Tag Archives: Nabi Muhammad SAW

Sejak Kapan Nabi Muhammad Diangkat Menjadi Rasul?


Jakarta

Nabi Muhammad SAW merupakan sosok yang penting dalam ajaran agama Islam yang juga memiliki perjalanan hidup yang penuh makna. Salah satu momen paling krusial dalam sejarah Islam adalah ketika beliau diangkat menjadi Rasul.

Peristiwa agung ini menjadi titik balik bagi umat manusia, membawa ajaran-ajaran Islam yang membawa kedamaian dan rahmat bagi seluruh alam. Lantas, sejak kapan tepatnya Nabi Muhammad SAW menerima panggilan suci untuk menjadi utusan Allah SWT?

Nabi Muhammad Diangkat Menjadi Rasul

Dalam buku karya Ajen Dianawati berjudul Kisah Nabi Muhammad SAW, diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rasul pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 Masehi. Pada momen tersebut, beliau mendapatkan wahyu pertamanya dari malaikat Jibril saat berada di Gua Hira.


Nabi Muhammad SAW ditunjuk sebagai rasul saat menerima wahyu pertama, yaitu Surat Al-Alaq ayat 1-5, di Gua Hira. Menjelang usia 40 tahun, beliau mulai sering menyendiri di gua tersebut, yang terletak di Jabal Nur, karena merasa banyak masyarakatnya saat itu yang bertentangan dengan nilai kebenaran.

Selama mengasingkan diri, Nabi Muhammad SAW membawa persediaan air dan roti gandum, dan berdiam di gua berukuran kecil tersebut yang panjangnya 4 hasta dan lebarnya sekitar 1,75 hasta.

Di bulan Ramadhan, beliau menggunakan waktu tersebut untuk beribadah dan merenung tentang keagungan ciptaan Allah. Serta ketidaksesuaian kehidupan sosial sekitarnya yang masih dipenuhi dengan praktik syirik.

Selama periode ini, beliau merasakan kebutuhan akan petunjuk lebih lanjut dalam menghadapi situasi tersebut tanpa mengetahui cara yang benar memiliki untuk mengubah keadaan.

Turunnya Wahyu Pertama

Moenawar Khalil dalam bukunya berjudul Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, menjelaskan bahwa wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW, yang menjadi penanda awal kenabian dan kerasulannya, didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah RA.

Aisyah RA berkata, “Yang pertama sekali apa (wahyu) yang dimuliakan pada Rasulullah SAW itu adalah impian yang baik dalam tidur. Beliau tidak melihat impian itu melainkan terang cuaca datang seperti terang cuacanya waktu subuh. Kemudian kepada beliau rasa amat suka bersembunyi (menyendiri) dan beliau juga menyendiri di Gua Hira maka beliau ber-tahannuts di dalamnya, yaitu beribadah dalam beberapa malam yang berbilangan sebelum beliau kembali pulang kepada ahli keluarganya, dan bersedia untuk yang demikian itu kemudian beliau kembali kepada Khadijah lalu mengambil perbekalan yang seperti itu sehingga datanglah Haq (kebenaran), sedang beliau ada di Gua Hira. Maka datanglah malaikat kepada beliau lalu berkata, ‘Bacalah!’

Beliau berkata, “Aku bukan pembaca.”

Lalu Jibril memegang beliau, lantas memeluknya dengan sekeras-kerasnya sampai payahlah beliau, lalu Jibril melepaskan beliau lantas berkata, “Bacalah!”

Beliau berkata, “Aku bukan pembaca.”

Lalu jibril memegang beliau lantas memeluknya yang kedua kalinya sampai merasa payahlah beliau, lalu melepaskan beliau lantas berkata, “Bacalah!”

Maka beliau berkata, “Aku bukan pembaca.”

Lalu Jibril memegang beliau lantas memeluk beliau dengan sekeras-kerasnya, kemudian melepaskan beliau lalu berkata, “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia menciptakan manusia dari darah yang beku! Bacalah olehmu dan Tuhanmu Maha Mulia yang mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia tentang barang yang ia belum mengetahui.”

Wahyu Pertama Nabi Muhammad

Menurut buku Kisah Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Ajen Dianawati, wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad sebagai tanda kenabiannya adalah surat Al-Alaq ayat 1-5. Berikut ini adalah bunyi wahyu pertama Rasullah SAW:

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ ١ خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ ٢ اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ ٣ الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ ٤ عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ ٥

iqra` bismi rabbikalladzi khalaq, khalaqal-insana min ‘alaq, iqra` wa rabbukal-akram, alladzi ‘allama bil-qalam, ‘allamal-insana maa lam ya’lam

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan! Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Tuhanmulah Yang Mahamulia, yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS Al ‘Alaq: 1-5)

Setelah wahyu pertama tersebut, wahyu-wahyu berikutnya diturunkan secara bertahap. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Isra ayat 106:

وَقُرْاٰنًا فَرَقْنٰهُ لِتَقْرَاَهٗ عَلَى النَّاسِ عَلٰى مُكْثٍ وَّنَزَّلْنٰهُ تَنْزِيْلًا

Artinya: “Al-Qur’an Kami turunkan berangsur-angsur agar engkau (Nabi Muhammad) membacakannya kepada manusia secara perlahan-lahan dan Kami benar-benar menurunkannya secara bertahap.” (QS Al Isra: 106).

