Tag Archives: musyrik

Keutamaan Mengerjakan Puasa Tasua dan Asyura di Bulan Muharram


Jakarta

Bulan Muharram merupakan salah satu dari empat bulan haram yang dimuliakan dalam Islam. Pada bulan ini, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amal kebaikan, termasuk ibadah puasa.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 36,

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ


Arab latin: Inna ‘iddatasy-syuhūri ‘indallāhiṡnā ‘asyara syahran fī kitābillāhi yauma khalaqas-samāwāti wal-arḍa minhā arba’atun ḥurum(un), żālikad-dīnul-qayyim(u), falā taẓlimū fīhinna anfusakum wa qātilul-musyrikīna kāffatan kamā yuqātilūnakum kāffah(tan), wa’lamū annallāha ma’al-muttaqīn(a).

Artinya: Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauhul Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.

Bulan Muharram termasuk ke dalam empat bulan haram yang dimaksud dalam ayat tersebut, di mana amalan kebaikan dilipatgandakan dan larangan melakukan dosa pun semakin ditekankan.

Keutamaan Puasa Tasua dan Asyura di Bulan Muharram

Di antara amalan utama yang sangat dianjurkan pada bulan ini adalah puasa pada hari Tasua (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram). Dalam berbagai hadits shahih, Rasulullah SAW menjelaskan keutamaan luar biasa dari puasa pada kedua hari tersebut. Berikut ini penjelasannya, sebagaimana dirangkum dalam buku Panduan Muslim Sehari-hari karya Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El Sutha.

1. Menghapus Dosa Setahun yang Lalu

Puasa Asyura memiliki keutamaan besar dalam hal pengampunan dosa setahun sebelumnya. Rasulullah SAW bersabda,

“Puasa Arafah menghapus dosa dua tahun yang lalu dan yang akan datang, sementara puasa Asyura menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR Muslim)

2. Puasa Tasua Menjadi Pembeda dari Puasa Kaum Yahudi

Rasulullah SAW menganjurkan untuk juga berpuasa pada hari Tasua, yaitu 9 Muharram, sebagai bentuk perbedaan dengan kaum Yahudi yang hanya berpuasa pada hari Asyura. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA:

“Nabi SAW datang di Madinah, tiba-tiba beliau mendapati orang-orang Yahudi pada berpuasa Asyura (10 Muharram). Mereka berkata, ‘Ini adalah hari kemenangan Musa terhadap Firaun.’ Lalu Nabi SAW bersabda kepada sahabat-sahabatnya, ‘Kamu adalah lebih berhak atas Musa daripada mereka, oleh sebab itu berpuasalah’!” (HR Bukhari)

3. Puasa Terbaik setelah Ramadan

Muharram adalah bulan Allah yang sangat utama untuk berpuasa setelah bulan Ramadan. Dalam sebuah hadits, Abu Hurairah RA meriwayatkan:

“Salat manakah yang lebih utama setelah salat fardhu?” Rasulullah menjawab, “Yaitu salat di tengah malam.”

Kemudian ditanya lagi, “Puasa manakah yang lebih utama setelah puasa Ramadan?”

Beliau bersabda, “Puasa pada bulan Allah yang kamu namakan bulan Muharram.” (HR Ahmad, Muslim, dan Abu Daud)

4. Pahala Luar Biasa yang Setara Ribuan Haji dan Syuhada

Dalam buku Waktu-Waktu Penuh Berkah Khazanah Islam Klasik susunan Imam Baihaqi, Rasulullah SAW menjelaskan besarnya pahala puasa Asyura:

“Barang siapa berpuasa pada hari Asyura, ditulis untuknya pahala ibadah enam puluh tahun termasuk di dalamnya ibadah puasa dan salatnya; barang siapa berpuasa pada hari Asyura akan diberi pahala sepuluh ribu malaikat; barang siapa berpuasa di hari Asyura akan diberi pahala yang setara dengan pahala seribu orang yang haji dan umrah; barang siapa berpuasa di hari Asyura akan diberi pahala sepuluh ribu mati syahid; barang siapa berpuasa Asyura sesungguhnya ia seperti orang yang memberi makan seluruh orang fakir dari umat Muhammad SAW dan membuat mereka semua kenyang; barangsiapa membelai anak yatim dengan tangannya pada hari Asyura, maka akan diberikan untuknya untuk setiap rambut satu derajat di surga.”

Namun, sanad dalam hadits tersebut terdapat perawi yang tak dikenal.

Puasa Tasua dan Asyura adalah amalan mulia di bulan Muharram yang memberikan kesempatan besar bagi umat Islam untuk meraih pengampunan dosa dan pahala luar biasa. Menghidupkan puasa ini berarti menghidupkan sunnah Rasulullah SAW dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

Ini Amalan yang Tertolak dalam Islam Menurut Hadits, Hati-hati!


Jakarta

Amalan yang tertolak adalah amalan yang tidak diterima oleh Allah SWT meski amalan itu terlihat baik. Dalam Islam, setiap ibadah harus sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan hadits.

Rasulullah SAW telah memberikan banyak peringatan mengenai amalan-amalan yang bisa tertolak karena tidak memenuhi ketentuan syariat. Memahami apa saja yang bisa menyebabkan amalan kita tertolak menjadi penting agar ibadah tidak sia-sia.

Lantas, apa saja contoh amalan yang tertolak dalam Islam? Simak selengkapnya untuk menghindari amalan yang sia-sia.


