Tag Archives: Nabi Muhammad SAW

Alasan Imam Sholat Dzuhur dan Ashar Tak Bersuara saat Membaca Surah


Jakarta

Ketika mengerjakan sholat Dzuhur dan Ashar, imam tidak membacakan surah Al Fatihah dengan suara keras pada dua rakaat pertama. Begitu juga dengan surah-surah lainnya.

Padahal, biasanya imam mengeraskan suaranya saat membaca surah Al Fatihah pada waktu sholat lain seperti Maghrib, Isya dan Subuh. Mengapa demikian? Apa alasannya?

Alasan Imam Tak Mengeraskan Bacaan saat Sholat Dzuhur dan Ashar

Menurut penjelasan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani melalui karyanya Sifat Ash Shalah An Nabi yang diterjemahkan Rohidin Wakhid, pembacaan surah Al Fatihah dan lainnya dengan suara keras disebut sebagai jahr. Alasan pembacaan jahr tidak dilakukan pada sholat Dzuhur dan Ashar karena mengikuti anjuran Nabi Muhammad SAW untuk memelankan suara dalam membaca surah atau dikenal dengan istilah sirr.


Rasulullah SAW bahkan mencontohkan untuk melirihkan suara bacaan ketika rakaat terakhir sholat Maghrib dan rakaat ketiga serta keempat pada sholat Isya. Adapun, pembacaan surah dengan pelan oleh imam saat sholat Dzuhur dan Ashar mengacu pada ijma ulama yang didasarkan dari hadits serta atsar yang ada.

Abu Ma’mar Abdullah bin Sakhbarah bertanya kepada sahabatnya Khabbab ibnul Arts, dia berkata:

“Kami bertanya kepada Khabbab, ‘Apakah Nabi Muhammad SAW membaca dalam sholat Dzuhur dan Ashar?’ Dia menjawab, ‘Benar.’ Kami bertanya lagi, ‘Dengan apa kalian mengetahui hal itu?’ Dia menjawab, ‘Dengan gerakan jenggotnya’.” (HR Bukhari)

Sebagai muslim, sudah sepatutnya kita mengikuti cara sholat Rasulullah SAW. Beliau merupakan suri teladan bagi umat manusia, baik dalam akhlak maupun cara beribadahnya.

Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat.” (HR Bukhari dan Ad Darimi)

Anjuran Mengeraskan Bacaan pada Sholat yang Dikerjakan Malam Hari

Menurut kitab I’anah at-Thalibin yang dinukil oleh NU Online, anjuran mengeraskan bacaan pada sholat yang dikerjakan di waktu malam hari seperti Maghrib, Isya dan Subuh dikarenakan momen itu merupakan waktu khalwat atau menyepi. Pada waktu tersebut, mengeraskan bacaan Al Fatihah dan surah lainnya dimaksudkan mencari kenikmatan munajat hamba kepada Tuhan Semesta Alam, Allah SWT.

Sementara itu, sholat Dzuhur dan Ashar yang dikerjakan pada siang hari dianjurkan untuk membaca surah dengan pelan. Sebab, momen ini identik dengan waktu sibuk dan saat-saat manusia beraktivitas, sehingga waktu siang kurang nyaman untuk bermunajat.

Apakah Wajib Mengeraskan dan Memelankan Suara?

Hukum mengeraskan atau melirihkan suara ketika sholat adalah sunnah sebagaimana diterangkan dalam kitab Al Muntaqo Syarah Muwatho. Apabila imam tidak sengaja membaca surah Al Fatihah atau lainnya dengan suara keras ketika sholat Dzuhur dan Ashar, maka sholatnya tidak batal.

Dijelaskan dalam kitab Fiqh Sunnah oleh Sayyid Sabiq terjemahan Khairul Amru Harahap, mengeraskan atau memelankan bacaan secara tidak sengaja pada waktu yang tidak dianjurkan maka sholatnya tetap sah. Namun, apabila seseorang ingat setelah melakukan hal tersebut, hendaknya ia segera mengubahnya.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Makna, Ragam Perayaan, dan Nilai Budaya


Jakarta

Setiap tanggal 10 Muharram dalam kalender Hijriyah, umat Islam di seluruh dunia memperingati hari istimewa yang dikenal dengan sebutan Hari Asyura. Di Indonesia, 10 Muharram bukan sekadar momentum keagamaan, tetapi juga telah berkembang menjadi sebuah tradisi budaya yang sarat nilai sosial dan spiritual.

Ragam tradisi yang hidup di tengah masyarakat Nusantara menunjukkan betapa kayanya khazanah Islam lokal yang berpadu dengan budaya daerah.

Makna 10 Muharram dalam Islam

Mengutip buku Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq karya Syaikh Sulaiman, hari Asyura atau 10 Muharram memiliki banyak keutamaan dalam Islam. Rasulullah SAW sangat menganjurkan umatnya untuk berpuasa di hari Asyura, sebagaimana sabda beliau:


“Puasa pada hari Asyura dapat menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim)

Tradisi 10 Muharram di Indonesia

Berikut beberapa tradisi unik yang digelar di berbagai daerah di Indonesia dalam rangka memperingati 10 Muharram:

1. Lebaran Anak Yatim (Idul Yatama)

Di banyak daerah seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, Jakarta, dan Banten, 10 Muharram dikenal sebagai Hari Raya Anak Yatim atau Lebaran Yatim.

Tradisi ini merujuk pada sabda Nabi Muhammad SAW,

“Barang siapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, Allah akan mengangkat derajatnya di surga sebanyak rambut yang diusap.”

Diriwayatkan dalam beberapa kitab hadis walau statusnya dhaif, namun diamalkan dalam konteks sosial.

Masyarakat memanfaatkan momen ini untuk menyantuni anak yatim, mengadakan pengajian dan doa bersama serta memberikan hadiah dan bingkisan.

2. Bubur Asyura

Dikutip dari buku 70 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia karya Fitri Haryani Nasution, di beberapa wilayah seperti Minangkabau, Aceh, dan Kalimantan Selatan, masyarakat membuat makanan khas bernama Bubur Asyura. Bubur ini terbuat dari berbagai macam bahan seperti beras, kacang-kacangan, santan, dan rempah-rempah.