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Rasulullah SAW Hendak Diracun Lewat Hidangan Paha Kambing



Jakarta

Kisah ini terjadi setelah peristiwa penaklukan Khaibar. Seseorang hendak meracuni dan mencelakai Rasulullah SAW lewat makanan berbahan paha kambing.

Hidangan olahan paha kambing ini dibawa kepada Rasulullah SAW oleh seorang wanita Yahudi. Ternyata hidangan ini telah dibubuhi racun.

Dalam buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW oleh Abdurrahman bin Abdul Karim, Anas bin Malik menuturkan, “Ada seorang wanita Yahudi yang datang menemui Rasulullah SAW dengan membawa seekor kambing yang telah diracun. Lalu, beliau memakannya. Kemudian wanita itu ditangkap dengan bukti daging kambing tersebut. Sejak saat itu, aku senantiasa melihat bekas racun tersebut pada langit-langit mulut Rasulullah SAW.”


Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam bukunya yang berjudul Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 2 menuliskan kisah ini lewat hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah RA.

Hadits ini menceritakan peristiwa buruk yang hampir terjadi pada Rasulullah SAW.

“Ketika Khaibar takluk, Rasulullah SAW diberi hadiah berupa daging kambing yang sudah diracuni. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan, “Kumpulkan semua orang-orang Yahudi yang ada di sini.”

“Mereka pun berkumpul lalu Rasulullah SAW berkata, “Aku akan menanyakan sesuatu pada kalian, apakah kalian akan menjawab dengan jujur?” Mereka menjawab, “Ya wahai Abu Qasim.”

Rasulullah SAW bertanya, “Siapa ayah kalian?” Mereka menjawab, “Ayah kami fulan.” Rasulullah SAW berkata, “Kalian dusta, ayah kalian adalah fulan.” Mereka berkata, “Kau benar dan bagus.”

Rasulullah SAW berkata, “Aku akan menanyakan sesuatu pada kalian apakah kalian akan menjawab dengan jujur?” Mereka menjawab, “Ya, Abu Qasim. Jika kami berdusta engkau pasti tahu seperti halnya engkau mengetahui ayah kami yang sebenarnya.”

Rasulullah SAW bertanya kepada mereka, “Siapa penghuni neraka itu?” Mereka menjawab, “Kami berada di sana selang beberapa lama setelah itu kalian menggantikan kami.”

Rasulullah SAW berkata, “Masuklah kalian ke sana, demi Allah kami tidak akan menggantikan kalian di sana selamanya.”

Rasulullah SAW kembali berkata, “Aku akan menanyakan sesuatu pada kalian apakah kalian akan menjawab dengan jujur?” Mereka menjawab, “Ya, wahai Abu Qasim.”

Beliau bertanya, “Apa kalian meracuni daging kambing ini?” Mereka menjawab, “Ya”

Rasulullah SAW bertanya, “Apa yang mendorong kalian melakukan hal itu?” Mereka menjawab, “Kami ingin istirahat darimu jika kau berdusta, dan jika kau memang Nabi, itu tidak membahayakanmu.”

Dalam buku 55 Kisah dari hadis oleh Ad-Dien Abdul Kadir disebutkan bahwa peristiwa ini membuat Rasulullah SAW memaafkan Yahudi tersebut dan tidak menghukumnya.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Jahal dan Unta dari Raja Habib untuk Rasulullah SAW



Jakarta

Abu Jahal namanya, lelaki yang satu ini merupakan salah satu orang yang paling menentang Rasulullah SAW. Abu Jahal merupakan julukan yang artinya Bapak Kebodohan.

Mengutip buku Cerita Al Qur’an susunan M Zaenal Abidin, nama asli Abu Jahal adalah ‘Amir Ibnul Hasyim. Allah SWT berfirman dalam surah Al Hajj ayat 8,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُّجَادِلُ فِى اللّٰهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَّلَا هُدًى وَّلَا كِتٰبٍ مُّنِيْرٍ ۙ


Artinya: “Dan di antara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang memberi penerangan.”

Abu Jahal Al Makhzumi merupakan satu dari sekian banyak tokoh yang berpengaruh di Quraisy pada masanya. Namun, ia dikenal dengan sikapnya yang sangat menentang memusuhi Rasulullah SAW.

Selain menentang ajaran Islam, Abu Jahal juga bersikap sombong. Ia merasa lebih unggul dari yang lain hingga sosoknya digambarkan sebagai orang yang zalim.

Abu Jahal tidak pernah setuju dengan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Sebisa mungkin dirinya selalu mengajak masyarakat Makkah untuk mengingkari apa yang disampaikan sang rasul.

Dikisahkan dalam Buku Dahsyatnya Tobat: 42 Kisah Orang yang Bertobat oleh Isnaeni Fuad, suatu hari ada seorang raja di Makkah yang berterimakasih kepada Rasulullah SAW karena telah membuatnya beriman. Ini dikarenakan sang nabi menunjukkan mukjizatnya yaitu membelah dan menyatukan bulan.

Raja tersebut lantas memberikan Nabi SAW hadiah berupa lima ekor unta dengan bawaan emas, perak, dan kain serta beberapa budak. Tetapi, ketika rombongan itu mendekati kota Makkah, Abu Jahal menghadang dan ingi merebutnya hingga terjadi perkelahian.