Dalil tentang Amalan yang Tertolak

Terdapat dalil yang menyebutkan bahwa amalan yang tidak sesuai dengan sunnah akan tertolak dan tidak diterima. Berikut adalah hadits yang membahas tentang amalan yang tertolak yang dinukil dari Hadits Arbain karya Imam Nawawi dari kitab Al-Wafi: Syarah Hadits Arbain Imam An-Nawawi tulisan Musthafa Dib Al-Bugha dan diterjemahkan oleh Muzayin

Rasulullah SAW bersabda,

عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أُمِّ عَبْدِ اللَّهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمُ وَفِي رِوَايَةٍ لِلْمُسْلِمِ : مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ

Artinya: “Dari Ummul Mukminin Ummu Abdillah, Aisyah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa saja yang mengadakan hal yang baru dalam urusan (agama) kami ini, sesuatu yang bukan bagian darinya, maka ia ditolak,” (HR Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan, “Siapa saja yang melakukan suatu amal yang bukan urusan (agama) kami, maka ia ditolak.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Ibnu Majah)

Penjelasan Hadits tentang Amalan yang Tertolak

Hadits di atas adalah hadits urutan kelima dalam hadits Arbain. Hadits tersebut menyoroti perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat Allah SWT dan Rasul-Nya, atau dilakukan bukan untuk mengharapkan ridha-Nya, akan tertolak. Hadits ini juga menjelaskan bahwa inovasi atau hal baru dalam agama yang tidak diizinkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya bukanlah bagian dari ajaran Islam. Oleh karena itu, setiap muslim harus memastikan amal perbuatannya selaras dengan ajaran agama yang murni.

Seperti yang dikatakan oleh Imam An-Nawawi, hadits ini penting untuk dihafal oleh setiap muslim dan dijadikan dalil dalam menolak segala bentuk kemungkaran. Begitu pula dengan penjelasan Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, yang menegaskan bahwa hadits ini adalah dasar prinsip Islam. Topik yang diangkat oleh hadits ini juga sangat luas, karena menjadi fondasi bagi dalil syar’i dalam setiap tindakan dan keputusan.

Pesan dalam Hadits tentang Amalan yang Tertolak

Hadits ini menyampaikan pesan penting mengenai konsep ittiba’ (mengikuti) dan menolak ibtida’ (mengada-adakan hal baru) dalam agama Islam.

Ayat-ayat Al-Qur’an, seperti dalam surah Ali-‘Imran ayat 31 dan surah Al-An’am ayat 153, memperkuat prinsip ini, yakni kewajiban untuk mengikuti petunjuk yang sudah ada tanpa menambah atau mengurangi ajaran yang disampaikan Rasulullah SAW.

Itulah sebabnya, dalam salah satu khutbahnya, Rasulullah SAW menekankan bahwa sebaik-baiknya perkataan adalah Kitab Allah SWT dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad SAW dan setiap bentuk inovasi dalam agama (bid’ah) akan membawa pada kesesatan.

Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang dibuat-buat. Setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR Muslim) Dalam riwayat Baihaqi terdapat tambahan, “Dan setiap kesesatan berada di dalam neraka.”

Amalan-amalan yang Tertolak

Ketika amalan dalam ibadah tidak mengikuti aturan yang telah Allah SWT tetapkan, hal itu termasuk dalam kategori ibadah yang tertolak. Contoh-contoh perbuatan tersebut adalah amalan yang mengada-adakan sesuatu dalam agama, yang dikategorikan sebagai bid’ah. Sebagai contoh,

1. Menyiksa diri sebagai bentuk pendekatan kepada Allah SWT

2. Membuat syarat baru dalam ibadah haji

3. Mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara yang tidak diajarkan

Dalam kehidupan sehari-hari, penting bagi setiap muslim untuk selalu berpedoman pada syariat dan menghindari amalan-amalan baru yang tidak diatur dalam agama. Amalan yang dilakukan tanpa bimbingan yang jelas dari Allah SWT dan Rasul-Nya hanya akan membawa pelakunya pada kebinasaan.

Amalan-amalan yang Diterima

Dalam kehidupan sehari-hari, muncul banyak situasi atau tindakan baru yang belum ada di masa Rasulullah SAW, namun tidak bertentangan dengan syariat. Amalan seperti ini diterima selama ada dalil dan ketentuan syara’ yang mendukungnya. Para sahabat Rasulullah SAW pun pernah menghadapi hal-hal baru dan mereka sepakat menerimanya karena tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Contoh amalan yang diterima yang paling terkenal adalah inisiatif untuk menyatukan Al-Qur’an dalam satu mushaf pada masa Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq dan penulisan ulang Al-Qur’an di masa Khalifah Utsman bin Affan. Kedua tindakan ini dilakukan untuk menjaga keaslian dan kelestarian Al-Qur’an di berbagai wilayah.

Selain itu, penulisan ilmu seperti nahwu, tafsir, matematika, serta kajian-kajian ilmiah lainnya juga merupakan amalan yang diterima, karena bertujuan untuk memudahkan umat Islam dalam memahami agama dan menjaga kemakmuran umat manusia.

Dengan demikian, amalan-amalan baru yang tidak bertentangan dengan syariat dan memiliki manfaat besar bagi umat, seperti inisiatif di bidang ilmu pengetahuan atau perlindungan agama, merupakan amalan yang diterima oleh Allah SWT.