Tradisi ini diyakini sebagai simbol syukur atas keselamatan dan rezeki yang diberikan Allah. Pembuatan bubur dilakukan secara gotong royong di masjid atau mushala, lalu dibagikan kepada warga sekitar.

Di Aceh, acara ini disebut “Kanji Asyura”.
Di Sumatera Barat, dikenal sebagai “Bubur Syuro”.

3. Tabuik (Pariaman, Sumatera Barat)

Salah satu tradisi paling meriah dan ikonik dalam memperingati 10 Muharram di Indonesia adalah Tabuik di Pariaman, Sumatera Barat. Tradisi ini berasal dari warisan budaya Islam yang mengalami akulturasi dengan masyarakat Minangkabau.

“Tabuik” merupakan prosesi arak-arakan menara berbentuk kuda bersayap yang disebut Buraq, menggambarkan peristiwa syahidnya Sayyidina Husain di Karbala. Tradisi ini mencerminkan rasa duka dan penghormatan terhadap cucu Nabi Muhammad SAW.

4. Sedekah dan Zikir Bersama

Di berbagai daerah, umat Islam mengisi malam 10 Muharram dengan kegiatan zikir bersama, pembacaan doa akhir tahun dan awal tahun Hijriyah, pengajian hingga shalawat dan tausiyah.

Misalnya di Madura dan Banyuwangi, malam 10 Muharram dikenal dengan kegiatan bancaan yakni doa bersama sambil makan hidangan bersama di mushala atau rumah warga.

5. Mandi Asyura

Di beberapa wilayah seperti Bima (NTB) dan sebagian kawasan pesisir, ada tradisi mandi bersama di sungai atau laut pada pagi hari 10 Muharram. Masyarakat percaya bahwa mandi pada hari itu membawa keberkahan dan mensucikan diri dari dosa.

Meskipun tidak ada dalil khusus yang mengajarkan mandi Asyura, namun selama tidak diyakini sebagai kewajiban syar’i dan dilakukan sebagai bagian dari budaya, maka para ulama membolehkan.

Mayoritas ulama membolehkan tradisi-tradisi lokal selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syariat. Tradisi seperti menyantuni anak yatim, bersedekah, membuat bubur Asyura, atau mengadakan pengajian dinilai positif karena menguatkan solidaritas sosial, menumbuhkan kecintaan kepada Rasulullah dan keluarganya, serta menyemarakkan hari-hari Islam.

Namun, jika tradisi disertai dengan keyakinan yang bertentangan dengan akidah, seperti meyakini bahwa 10 Muharram adalah hari sial, melakukan ratapan berlebihan (niyahah), atau membuat ritual baru yang dianggap ibadah wajib, maka hal itu harus dihindari.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Kenapa Khutbah Jumat Harus Dua Bagian? Ini Dalil dari Nabi dan Ulama


Jakarta

Pelaksanaan khutbah Jumat secara umum terdiri dari dua bagian. Praktik ini tidak lepas dari tuntunan Nabi Muhammad SAW dan dijelaskan pula oleh para ulama dalam kitab-kitab fikih. Dasar pentingnya khutbah Jumat bisa dilihat dari firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Jumu’ah ayat 9:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Arab latin: Yā ayyuhal-lażīna āmanū iżā nūdiya liṣ-ṣalāti miy yaumil-jumu’ati fas’au ilā żikrillāhi wa żarul-bai'(a), żālikum khairul lakum in kuntum ta’lamūn(a).


Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, apabila (seruan) untuk melaksanakan shalat pada hari Jumat telah dikumandangkan, segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Teladan Langsung dari Nabi Muhammad SAW

Dalam buku Rahasia & Keutamaan Hari Jumat karya Komarudin Ibnu Mikam dijelaskan bahwa khutbah dua bagian adalah tuntunan Nabi Muhammad SAW. Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa beliau menyampaikan khutbah dalam dua sesi dan duduk sejenak di antaranya tanpa berbicara.

Dari Ibnu Umar RA, diriwayatkan:

“Nabi SAW berkhutbah dua kali, beliau duduk di antara keduanya.” (HR. Al-Bukhari)

Sementara Jabir bin Samrah RA berkata:

“Aku melihat Nabi SAW berkhutbah berdiri lalu duduk tidak bicara.” (HR. Abu Dawud)

Keterangan ini menunjukkan bahwa dua khutbah dan duduk di antara keduanya bukan sekadar teknis, melainkan bagian dari ibadah yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW dan memiliki dasar syar’i yang kuat.

Dua Khutbah Merupakan Syarat

Dalam buku Terjemah Akhsar Mukhtasharat & Catatan Fikih Hanabilah yang diterbitkan Tuhfah Academy disebutkan secara tegas bahwa dua khutbah adalah syarat sah Jumat. Disebutkan:

“Dan disyaratkan mendahulukan dua khutbah, dan di antara syarat keduanya adalah: dilakukan pada waktu shalat, mengandung pujian kepada Allah, shalawat kepada Rasul-Nya, membaca satu ayat Al-Qur’an, kehadiran jumlah jamaah yang mencukupi, diucapkan dengan suara yang dapat didengar, niat, dan terdapat wasiat untuk bertakwa kepada Allah, tanpa redaksi tertentu. Kedua khutbah ini harus disampaikan oleh orang yang sah menjadi imam Jumat, bukan oleh seseorang yang hanya menggantikan imam dalam pelaksanaan shalatnya.”

Dalam penjelasan lanjutan, disebutkan pula bahwa khutbah disunnahkan dilakukan di atas mimbar atau tempat yang lebih tinggi, agar suara lebih terdengar jelas. Khatib memberi salam saat keluar dan saat menghadap jamaah, lalu duduk hingga adzan selesai. Setelah khutbah pertama selesai, khatib duduk sejenak sebelum melanjutkan khutbah kedua, sebagaimana yang dicontohkan Nabi SAW.

Kedua khutbah ini juga dianjurkan disampaikan secara singkat, tidak terlalu panjang, namun tetap memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan. Isi khutbah kedua dianjurkan lebih banyak, dan khatib juga disunnahkan untuk mendoakan kebaikan bagi kaum muslimin secara umum, serta diperbolehkan menyebut nama tertentu seperti pemimpin atau penguasa dalam doa tersebut.