Keributan tersebut baru reda ketika warga Makkah dan paman-paman Rasulullah SAW turun tangan. Namun, Abu Jahal bersikeras bahwa hadiah itu ditujukan kepadanya.

Akhirnya, Nabi Muhammad SAW mengusulkan agar masalah tersebut diselesaikan dengan cara menanyakan kepada unta-unta yang membawa hadiah. Bila benar hadiah itu untuk sang rasul, maka mereka akan memberi jawaban jujur.

Abu Jahal menolak usulan tersebut, ia meminta agar masalah ditunda hingga esok hari. Mendengar itu, Nabi Muhammad SAW setuju akan usulannya seperti diceritakan dalam buku Kisah Hewan-Hewan pada Zaman Nabi dan Rasul susunan Aifa Syah.

Singkat cerita, hari berganti. Abu Jahal pergi ke kuil berhala dan berdoa sampai pagi hari berharap mendapat dukungan dari para berhala itu.

Ketika matahari terbit, penduduk Makkah berkumpul di tempat hadiah-hadiah yang diberikan sang raja. Begitu pula Rasulullah SAW dan Abu Jahal.

Dengan penuh percaya diri, Abu Jahal meminta unta-unta tersebut berbicara atas nama berhalanya yaitu Latta, Uzza dan Manat. Namun, tak satu pun dari hewan berpunuk itu memberi jawaban seperti yang diminta Abu Jahal.

Atas izin Allah SWT, unta-unta tersebut berbicara dengan suara yang nyaring dan dapat dipahami oleh seluruh orang yang hadir saat itu bahwa mereka adalah hadiah dari Raja Habib bin Malik untuk Rasulullah SAW. Mendengar hal itu, Abu Jahal malu bukan kepalang.

Setelah Abu Jahal menjauh dan pergi, Rasulullah SAW lantas membawa unta-unta tersebut ke Gunung Abu Qubais. Seluruh muatan emas, perak, dan kain dielu-elukan menjadi satu tumpukan.

Rasulullah SAW menyatakan kepada tumpukan hadiah yang berharga itu, “Jadilah kalian tanah,”

Dengan mukjizat yang dianugerahi Allah SWT tumpukan emas, perak, dan kain yang merupakan hadiah dari Habib bin Malik berubah menjadi pasir.

Wallahu a’lam.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Cerita tentang Nabi Muhammad Singkat dan Penuh Hikmah


Jakarta

Nabi Muhammad SAW adalah nabi dan rasul terakhir utusan Allah SWT. Semasa hidup, beliau mendapat banyak cobaan terutama saat berdakwah kepada kaumnya.

Membaca cerita tentang nabi Muhammad SAW sama halnya dengan mengikuti jejak beliau, sebagaimana firman Allah SWT bahwa ada suri teladan pada diri Rasulullah SAW.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ ٢١


Artinya: “Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.” (QS Al Ahzab: 21)

Cerita Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Menurut buku Kisah Nabi Muhammad SAW karya Ajen Dianawati, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal yang bertepatan dengan tahun pasukan gajah menyerang Kota Makkah.

Nabi Muhammad SAW lahir dari keluarga terhormat. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthalib, ibunya bernama Aminah binti Wahab.

Abdullah merupakan seorang saudagar yang bepergian ke kota Syam. Ketika singgah di Madinah, beliau jatuh sakit, dan meninggal dunia di sana. Kala itu, Nabi Muhammad SAW masih dalam kandungan.

Setelah Rasulullah SAW lahir, ibunya segera menyerahkannya kepada Halimah Sa’diah untuk disusukan. Hal ini lantaran budaya di Arab, menyerahkan anak mereka kepada ibu-ibu di pedesaaan, supaya anak-anak yang lahir ini akan merasakan udara segar di desa dan kehidupan sederhana mereka.

Empat tahun lamanya Rasulullah SAW diasuh oleh Halimah Sa’diah. Tepat di usia 6 tahun beliau dikembalikan kepada ibu aslinya (Aminah).

Cerita Masa Kanak-kanak Nabi Muhammad SAW

Setelah kembali kepada ibunya, setiap tahun Nabi Muhammad SAW selalu dibawa oleh ibunya ke Madinah untuk berziarah ke makam ayahnya sekaligus bertemu dengan sanak saudaranya di sana.

Pada saat perjalanan pulang dari Madinah, di suatu tempat bernama Abwa (desa terletak antara Makkah dan Madinah), ibunya jatuh sakit lalu meninggal dunia di tempat ini.

Maka, sejak saat itu Nabi Muhammad SAW menjadi yatim-piatu. Beliau kemudian diasuh oleh kakeknya bernama Abdul Muthalib, seorang terkemuka di Kota Makkah. Sayangnya kebersamaan ini tak bertahan lama karena sang kakek meninggal dunia 2 tahun setelah itu.

Lalu, berdasarkan wasiat kakeknya, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh pamannya bernama Abu Thalib (ayah Ali bin Abi Thalib).

Berbeda dengan kakeknya, paman Rasulullah SAW mempunyai banyak anak dan ekonominya kurang, untuk mencukupi kehidupan sehari-harinya, paman nabi seringkali berdagang pergi ke negeri Syam.