Jenis-jenis Bid’ah

Dalam ajaran Islam, bid’ah terbagi menjadi dua jenis, yaitu bid’ah yang tercela dan bid’ah yang terpuji. Bid’ah yang tercela adalah segala amalan baru yang bertentangan dengan syariat Allah SWT dan Rasul-Nya, sehingga perbuatan tersebut dianggap sesat dan berbahaya. Sebaliknya, jika suatu amalan baru tetap sesuai dengan syariat dan tidak bertentangan dengan ajaran agama, maka amalan tersebut termasuk dalam bid’ah yang terpuji.

Menurut Imam Syafi’i, segala sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’ ulama adalah bid’ah yang sesat. Namun, jika hal baru tersebut membawa kebaikan tanpa menyalahi syariat, maka itu adalah bid’ah yang baik. Contoh yang terpuji adalah inisiatif sahabat untuk menyatukan Al-Qur’an dalam satu mushaf pada masa Khalifah Abu Bakar dan Utsman bin Affan.

Di sisi lain, bid’ah yang tercela memiliki hukum makruh atau haram karena mengandung potensi bahaya atau merusak tatanan agama. Contoh bid’ah yang buruk adalah tindakan mengikuti aliran sesat yang mengabaikan hukum-hukum Allah SWT dan Rasul-Nya, atau mengkultuskan benda atau individu sebagai sarana mendapatkan berkah.

Dalam sejarah, Rasulullah SAW pernah menegur para sahabat yang meminta untuk membuat pohon yang dianggap keramat, sebagaimana orang musyrik melakukan hal serupa dengan pohon berduri sebelum Perang Hunain. Rasulullah SAW menegaskan bahwa tindakan seperti ini adalah perilaku yang meniru umat terdahulu yang tersesat.

Rasulullah SAW bersabda, “Allah Akbar. Sungguh inilah yang dikatakan oleh umat Nabi Musa, ‘Buatkanlah kami tuhan seperti mereka memiliki tuhan. Lalu Nabi Musa menjawab, ‘Sesungguhnya kalian adalah kaum yang bodoh. Lalu apakah kalian akan melakukan apa yang telah dilakukan oleh umat sebelum kalian?”

Terlepas dari semua itu, diterima tidaknya amal seseorang sepenuhnya merupakan hak Allah SWT. Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

3 Bacaan Doa Iftitah, Lengkap dengan Maknanya


Jakarta

Doa Iftitah adalah doa yang dibaca setelah takbiratul ihram sebagai pembukaan dalam salat. Meskipun tidak wajib, doa ini sangat dianjurkan karena maknanya yang mendalam.

Sebagaimana diterangkan Rasulullah SAW dalam sabdanya,

“Tidak sempurna shalat seseorang sebelum dia bertakbir, memuji Allah azza wa jalla, menyanjungnya, dan membaca ayat-ayat Al-Quran yang dihafalnya.” (HR. Abu dawud dan Hakim.)


Doa iftitah bukan hanya sekadar lafaz yang dihafal dan dibaca setiap kali setelah takbiratul ihram, tetapi juga harus dipahami kedalaman maknanya, sebagai renungan dalam setiap ibadah salat. Berikut adalah bacaan doa iftitah dan artinya.

Bacaan Doa Iftitah

Dikutip dari kitab Khasiat Zikir dan Doa karya Imam Nawawi terjemahan Bahrun Abu Bakar, berikut beberapa bacaan doa iftitah dan artinya.

Doa Iftitah Versi 1

اللهُ أَكْبَرَ كَبِيراً وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً، وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِماً وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَالِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Arab Latin: Allaahu akbar kabiiraw wal hamdu lillaahi katsiiraa, wa subhaanal- laahi bukrataw wa ashiilaa, wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samaawaati wal ardla haniifam muslimaw wamaa ana minal musyrikiin, inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaati lillaahi rabbbil ‘aalamiin, laa syariikalahu wa bidzalika umirtu wa ana minal muslimiin.

Artinya: “Allah Mahabesar dengan sebesar-besarnya, dan segala puji bagi Allah dengan sebanyak-banyaknya. Mahasuci Allah pagi dan petang. Aku menghadapkan diriku kepada Tuhan Yang telah menciptakan langit dan bumi dengan meluruskan ke- taatan kepada-Nya dan berserah diri, dan aku bukan termasuk orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya salatku, semua ibadahku, hidup dan matiku hanyalah bagi Allah, Rabb semesta alam; tiada sekutu bagi-Nya. Dan dengan demikianlah aku diperintahkan, dan aku adalah termasuk orang-orang yang muslim. Ya Allah, Engkau adalah Raja, tiada Tuhan selain Engkau. Engkau adalah Rabbku, dan aku adalah hamba-Mu. Aku telah berbuat aniaya terhadap diriku sendiri dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah segala dosaku; tiada seorang pun yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Berilah aku petunjuk kepada akhlak yang paling baik, tiada seorang pun yang dapat memberikan petunjuk kepada akhlak yang paling baik kecuali Engkau, dan palingkanlah diriku dari akhlak yang buruk, tiada seorang pún yang dapat memalingkan dari akhlak yang buruk kecuali Engkau. Aku penuhi seruan-Mu dan aku merasa bahagia dengan menjalankan seruan-Mu. Semua kebaikan berada di tangan kekuasaan-Mu, dan kejahatan itu bukan bersumber dari-Mu, aku memohon pertolongan kepada-Mu dan berserah diri kepada-Mu, Mahaagung lagi Mahatinggi Engkau, aku memohon ampun kepada-Mu dan bertobat kepada-Mu.”