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

Tanggal Hijriah Hari Ini 4 Juli 2025, Cek Konversi Sebulan di Sini



Jakarta

Kalender hijriah disebut juga dengan kalender Islam. Penanggalan ini menjadi acuan dalam menentukan hari-hari penting dan waktu ibadah dalam Islam. Tanggal 4 Juli 2025 jatuh pada tanggal berapa dalam kalender Hijriah?

Kalender Hijriah merupakan kalender yang sistemnya dimulai sejak masa kekhalifahan Umar bin Khattab dan tahun pertamanya dimulai pada saat Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah yakni pada tahun 622 Masehi.

Melansir buku Kalender Agama Abrahamik tulisan Fathor Rausi menjelaskan tentang penentuan awal bulan Hijriah sangat erat kaitannya dengan ritual ibadah sehingga sangat kental dengan nuansa fiqh. Penentuan awal bulan Hijriah terus berkembang mengikuti tuntutan zaman, karena pada dasarnya hukum Islam (fiqh) bersifat elastis dan tidak kaku dalam merespons perkembangan zaman. Elastisitas fiqh melahirkan ragam gagasan ulama yang ditawarkan dalam kancah akademik.


Penentuan awal bulan Hijriah secara fiqh ditempuh dengan cara observasi hilal (ru’yah al-hilal) dan menyempurnakan umur bulan menjadi 30 hari (istikmal). Cara kedua merupakan alternatif manakala hilal tidak berhasil dirukyat karena keadaan langit mendung atau hilal memang belum lahir. Observasi hilal dan istikmal adalah dua cara penentuan awal bulan Hijriah yang disepakati oleh fuqaha (ittifaq).

Kalender Hijriah juga mengacu pada perputaran Bulan mengelilingi Bumi, sedangkan kalender Masehi berdasarkan pada revolusi Bumi mengelilingi Matahari.

Hasil Konversi Tanggal Hijriah Bulan Juli 2025

Tanggal Hijriah perlu dikonversi terlebih dulu untuk mengetahui kesesuaian antara kalender Hijriah dengan kesesuaian dengan tanggal hari ini. Berikut rincian hasil konversi tanggal hijriah dalam bulan Juli 2025.

1 Juli 2025: 5 Muharram 1447 H
2 Juli 2025: 6 Muharram 1447 H
3 Juli 2025: 7 Muharram 1447 H
4 Juli 2025: 8 Muharram 1447 H
5 Juli 2025: 9 Muharram 1447 H
6 Juli 2025: 10 Muharram 1447 H
7 Juli 2025: 11 Muharram 1447 H
8 Juli 2025: 12 Muharram 1447 H
9 Juli 2025: 13 Muharram 1447 H
10 Juli 2025: 14 Muharram 1447 H
11 Juli 2025: 15 Muharram 1447 H
12 Juli 2025: 16 Muharram 1447 H
13 Juli 2025: 17 Muharram 1447 H
14 Juli 2025: 18 Muharram 1447 H
15 Juli 2025: 19 Muharram 1447 H
16 Juli 2025: 20 Muharram 1447 H
17 Juli 2025: 21 Muharram 1447 H
18 Juli 2025: 22 Muharram 1447 H
19 Juli 2025: 23 Muharram 1447 H
20 Juli 2025: 24 Muharram 1447 H
21 Juli 2025: 25 Muharram 1447 H
22 Juli 2025: 26 Muharram 1447 H
23 Juli 2025: 27 Muharram 1447 H
24 Juli 2025: 28 Muharram 1447 H
25 Juli 2025: 29 Muharram 1447 H
26 Juli 2025: 1 Safar 1447 H
27 Juli 2025: 2 Safar 1447 H
28 Juli 2025: 3 Safar 1447 H
29 Juli 2025: 4 Safar 1447 H
30 Juli 2025: 5 Safar 1447 H
31 Juli 2025: 6 Safar 1447 H

Perhitungan Hijriah dan Masehi Berbeda

Kalender Hijriah memiliki sistem perhitungan yang berbeda dengan kalender Masehi. Melansir laman IAIN Tuban, kalender Masehi mendasarkan perhitungan pada peredaran Bumi mengitari Matahari, sementara kalender Hijriah mengacu pada peredaran Bulan mengitari Bumi.

Dilansir detikSulsel, KH. Shofiyulloh, seorang ahli ilmu falak NU menjelaskan bahwa kalender Masehi dalam menyatakan panjang satu tahunnya didasarkan siklus tropis Matahari, yaitu 365,2222 hari. Dalam setahun dibagi menjadi 12 bulan. Januari terdiri dari 31 hari, Februari 28/29 hari, Maret 31 hari, April 30 hari, Mei 31 hari, Juni 30, Juli 31 hari, Agustus 31 hari, September 30 hari, Oktober 31 hari, November 30 hari, dan Desember 31 hari.

Khusus Februari, pada saat tahun basithah umur Bulan 28 hari, sementara saat tahun kabisat 29 hari. Dalam perhitungan kalender Masehi Gregori, setiap 4 tahun sekali ada tahun kabisat. Yakni tahun abad (ratusan atau ribuan) baru dianggap tahun kabisat jika habis dibagi 400 tahun.

Sementara pada kalender Hijriah, panjang satu tahunnya berdasarkan 12 kali siklus sinodis bulan atau 12 kali fase bulan yang sama/hilal. Siklus sinodis Bulan bervariasi, rata-ratanya 29,53 hari. Sehingga umur Bulan dalam satu bulan Hijriah terkadang 29 hari, terkadang 30 hari. Tidak tentu, tergantung apakah saat tanggal 29 hilal terlihat atau tidak.

Sehingga pada kalender Hijriah, dalam setahun umur harinya terkadang 354 hari dan terkadang 355 hari.

Selengkapnya baca di sini.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Apakah Sholat Sendiri di Rumah Tetap Sah bagi Laki-Laki? Ini Penjelasannya


Jakarta

Selain sholat berjamaah, muslim bisa mengerjakannya secara sendiri atau disebut munfarid. Sholat sendiri bisa dilakukan di rumah maupun tempat lainnya.