Perjalanan Pertama Nabi Muhammad SAW

Ketika usia Nabi Muhammad SAW mencapai 13 tahun, barulah beliau diizinkan pamannya untuk ikut berdagang ke Syam. Dalam perjalanan, mereka singgah di suatu desa dan bertemu dengan seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira.

Buhaira berkata kepada paman Nabi SAW, “Sesungguhnya anak saudara ini akan mendapatkan kedudukan yang tinggi, maka segeralah pulang dan jagalah ia dari serangan orang-orang Yahudi.”

Mengikuti perkataan pendeta tersebut, paman Nabi Muhmmad SAW segera membawa pulang nabi kembali ke Kota Makkah.

Cerita Pembelahan Dada Nabi Muhammad SAW

Menurut buku Hadits-hadits Tarbiyah karya Wafi Marzuqi Ammar, ada 2 peristiwa pembelahan dada Nabi Muhammad SAW. Pertama ketika masih kecil dan kedua saat pengangkatan menjadi nabi.

Pembelahan Pertama

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kedua kitab Shahih-nya, Rasulullah menceritakan, ketika usianya mendekati delapan tahun, beliau keluar mengembala kambing bersama saudara laki-lakinya radha’nya. Sedangkan ibu radha’nya yang menyusui keduanya adalah Halimah Sa’diah.

Ketika nabi bersama saudaranya sedang mengembala kambing di padang pasir, tiba-tiba dua malaikat berpakaian putih turun dari langit. Keduanya mengambil Rasulullah SAW dan membaringkannya di tanah. Ketika Muhammad SAW sudah berbaring di tanah, keduanya membelah dada beliau.

Pembelahan Kedua

Adapun cerita pembelahan dada Nabi Muhammad SAW yang kedua terdapat dalam hadits di bawah ini.

Anas bin Malik RA berkata, “Kami pernah melihat bekas jahitan pada dada beliau.” Karenanya dada beliau tampak lapang dan luar, tidak pernah marah kecuali terhadap hal-hal yang melanggar ketentuan Allah SWT.

Sebagaimana firman Allah SWt dalam surah Al Qalam ayat 4

وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ ٤

Artinya: “Sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

Cerita Masa-masa Sulit Dakwah Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu pertama di Gua Hira saat beliau berumur 40 tahun. Sejak setelah itu, beliau diperintahkan berdakwah.

Wahyu pertama Nabi Muhammad SAW adalah surah Al ‘Alaq ayat 1-5.

Perjalanan dakwah Nabi Muhammad SAW tidak mudah. Dalam sejumlah kitab sirah nabawiyah dikatakan, Nabi Muhammad SAW harus berdakwah secara sembunyi-sembunyi selama hampir tiga tahun di Makkah. Ini dilakukan untuk menjaga keselamatan umatnya dari kekejaman orang-orang kafir.

Hingga akhirnya beliau berdakwah secara terang-terangan. Dakwah ini berlangsung selama 10 tahun.

Kekejaman kaum kafir quraisy tak juga berhenti. Rasulullah SAW mendapat penolakan sana-sini dan para pengikutnya mendapat ancaman kekerasan dari orang-orang kafir.

Allah SWT kemudian memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk hijrah meninggalkan Makkah. Hijrah berlangsung secara bertahap. Nabi Muhammad SAW akhirnya tiba di Madinah dan berdakwah di sana selama 10 tahun sebelum akhirnya wafat.

Cerita Wafatnya Nabi Muhammad SAW

Menurut buku 30 Kisah Nabi Muhammad SAW: Perjalanan Hidup Sang Rasul dari Lahir hingga Wafat karya Ali Muakhir, menjelang akhir hayat, Nabi Muhammad SAW datang ke masjid untuk salat berjamaah. Sambil dipapah oleh dua orang laki-laki, Abu Bakar sebagai imam sempat mundur, tetapi Rasulullah SAW memberi isyarat supaya tetap menjadi imam salat.

Setelah salat, Nabi Muhammad SAW minta didudukkan di samping Abu Bakar RA. “Dudukan aku di samping Abu Bakar,” pinta Nabi Muhammad SAW kepada kedua orang yang memapahnya.

Saat itu, tanda kepergian Nabi Muhammad SAW sudah tampak. Beliau pun memanggil Fatimah, putri yang amat disayanginya. Beliau membisikan sesuatu kepada Fatimah hingga membuatnya menangis.

“Apa yang Rasulullah SAW bisikkan kepadamu, Fatimah?” tanya Aisyah penasaran.

“Beliau berbisik bahwa beliau akan segera wafat, maka aku menangis. Beliau berbisik bahwa aku keluarga pertama yang akan menyusul beliau, maka aku tersenyum,” ungkap Fatimah yang membuat dada Aisyah sesak.

Kemudian, Aisyah menyandarkan tubuh Nabi Muhammad SAW di pangkuannya. Saat itu, di tangan Abdurrahman bin Abu Bakar ada siwak, Aisyah yang jeli menyadari bahwa pandangan Nabi Muhammad SAW tertuju kepada siwak tersebut, sehingga Aisyah mengambil siwak.

Aisyah lantas melunakan siwak itu dan menggosokannya ke gigi Baginda Nabi Muhammad SAW, bersamaan dengan Rasulullah SAW yang memasukan kedua tangannya ke dalam bejana berisi air di sampingnya.

“Laa ilaha illallah. Sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya,” katanya.