Doa Iftitah Versi 2

Seorang muslim juga bisa membaca doa iftitah berikut.

اللهم باعد بينِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَا عَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ تقْنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنقى الثوبُ الْأَرْضُ مِنَ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

Arab Latin: Allahumma baa’id bainii wa baina khathaayaaya kamaa baa’adta bainal masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqinii minal khathaayaa kamaa yunaqqatsawbul abyadlu minaddanasi. Allahummaghsil khathaayaaya bil maai watstsalji walbaradi.

Artinya: Ya Allah, jauhkanlah antara diriku dan dosa-dosaku, seba- gaimana Engkau jauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah diriku dari dosa-dosaku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotorannya. Ya Allah, cucilah diriku dari dosa-dosaku dengan salju, air, dan embun.”

Doa Iftitah Versi 3

Selain doa iftitah dan artinya tersebut, ada pula doa iftitah lain yang dapat dibaca berdasarkan hadits riwayat Imam Baihaqi, dari Umar RA, yang mengatakan bahwa,

انَّهُ كَبَّرَ ثُمَّ قَالَ : سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، تَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ ، وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ.

“Beliau SAW melakukan takbiratul ihram, lalu mengucapkan doa berikut, ‘Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan memuji kepada-Mu, Maha Agung asma-Mu dan Maha Tinggi keagungan-Mu, tidak ada Tuhan selain Engkau’.”

Disunnahkan untuk menggabungkan semua bacaan doa iftitah bagi orang yang salat sendirian, juga bagi imam, apabila para makmum menyetujuinya. Jika para makmum tidak menyetujui membaca gabungan semua doa iftitah, imam tidak boleh memperpanjang salat bersama mereka, melainkan cukup dengan sebagian dari doa iftitah tersebut.

Tetapi sudah cukup baik jika ia meringkas bacaannya hanya pada, “Aku menghadapkan diriku hingga termasuk orang-orang muslim.” Demikian pula bagi orang yang salat sendirian, jika ia memilih memperpendek bacaan iftitahnya.

Makna Doa Iftitah

Doa Iftitah, menurut buku Berdzikirlah! Pasti Hatimu akan Tenang karya Nurul Qamariyah, mengandung beberapa makna yang bisa direnungkan oleh umat Islam. Salah satunya adalah pujian kepada Allah SWT.

Doa yang dibaca setelah takbiratul ihram ini dimulai dengan pujian yang mengagungkan-Nya, yakni “Allaahu akbar kabiiraw wal hamdu lillaahi katsiraw wa subhaanallaahi bukrataw wa ashilaa” (Allah Mahabesar dengan sebesar-besarnya, dan segala puji bagi Allah dengan sebanyak-banyaknya.)

Dengan memuji Allah SWT melalui kalimat ini, seorang muslim senantiasa mengagungkan-Nya.

Selain itu, doa ini juga menunjukkan penyerahan sepenuhnya kepada Allah SWT. Ini adalah janji seorang muslim dengan tulus untuk mengikuti petunjuk-Nya. Kalimat “Wamaa ana minal musrykiin” (dan aku tidak termasuk orang-orang yang mempersekutukan-Nya) menunjukkan ketundukan dan kepatuhan yang mendalam kepada Allah SWT.

Dengan mengucapkan kalimat ini, muslim menegaskan bahwa dia telah sepenuhnya menyerahkan diri kepada-Nya, sehingga tidak ada kekhawatiran dalam menjalani kehidupan.

Selanjutnya, seorang muslim menegaskan kembali penyerahan dirinya dengan kalimat, “Innasshalaatii, wa nusukii, wa mahyaaya, wa mamaati, lillaahi rabbil ‘aalamiin” (Sesungguhnya, shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya bagi Allah semata, Tuhan Penguasa Semesta Alam). Kalimat ini menggambarkan penyerahan total yang jarang direnungkan dalam salat.

Terakhir, setelah menyerahkan diri sepenuhnya, muslim berjanji untuk tidak menyekutukan Allah SWT dengan ucapan: “Laa syariikalahu” (Tiada sekutu bagi-Nya). Kalimat ini adalah seorang muslim untuk hanya mengabdi dan berserah diri kepada Allah SWT.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

3 Malam Istimewa Bulan Rajab yang Disebut Waktu Mustajabnya Doa


Jakarta

Rajab termasuk bulan haram atau yang disucikan Allah SWT. Pada bulan tersebut, ada beberapa malam yang diyakini mustajab untuk berdoa.

Kesucian bulan Rajab dijelaskan melalui firman Allah SWT dalam surah At Taubah ayat 36. Allah SWT berfirman,

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ ٣٦


Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.”

Menurut Tafsir Al Azhar Buya Hamka, ayat tersebut menjelaskan bilangan bulan menurut edaran bulan, bukan matahari. Setelah bangsa Arab memeluk agama tauhid, agama hanif yang juga disebut Islam, yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail, diadakanlah empat bulan yang dihormati. Empat bulan itu adalah Zulkaidah, Zulhijah, Muharram, dan Rajab.

“Dihormati itu karena pada keempat bulan itu tidak boleh berperang dan tidak boleh balas dendam,” jelas Buya Hamka dalam tafsirnya.

Rajab adalah bulan ke-7 yang terletak di antara Jumadil Akhir dan Syakban. Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin yang diterjemahkan Purwanto, menyebutkan ada tiga malam bulan Rajab yang memiliki keutamaan.

