalifah. Ia adalah penasihat kekhalifahan dan negara. Ia yang akan memutuskan perkara antara Umar dan Abbas.

Umar dan Abbas duduk di hadapan Hudzaifah. Keduanya menceritakan duduk perkaranya. Hudzaifah lalu berkata, “Aku mendengar bahwa Nabi Daud bermaksud memperluas Baitul Maqdis. Daud menemukan sebuah rumah dekat Baitul Maqdis. Rumah itu milik anak yatim. Nabi Daud lantas memintanya dari anak yatim itu, tetapi ia enggan memberikannya. Daud pun berusaha mendapatkan rumah tersebut secara paksa. Lantas Allah SWT berfirman kepada Daud, “Sesungguhnya rumah yang bersih dari kezaliman adalah rumah-Ku.” Daud kemudian mengembalikan rumah tersebut kepada pemiliknya.

Umar dan Abbas tertegun mendengar cerita Hudzaifah itu. Abbas memandang Umar dan berkata, “Wahai Umar, apakah engkau masih ingin mengambil rumahku?” “Tidak” jawab Umar.

Abbas pun berkata, “Bersamaan dengan itu, aku telah memberikan rumahku untuk memperluas masjid Rasulullah SAW.”

Umar kemudian bisa memperluas Masjid Nabawi tanpa mengambil paksa rumah Abbas. Demikian pula Abbas yang secara ikhlas memberikan rumah tersebut untuk menjadi lahan perluasan masjid.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com