Tag Archives: Nabi Muhammad SAW

Kisah Kelahiran Fatimah Az Zahra yang Didampingi Malaikat dan Bidadari Surga


Jakarta

Fatimah Az Zahra RA anak dari Nabi Muhammad SAW dan Khadijah RA. Ketika masih di dalam kandungan, Fatimah sudah berperan sangat besar untuk menenangkan hati ibunya, Khadijah RA dari segala kesedihan yang menerpa. Seperti apa kisahnya?

Disebutkan dalam buku Murthadha Muthahhari Fathimah Azzahra Wanita Teladan Sepanjang Masa karya Ibrahim Amini, Imam Ja’far Ash-Shadiq pernah berkata,

“Sesungguhnya ketika Khadijah menikah dengan Rasulullah SAW, ia diejek oleh wanita-wanita Makkah. Mereka tidak mau masuk ke tempatnya, tidak mengucapkan salam kepadanya, dan tidak membiarkan seorang wanita pun masuk ke tempatnya, sehingga Khadijah menjadi risau karenanya. Ia berduka dan bersedih hati jika Rasulullah keluar rumah. Maka ketika ia mengandung Fatimah, bayi dalam kandungannya itu menjadi temannya.”


Begitulah peran Fatimah RA yang sudah membawa kebahagiaan bahkan ketika masih di dalam kandungan. Khadijah RA ibunya pun juga sering mengajaknya berbincang. Bahkan sampai Rasulullah SAW bertanya kepada istrinya itu.

“Wahai Khadijah, siapa yang berbicara denganmu itu?

“Janin yang berada dalam perutku. Ia berbicara kepadaku dan menyenangkanku.” Jawab Khadijah RA.

“Malaikat Jibril memberi kabar gembira bahwa bayi itu perempuan. Ia orang yang suci dan diberkahi. Allah akan menjadikan keturunanku darinya dan Ia akan menjadikan dari keturunannya para imam umat, yang Ia jadikan mereka itu sebagai khalifah-Nya di bumi-Nya setelah terputus wahyu-Nya.”

Mendengar kabar dari Rasulullah SAW ini, Khadijah RA pun diselimuti dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Hatinya penuh dengan kesenangan dan suka cita. Sehingga ia menjadi lebih mendekatkan dirinya kepada Allah SWT.

Kisah Kelahiran Fatimah Az Zahra

Waktu demi waktu berlalu. Perut Khadijah RA yang mengandung janin itu juga Nampak begitu besar. Membuatnya yakin sebentar lagi adalah saat di mana bayi itu akan lahir.

Khadijah RA meminta salah satu pelayannya untuk datang ke tempat wanita-wanita Quraisy dan Bani Hasyim agar mereka datang dan membantu persalinannya, sebagaimana yang biasa mereka lakukan pada wanita-wanita lain.

Tapi bukannya datang untuk menolong, mereka malah memberi pesan lewat pelayan tadi dengan perkataan yang menyedihkan hati. Mereka berkata,

“Kamu telah membantah kami dan tidak mau mendengar omongan kami. Kamu telah menikah dengan Muhammad, anak yatim Abu Thalib, seorang yang miskin dan tak punya harta. Maka kami tak akan datang dan kami tak akan mengurus urusanmu, apa saja.”

Tentu saja Khadijah RA menjadi sedih dengan perkataan dan perlakuan mereka itu.

Namun, di saat dirinya dilanda kesedihan dan duka, turunlah wanita-wanita dari surga dan para malaikat dari langit ke rumahnya. Khadijah RA merasa takut. Lalu salah seorang dari mereka berkata,

“Jangan sedih, wahai Khadijah. Kami diutus Tuhanmu kepadamu, dan kami adalah saudara-saudaramu.”

Atas pertolongan Allah SWT dan utusan-Nya yang menemani persalinan Khadijah RA, akhirnya bayi perempuan itu pun lahir dengan selamat. Saat keluar, ia diselimuti oleh cahaya yang amat terang. Tak ada satu tempat pun di bumi, di sebelah timur maupun barat, melainkan bersinar dengan cahaya itu.

Bayi perempuan itu pun diberi nama Fatimah Az Zahra oleh kedua orang tuanya. Sungguh, Allah SWT Maha Kuasa, Maha Besar.

Disebutkan dalam sejarah Islam, mayoritas ulama sepakat Fatimah RA dilahirkan pada hari Jumat, 20 Jumadil Akhir, tahun kelima setelah kenabian.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pengemis Buta Yahudi yang Rindukan Rasulullah SAW



Jakarta

Rasulullah SAW terkenal dengan pribadinya yang ramah dan akhlaknya yang mulia. Hal ini bahkan dibuktikan dari sebuah kisah mengenai sang rasul dengan pengemis buta.

Mengutip buku Jubah Kanjeng Nabi: Kisah Menakjubkan Para Ulama yang Berjumpa Nabi oleh A Yusrianto Elga dan Nor Fadhilah, dahulu ada seorang pengemis buta di sudut pasar Madinah. Pengemis Yahudi tersebut kerap kali mengatakan hal-hal buruk mengenai Rasulullah SAW.

Dirinya bahkan merasa jijik sekaligus muak jika mendengar nama Nabi Muhammad SAW. Sampai-sampai, pengemis buta itu menuduh sang rasul sebagai tukang sihir dan pembohong besar.


Mendengar dan menyaksikan hal itu, Rasulullah SAW sama sekali tidak benci kepada si pengemis. Beliau malah meluangkan waktu untuk menyuapi makanan kepada pengemis buta itu.

Si pengemis sama sekali tidak tahu bahwa yang menyuapinya ialah Nabi Muhammad SAW. Setiap hari, sang rasul melakukan kebiasaan itu.

Usai wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi yang menyuapi makanan kepada di pengemis. Kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq baru menggantikannya bebetapa waktu setelahnya berkat informasi dari istri Nabi Muhammad SAW, Aisyah RA.

Si pengemis lalu bertanya setelah Abu Bakar sampai di sana,

“Siapa engkau?”

Abu Bakar lalu menjawab, “Aku orang yang biasa,”

Pengemis itu tidak percaya, ia lalu membalas perkataan Abu Bakar.