Beliau mengangkat kedua tangan, pandangan matanya tertuju pada langit-langit, dan kedua bibirnya bergerak-gerak. Aisyah mencoba mendengar apa yang beliau katakan. “Ya Allah ampunilah aku; rahmatilah aku; dan pertemukanlah aku dengan Kekasih yang Mahatinggi. Ya Allah, Kekasih yang Mahatinggi. Ya Allah, Kekasih yang Mahatinggi.” Beliau mengulang kalimat terakhir tiga kali, lalu kedua tangannya tergolek lemas. Beliau meninggal dunia. Beliau kembali ke pangkuan ilahi Rabbi, zat pemilik alam semesta beserta isinya.

Beliau meninggal saat waktu Dhuha sedang memanas, pada hari Senin 12 Rabi’ul Awal, tahun 11 Hijriah. Ketika itu, beliau berusia 63 tahun lebih 4 hari. Semua sahabat berduka, begitu pun umat Islam di seluruh dunia.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Nabi Muhammad Diangkat Menjadi Rasul pada Usia 40 Tahun, Begini Kisahnya


Jakarta

Nabi Muhammad SAW adalah figur yang sangat penting dalam Islam, yang kehidupannya sarat dengan makna mendalam. Salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah Islam adalah saat beliau diangkat sebagai Rasul.

Nabi Muhammad SAW diutus sebagai penerang untuk membimbing umat manusia dari kegelapan menuju cahaya iman. Di tengah masyarakat yang diliputi oleh kejahiliahan, penyembahan berhala, dan ketidakadilan, kehadiran beliau sebagai Rasul membawa misi rahmatan lil ‘alamin, yaitu membawa rahmat bagi seluruh alam.

Kapan Nabi Muhammad Diangkat Menjadi Rasul?

Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul saat beliau menginjak usia 40. Dijelaskan dalam buku karya Ajen Dianawati yang berjudul Kisah Nabi Muhammad SAW, Nabi Muhammad SAW diangkat sebagai Rasul pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 Masehi.


Pada saat itu, beliau menerima wahyu pertama dari Malaikat Jibril ketika sedang berada di Gua Hira.

Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul ketika menerima wahyu pertama, yaitu Surah Al-Alaq https://www.detik.com/hikmah/quran-online/al-alaq ayat 1-5, di Gua Hira. Menjelang usia 40 tahun, beliau sering mengasingkan diri di gua yang terletak di Jabal Nur itu karena merasakan ketidakselarasan antara nilai kebenaran dengan kondisi masyarakat saat itu.

Selama masa pengasingannya, Nabi Muhammad SAW membawa bekal berupa air dan roti gandum, dan tinggal di gua kecil yang memiliki panjang 4 hasta dan lebar sekitar 1,75 hasta.

Pada bulan Ramadhan, beliau memanfaatkan waktunya untuk beribadah dan merenungkan keagungan ciptaan Allah SWT, serta memikirkan ketidaksesuaian antara nilai-nilai kebenaran dengan praktik kehidupan sosial yang masih dipenuhi oleh kemusyrikan.

Kisah Pengangkatan Nabi Muhammad Menjadi Rasul

Masih mengacu sumber yang sama, peristiwa pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Allah diceritakan terjadi ketika beliau sedang beribadah di Gua Hira. Di tempat tersebut, beliau sering merenungkan berbagai masalah dan memikirkannya dengan mendalam.

Tiba-tiba, seorang laki-laki yang tak dikenal mendekatinya. Laki-laki itu langsung memeluk Nabi Muhammad sambil berkata “Bacalah hai Muhammad!”

Kemudian Nabi Muhammad menjawabnya dengan mengatakan “Saya tidak bisa membaca.” Laki-laki itu melepas pelukannya dan kembali berkata, “Bacalah hai Muhammad!”

Nabi Muhammad SAW tetap memberikan jawaban yang sama, “Saya tidak bisa membaca.” Hingga akhirnya, laki-laki tersebut mengajarkan Nabi Muhammad untuk membaca surah Iqra atau Al-Alaq ayat 1-5 sampai beliau hafal. Sosok laki-laki itu ternyata adalah Malaikat Jibril.

Setelah kejadian tersebut, Nabi Muhammad SAW pulang dan memberi tahu istrinya, Siti Khadijah. Beliau pulang dengan wajah yang sangat pucat dan tubuh yang lemas. Siti Khadijah pun langsung bertanya, “Apa yang terjadi, suamiku?”

Nabi Muhammad SAW tidak segera menjawab pertanyaan itu, melainkan meminta istrinya untuk menyelimutinya. “Selimuti aku, Khadijah, selimuti aku!”

Setelah ketakutan Nabi Muhammad SAW perlahan mereda berkat dukungan Siti Khadijah, akhirnya beliau menceritakan peristiwa tersebut kepada istrinya. Setelah mendengar cerita suaminya, Siti Khadijah kemudian mendatangi Waraqah, seorang ahli Injil dan Taurat, untuk menyampaikan kabar tersebut.

“Sungguh suamimu telah mendapatkan wahyu, sebagaimana wahyu pernah datang kepada Nabi Musa. Sesungguhnya, di akan menjadi Rasul umat ini,” terang Waraqah.

Siti Khadijah memang telah memiliki firasat dan ternyata terbukti benar bahwa suaminya telah diangkat menjadi Rasul Allah.