Meski demikian, keutamaan sholat berjamaah lebih utama dibandingkan sendiri. Menukil buku Panduan Sholat Rosulullah 2 yang disusun Abu Wafa, terdapat hadits yang menyebutkan terkait keutamaannya.

Nabi Muhammad SAW bersabda:


“Barangsiapa yang bersuci di rumahnya, lalu ia pergi ke rumah Allah (tempat sholat) untuk melaksanakan sholat wajibnya, maka tiap langkahnya salah satunya menghapus dosa dan satunya lagi mengangkat derajat.” (HR Muslim)

Berdasarkan hadits di atas, diketahui bahwa sholat berjamaah sangat dianjurkan bagi laki-laki ketimbang sendiri. Lalu, apakah sholat sendiri di rumah tetap sah bagi laki-laki?

Apakah Sholat Sendiri di Rumah Tetap Sah bagi Laki-laki?

Mengutip buku Daqu Method dalam Tinjauan Manajemen Pendidikan Islam susunan Tarmizi As Shidiq dkk, sholat berjamaah yang ditegakkan Rasulullah SAW dan para sahabat dilakukan di Masjid Nabawi, Madinah. Para sahabat tidak mengerjakan sholat berjamaah kecuali di masjid, meski sebetulnya diperbolehkan juga melakukan sholat berjamaah di rumah.

Perlu dipahami bahwa sholat berjamaah tidak termasuk dalam syarat sah sholat. Artinya, jika sholat dikerjakan sendiri di rumah maka masih dianggap sah, baik itu laki-laki maupun wanita.

Meski demikian, terdapat hadits yang menyebut bahwa laki-laki lebih diutamakan sholat di masjid. Nabi Muhammad SAW bersabda,

“”Salat seorang laki-laki dengan berjemaah dibanding salatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipat gandakan) pahalanya dengan 25 lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudu dengan menyempurnakan wudunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan salat berjemaah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan salat, maka malaikat akan turun untuk mendoakannya selama dia masih berada di tempat salatnya, ‘Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia’. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan salat selama dia menanti pelaksanaan salat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Laki-laki Lebih Dianjurkan Sholat Berjamaah

Menurut kitab Fathul Mu’in oleh Zainuddin Al Malibari yang dinukil NU Online, dijelaskan bahwa pendapat kuat mengatakan hukum sholat berjamaah adalah fardhu kifayah bagi laki-laki yang sudah baligh dan tidak sedang bepergian. Berbeda dengan laki-laki, anjuran berjamaah bagi wanita tidak sekuat anjuran untuk laki-laki.

Oleh sebab itu, hukum meninggalkan sholat berjamaah bagi laki-laki adalah makruh. Sementara itu, perempuan yang meninggalkan sholat berjamaah tidak makruh.

Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Lirik Sholawat Badar Lengkap dan Sejarahnya


Jakarta

Sholawat adalah doa yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW dan termasuk amalan yang dianjurkan dalam Islam. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surah Al-Ahzab ayat 56.

Allah SWT berfirman,

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا


Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”

Di antara banyak bacaan sholawat yang dikenal, Sholawat Badar termasuk yang paling sering dilantunkan dan memiliki latar sejarah yang menarik.

Asal-usul Sholawat Badar

Dalam buku Shalawat Populer yang ditulis olehTuan Guru KH. Suhaidi Ghazali, M.Pd.I, Dr. Shabri Shaleh Anwar, M.Pd.I, disebutkan bahwa pencipta Sholawat Badar adalah Kiai Ali Manshur dari Banyuwangi, Jawa Timur. Ia merupakan keturunan dari ulama besar KH Muhammad Shidiq dari Jember. Kala itu, Kiai Ali Manshur menjabat sebagai Ketua Cabang NU di Banyuwangi.

Sholawat ini lahir dari keresahan batin. Dikisahkan, pada suatu malam, Kiai Ali Manshur tidak bisa tidur dengan tenang. Hatinya terusik oleh kondisi politik saat itu yang mengancam eksistensi NU, terutama karena persaingannya dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam kegelisahan itu, ia menyalurkan perasaannya melalui syair dalam bahasa Arab, yang kelak dikenal sebagai Sholawat Badar.

Lirik Sholawat Badar Bahasa Arab dan Latin

Sholawat Badar dimulai dengan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, kemudian berisi doa dan permohonan kepada Allah SWT. Syair ini juga menyebut nama para nabi dan memohon rahmat serta perlindungan.

Sholawat Badar biasanya dibaca dalam acara keagamaan, pengajian, atau kegiatan Islam lainnya. Berikut lirik Sholawat Badar yang dikutip dari Terjemahan Majmu Syarif susunan Ust. Muiz Al Bantani.

صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى طـهَ رَسُـوْلِ اللهِ
صَـلا َةُ اللهِ سَـلا َمُ اللهِ عَـلَى يـس حَبِيْـبِ اللهِ

Shalaatullaah Salaamullaah ‘Alaa Thaaha Rasuulillaah
Shalaatullaah Salaamullaah ‘Alaa Yaa Siin Habiibillaah

تَوَ سَـلْنَا بِـبِـسْـمِ اللّهِ وَبِالْـهَادِى رَسُـوْلِ اللهِ
وَ كُــلِّ مُجَـا هِـدِ لِلّهِ بِاَهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

Tawassalnaa Bibismillaah Wabil Haadi Rasuulillaah
Wakulli Mujaahidin Lillaah Bi Ahlil Badri Yaa Allaah

اِلهِـى سَـلِّـمِ اْلا ُمـَّة مِـنَ اْلافـَاتِ وَالنِّـقْـمَةَ
وَمِنْ هَـمٍ وَمِنْ غُـمَّـةٍ بِاَ هْـلِ الْبَـدْرِ يـَا اَللهُ

llaahi Sallimil Ummah Minal Aafaati Wanniqmah
Wamin Hammin Wamin Ghummah Bi Ahlil Badri Yaa Allaah

اِلهِى نَجِّـنَا وَاكْـشِـفْ جَـمِيْعَ اَذِ يـَّةٍ وَا صْرِفْ
مَـكَائـدَ الْعِـدَا وَالْطُـفْ بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

Ilaahi Najjinaa Waksyif Jamii’a Adziyyatin Wahrif
Makaa idal ‘idaa wal thuf Bi Ahlil Badri Yaa Allaah