“Apabila orang yang biasa mendatangiku datang, ia selalu menyuapiku. Ia juga menghaluskan makanan tersebut dan barulah diberikan kepadaku,” ujarnya.

Ucapan si pengemis membuat Abu Bakar tersedu seraya berkata, “Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Aku merupakan salah satu sahabatnya. Orang yang mulia itu telah tiada. Ia merupakan Nabi Muhammad, Rasulullah SAW,”

Pengemis buta yang mendengar Abu bakar langsung menangis, dirinya tak menyangka bahwa orang yang selama ini ia hina dan caci maki ternyata adalah orang yang menyuapinya makanan setiap hari.

“Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikit pun. Ia mendatangiku dengan membawa makanan tiap pagi, ia begitu mulia,” kata pengemis tersebut.

Setelah kejadian itu, pengemis buta tersebut lalu masuk Islam dan mengucapkan dua kalimat syahadat di depan Abu Bakar.

Kisah tersebut menjadi bukti bahwa Rasulullah SAW selalu bersikap ramah, meski dengan orang yang menentangnya. Dia tidak dendam, marah, apalagi membenci. Sebaliknya, Nabi Muhammad SAW malah menyayanginya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Saat Nabi Muhammad Bertemu Nabi Adam di Surga


Jakarta

Nabi Muhammad SAW pernah bertemu Nabi Adam AS di surga. Peristiwa ini terjadi saat Rasulullah SAW melakukan Mikraj, perjalanan dari Masjid Al Aqsa ke Sidratul Muntaha.

Kisah pertemuan Nabi Muhammad SAW dan Nabi Adam AS diceritakan Ibnu Katsir dalam Qashash al-Anbiyaa dan diterjemahkan oleh Umar Mujtahid. Ibnu Katsir menyandarkan kisah ini dengan hadits Isra’ dalam kitab Shahihain.

Diceritakan, dalam perjalanan menuju Sidratul Muntaha, Rasulullah SAW bersama Malaikat Jibril melewati setiap lapisan langit. Beliau bertemu Nabi Adam AS di langit paling bawah.


Saat melihat kedatangan Nabi Muhammad SAW, Nabi Adam AS berkata, “Selamat datang anak saleh dan nabi saleh.”

Nabi Muhammad SAW melihat di samping kanan dan kiri Nabi Adam AS ada kumpulan banyak manusia. Saat melihat ke kanan, Nabi Adam AS tertawa dan saat melihat ke kiri, Nabi Adam AS menangis.

Rasulullah SAW bertanya kepada Jibril, “Wahai Jibril, siapa dia?” Jibril menjawab, “Dia Adam, dan mereka itu anak keturunannya. Saat melihat ke sebelah kanan–mereka adalah para penghuni surga, Adam tertawa, dan saat melihat ke sebelah kiri, mereka adalah para penghuni neraka, Adam menangis.”

Terkait Nabi Adam AS, Abu Bakar Al-Bazzar menyebut riwayat dari Muhammad bin Mutsanna, dari Yazid bin Harun, dari Hisyam bin Hassan yang mengatakan, “Akal Adam sama seperti akal seluruh anak keturunannya.”

Dalam riwayat lain dikatakan, Nabi Muhammad SAW melintas di hadapan Nabi Yusuf AS, beliau bersabda, “Aku melintas di hadapan Yusuf, ternyata ia diberi separuh ketampanan.”

Sebagian ulama menafsirkan makna hadits tersebut adalah Nabi Yusuf AS diberi separuh ketampanan Nabi Adam AS. Ibnu Katsir berpendapat makna ini sesuai karena Allah SWT menciptakan Nabi Adam AS dan membentuknya dengan tangan-Nya, meniupkan roh padanya dan makhluk yang Allah SWT ciptakan pasti memiliki keindahan yang paling baik.

Dalam Shahihain juga terdapat riwayat lain dari sejumlah jalur yang menyebut Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh, Allah menciptakan Adam sesuai wujud-Nya (sifat-sifat-Nya).” (HR Bukhari)

Nabi Muhammad Bertemu Nabi-nabi Lain

Nabi Muhammad SAW juga bertemu nabi-nabi lain saat melakukan perjalanan menuju Sidratul Muntaha. Ibnu Hajar Al-Asqalani dan Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitab al-Isra’ wa al-Mi’raj yang diterjemahkan oleh Arya Noor Amarsyah menceritakan, Nabi Muhammad SAW bertemu Nabi Isa AS dan Nabi Yahya AS di langit kedua.

Selanjutnya, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Yusuf AS di langit ketiga dan berjumpa Nabi Idris AS di langit keempat.

Beliau kemudian melanjutkan perjalanan. Saat tiba di langit kelima, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Harun AS dan bertemu dengan Nabi Musa AS di langit keenam.

Terakhir, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Ibrahim AS di langit ketujuh. Menurut riwayat Nabi Ibrahim AS saat itu sedang menyandarkan punggungnya di Baitul Ma’mur–Ka’bah-nya para malaikat penduduk langit.

Para nabi terdahulu itu memberikan sapaan hangat kepada Nabi Muhammad SAW dan mendoakan kebaikan untuk beliau.

Kisah bertemunya Nabi Muhammad SAW dengan para nabi terdahulu di setiap lapisan langit itu mengacu pada hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Syaiban ibn Farukh, dari Hamad ibn Salamah, dari Tsabit al-Banani, dari Anas ibn Malik RA yang menceritakan dari Rasulullah SAW. Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan ini adalah hadits yang paling kuat dan tidak diperselisihkan.

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Sahabat Nabi yang Sempat Enggan Menikah dan Ditentang Sang Rasul



Jakarta

Menikah termasuk sunnah para nabi dan rasul. Dalam Islam, pernikahan harus mengikuti sejumlah ketentuan sesuai syariat agar sah.

Terkait pernikahan juga disebut dalam surah Ar Rum ayat 21,

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ


Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”

Meski demikian, ternyata ada sosok sahabat Rasulullah SAW yang sempat berniat untuk tidak menikah. Mengutip buku Ta’aruf Billah Nikah Fillah susunan Zaha Sasmita, pria itu bernama Ukaf bin Wida’ah.