Tiga Malam Istimewa Bulan Rajab

1. Malam Pertama Bulan Rajab

Menurut kalender Hijriah Indonesia 2025 terbitan Bimas Islam Kementerian Agama RI, 1 Rajab 1446 H jatuh pada Rabu, 1 Januari 2025. Sehingga, malam 1 Rajab dimulai dari Selasa, 31 Desember 2024 ba’da Maghrib.

2. Malam Tanggal 15 Bulan Rajab

Tanggal 15 Rajab 1446 H bertepatan dengan Rabu, 15 Januari 2025. Sehingga, malam pertengahan Rajab akan berlangsung mulai Selasa, 14 Januari 2025 selepas Maghrib.

3. Malam Tanggal 27 Bulan Rajab

Malam 27 Rajab disebut malam Isra Miraj. Pada malam ini, Rasulullah SAW diperjalankan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan berlanjut ke Sidratul Muntaha untuk kemudian menerima perintah salat 5 waktu langsung dari Allah SWT. Demikian menurut riwayat yang shahih.

Mengacu kalender Hijriah, 27 Rajab 1446 H jatuh pada Senin, 27 Januari 2025. Sehingga, malam 27 Rajab bisa dimulai dari Minggu, 26 Januari 2025 setelah Maghrib.

Imam al-Ghazali menjelaskan, beribadah pada malam-malam hari yang punya keutamaan hukumnya sunnah. Malam itu, kata Imam al-Ghazali, adalah ‘masa’ untuk beramal dan waktu terbaik berniaga dalam perkara agama.

“Barang siapa lalai dan lengah pada masa tersebut, dia tidak akan menuai laba,” kata Imam al-Ghazali dalam kitabnya.

Waktu Mustajab Malam Hari untuk Berdoa

Malam hari, tepatnya di sepertiga malam yang akhir atau waktu sahur, adalah waktu mustajab untuk berdoa. Hal ini mengacu pada firman Allah SWT dalam surah Adz-Dzariyat ayat 18,

وَبِالْاَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ ١٨

Artinya: “dan pada akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah).”

Keterangan tersebut diperkuat dengan hadits yang menyebut keutamaan berdoa pada sepertiga malam terakhir. Rasulullah SAW bersabda,

يَنزِلُ اللهُ تَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلْتُ اللَّيْلِ الْأَخِيرُ فَيَقُولُ عَزَّ وَجَلَّ: مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيْبَ لَهُ، مَنْ يَسْأَلُنِي فَأَعْطِيْهِ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرْ لَهُ

Artinya: “Allah SWT akan turun (rahmat-Nya) setiap malam ke langit dunia tatkala tersisa sepertiga malam terakhir. Allah berfirman, ‘Barang siapa berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkan doanya. Barang siapa meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Barang siapa memohon ampunan kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA)

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

4 Doa Bulan Rajab yang Bisa Diamalkan Muslim agar Meraih Keutamaan


Jakarta

Doa di bulan Rajab dapat diamalkan muslim agar mendapat kemuliaan. Sebagaimana diketahui, Rajab merupakan salah satu bulan haram yang diistimewakan dalam Islam.

Kedudukan bulan haram ini dijelaskan melalui surah At Taubah ayat 36. Allah SWT berfirman,

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ ٣٦


Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.”

Para mufassir menjelaskan empat bulan haram yang dimaksud dalam ayat tersebut dengan sabda Rasulullah SAW,

“Zaman berputar seperti hari Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu terdiri dari 12 bulan, di antaranya 4 bulan Haram, tiga bulan berurutan, Zulkaidah, Zulhijjah, dan Muharram. Adapun Rajab yang juga merupakan bulannya kaum Mudhr, berada di antara Jumadil Akhir dan Sya’ban.” (HR Bukhari dan Muslim)

Mengutip buku Apakah Amalan Kita Diterima Allah SWT tulisan Alexander Zulkarnaen, bulan Haram adalah waktu yang bisa dimanfaatkan untuk berbuat kebaikan lebih banyak dari biasanya. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan mengerjakan banyak amalan, termasuk berdoa.

Berikut beberapa doa di bulan Rajab yang bisa dibaca muslim agar meraih keutamaan.

4 Doa Bulan Rajab yang Bisa Diamalkan Muslim

1. Doa Bulan Rajab agar Mendapat Keberkahan

Doa bulan Rajab berikut berisi permohonan agar mendapat keberkahan pada Rajab dan Sya’ban serta dipertemukan dengan Ramadan. Diterangkan dalam buku Rahasia Kedahsyatan 12 Waktu Mustajab untuk Berdoa oleh Nurhasanah Naminoleh, doa ini merupakan hadits dari Anas bin Malik RA. Nabi SAW bersabda:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

Arab latin: Allahumma barik lana fi rajaba wasya’bana waballighna ramadhana.

Artinya: “Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadan.” (HR Ahmad dan At-Thabrani)

2. Istighfar Bulan Rajab

Istighfar singkat berikut bisa diamalkan sebanyak 70 kali. Berikut bacaannya yang dikutip dari buku 71 Doa Harian Disertai Doa-doa Ibadah Lengkap tulisan KH M Yusuf Chudlori,

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَتُبْ عَلَيَّ

Arab latin: Allahumaghfır lî warhamnî wa tub ‘alayya.

Artinya: “Ya Allah, ampunilah aku, kasihilah aku dan terimalah tobatku.”