اِلهِـى نَـفِّـسِ الْـكُـرَبَا مِنَ الْعَـاصِيْـنَ وَالْعَطْـبَا
وَ كُـلِّ بـَلِـيَّـةٍ وَوَبـَا بِا َهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

llaahi Naffisil Kurbaa Minal’Ashiina Wal’Athbaa
Wakulli Baliyyatin Wawabaa Bi Ahlil Badri Yaa Allaah

فَكَــمْ مِنْ رَحْمَةٍ حَصَلَتْ وَكَــمْ مِنْ ذِلَّـةٍ فَصَلَتْ
وَكَـمْ مِنْ نِعْمـَةٍ وَصَلَـتْ بِا َهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

Fakam Min Rahmatin Washalat Wakam Min Dzillatin Fashalat
Wakam Min Ni’matin Washalat Bi Ahlil Bailri Yaa Allaah

وَ كَـمْ اَغْـنَيْتَ ذَالْعُـمْرِ وَكَـمْ اَوْلَيْـتَ ذَاالْفَـقْـرِ
وَكَـمْ عَافَـيـْتَ ذِاالْـوِذْرِ بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

Wakam Aghnaita Dzal ‘Umri Wakam Autaita D’Zal Faqri
Wakam’Aafaita Dzal Wizri Bi Ahlil Badri Yaa Allaah

لَـقَدْ ضَاقَتْ عَلَى الْقَـلْـبِ جَمِـيْعُ اْلاَرْضِ مَعْ رَحْبِ
فَانْـجِ مِنَ الْبَلاَ الصَّعْـبِ بِا َهْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

Laqad Dlaaqat’Alal Qalbi Jamii’ul Ardli Ma’ Rahbi

Fa Anji Minal Balaas Sha’bi Bi Ahlil Badri Yaa Allaah

ا َتَيـْنَا طَـالِـبِى الرِّفْـقِ وَجُـلِّ الْخَـيْرِ وَالسَّـعْدِ
فَوَ سِّـعْ مِنْحَـةَ اْلاَيـْدِىْ بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

Atainaa Thaalibir Rifdi Wajullil Khairi Was Sa’di
Fawassi’ Minhatal Aidii Bi Ahlil Badri Yaa Allaah

فَـلاَ تَرْدُدْ مَـعَ الْخَـيـْبَةْ بَلِ اجْعَلْـنَاعَلَى الطَّيْبـَةْ
اَيـَا ذَاالْعِـزِّ وَالْهَـيـْبَةْ بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

Falaa Tardud Ma’al Khaibah Balij’Alnaa’Alath Thaibah
Ayaa Dzal ‘lzzi Wal Haibah Bi Ahlil Badri Yaa Allaah

وَ اِنْ تَرْدُدْ فَـمَنْ نَأْتـِىْ بِـنَيـْلِ جَمِيـْعِ حَاجَا تِى
اَيـَا جَـالِى الْمُـلِـمـَّاتِ بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

Wain Tardud Faman Ya-Tii Binaili Jamii’i Haajaati
Ayaa jalail mulimmaati Bi Ahlil Badri Yaa Allaah

اِلهِـى اغْفِـرِ وَاَ كْرِ مْنَـا بِـنَيـْلِ مـَطَا لِبٍ مِنَّا
وَ دَفْـعِ مَسَـاءَةٍ عَـنَّا بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

llaahighfir Wa Akrimnaa Binaili Mathaalibin Minnaa
Wadaf i Masaa-Atin ‘Annaa Bi Ahlil Badri Yaa Allaah

اِلهِـى اَنـْتَ ذُوْ لُطْـفٍ وَذُوْ فَـضْلٍ وَذُوْ عَطْـفٍ
وَكَـمْ مِنْ كُـرْبـَةٍ تَنـْفِىْ بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

llaahii Anta Dzuu Luthfin Wadzuu Fadl-Lin Wadzuu ‘Athfin
Wakam Min Kurbatin Tanfii Bi Ahlil Badri Yaa Allaah

وَصَلِّ عَـلَى النـَّبِىِّ الْبَـرِّ بـِلاَ عَـدٍّ وَلاَ حَـصْـرِ
وَالِ سَـادَةٍ غُــــرِّ بِاَ هْـلِ الْبَـدْ رِ يـَا اَللهُ

Washalli ‘Alan Nabil Barri Bilaa ‘Addin Walaa Hashri
Wa Aali Saadatin Ghurri Bi Ahlil Badri Yaa Allaah

Arti Lirik Sholawat Badar

Rahmat dan keselamatan Allah, semoga tetap untuk Nabi utusan Allah.
Rahmat dan keselamatan Allah, semoga tetap untuk Nabi Yasin kekasih Allah.
Kami berwasilah dengan berkah basmalah, dan dengan Nabi yang menunaikan lagi utusan Allah.

Dan seluruh orang yang berjuang karena Allah, karena berkahnya ahli badar ya Allah.
Ya Allah, semoga Engkau menyelamatkan umat dari bencana dan siksa.
Dan dari susah dan kesulitan, karena berkahnya ahli badar ya Allah.
Ya Allah semoga Engkau selamatkan kami dari segala yang menyakitkan, dan semoga Engkau menjauhkan dari berbagai tipu daya musuh-musuh.

Dan semoga Engkau mengasihi kami, karena berkahnya ahli badar ya Allah.
Ya Allah semoga Engkau menjauhkan beberapa kesusahan, dari orang-orang yang bermaksiat dan membuat kerusakan.

Dan semoga Engkau menghilangkan semua bencana dan wabah penyakit, karena berkahnya ahli badar ya Allah.

Maka sudah banyak rahmat yang telah sampai, dan sudah banyak kenistaan yang dihilangkan.

Dan sudah banyak dari nikmat yang telah sampai, karena berkahnya ahli badar ya Allah.

Sudah berapa kali Engkau memberi harta orang yang makmur, dan berapa kali Engkau memberi nikmat kepada orang yang fakir.

Dan berapa kali Engkau mengampuni orang yang berdosa, karena berkahnya ahli badar ya Allah.