Kala itu, Ukaf enggan menikah dan ingin fokus beribadah kepada Allah SWT. Nabi Muhammad SAW menentang niatan Ukaf, menurutnya menikah adalah salah satu jalan terbaik dan terhormat untuk mencapai ridha Allah SWT.

Masih dari sumber yang sama, Ukaf adalah sosok pemuda yang kehidupannya sudah mapan. Mendengar niat Ukaf yang tidak ingin menikah, Nabi SAW lalu mendatangi sang sahabat dan menasehatinya agar menikah.

Sang rasul menilai tidak baik seorang muslim membujang jika sudah berkecukupan. Akhirnya, Ukaf menuruti perkataan Rasulullah SAW.

Walau demikian, Ukaf tidak berani mencari calon istrinya sendiri. Akhirnya, ia meminta pertolongan Nabi SAW untuk mencarikan wanita dengan kriteria yang berpatokan pada pandangan Nabi Muhammad SAW.

Dalam hadits dari Anas bin Malik RA juga disebutkan terkait pentingnya menikah. Bahkan, perkara ini menjadi wajib bagi muslim yang sudah mampu.

“Terdapat beberapa sahabat Rasulullah SAW yang menanyakan kepada istri-istri Nabi Muhammad SAW perihal ibadah beliau di rumah. Lalu sebagian mereka berkata, ‘Saya tidak akan menikah, sebagian lagi berkata, ‘Saya tidak akan makan daging,’ sebagian yang lain berkata, ‘Saya tidak akan tidur di atas kasur (tempat tidurku), dan sebagian yang lain berkata, ‘Saya akan terus berpuasa dan tidak berbuka.’ Abu Daud (perawi dan pentakhrij hadits) berkata, ‘Berita ini sampai kepada Nabi SAW, hingga beliau berdiri untuk berkhotbah seraya bersabda setelah memanjatkan puja-puji syukur kepada Allah SWT, “Bagaimanakah keadaan suatu kaum yang mengatakan demikian dan demikian? Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku salat dan tidur, dan aku juga menikahi perempuan. Maka barangsiapa yang membenci sunnah (tuntunan)-ku maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR Abu Daud)

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Rasulullah SAW saat Terkena Sihir dari Labid bin Al ‘Asham



Jakarta

Ilmu sihir telah ada sejak lama, bahkan ketika zaman Nabi Muhammad SAW. Ilmu ini tidak kasat mata dan banyak disalahgunakan untuk mencelakai orang lain.

Melalui ilmu sihir, pelaku meminta bantuan melalui kepada setan dan jin. Terkait sihir disebutkan dalam surah Al Baqarah ayat 102,

وَٱتَّبَعُوا۟ مَا تَتْلُوا۟ ٱلشَّيَٰطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَٰنَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَٰنُ وَلَٰكِنَّ ٱلشَّيَٰطِينَ كَفَرُوا۟ يُعَلِّمُونَ ٱلنَّاسَ ٱلسِّحْرَ وَمَآ أُنزِلَ عَلَى ٱلْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَٰرُوتَ وَمَٰرُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَآ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۖ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِۦ بَيْنَ ٱلْمَرْءِ وَزَوْجِهِۦ ۚ وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِۦ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۚ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ ۚ وَلَقَدْ عَلِمُوا۟ لَمَنِ ٱشْتَرَىٰهُ مَا لَهُۥ فِى ٱلْءَاخِرَةِ مِنْ خَلَٰقٍ ۚ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا۟ بِهِۦٓ أَنفُسَهُمْ ۚ لَوْ كَانُوا۟ يَعْلَمُونَ


Artinya: “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”

Rasulullah SAW sendiri pernah menjadi korban dari ilmu sihir. Kala itu, orang Yahudi bernama Labin bin Al ‘Asham-lah yang mengirim sihir terhadap sang rasul.

Mengutip buku Al-Qur’an Hadis Madrasah Ibtidaiyah Kelas III susunan Fida’ Abdillah dan Yusak Burhanudin, Labid menerima beberapa tawaran dengan imbalan uang untuk memberikan sihir yang mematikan kepada Rasulullah SAW. Ia membutuhkan beberapa helai rambut sang nabi.

Akhirnya, Labid dan putrinya yang juga ia warisi ilmu sihirnya mengatur strategi untuk mendapatkan rambut Nabi Muhammad SAW. Setelah berhasil, Labid mengikat sebelas buhul pada rambut sang rasul dan putrinya meniupkan semacam mantra pada setiap buhulnya.

Setelah selesai, buhul diikat pada ranting kecil pohon kurma, dibungkus daun, dan dilemparkan ke dalam sumur yang sangat dalam. Sihir tersebut hanya dapat dihancurkan dengan cara membuka ikatan buhulnya.

Rasulullah SAW menyadari ada yang tidak beres dengan dirinya. Ingatan beliau terhadap sesuatu sering hilang secara tiba-tiba dan sering berkhayal melakukan sesuatu yang tidak dilakukan.

Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga diselimuti rasa mudah lelah dan hilangnya selera makan. Akhirnya, ia berdoa kepada Allah SWT agar disembuhkan dari apa yang dideritanya.

Ketika tidur, Rasulullah SAW bermimpi melihat dua orang. Orang pertama sedang duduk di kepala beliau dan satu orang lainnya berada di kaki beliau. Lalu, satu di antara mereka memberitahu kepada yang lain penyebab dari penyakit Nabi Muhammad SAW dan nama dari sumur.

Malaikat Jibril datang dan membenarkan mimpi Nabi Muhammad SAW serta menyampaikan dua surah, yaitu Al Falaq dan An Nas. Sang rasul meminta Ali bin Abi Thalib RA untuk ke sumur tersebut sambil membaca dua surah itu.

Setiap satu ayat dibaca, satu buhul terlepas dengan sendirinya hingga semua buhul terlepas dan sihir hancur. Setelah itu, Rasulullah SAW kembali pulih seperti sedia kala.