Setelah peristiwa itu, Siti Khadijah langsung memeluk Islam, menjadikannya orang pertama yang masuk Islam. Siti Khadijah juga menjadi pendukung pertama Nabi Muhammad SAW dalam mengemban wahyu tersebut.

Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun dan wafat pada usia 63 tahun. Selama 23 tahun perjalanan dakwahnya, beliau menghadapi tantangan yang sangat berat, terutama karena lingkungan sekitar masih dalam keadaan jahiliyah dan dikelilingi oleh orang-orang kejam dari kaum Quraisy.

Namun, dalam menyebarkan ajaran Islam, Nabi Muhammad SAW tidak sendirian. Beliau ditemani oleh istri dan para sahabatnya, seperti Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan lainnya.

Makna dari kisah pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul bagi umat Islam adalah sebagai tonggak awal penyebaran ajaran Islam yang membawa pencerahan dan petunjuk bagi umat manusia. Peristiwa ini juga menegaskan pentingnya misi Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah untuk mengajak umat manusia menuju jalan kebenaran dan ketauhidan.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Muhammad SAW Membelah Bulan dalam Al-Qur’an


Jakarta

Nabi Muhammad SAW dianugerahi sejumlah mukjizat di sepanjang kenabiannya oleh Allah SWT. Salah satunya adalah mukjizat membelah bulan dengan jarinya yang dijelaskan dalam Al-Qur’an.

Menurut surah Al Qamar ayat 1-3, Allah SWT menurunkan firman-Nya mengenai keajaiban ini:

(1) اِقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ


(2) وَاِنْ يَّرَوْا اٰيَةً يُّعْرِضُوْا وَيَقُوْلُوْا سِحْرٌ مُّسْتَمِرٌّ

(3) وَكَذَّبُوْا وَاتَّبَعُوْٓا اَهْوَاۤءَهُمْ وَكُلُّ اَمْرٍ مُّسْتَقِرٌّ

Artinya: Hari Kiamat makin dekat dan bulan terbelah. Jika mereka (kaum musyrik Makkah) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, “(Ini adalah) sihir yang terus-menerus.” Mereka mendustakan (Nabi Muhammad) dan mengikuti keinginan mereka, padahal setiap urusan telah ada ketetapannya.”

Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsir Jilid 7 yang diterjemahkan Abdul Ghoffar dan Abu Ihsan al-Atsari, ayat di atas menceritakan tentang penduduk Makkah pernah meminta Rasulullah SAW untuk menunjukkan tanda kekuasaan Allah SWT. Untuk itulah, bulan pernah terbelah menjadi dua pada masa Rasulullah SAW.

Meski demikian, para golongan kafir Quraisy di Makkah menolak tunduk atau meyakini tanda-tanda yang sudah ditunjukkan kepada mereka. Sebaliknya, mereka beranggapan bahwa tanda tersebut semata hanya pertunjukkan sihir.

Kisah Nabi Muhammad SAW Membelah Bulan

Diceritakan dalam buku 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW karya Fuad Abdurahman, kisah ini bermula saat Abu Jahal mengirim surat undangan kepada Habib ibn Malik, seorang raja di Syam. Habib berangkat bersama 12.000 pasukan berkuda menuju Makkah.

Saat tiba, Abu Jahal beserta para pembesar Quraisy menyambutnya dengan memberikan budak dan perhiasan.

Setelah duduk berhadapan, Habib bertanya kepada Abu Jahal tentang Nabi Muhammad SAW, namun Abu Jahal membantahnya, “Tuan, bertanyalah tentang bani Hasyim!” pinta Abu Jahal.

Habib menukas, “Siapakah Muhammad?”

Pembesar Quraisy yang menemui Abu Jahal menjawab, “Kami mengenalnya sejak kecil sebagai orang yang jujur dan bisa dipercaya. Saat berusia 40 tahun, ia berbalik menghina dan merendahkan Tuhan kami. Ia dakwahkan agama baru yang berbeda dari agama kami!”

“Bawalah ia ke hadapanku dengan suka rela! Bila tidak mau, paksalah!” kata Habib.

Kemudian, seseorang pergi memanggil Rasulullah SAW yang tanpa rasa takut sedikit pun datang menemui Habib ditemani sahabat setianya, Abu Bakar, dan istrinya, Khadijah.

Ketika Rasulullah SAW tiba di hadapan Habib, wajah beliau tampak bercahaya sehingga Habib tertegun dan berkata, “Hai Muhammad, engkau tahu bahwa setiap nabi memiliki mukjizat. Apakah kau juga memilikinya?”

“Apa yang engkau inginkan?” tanya Rasulullah SAW.

Habib berkata, “Aku ingin kau membuat matahari terbenam dan bulan merendah ke bumi, terbelah menjadi dua. Kemudian bulan itu bersatu lagi di atas kepalamu dan bersaksi atas kerasulanmu! Setelah itu, bulan kembali lagi ke langit dan bercahaya seperti purnama dan selanjutnya terbenam kembali serta matahari muncul seperti sedia kala!”

Mendengar permintaan Habib, Abu Jahal tersenyum jahat dan berkata, “Sungguh benar apa yang Tuan katakan! Permintaan Tuan sungguh luar biasa!”