3. Sayyidul Istighfar Bulan Rajab

Selain membaca doa memohon berkah, muslim juga bisa memperbanyak istighfar pada bulan Rajab. Menurut buku Dahsyatnya Keajaiban Istighfar bagi Orang-orang Sibuk karya Khairi Syekh Maulana Arabi, berikut bacaannya,

اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ

Arab latin: Allahumma anta rabbii laa ilaaha illaa anta khalaqtanii wa anna ‘abduka wa anaa ‘alaa ‘ahdika wa wa’dika. Mastatha’tu a’uudzu bika min syarri maa shana’tu abuu u laka bini’ matika ‘alayya wa abuu-u bidzanbii faghfir lii fa innahu laa yagfirudz dzunuuba illa anta

Artinya:”Hai Tuhanku, Engkau Tuhanku. Tiada tuhan yang disembah selain Engkau. Engkau yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku berada dalam perintah iman sesuai perjanjian-Mu sebatas kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang kuperbuat. Kepada-Mu, aku mengakui segala nikmat-Mu padaku. Aku mengakui dosaku. Maka itu ampunilah dosaku. Sungguh tiada yang mengampuni dosa selain Engkau.” (HR Bukhari)

4. Tasbih Bulan Rajab

Masih dari sumber yang sama, ada juga bacaan tasbih yang bisa diamalkan sebagai doa bulan Rajab. Tasbih dibaca 100 kali setiap hari pada malam 11-20 Rajab,

سُبْحَانَ اللَّهِ الْأَحَدِ الصَّمَدِ

Arab latin: Subhanallâhil-ahadish-shamad.

Artinya: “Maha Suci Allah Yang Maha Esa dan Tempat meminta.”

Selain itu, pada malam 21-30 Rajab muslim bisa mengamalkan bacaan berikut sebanyak 100 kali,

سُبْحَانَ اللَّهِ الرَّؤُوْفِ

Arab latin: Subhanallahir-ra’ûf.

Artinya: “Maha Suci Allah Yang Maha Belas Kasih.”

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Malam Ini Nisfu Syaban, Doa Disebut Mustajab dan Dosa Diampuni



Jakarta

Malam Nisfu Syaban 2025 akan dimulai petang ini hingga esok hari. Menurut sejumlah riwayat, malam tersebut adalah waktu mustajab untuk berdoa.

Kalender Hijriah Indonesia 2025 terbitan Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama menunjukkan hari ini, Kamis (13/2/2025), adalah tanggal 14 Syaban 1446 Hijriah. Kemudian setelah matahari terbenam nanti, akan memasuki malam 15 Syaban yang populer disebut malam Nisfu Syaban.

Hujjatul Islam Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin memasukkan malam Nisfu Syaban dalam daftar malam khusus yang memiliki keutamaan. Melakukan ibadah pada malam tersebut, kata Imam al-Ghazali, hukumnya sunnah.


“Ada pertengahan malam Syaban (malam Nisfu Syaban). Pada malam itu, kaum muslim dianjurkan salat 100 rakaat, di mana setiap rakaatnya membaca Al-Fatihah dan 10 kali Al-Ikhlas,” kata Imam al-Ghazali seperti diterjemahkan Purwanto dalam buku edisi Indonesia Rahasia dan Keutamaan Waktu untuk Ibadah.

Keutamaan malam Nisfu Syaban dijelaskan dalam sejumlah riwayat yang salah satunya dipaparkan Imam al-Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub. Dikatakan, malam Nisfu Syaban diberi nama malam penghapusan dosa dan malam kehidupan berdasarkan hadits al-Mundziri,

“Barang siapa yang menghidupkan dua malam hari raya dan malam Nisfu Syaban, maka hatinya tidak mati di saat hati orang-orang mati.”

Ulama ahli hadits dan tafsir dari mazhab Syafi’i, As-Subki, mengatakan menghidupkan malam Nisfu Syaban menghapus dosa satu tahun. Adapun, menghidupkan malam Jumat menghapus dosa seminggu dan menghidupkan malam qadar menghapus dosa seumur hidup. Oleh karenanya para ulama mengatakan menghidupkan malam-malam tersebut menjadi sebab terhapusnya dosa.

Riwayat lain menyebut Allah SWT akan mengampuni hamba-hamba-Nya pada malam Nisfu Syaban. Rasulullah SAW bersabda, “Allah melihat para hamba-Nya pada malam Nisfu Syaban, lalu Dia mengampuni penduduk bumi kecuali dua laki-laki, yaitu orang musyrik dan orang yang bertengkar.” (HR Ahmad)

Ada juga riwayat yang menyebut malam Nisfu Syaban adalah malam mustajab, doa yang dipanjatkan pada malam itu tak tertolak. Berikut bunyi haditsnya,

عن أبي أمامة الباهلي قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: خمس ليال لا ترد فيهن الدعوة، أول ليلة من رجب، وليلة النصف من شعبان، وليلة الجمعة، وليلة الفطر، وليلة النحر.

Artinya: Dari Abu Umamah al-Bahili, dia berkata Rasulullah SAW bersabda, “Lima malam yang tidak akan ditolak doa di dalamnya: malam pertama bulan Rajab, malam Nisfu Syaban, malam Jumat, malam Idul Fitri, dan malam Idul Adha.”

Menurut penelusuran detikHikmah, sebagian ulama mengatakan riwayat-riwayat tentang keutamaan malam Nisfu Syaban tidak ada yang kualitasnya shahih. Sementara itu, sebagian ulama hadits, sebagaimana dikatakan Hafidz Muftisany dalam buku Mengenal Mukimin, menyebut ada riwayat yang karena banyaknya sanad ia menjadi shahih atau paling tidak hasan dan bisa dijadikan dalil.