Selain surah Al Falaq dan An Nas, ada juga doa yang bisa dibaca agar terhindar dari sihir. Dikutip dari buku Do’a & Wirid: Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah tulisan Yazid bin Abdul Qadir Jawas terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, berikut doanya.

لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ

Arab latin: Laa ilaha illallah wahdahu la syarika lahu lahul mulku wa lahul hamdu yuhyi wa yumit, wa huwa ‘ala syai’in qadir

Artinya: “Tidak ada Tuhan Selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik Allah segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,”

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Keberanian Khadijah Nyatakan Cinta pada Rasulullah SAW


Jakarta

Kisah cinta Khadijah dengan Rasulullah SAW sepertinya perlu diketahui muslim. Tak hanya kebahagiaan akan tetapi pengorbanan sampai pada akhirnya keduanya menikah.

Dr. Muhammad Abduh Yamani dalam bukunya Khadijah Binti Khuwailid Cinta Sejati Rasulullah menjelaskan bahwa Khadijah berasal dari keluarga yang harmonis, dan lingkungan bermartabat. Keluarganya berasal dari nasab yang tinggi, berkedudukan, dan kaya raya.

Sayyidah Khadijah mempunyai ayah bernama Khuwailid bin Asad bin Abdul Uza, ibunya bernama Fatimah binti Zaidah, dan juga memiliki saudara laki-laki bernama Abdul Manaf.


Pertemuan Pertama Khadijah RA dengan Muhammad SAW

Mengutip buku Khadijah Cinta Sejati Rasulullah karya Abdul Mun’im Muhammad Umar,
suatu hari Khadijah akan mengirimkan kafilah dagangnya ke Syam. Untuk itu ia mencari seseorang yang dapat dipercaya supaya mengawasi dan memimpin rombongan dagangnya.

Saat itu penduduk Makkah sedang ramai membicarakan seseorang pemuda bernama Muhammad Ibnu Abdillah yang memiliki kejujuran dan keluhuran budi pekerti diantara orang-orang seumurannya yang sibuk berfoya-foya.

Lantas Khadijah berpikir sebaiknya Muhammad SAW saja yang diutus untuk mengurusi urusan perdagangan di negeri Syam. Namun Khadijah belum pernah mendengar mengenai pengalaman berdagang Muhammad SAW.

Akhirnya Khadijah pun memanggil Muhammad SAW dan mengajaknya berbincang-bincang mengenai perdagangan. Dari sanalah Khadijah menyadari Muhammad adalah orang yang cerdas, santun, dan pandai menjaga diri serta penampilannya.

Khadijah RA Menyatakan Perasaannya

Ibnu Watiniyah dalam buku Menjadi istri seperti Khadijah menjelaskan bahwa Sayyidah Khadijah RA lah yang pertama kali mengungkapkan rasa cintanya kepada Rasulullah SAW.

Suatu hari ketika Nabi Muhammad SAW akan pulang setelah melaksanakan tawaf bertemu dengan pelayan dari Sayyidah Khadijah RA. Pelayan itu mengundang Rasulullah ke rumah majikannya (Rumah Khadijah). Beliau pun menyanggupi permintaan pelayan tersebut.

Ketika keduanya duduk berhadapan Khadijah bertanya, “Wahai Muhammad apakah kamu tidak ingin menikah?”

“Dengan siapa?” tanya Rasulullah.

“Denganku.” Jawab Khadijah.

“Tetapi aku tidak setara denganmu. Engkau adalah pemuka wanita Quraisy, sedangkan aku hanyalah anak yatim yang tidak punya apa-apa.” Kata Nabi Muhammad SAW.

Khadijah pun menjawab, “Wahai putera pamanku, aku telah menyukaimu sejak lama karena kekerabatan, kemuliaan, dan kemuliaan akhlak mu, dan karena kau dikenal sebagai orang yang jujur dan terpercaya di tengah-tengah kaummu.”

Mendengar hal ini, Rasulullah SAW menerima tawarannya, Khadijah pun berkata, “Pergilah kepada pamanmu, mintalah agar ia dan pemuka keluargamu untuk melamarku. Dan katakan padanya, segerakan pernikahan kita besok.”

Pernikahan Khadijah RA dengan Muhammad SAW

Mengutip dari buku The Golden Stories of Ummahatul Mukminin karya Ukasyah Habibu Ahmad pernikahan Khadijah RA dan Nabi Muhammad SAW dilaksanakan.

Khadijah RA segera menemui pamannya, Amr bin Asad, untuk mengabarkan hal tersebut. Di sisi lain, Abu Thalib bersiap untuk mengajukan lamaran kepada Khadijah RA untuk keponakannya, Muhammad SAW. Bersama dengan Hamzah bin Abdul Muthalib dan beberapa anggota keluarga Bani Hasyim, Abu Thalib menyampaikan niatnya kepada Amr bin Asad. Setelah perundingan, kedua keluarga setuju untuk menikahkan Muhammad SAW dengan Khadijah RA. Dan mahar 20 ekor unta (atau menurut pendapat lain, 500 dirham).

Pernikahan tersebut kemudian diadakan. Menurut para ulama dan sejarawan Muslim, peristiwa ini terjadi sekitar dua bulan setelah Muhammad SAW kembali dari ekspedisi dagang ke Syam. Saat itu, Khadijah RA berusia sekitar 40 tahun, sementara Rasulullah SAW baru berusia sekitar 25 tahun. Acara pernikahan dihadiri oleh keluarga dari Bani Hasyim dan tokoh-tokoh dari Bani Mudhar.

Demikianlah kisah cinta Nabi Muhammad SAW dengan Sayyidah Khadijah RA. Sebuah cerita kisah yang sangat romantis, penuh pembelajaran sehingga patut diteladani.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Apa yang Dilakukan Rasulullah SAW Sehari sebelum Wafat?


Jakarta

Rasulullah SAW merupakan sosok teladan bagi seluruh umat Islam di dunia. Wafatnya nabi dan rasul terakhir tersebut meninggalkan duka yang amat mendalam bagi kaum muslim. Apa yang dilakukan Rasulullah SAW sehari sebelum beliau wafat?