Sungguh hati manusia yang merasa sempit di atas tanah yang luas ini, karena banyaknya marabahaya yang menakutkan dan malapetaka yang menghancurkan.

Semoga Allah menyelamatkan kami dari bencana yang menakutkan, karena berkahnya ahli badar ya Allah.

Kami datang dengan memohon pertolongan, dan memohon kebaikan dan keberkahan.
Semoga Allah meluaskan anugerah yang melimpah-limpah, karena berkahnya ahli badar ya Allah.

Maka janganlah Engkau menolak kami dari kerugian, bahkan jadikanlah diri kami dapat beramal baik dan selalu berbahagia.

Wahai Dzat yang punya kebesaran dan keagungan, karena berkahnya ahli badar ya Allah.
Ya Allah semoga Engkau mengampuni segala kesalahan kami dan memuliakan kami dengan beberapa permohonan.

Dan menolak kesalahan-kesalahan kami, karena berkahnya ahli badar ya Allah.

Ya Allah, Engkaulah yang mempunyai belas kasihan dan punya anugerah dan kasih sayang.
Sudah banyak kesusahan yang sirna dari sebab berkahnya sahabat ahli Badar ya Allah.

Dan semoga Engkau melimpahkan rahmat kepada Nabi yang senantiasa berbakti
kepada-Mu dengan limpahan rahmat dan kesejahteraan yang tak terbilang dan tak terhitung.
Dan semoga tetap atas para keluarga Nabi dan para Sayyid yang bersinar cahayanya, karena berkahnya ahli badar ya Allah.

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

Rasulullah SAW Larang Muslim Gunakan Nama Ini untuk Anak, Mengapa?


Jakarta

Nabi Muhammad SAW melarang muslim menggunakan sejumlah nama untuk anak mereka. Ada alasan yang melatarbelakangi pelarangan itu.

Sejatinya, setiap muslim dianjurkan untuk memberi nama terbaik kepada anaknya. Sebab, nantinya para manusia dipanggil dengan namanya masing-masing serta nama orang tua mereka.

Dari Abu Darda RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:


“Sesungguhnya kalian akan dipanggil di hari kiamat dengan nama-nama kalian dan nama bapak-bapak kalian maka baguskanlah nama-nama kalian.” (HR Abu Dawud)

Hadits Nama Anak yang Dilarang Nabi Muhammad SAW

Sayyid Sabiq melalui Fiqh As Sunnah-nya yang diterjemahkan Khairul Amru Harahap menyebut terkait hadits Rasulullah SAW yang melarang sejumlah nama untuk diberikan kepada anak mereka. Dari Samurah RA berkata bahwa Nabi SAW bersabda,

“Janganlah kamu menamai anakmu dengan Yasār, Rabāh, Najīh, atau Aflah. Sungguh, kamu akan berkata, “Apakah ada dia di sana?” Dan dia tidak ada sehingga seseorang menjawab, “Tidak.” (HR Muslim)

Hadits di atas tercantum dalam kitab Al Adab. Maksud dari hadits di atas adalah nama-nama tersebut bisa digunakan untuk meramal.

Berdasarkan sabda Nabi SAW, nama-nama yang Rasul SAW larang untuk diberikan kepada anak yaitu Yasār (kemudahan), Rabāh (keuntungan), Najīh (orang yang berhasil), dan Aflah (orang yang paling menang).

Nama yang Dimakruhkan Ulama

Selain nama yang disebutkan Nabi Muhammad SAW, ada juga sejumlah nama yang dimakruhkan untuk diberikan kepada anak seperti diterangkan dalam buku Tasyabbuh yang Dilarang dalam Fikih Islam oleh Jamil bin Habib Al Luwaihiq terjemahan Asmuni.

Nama-nama yang hukumnya makruh diberikan kepada anak menurut Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad adalah nama-nama asing. Sebab, jika menamai anak dengan nama-nama asing maka sama halnya dengan tasyabbuh atau meniru nama dari kalangan orang musyrik, dikhawatirkan iman anak akan terguncang jika diberi nama seperti itu.

Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Hukum Memejamkan Mata Saat Salat, Apakah Sah?


Jakarta

Kekhusyukan memang menjadi inti dari ibadah yang tulus. Hal ini menjadi bukti keikhlasan seorang hamba di hadapan Rabb-nya.

Untuk mencapai kekhusyukan tersebut, beberapa diantaranya ada yang memejamkan mata ketika salat. Namun, di sisi lain, tak jarang saat mata terpejam justru pikiran melayang ke mana-mana. Sehingga mengganggu fokus dan tujuan utama salat.

Lalu, bagaimana sebenarnya hukum memejamkan mata ketika salat dalam Islam? Bolehkah hal itu dilakukan?


Bolehkah Memejamkan Mata saat Salat?

Pendapat ulama mengenai hukum memejamkan mata saat salat ternyata beragam. Dalam kitab Fiqh As-Sunnah oleh Sayyid Sabiq (terjemahan Khairul Amru Harahap), disebutkan bahwa ada hadits yang menyatakan hukumnya makruh, namun hadits tersebut dinilai tidak shahih.

Sejalan dengan itu, buku Shalatlah Seperti Rasulullah karya KH Muhyiddin Abdusshomad menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah memejamkan mata saat salat sepanjang hidupnya. Ini menunjukkan bahwa memejamkan mata bukanlah termasuk sunnah Rasulullah SAW.

Justru, ada larangan lain terkait pandangan saat salat. Nabi Muhammad SAW pernah melarang keras menghadapkan pandangan ke arah langit. Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Mengapa orang-orang mengangkat pandangan mereka ke langit waktu mereka salat?” Beliau berkata dengan suara keras, “Hendaklah mereka benar-benar berhenti melakukan hal itu atau pandangan mereka akan dicabut selama-lamanya.” (HR Bukhari)

Ketika salat, seorang muslim idealnya mengarahkan pandangan ke tempat sujud dan tidak mengarahkan pandangan ke tempat lain seperti dinding atau benda-benda di depannya, karena hal ini dapat mengurangi kekhusyukan salat.

Kapan Memejamkan Mata Tidak Makruh?