Salah satunya riwayat yang dipaparkan al-Albani dari Muadz bin Jabal RA, Rasulullah SAW bersabda, “Pada malam Nisfu Syaban Allah SWT memperhatikan seluruh makhluk-Nya, Dia pun mengampuni seluruh makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR Thabrani, Daruquthni, Baihaqi, dan Ibnu Hibban)

Para tabiin di negeri Syam, termasuk kalangan salaf, menghidupkan malam Nisfu Syaban. Keterangan ini dikatakan Imam al-Qasthalani dalam kitab al-Mawahib al-Ladunniyyah sebagaimana dinukil Abdul Somad dalam buku 37 Masalah Populer. Dikatakan,

أن التابعين من أهل الشام كخالد بن معدان ومكحول كانوا يجتهدون ليلة النصف من شعبان في العبادة ، وعنهم أخذ الناس تعظيمها

Artinya: “Sesungguhnya kalangan tabiin negeri Syam seperti Khalid bin Ma’dan dan Makhul bersungguh-sungguh menghidupkan malam Nisfu Syaban dengan ibadah. Dari merekalah orang banyak mengambil pengagungan malam Nisfu Syaban.

Wallahu a’lam.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Ketika Nabi Ibrahim Berdebat dengan Kaumnya Soal Tuhan yang Harus Disembah



Jakarta

Nabi Ibrahim AS merupakan satu dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui kaum muslimin. Sebagai utusan Allah SWT, banyak pelajaran dan hikmah dari kisah hidupnya selama menjadi nabi dan rasul.

Menurut Qashash al-Anbiyaa oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Saefullah MS, nama lengkap Nabi Ibrahim AS adalah Ibrahim bin Tarikh. Ia merupakan keturunan dari keluarga Nahur, Shrug, Raghu, Faligh, ‘Abir, Syalih, Arfakhsyadz, Sam, dan Nuh.

Nabi Ibrahim AS juga disebut sebagai rasul ulul azmi yang mana gelar ini diberikan bagi rasul Allah SWT yang kedudukannya tinggi. Selain itu, ia juga dijuluki Abun Anbiya yang artinya ayahanda para nabi.


Ada kisah menarik terkait Nabi Ibrahim AS yang dikisahkan dalam surah Al An’Am ayat 75-83. Ini mengenai Ibrahim AS yang berdebat dengan kaumnya terkait Tuhan yang berhak disembah.

Allah SWT berfirman,

“Demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.

Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka, ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.”

Kemudian, ketika dia melihat bulan terbit dia berkata (kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku.” Akan tetapi, ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk kaum yang sesat.”

Kemudian, ketika dia melihat matahari terbit dia berkata (lagi kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku. Ini lebih besar.” Akan tetapi, ketika matahari terbenam dia berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari yang kamu persekutukan.”

Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (hanya) kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan (mengikuti) agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.

Kaumnya membantah. Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada yang kamu persekutukan dengan-Nya, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?”

Bagaimana mungkin aku takut kepada yang kamu sekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut menyekutukan sesuatu dengan Allah yang Dia (sendiri) tidak pernah menurunkan kepadamu alasan apa pun. Maka, golongan yang manakah dari keduanya yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka) jika kamu mengetahui?”

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), merekalah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mendapat petunjuk.

Itulah keterangan yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan orang yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS Al An’am: 75-83)

Ibnu Katsir menafsirkan, dialog di atas dalam surah Al An’am merupakan sanggahan yang Nabi Ibrahim AS ajukan kepada kaumnya terkait keyakinan mereka yang menyembah benda-benda langit seperti bintang. Ibrahim AS menjelaskan bahwa benda-benda tersebut tidak layak dijadikan Tuhan karena mereka makhluk ciptaan Allah SWT.

Benda-benda langit itu bisa muncul dan tenggelam serta lenyap dari alam ini. Sementara Tuhan yang Maha Esa kekal dan abadi, tidak ada Tuhan yang layak disembah selain Allah SWT.

Nabi Ibrahim AS mengatakan kepada kaumnya bahwa bintang-bintang tersebut tidak mungkin dijadikan Tuhan. Ada yang menyebut bintang yang dimaksud adalah Lucifer atau Bintang Fajar.

Lebih lanjut Ibrahim AS juga menerangkan tentang bulan yang bercahaya lebih besar daripada bintang. Penjelasan ia tingkatkan lagi pada matahari yang bersinar paling terang di antara benda langit lain.

Nabi Ibrahim AS menjelaskan seluruh benda langit itu tunduk, digerakkan, dan dikuasai berdasarkan kehendak Tuhan sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Fushilat ayat 37.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah menyembah matahari maupun bulan, tetapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika hanya Dia yang pantas untuk disembah.” (QS Fushshilat: 37)

Dalam surah Al An’am ayat 78-80, Allah SWT berfirman:

“Kemudian, ketika dia melihat matahari terbit dia berkata (lagi kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku. Ini lebih besar.” Akan tetapi, ketika matahari terbenam dia berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari yang kamu persekutukan.”

Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (hanya) kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan (mengikuti) agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.