Diceritakan dalam buku Pengantar Sejarah Dakwah karya Wahyu Ilaihi dan Harjani Hefni Polah, Rasulullah SAW menderita demam selama 13 atau 14 hari sebelum akhirnya wafat pada 12 Rabiul Awal 11 Hijriah atau 8 Juni 632 Masehi.

Hal yang Dilakukan Rasulullah SAW Sehari sebelum Wafat

Masih dari sumber yang sama, Rasulullah SAW wafat pada hari Senin. Sehari sebelumnya yaitu Ahad, beliau memerdekakan budak-budak lelakinya, menyedekahkan tujuh dinar dari harta yang dimilikinya, dan menghibahkan senjata-senjatanya kepada kaum muslim.


Diceritakan dalam Ar-Rahiqul Makhtum karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri yang diterjemahkan oleh Abu Ahsan, pada malam Senin, Aisyah RA meminjam minyak lampu dari tetangganya.

“Berikanlah kepada kami sedikit dari minyak yang kamu miliki pada lampu kami ini,” kata Aisyah RA.

Saat itu, baju besi Rasulullah SAW masih digadaikan kepada orang Yahudi senilai 30 sha’ gandum.

Adapun mengutip Tafsir al-Azhar karya Hamka, Rasulullah SAW masih sempat menyampaikan pidato sehari sebelum beliau wafat. Beliau berpidato kepada sahabat-sahabat tercinta dari kaum Muhajirin dan Anshar.

Dalam pidatonya, Rasulullah SAW menyampaikan bahwa sekalipun masa berpisah sudah dekat, kelak mereka akan bertemu kembali di tempat perjanjian, yaitu telaga bernama Haudh. Dengan kata-katanya tersebut, Rasulullah SAW pun memberi pengharapan kepada umat-umatnya yang tidak sempat melihat wajah beliau.

Kisah Wafatnya Rasulullah SAW

Diceritakan dalam kitab Asy-Syamail al-Muhammadiyah karya Imam At-Tirmidzi yang diterjemahkan Rusdianto, Rasulullah SAW wafat pada usia 63 tahun. Hal ini dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad bin Mani, dari Rauh bin Ubadah, dari Zakariya bin Ishaq, dari Amr bin Dinar, dari Ibnu Abbas. Ia berkata,

“Rasulullah SAW tinggal di Makkah setelah menerima wahyu selama 13 tahun. Beliau wafat dalam usia 63 tahun.” (HR Tirmidzi)

Kisah wafatnya Rasulullah SAW dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan Nashr bin Ali al-Jahdhami, dari Abdullah bin Dawud, dari Nubaith bin Syarith, dari Salim bin Ubaid. Ia berkata,

“Rasulullah SAW jatuh pingsan setelah beliau sakit, lalu beliau sadar dan bersabda, ‘Apakah waktu salat telah tiba?’

Para sahabat menjawab, ‘Ya.’ Rasulullah SAW pun bersabda, ‘Perintahkan Bilal untuk mengumandangkan azan, dan perintahkan Abu Bakar untuk memimpin orang-orang dalam salat.’

Kemudian, beliau kehilangan kesadaran, dan ketika pulih, beliau bersabda, ‘Apakah waktu salat telah tiba?’ Para sahabat menjawab, ‘Ya.’ Rasulullah SAW lalu bersabda, ‘Perintahkan Bilal untuk mengumandangkan azan, dan perintahkan Abu Bakar untuk memimpin orang-orang dalam salat.’

Mendengar itu, Aisyah RA berkata kepada Rasulullah SAW, ‘Sesungguhnya, ayahku adalah orang yang melankolis. Jika ia diberi tanggung jawab untuk menjadi imam salat, ia akan menangis dan kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Jadi, kalau saja engkau menunjuk orang lain.’

Namun, Rasulullah SAW pingsan kembali. Selang beberapa saat, beliau sadarkan diri dan bersabda, ‘Perintahkan Bilal mengumandangkan azan dan perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam salat. Sungguh, kalian layaknya sahabat-sahabat Yusuf.’

Bilal pun mengumandangkan azan, lalu Abu Bakar mengimami salat bersama para sahabat. Saat itu, Rasulullah SAW merasakan sakitnya sudah mulai membaik. Beliau pun bersabda, ‘Carikan untukku orang yang bisa memapahku.’ Maka datanglah Barirah dan seorang laki-laki lainnya. Kemudian, Rasulullah SAW dipapah oleh dua orang tersebut.

Saat melihat beliau dipapah keluar rumah, Abu Bakar hendak mundur, tetapi beliau memberi isyarat agar Abu Bakar tetap di tempatnya sampai menyelesaikan salatnya. Kemudian, Rasulullah SAW wafat.

Umar bin Khattab berkata, ‘Demi Allah, jika aku mendengar seseorang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW telah wafat, maka aku akan menebas orang itu dengan pedangku ini!’

Sebelumnya, para sahabat adalah kaum yang ummi, dan tidak ada nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, sekarang mereka diam saja. Lalu mereka berkata, ‘Wahai Salim, pergilah kepada sahabat Rasulullah SAW (Abu Bakar) dan panggillah ia kemari.’ Maka, aku pun pergi menemui Abu Bakar yang sedang berada di masjid sambil menangis sesenggukan.

Ketika melihat kedatanganku, Abu Bakar bertanya kepadaku, ‘Apakah Rasulullah SAW telah wafat?’ Aku menjawab, ‘Akan tetapi, Umar bin Khattab berkata, ‘Demi Allah, jika aku mendengar seseorang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW telah wafat, maka aku akan menebas orang itu dengan pedangku ini!’ Abu Bakar berkata, ‘Mari, kita pergi.’ Aku pun segera pergi bersamanya.

Ketika kami datang, orang-orang sudah banyak yang masuk ke kamar Rasulullah SAW. Lalu Abu Bakar berkata, ‘Wahai manusia, menyingkirlah dari jalanku.’ Mereka pun memberinya jalan.