Rasulullah SAW pergi meninggalkan Habib menuju Jabal Abu Qubaisy dan mendirikan salat dua rakaat. Setelah itu, beliau berdoa kepada Allah SWT.

Kemudian, Jibril datang dan berkata, “Assalamualaikum, ya Rasulullah. Allah menyampaikan salam kepadamu dan berfirman, ‘Kekasihku, janganlah kau bersedih dan bersusah hati! Aku selalu bersamamu. Pergilah temui mereka! Kuatkan hujahmu. Ketahuilah, Aku telah menundukkan matahari dan bulan, juga siang dan malam’.”

Saat itu hari beranjak sore dan matahari condong ke barat hingga akhirnya terbenam di ufuk barat. Semesta diliputi kegelapan, kemudian muncul bulan purnama.

Setelah bulan berada tepat di atas Rasulullah SAW, beliau memberi isyarat dengan jarinya. Bulan itu bergerak turun dan berhenti di hadapan beliau.

Lalu ia terbelah dua bagian. Selanjutnya, bulan berpadu lagi di atas kepala beliau dan bersaksi, “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”

Setelah itu bulan kembali naik ke langit dan matahari muncul kembali seperti semula, karena saat itu belum datang waktunya untuk terbenam.

Meskipun mukjizat ditampakkan begitu nyata di hadapan Abu Jahal, tetap saja Abu Jahal dan para pengikutnya menganggapnya sebagai sihir. Mereka tetap tak mau beriman.

Dikutip dari buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW karya Abdurrahman bin Abdul Karim, kisah ini juga diriwayatkan dalam salah satu hadits,

“Pada zaman Rasulullah SAW, bulan terbelah menjadi dua. Orang-orang kafir Makkah ikut menyaksikannya.” (HR Bukhari)

Dilansir dari buku Misteri Kedua Belah Tangan dalam Shalat, Dzikir, dan Doa karya Dr. KH. Bachruddin Hasyim Subky, untuk menjawab semua keraguan tentang kemungkinan terjadinya peristiwa luar biasa ini Imam Razi berpendapat dari berbagai hadits bahwa peristiwa tersebut mirip dengan gerhana bulan, di mana separuh bulan tampak di langit.

Namun, para ulama sepakat bahwa tidak ada alasan untuk meragukan kebenaran hadits-hadits Nabi tentang pembelahan bulan menjadi dua bagian. Wallahu a’lam.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Lahirnya Nabi Muhammad SAW bersama 4 Wanita Mulia



Jakarta

Nabi Muhammad SAW lahir sebagai manusia paling mulia. Momen kelahirannya pun diliputi hal menakjubkan. Aminah, sang ibunda, ditemani oleh empat wanita mulia saat proses persalinan.

Nabi Muhammad SAW lahir hari Senin, 12 Rabiul Awal pada tahun gajah.

Dalam Kitab Maulid ad-Diba’i, Syekh Abdurrahman ad Diba’i mengatakan saat malam kelahiran Nabi Muhammad SAW, langit seketika bergetar yang diliputi kebahagiaan. Disebutkan, lapisan langit dipenuhi cahaya terang dan para malaikat bergemuruh mengucapkan pujian kepada Allah SWT.


Merangkum buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW: Dari Sebelum Masa Kenabian hingga Sesudahnya karya Abdurrahman bin Abdul Karim dikisahkan bahwa Aminah tidak pernah merasa kelelahan dan letih selama mengandung Nabi Muhammad SAW. Di malam jelang persalinan, Allah SWT mengutus empat wanita agung yang membantu Aminah.

Keempat wanita ini adalah Siti Hawa, Siti Sarah istri Nabi Ibrahim RA, Asiyah binti Muzahim dan Siti Maryam, ibunda Nabi Isa AS.

Siti Hawa berkata kepada Aminah, “Sungguh beruntung engkau, wahai Aminah. Tidak ada di dunia ini wanita yang mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan seperti engkau. Sebentar lagi engkau akan melahirkan nabi agung junjungan alam semesta, Al Musthafa SAW. Kenalilah olehmu, sesungguhnya aku ini Hawa, ibunda seluruh umat manusia. Aku diperintahkan oleh Allah SWT untuk menemanimu.”

Tak lama kemudian, hadirlah Siti Sarah, istri Nabi Ibrahim AS. Ia berkata, “Sungguh, berbahagialah engkau, wahai Aminah. Tidak ada di dunia ini wanita yang mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan seperti engkau. Sebentar lagi, engkau akan melahirkan Nabi agung, seorang Nabi yang dianugerahi kesucian yang sempurna pada diri dan kepribadiannya.

Nabi agung yang ilmunya sebagai sumber ilmunya para nabi dan para kekasih-Nya. Nabi agung yang cahayanya meliputi seluruh alam. Dan, ketahuilah olehmu, wahai Aminah, sesungguhnya aku adalah Sarah, istri Nabiyullah Ibrahim AS. Aku diperintahkan oleh Allah SWT untuk menemanimu.”

Selanjutnya hadir diiringi aroma harum semerbak, seraya berkata, “Sungguh, berbahagialah engkau, wahai Aminah. Tidak ada di dunia ini wanita yang mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan seperti engkau. Sebentar lagi, engkau akan melahirkan Nabi agung, kekasih Allah SWT yang paling agung dan insan sempurna yang paling utama mendapatkan pujian dari Allah SWT dan seluruh makhluk-Nya. Aku adalah Asiyah binti Muzahim, yang diperintahkan oleh Allah SWT menemanimu.”