Kaumnya membantah. Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada yang kamu persekutukan dengan-Nya, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?” (QS. Al-An’am: 78-80)

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, melalui ayat tersebut Nabi Ibrahim AS menyampaikan bahwa ia tidak peduli tuhan-tuhan yang kaumnya sembah kecuali Allah SWT. Ia mengatakan semua tuhan yang kaumnya sembah tidak memiliki manfaat, tidak dapat mendengar, dan tidak memiliki akal. Mereka hanyalah benda-benda yang diatur dan dikendalikan oleh Tuhan layaknya seperti bintang dan benda langit lainnya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Zunairah, Sosok Budak Abu Jahal yang Tabah


Jakarta

Sejak zaman Rasulullah SAW hingga saat ini, seorang budak sering dipandang rendah oleh manusia. Namun di sisi Allah SWT, mereka bisa menjadi sangat mulia, terhormat, dan lebih tinggi derajatnya daripada orang merdeka dengan kekayaannya, terutama jika budak tersebut memiliki hati yang bersih dan selalu taat kepada Allah SWT.

Salah satu budak muslimah yang mulia di mata Allah SWT adalah Zunairah, seorang budak muslimah yang penuh kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan. Keteguhannya dalam agama Islam membuatnya semakin yakin akan pertolongan Allah SWT, meskipun ia terus-menerus menghadapi berbagai ujian.

Salah satu kisah Zunairah yang menggambarkan betapa besar kesabaran dan keteguhannya adalah ketika tuannya, Abu Jahal, mengetahui bahwa ia telah mengikuti seruan Nabi Muhammad SAW dan memeluk Islam, ia dianiaya dan disiksa oleh Abu Jahal dengan cara yang sangat kejam. Namun, Zunairah menghadapinya dengan pendirian yang sangat kuat dan kokoh tauhidnya kepada Allah SWT. Inilah kisah selengkapnya.


Kisah Zunairah yang Tabah Menghadapi Siksaan Abu Jahal

Mengutip buku Kisah Orang-orang Sabar yang disusun oleh Nasiruddin, kisah Zunairah ini terjadi ketika Abu Jahal melihat perubahan sikap Zunairah yang sangat sulit untuk diajak bercanda dan seringkali menyendiri, berbeda dengan biasanya. Setelah diselidiki, betapa murkanya Abu Jahal. Ternyata, Zunairah telah menjadi pemeluk agama baru yang disebarkan oleh keponakannya sendiri, Nabi Muhammad SAW.

Diceritakan dalam buku Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW yang disusun oleh Moenawar Khalil, bahwa setelah mengetahui hal tersebut, Abu Jahal mendatangkan para pemuka musyrik Quraisy untuk menyeret Zunairah ke hadapannya. Lalu Abu Jahal berkata padanya, “Benarkah kamu sekarang mengikuti seruan Muhammad yang celaka itu?”

Ia menjawab dengan tegas, “Ya, aku benar-benar mengikuti seruan Muhammad, aku percaya kepada seruannya dan aku benar-benar mengikuti pimpinan Muhammad.”

Sambil mencemooh, Abu Jahal menengok kepada para pemuka Quraisy itu dan berkata, “Hai kaum Quraisy! Adakah engkau mengikuti apa-apa yang didatangkan oleh Muhammad?”

Mereka menyahut, “Tidak! Sekali-kali kami tidak akan mengikuti Muhammad orang celaka itu!” Abu Jahal berkata lagi, “Seandainya apa-apa yang diseru oleh Muhammad itu benar lagi baik, tentunya kita telah mengikuti lebih dulu kepadanya daripada Zunairah, tentunya begitu, bukan?”

Kemudian dimulailah siksaan bertubi-tubi terhadap Zunairah. Penganiayaan yang dilakukan begitu kejam hingga membutakan matanya. Saat Zunairah sudah buta, Abu Jahal dan kawan-kawannya mencoba mempengaruhinya dengan berkata, “Kamu menjadi buta itu tidak lain karena kamu dimurkai oleh Latta dan Uzza!”

Namun Zunairah tidak goyah. “Mereka dusta! Latta dan Uzza tidak dapat memberi mudharat dan tidak pula memberi manfaat kepada kita!” jawab Zunairah dengan tegas.

Abu Jahal terus berupaya melecehkan dan menghasut Zunairah, “Oh, Zunairah! Ingatlah kamu kepada Latta dan Uzza! Karena dialah berhala-berhala nenek moyangmu dahulu! Tidakkah kamu takut kepadanya, kalau ia nanti memurkai kamu? Engkau sekarang telah buta tidak lain karena engkau sudah sekian hari ini tidak pernah melihat dan memuja Latta dan Uzza, bukan? Ingatlah hai Zunairah, jangan kamu terus-menerus mengikuti Muhammad!”

Dengan senyuman dan keteguhannya, jawab Zunairah secara lantang, “Berhala-berhala Latta dan Uzza itulah yang lebih buta daripada aku. Apa gunanya kedua berhala itu engkau puja? Sebabnya aku sekarang menjadi buta ini ialah suatu perkara dari Tuhanku sendiri. Tuhanku lebih kuasa menjadikan aku dapat melihat kembali, sebab Dialah yang menciptakan aku.”

Pada malam harinya, Allah SWT menganugerahkan mukjizat dengan mengembalikan penglihatan Zunairah. Keesokan harinya, Abu Jahal dan kawan-kawannya terkejut mendapati Zunairah dapat melihat kembali, lantas mereka berkata, “Ini dari sihir Muhammad!”

Siksaan pun terus berlanjut, namun Zunairah tetap kokoh dengan keimanannya. Sampai pada akhirnya, Abu Bakar, sahabat setia Rasulullah SAW membeli Zunairah dan memerdekakannya semata karena Allah SWT.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com