Abu Bakar pun masuk ke kamar Rasulullah SAW, lalu memeluk beliau, kemudian memegang beliau sambil berkata,

اِنَّكَ مَيِّتٌ وَّاِنَّهُمْ مَّيِّتُوْنَ ۖ

Artinya: “Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad akan) mati dan sesungguhnya mereka pun (akan) mati.” (QS Az-Zumar: 30)

Allahumma Sholli ala Sayyidina Muhammad.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Nabi Ayub dan Rasulullah SAW Diuji dengan Penyakit Jelang Wafat



Jakarta

Nabi bukanlah sekadar sebuah gelar, mereka adalah individu yang dipilih oleh Allah SWT, memiliki keteguhan hati yang tak tergoyahkan, keimanan yang mendalam, dan diuji dengan berbagai kesulitan luar biasa.

Ada seorang nabi diuji dengan diberikan penyakit yang tidak bisa disembuhkan bagi zaman sebelumnya, zaman saat itu, hingga zaman setelahnya. Berikut ini penjelasan dan jawaban mengenai sosok nabi apa yang diuji dengan penyakit.

Berikut ini kisah sakitnya nabi utusan Allah SWT yang menandakan bahwa para nabi juga lah manusia biasa.


Kisah Sakitnya Nabi Ayub AS

Mengutip buku Dahsyatnya Syukur yang ditulis Prof. Dr. Komaruddin Hidayat membahas mengenai ujian yang Allah SWT berikan kepada nabi Ayub AS.

Dikisahkan bahwa Nabi Ayub AS merupakan nabi yang mempunyai kekayaan berlimpah, namun tidak membuat dirinya menjadi sombong, malah membuatnya semakin taat dalam beribadah kepada Allah SWT.

Ketaatan nabi Ayub inilah menjadikan para iblis marah dan iri, maka mereka bersungguh-sungguh untuk menggoyahkan keimanan beliau. Iblis pun menghadap kepada Allah SWT sambil meminta izin untuk menggoda dan menguji nabi Ayub.

Allah lantas mengabulkan keinginan iblis tersebut, bukan karena Allah tidak peduli dengan nabinya, tetapi Allah bermaksud untuk menjadikan kejadian ini sebagai teladan bagi umat manusia.

Ujian pertama Allah SWT mengabulkan para iblis untuk mengambil harta kekayaan nabi Ayub, dengan cara mematikan seluruh hewan ternak, kebun-kebun mengering, buah-buahan membusuk, rumah dimusnahkan.

Nabi Ayub AS tetap sabar dan bersyukur, tidak mengeluh, apalagi berprasangka buruk kepada-Nya, beliau menyadari semua yang dimiliki adalah kepunyaan Allah SWT. Beberapa kali iblis mencobai menghasutnya, namun tidak membuahkan hasil.

Hal ini tidak membuat para iblis menyerah dalam menguji nabi Ayub, mereka pun memberikan berbagai macam penyakit ke seluruh tubuh nabi Ayub. Seluruh persendian terasa remuk, badannya panas-dingin, dadanya terasa sesak dan sakit, muncul batuk-batuk berdarah, kulitnya dipenuhi bintik-bintik merah.

Bintik merah itu lama kelamaan berubah menjadi koreng bahkan mengeluarkan bau yang tidak sedap, membuat nabi Ayub hanya bisa berbaring di tempat tidurnya, semua kebutuhannya dilayani oleh sang istri.

Kian hari penyakit nabi Ayub semakin parah, bahkan penyakit tersebut bertahan di tubuh beliau selama 7 tahun, akhirnya nabi Ayub AS curhat mengenai kondisinya.

Pesan nabi Ayub AS tergambarkan dalam surah Al-Anbiya ayat 83:

۞ وَاَيُّوْبَ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗٓ اَنِّيْ مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَاَنْتَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَ ۚ ٨٣

Artinya: “(Ingatlah) Ayyub ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “(Ya Tuhanku,) sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.”

Allah menjawab doa nabi Ayyub AS melalui surah Shad ayat 42:

اُرْكُضْ بِرِجْلِكَۚ هٰذَا مُغْتَسَلٌۢ بَارِدٌ وَّشَرَابٌ ٤٢

Artinya: “(Allah berfirman,) “Entakkanlah kakimu (ke bumi)! Inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.”

Nabi Ayyub AS lantas mandi dan meminum air tersebut, seketika penyakitnya sembuh.

Nabi Muhammad AS Sakit Sebelum Wafatnya

Neti S., Aisyah Fad, Endah W dalam buku berjudul Nabi Muhammad Saw – Kisah Manusia Paling Mulia Di Dunia menuliskan kisah wafatnya manusia paling mulia di dunia ini.

Pada tanggal 28/29 bulan Safar 11 H Nabi Muhammad SAW merasakan sakit sepulang menghadiri pemakan jenazah seorang sahabat di Baqi.

Rasulullah sakit selama 13/14 hari, meskipun sakit selama 11 hari Nabi Muhammad SAW tetap melaksanakan salat bersama para sahabatnya. Kemudian, penyakit beliau semakin berat, dan menghendaki untuk berada di rumah Aisyah pada hari-hari terakhirnya.

Beberapa hari terakhir tersebut juga Abu Bakar telah menjadi imam salat menggantikan Nabi Muhammad SAW. Lalu, ½ hari sebelum wafat, Rasulullah keluar untuk menunaikan salat Zuhur, dan duduk di samping Abu Bakar.

Rasulullah memerdekakan budaknya, bersedekah, dan memberikan senjata-senjatanya kepada umat Islam.

Wasiat Rasulullah SAW

Menjelang wafatnya Rasulullah menyampaikan pesan laknat Allah bagi Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabi menjadi masjid.

Nabi Muhammad SAW juga menegaskan, “Jagalah salat! Jagalah salat! Jangan sekali-kali terlantarkan budak kali.” Wasiat ini diulang-ulang hingga beberapa kali.

Pada hari Senin, 12 Rabiul Awal, di waktu Dhuha, Nabi Muhammad SAW wafat di pangkuan Aisyah RA dalam usia 63 tahun lebih 4 hari.