Meski mayoritas pendapat menyatakan makruh, ada kondisi tertentu di mana memejamkan mata saat salat diperbolehkan. Ibnul Qayyim berpendapat bahwa jika seseorang terpaksa memejamkan mata karena adanya keperluan, seperti ada hiasan yang terlalu mencolok atau benda lain yang sangat mengganggu kekhusyukan salat, maka dalam kondisi tersebut menutup mata bukanlah hal yang makruh.

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitab Zadul Ma’ad (terjemahan Saefuddin Zuhri) menjelaskan lebih lanjut:

“Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang itu apakah hukumnya makruh, atau boleh-boleh saja atau bahkan sunnah. Namun, pendapat yang paling dipertanggungjawabkan adalah jika membuka mata saat salat akan mengganggu kekhusyukan, maka memejamkan mata itu lebih utama. Dan bila ada hal yang dapat mengganggu kekhusyukan, seperti adanya benda-benda duniawi yang indah di arah kiblat, atau hal lain yang dapat mengusik jiwanya, maka secara pasti pada saat itu memejamkan mata tidak dimakruhkan.”

Jadi, intinya adalah pada kekhusyukan. Jika membuka mata justru mengganggu kekhusyukan karena adanya distraksi visual, maka memejamkan mata bisa menjadi pilihan yang lebih baik dan tidak dimakruhkan dalam kondisi tersebut.

Cara Menjaga Kekhusyukan Salat

Daripada fokus pada memejamkan mata, lebih baik kita fokus pada cara-cara lain yang lebih efektif untuk menjaga kekhusyukan salat. Berikut adalah beberapa tips yang bisa Anda terapkan sebagaimana dikutip dari Syarah Fathal Qarib Diskursus Ubudiyah Jilid Satu terbitan Mahad Al-Jamiah Al-Aly UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan buku 10 Menit Belajar Tips Sholat Khusyuk susunan Iqbal Al-Sinjawy.

  • Tidak Berbicara dalam Hati dan Menjauhi Hal Duniawi: Saat salat, fokuskan seluruh perhatian hanya pada Allah dan ibadah. Hindari memikirkan urusan duniawi.
  • Arahkan Pandangan: Saat berdiri, lihatlah ke tempat sujud. Ketika duduk di antara dua sujud, arahkan pandangan ke pangkuan.
  • Persiapan Sebelum Salat: Sempurnakan wudhu Anda, kenakan pakaian yang baik dan bersih, serta pastikan tempat salat bersih dari hal-hal yang dapat mengganggu fokus.
  • Bersikap Tenang: Lakukan setiap gerakan salat dengan thuma’ninah (tenang dan tidak tergesa-gesa).
  • Ingat Kematian: Salatlah seolah-olah itu adalah salat terakhir Anda. Mengingat kematian dapat meningkatkan kesadaran dan kekhusyukan.
  • Pahami Bacaan: Usahakan untuk memahami makna dari setiap ayat dan doa yang Anda baca dalam salat. Ini akan membantu hati dan pikiran Anda lebih terhubung dengan salat.

Perkara Makruh Lainnya saat Salat

Selain pandangan, ada beberapa hal lain yang makruh dilakukan saat salat dan sebaiknya dihindari untuk menjaga kekhusyukan dan kesempurnaan ibadah. Menukil Buku Panduan Sholat Lengkap karya Saiful Hadi El-Sutha, berikut beberapa diantaranya:

  • Menoleh dengan kepala atau pandangan ke kanan dan kiri tanpa kebutuhan.
  • Memandang ke atas.
  • Meletakkan tangan di pinggang.
  • Menahan rambut, lengan baju, atau pakaian yang terjulur saat akan sujud.
  • Menyelang-nyeling jari jemari atau menekannya hingga terdengar bunyi ‘krek’.
  • Mengusap kerikil lebih dari sekali di tempat sujud (jika salat di tempat yang ada kerikil).
  • Menahan hadats (seperti kencing, kentut, atau buang air besar) yang dapat mengganggu konsentrasi.

Dengan memahami berbagai hukum dan tips ini, kita bisa lebih fokus untuk menyempurnakan salat kita dan meraih kekhusyukan yang sejati. Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

5 Sahabat Nabi yang Tajir Melintir, Segini Daftar Kekayaannya


Jakarta

Nabi Muhammad SAW memiliki sahabat yang memiliki kekayaan berlimpah. Mereka tak hanya sukses secara materi, tetapi juga terkenal akan kedermawanannya dalam membantu dakwah dan umat Islam.

Meski bergelimang harta, para sahabat ini tak segan menghabiskan kekayaan mereka di jalan Allah SWT. Lantas, siapa saja sahabat Nabi yang terkenal kaya raya dan berapa jumlah kekayaan yang pernah mereka miliki?


Daftar Kekayaan Sahabat Nabi

Beberapa sahabat Nabi ini bukan hanya dikenal sebagai pribadi yang saleh, tetapi juga memiliki kekayaan dunia yang memungkinkan mereka menyumbangkan hartanya untuk kepentingan Islam. Berikut ini adalah sahabat Nabi yang tajir melintir dan daftar kekayaannya.

1. Abdurrahman bin Auf

Abdurrahman bin Auf merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal memiliki harta melimpah dan sifat dermawan.

Dalam buku Di Balik Takdir karya Afsheena Moon, disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah menyatakan Abdurrahman termasuk orang yang akan terlambat masuk surga karena hartanya yang sangat banyak akan diperiksa terlebih dahulu.

Ia senantiasa terlibat dalam setiap peperangan dan tak pernah lalai menyumbangkan hartanya demi kepentingan Islam.

Abdurrahman bin Auf wafat pada usia 72 tahun, meninggalkan warisan sebesar 3.200.000 dinar. Harta warisan yang ditinggalkan Abdurrahman bin Auf mencakup 1.000 ekor unta, 100 ekor kuda, dan 3.000 ekor kambing yang berada di wilayah Baqi’.

2. Zubair ibn Awwam

Zubair ibn Awwam memiliki nama lengkap Abu Abdullah Zubayr ibn al-Awwam ibn Khuwaylid ibn Asad ibn Abdul Uzza ibn Qusay. Lahir pada 594 Masehi.

Ia dikenal sebagai seorang pedagang yang sukses, dan Allah SWT menganugerahinya rezeki yang melimpah. Kekayaannya terus meningkat seiring dengan kebiasaannya membelanjakan harta demi kepentingan dakwah Islam.