Demikianlah pembahasan tentang nabi yang diuji dengan penyakit. Nabi Ayub AS yang diuji Allah dengan penyakit yang belum pernah ada sebelumnya dan setelahnya, serta Nabi Muhammad SAW yang mengalami sakit menjelang wafatnya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Abu Ubaidah bin al-Jarrah, Sahabat Nabi SAW yang Dijuluki Kepercayaan Umat



Jakarta

Abu Ubaidah bin al-Jarrah namanya. Sahabat Nabi Muhammad SAW yang satu ini dikenal dengan pribadinya yang cerdas dan pemalu.

Mengutip dari 99 Kisah Menakjubkan di Alquran oleh Ridwan Abqary, Abu Ubaidah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Dirinya merupakan sosok yang baik hati, taat beribadah, serta rendah hati.

Abu Ubaidah berasal dari suku Quraisy keturunan Fihir. Karena keberaniannya itu, ia tidak pernah tertinggal saat umat Islam dan kafir Quraisy berperang.


Abu Ubaidah terus membela umat Islam dengan gagah untuk menjunjung kebenaran. Ia menjadi orang pertama yang digelari Amirul Umara yang artinya Perdana Menteri.

Dikisahkan dalam buku Ensiklopedia Biografis Sahabat Nabi susunan Muhammad Raji Hasan Kinas, Abu Ubaidah menjadi orang yang berdiri tegap di barisan Nabi Muhammad SAW saat Perang Badar berlangsung. Sementara itu, sang ayah yang bernama Abdullah bin Al Jarrah berada di barisan pasukan musyrikin.

Meski demikian, Abu Ubaidah terus menghindari sang ayah saat peperangan berlangsung. Sayangnya, ia ditakdirkan berhadapan dengan ayahnya sendiri dan harus mengalahkannya.

Sosoknya yang berani ini juga terlihat saat dirinya mengikuti Perang Uhud. Abu Ubaidah menolong Rasulullah SAW yang terkena serpihan besi akibat lemparan musuh.

Dengan gagah, Abu Ubaidah mencabut serpihan besi itu dengan giginya. Ini menyebabkan kedua giginya tanggal. Setelah kejadian ini, Abu Ubaidah digelari Amin al-Ummah yang berarti kepercayaan umat oleh Nabi Muhammad SAW.

Julukan lainnya yang diperoleh Abu Ubaidah adalah al-Qawiy al-Amin yang artinya yang kuat yang terpercaya. Gelar tersebut ia dapatkan karena mengikuti seluruh peperangan bersama sang rasul.

Abu Ubaidah juga sering ditunjuk sebagai pemimpin. Diceritakan oleh Urwah bin Az Zubair RA, ketika Perang Dzatus Salasil, Nabi Muhammad SAW mengangkat Amr bin Ash sebagai komandan pasukan.

Pasukan tersebut memasuki Syam dari arah Bala. Sementara itu, satu pasukan lainnya menyusul dari arah Qudha’ah. Melihat jumlah musuh yang sangat banyak membuat Amr bin Ash mengirim utusan menghadap Rasulullah SAW untuk meminta bantuan.

Mendengar hal itu, Nabi SAW lalu mengirim pasukan yang terdiri dari orang-orang Muhajirin. Di antara pasukan tersebut, sang rasul menunjuk Abu Ubadiah sebagai komandan.

Ketika pasukan Abu Ubadiah bertemu pasukan Amr, maka Amr bin Ash berkata,

“Aku adalah komandan karena aku yang meminta pasukan tambahan kepada Rasulullah SAW,”

Mendengar hal itu, orang-orang Muhajirin tidak setuju. Mereka lalu berkata,

“Bolehlah engkau menjadi komandan pasukanmu, tapi Abu Ubaidah tetap menjadi komandan pasukan Muhajirin,”

Amr lalu membantah, “Kalian adalah bala bantuan yang kuminta,”

Di tengah ketegangan itu, Abu Ubaidah menenghi mereka seraya berkata,

“Wahai Amr, harap engkau ketahui bahwa Rasulullah SAW berpesan kepadaku, ‘Jika engkau sudah bertemu rekanmu, hendaklah kalian saling mematuhi.’ Kalau memang engkau tidak mau patuh padaku, akulah yang akan patuh kepadamu,”

Selanjutnya, Abu Ubaidah menyerahkan kepemimpinan kepada Amr bin Ash. Sosok Abu Ubaidah yang lembut itu menandakan dirinya bijak dan tidak egois.

Abu Ubaidah wafat karena sakit kolera. Diterangkan dalam buku 125 Sahabat Nabi Muhammad oleh Mahmudah Mastur, ketika terjadi penaklukan negeri Syam, Abu Ubaidah juga ditujuk sebagai pemimpin.

Di sana, ia menetap cukup lama sebelum akhirnya wabah kolera merebak. Umar bin Khattab memerintahkannya untuk segera keluar dari sana, tapi Abu Ubaidah mengirim surat kepada Umar yang berisi:

“Wahai Umar, aku tidak ingin memikirkan diriku sendiri, sementara banyak orang lain yang tertimpa penyakit. Aku tidak ingin meninggalkan mereka sampai Allah putuskan perkara ini,”

Umar bin Khattab menangis membaca surat dari Abu Ubaidah. Setelahnya, ia meninggal dunia akibat kolera yang dideritanya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Muhammad Singkat dari Lahir sampai Wafat


Jakarta

Nabi Muhammad SAW adalah pembawa risalah Islam, hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam. Kisah hidupnya yang penuh hikmah, perjuangan, dan keteladanan, menjadi panduan bagi umat Islam untuk menjalani kehidupan di dunia dan mencapai kebahagiaan di akhirat.

Kisah hidup Nabi Muhammad SAW, dari kelahiran hingga wafatnya, sarat dengan pelajaran berharga bagi umat manusia. Beliau adalah teladan dalam keimanan, ketaatan, dan juga akhlak yang mulia.

Kisah Nabi Muhammad

Berikut adalah riwayat hidup Nabi Muhammad SAW yang mengacu pada Sirah Nabawiyah karya Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam, serta dirangkum dari kitab Al Wafa karya Ibnul Jauzi, Ar-Rahiq al-Makhtum Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, dan Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad karya Moenawar Chalil.


1. Lahir pada 12 Rabiul Awal Tahun Gajah

Nabi Muhammad SAW lahir pada hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah, menurut pendapat mayoritas. Para sejarawan menyebutkan bahwa Tahun Gajah bertepatan dengan tahun 570 atau 571 M.