Dalam buku Kisah-kisah Terpuji Asmaul Husna karya Kak Adib, Zubair digambarkan sebagai orang yang sangat kaya, tetapi tidak pernah membawa hartanya pulang ke rumah.

Az-Zubair meninggal dunia tanpa meninggalkan uang tunai, baik berupa dinar maupun dirham, melainkan hanya berupa aset properti. Berdasarkan riwayat dalam Shahih Bukhari, aset-aset tersebut mencakup tanah di Ghabah, sebuah wilayah sekitar 6 km barat laut dari Madinah dan 11 rumah di Madinah, 2 rumah di Bashrah, dan masing-masing 1 rumah di Kufah dan Mesir. Jumlah kekayaan yang ditinggalkannya pun terbilang sangat besar.

3. Utsman bin Affan

Utsman bin Affan RA merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal memiliki kekayaan melimpah. Ia berasal dari keluarga bangsawan kaya, dan kemampuannya dalam berdagang membuat hartanya terus bertambah.

Meski bergelimang harta, Utsman RA tetap hidup dengan sederhana. Menukil Ensiklopedia Ulama Ushul Fiqh Sepanjang Masa karya Abdullah Musthafa Al-Maraghi, Utsman disebut sebagai orang terkaya pada masanya.

Selain kaya, Utsman RA juga terkenal sangat dermawan dan kerap menyumbangkan hartanya untuk kepentingan dakwah Islam. Bahkan hingga kini, kekayaan Utsman RA masih terus berkembang berkat wakaf sumur yang dahulu ia berikan, yang kini dikelilingi kebun kurma yang produktif.

Berbagai literatur sejarah Islam menyebutkan jumlah kekayaan yang dimiliki oleh Utsman bin Affan RA. Salah satunya tertulis di buku Membuat Uang Bersujud di Kaki Anda karya Muhammad Rofiq.

Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Utsman RA memiliki simpanan sebesar 151 ribu dinar, yang jika dikonversikan mencapai ratusan miliar rupiah, ditambah dengan 1.000 dirham.

Selain itu, ia juga mewariskan wilayah Aris dan Khaibar, serta beberapa sumur dengan nilai total sekitar 200 ribu dinar.

4. Sa’ad bin Abi Waqqash

Sa’ad bin Abi Waqqash merupakan sahabat sekaligus paman Nabi Muhammad SAW dari garis keturunan ibu. Ia lahir di Kota Makkah pada 595 Masehi.

Dikenal sebagai ahli panah yang handal, Sa’ad kerap berada di garis depan dalam setiap pertempuran melawan musuh-musuh Islam.

Menurut catatan Ibnu Katsir, total kekayaan yang dimiliki Sa’ad mencapai 250 ribu dirham.

5. Thalhah bin Ubaidillah

Thalhah bin Ubaidillah memiliki nama lengkap Thalhah bin Ubaydillah bin Utsman bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Ta’im bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhr bin Kinanah Al-Quraisy At-Ta’imi Al-Makki Al-Madani. Ia dikenal memiliki bakat dalam dunia bisnis sejak usia muda.

Ia dikaruniai kekayaan yang melimpah, tetapi tetap rendah hati dan jauh dari sifat sombong.

Dalam buku Sirah 60 Sahabat Nabi Muhammad SAW karya Ummu Ayesha, disebutkan bahwa Thalhah pernah menerima kekayaan sebesar 700 ribu dirham dari Hadramaut, sebuah wilayah di Yaman. Atas saran istrinya, Su’da binti Auf, Thalhah membagikan seluruh harta tersebut kepada fakir miskin hingga tak menyisakan sepeser pun.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Segini Tinggi Nabi Adam AS Menurut Hadits Nabi SAW



Jakarta

Dalam sejumlah hadits disebutkan terkait tinggi Nabi Adam AS, manusia pertama di bumi yang Allah SWT ciptakan. Ciri fisiknya juga digambarkan dalam beberapa riwayat.

Menukil dari Qashash Al Anbiyaa’ susunan Ibnu Katsir yang diterjemahkan Dudi Rosyadi, Adam AS diciptakan dari tanah yang diambil dari hamparan bumi dengan warna beragam. Mulai dari putih, merah dan hitam.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Sad ayat 71-71,


إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى خَٰلِقٌۢ بَشَرًا مِّن طِينٍ فَإِذَا سَوَّيْتُهُۥ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِن رُّوحِى فَقَعُوا۟ لَهُۥ سَٰجِدِينَ

Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.”

Disebutkan dalam kitab An Na’im Al-Jinsi Li Ahli Al-Jannah susunan Syaikh Abdullah bin Qasim Al-Qasimi terjemahan H Masturi Irham Munawar dan H Malik Supar, tinggi Nabi Adam AS ialah 60 hasta. Apabila dikonversi, maka setara dengan 27,4-30 meter.

Berikut bunyi haditsnya,

“Para penduduk surga ketika masuk surga, tingginya seperti Adam, 60 dzira (hasta), tampan seperti Yusuf, di usia seperti Isa sekitar 33 tahun, memiliki lisan seperti Nabi Muhammad SAW, badan tidak berbulu, berpenampilan muda, dan bercelak.” (HR Ibnu Abid Dunya)

Dalam hadits lainnya turut dijelaskan terkait tinggi Nabi Adam AS. Dari Abu Hurairah RA berkata Nabi SAW bersabda,

“Allah telah menciptakan Adam AS berdasarkan bentuk-Nya, tingginya 60 hasta. Kemudian (Allah) berfirman, “Pergilah dan memberi salamlah kepada para malaikat itu, dan dengarkanlah mereka memberi hormat kepadamu. Itulah kehormatanmu dan keturunanmu.

Lalu, (Adam) mengucapkan, “Assalamualaikum,” maka, (para malaikat) mengucapkan, “Assalamualaika wa rahmatullah,” (para malaikat) menambahkan ‘warrahmatullahi,’

Maka, setiap orang yang masuk surga serupa dengan Adam (dalam hal perawakan/postur dan gambaran), dan manusia itu senantiasa bertambah kecil sampai sekarang” (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad)

Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com