Nama Tahun Gajah berasal dari serbuan pasukan gajah yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal Najasyi dari Habasyah di Yaman, bernama Abrahah bin Shabah. Pasukan tersebut datang ke Makkah untuk menghancurkan Ka’bah sekitar 50 hari sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW lahir sebagai yatim, karena ayahnya, Abdullah bin Abdul Muthalib, meninggal ketika beliau masih dalam kandungan ibunya, Aminah binti Wahb.

2. Dibersihkan Hatinya oleh Malaikat

Pada masa kecil, Nabi Muhammad SAW mengalami kejadian luar biasa saat tinggal bersama ibu susunya, Halimah. Ketika Rasulullah SAW dan anak Halimah, Abdullah, sedang menggembala kambing, tiba-tiba dua malaikat mendekatinya, membawa Nabi Muhammad SAW agak jauh dari tempat menggembala, lalu membelah dadanya dan membersihkan hatinya.

Abdullah yang berada dalam keadaan tergopoh-gopoh dan menangis, menceritakan kepada ibunya bahwa Rasulullah SAW ditangkap oleh dua orang berpakaian putih yang kemudian membaringkannya dan membelah perutnya.

3. Umur 6 Tahun Yatim Piatu

Saat Nabi Muhammad SAW berusia 6 tahun, ibunya wafat. Sehingga, beliau menjadi yatim piatu. Menurut riwayat Ibnu Abbas, ibunda Nabi Muhammad SAW wafat dalam perjalanan pulang ke Makkah setelah mengunjungi paman-pamannya dari Bani Adi bin An-Najjr di Madinah, tempat ayahnya dimakamkan.

4. Diasuh Kakeknya selama 2 Tahun

Setelah menjadi yatim piatu, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib, selama sekitar dua tahun. Kemudian, Abdul Muthalib juga wafat.

5. Diasuh Pamannya dan Ikut Berdagang

Nabi Muhammad SAW setelah itu diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Bersama pamannya, beliau belajar ketekunan dan kerja keras, bahkan ikut berdagang keluar Makkah.

6. Menikah dengan Khadijah pada Usia 25 Tahun

Pada usia 25 tahun, Nabi Muhammad SAW menikah dengan saudagar Khadijah binti Khuwailid bin Asad. Khadijah RA adalah wanita bijaksana, cerdas, dan dihormati. Menurut Ibnu Hisyam, mahar pernikahan mereka berupa 20 ekor unta betina muda. Khadijah RA adalah istri pertama Rasulullah SAW dan beliau tidak menikah lagi sampai Khadijah wafat.

7. Menerima Wahyu Pertama pada Usia 40 Tahun

Pada usia 40 tahun, Nabi Muhammad SAW melakukan uzlah di Gua Hira. Dalam kesendirian tersebut, Malaikat Jibril datang menyampaikan wahyu pertama, yang menurut beberapa pendapat terjadi pada 17 Ramadan. Wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah AW adalah surah Al Alaq ayat 1-5.

8. Dakwah Sembunyi-sembunyi selama 3 Tahun

Setelah menerima wahyu, Rasulullah SAW berdakwah secara sembunyi-sembunyi di Makkah selama tiga tahun, mengajak orang-orang terdekat untuk memeluk Islam. Golongan pertama yang memeluk Islam adalah Khadijah, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Bakar as-Siddiq, yang kemudian dikenal sebagai as-sabiqunal awwalun.

9. Dakwah Terang-terangan di Makkah selama 10 Tahun

Rasulullah SAW kemudian diperintahkan berdakwah secara terang-terangan. Beliau memulai dakwah kepada Bani Hasyim dan di Bukit Shafa. Kaum kafir Quraisy dengan keras menolak dakwah beliau, mengejek, menghina, dan menyebut beliau sebagai orang gila. Kaum muslim juga mendapat serangan dari kaum kafir Quraisy.

10. Peristiwa Isra’ Miraj

Pada akhir masa dakwah di Makkah, Rasulullah SAW melakukan perjalanan spiritual bersama Malaikat Jibril dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, kemudian ke Sidratul Muntaha. Peristiwa ini dikenal sebagai Isra’ Miraj. Rasulullah SAW menerima kewajiban salat lima waktu dalam perjalanan tersebut.

11. Hijrah ke Madinah

Melihat situasi yang semakin tidak aman, Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk hijrah atas perintah Allah SWT. Hijrah pertama kaum muslim ke Habasyah, dan kemudian dalam jumlah besar ke Madinah pada Jumat, 12 Rabiul Awal 1 H atau 622 M. Ada juga yang berpendapat bahwa peristiwa ini terjadi pada 2 Rabiul Awal.

12. Dakwah di Madinah selama 10 Tahun

Di Madinah, Rasulullah SAW berdakwah selama 10 tahun dengan strategi berbeda. Beliau membangun masjid sebagai pusat dakwah, membuat perjanjian dengan kaum Yahudi, mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Ansar, serta membangun ekonomi rakyat dengan mendirikan pasar.

14. Melakukan Haji Wada pada 10 Hijriah

Rasulullah SAW melaksanakan haji pertama dan terakhir yang dikenal sebagai haji Wada pada tahun 10 H. Beliau juga menyampaikan khutbah terakhirnya pada haji itu.

15. Sakit Menjelang Wafat

Rasulullah SAW jatuh sakit tak lama setelah kembali dari haji Wada. Lima hari sebelum wafat, sakit beliau semakin parah dengan suhu tubuh yang tinggi dan rasa sakit yang amat dahsyat. Pada saat-saat menjelang wafat, beliau memberikan sejumlah wasiat kepada umat Islam.

16. Wafat pada Usia 63 Tahun

Pada usia 63 tahun, Nabi Muhammad SAW wafat di pangkuan istrinya, Sayyidah Aisyah. Menurut Tarikh Khulafa karya Imam as-Suyuthi, beliau wafat pada 12 Rabiul Awal tahun 11 H. Ada pula pendapat yang menyebut tahun wafatnya adalah 10 H.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com