Wanita keempat yang hadir dengan kecantikannya adalah Siti Maryam, ibunda Nabi Isa AS. Ia berkata, “Sungguh, berbahagialah engkau wahai Aminah. Tidak ada di dunia ini wanita yang mendapatkan kemuliaan dan keberuntungan seperti engkau.

Sebentar lagi, engkau akan melahirkan Nabi agung yang dianugerahi Allah SWT mukjizat yang sangat agung dan sangat luar biasa. Beliaulah junjungan seluruh penghuni langit dan bumi, hanya untuk beliau semata segala bentuk sholawat Allah SWT dan salam sejahtera-Nya yang sempurna. Ketahuilah olehmu Aminah, sesungguhnya aku adalah Maryam, ibunda Nabi Isa AS.”

(dvs/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pohon Kurma Menangis Merindukan Rasulullah SAW



Jakarta

Di dalam sejarah Islam, terdapat sebuah kisah yang mengharukan dari masa Rasulullah SAW. Pada suatu Jumat di Masjid Nabawi, ada peristiwa yang membuat banyak orang terkejut dan terharu. Batang pohon kurma yang biasa digunakan Nabi Muhammad SAW sebagai tempat sandaran saat khutbah, tiba-tiba menangis.

Kisah tersebut diceritakan dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, ia berkata, “Rasulullah SAW biasa berkhutbah dengan bersandar pada sebuah batang pohon. Setelah dibuatkan mimbar, beliau pun berkhutbah dengan menggunakan mimbar. Maka tiba-tiba batang pohon itu merintih terus sehingga beliau turun untuk mengusapnya.” (HR Al-Bukhari dan At-Tirmidzi)

Diceritakan dalam kitab Al-Wafa bi Ahwal Al-Musthafa karya Ibnul Jauzi yang diterjemahkan Mahfud Hidayat dan Abdul Mu’iz, kisah bermula ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah setelah hijrah dari Makkah. Hal pertama yang beliau lakukan adalah membangun sebuah masjid yang kemudian dikenal dengan Masjid Nabawi.


Masjid tersebut dibangun di tempat berhentinya unta Rasulullah SAW. Menariknya, tanah berhentinya unta tersebut ternyata milik dua anak yatim bersaudara. Dengan penuh kebijaksanaan, Rasulullah SAW memutuskan untuk membeli tanah tersebut dari mereka.

Sebelum membangun masjid, Nabi Muhammad SAW memiliki kebiasaan berkhutbah dengan bersandar pada sebatang pohon kurma yang tumbuh di area tersebut. Pohon ini menjadi tempat favorit beliau untuk berdiri dan menyampaikan pesan-pesan penting kepada para pengikutnya.

Suatu hari, seorang wanita dari kaum Anshar mendekati Nabi Muhammad SAW dengan sebuah usulan. Ia memiliki seorang budak yang sangat terampil dalam pertukangan kayu. Wanita itu menawarkan jasa budaknya untuk membuatkan mimbar khusus bagi Nabi Muhammad SAW, agar beliau bisa berkhutbah dengan lebih nyaman.

“Wahai Rasulullah SAW, saya mempunyai sahaya. Ia pandai sekali dalam perkayuan. Apakah saya boleh menyuruh dia untuk membuatkan mimbar khutbah untukmu?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya, silahkan.”

Tak lama kemudian, mimbar yang indah pun selesai dibuat. Pada Jumat berikutnya, Nabi Muhammad SAW naik mimbar baru itu untuk menyampaikan khutbahnya. Namun, terjadilah sesuatu yang menakjubkan. Batang pohon kurma yang biasa dijadikan sandaran oleh Nabi SAW tiba-tiba mulai mengeluarkan suara rintihan, seolah-olah ia sedang menangis seperti seorang bayi.

Suara tangisan ini begitu menyayat hati, hingga menarik perhatian semua orang di masjid. Nabi Muhammad SAW, yang menyadari apa yang terjadi, turun dari mimbar barunya. Beliau mendekati batang pohon itu dan dengan lembut mengusapnya, seperti seorang ayah yang menenangkan anaknya yang sedang bersedih. Setelah itu beliau berkata kepadanya,

“Sekarang kamu boleh memilih antara ditanam di tempatmu semula, dengannya kamu dapat tumbuh berkembang sebagaimana sebelumnya, atau ditanam di surga, dengannya kamu bisa meresap sungai-sungai dan mata air di sana, lalu kamu akan tumbuh dengan baik dan buah-buahanmu nanti akan dipetik oleh para kekasih Allah SWT. Apa pilihanmu akan aku lakukan.”

Setelah diusap dan ditenangkan oleh Nabi Muhammad SAW, batang pohon itu pun berhenti merintih.

Nabi Muhammad SAW kemudian menjelaskan kepada para pengikutnya bahwa pohon itu merasa sedih karena ditinggalkan. Pohon itu telah lama menjadi tempat Nabi Muhammad SAW bersandar dan kini merasa kehilangan ketika tidak lagi digunakan.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya batang pohon ini merasa sedih setelah ia ditinggalkan.” (HR. Ahmad dan As-Suyuthi)

Ketika Masjid Nabawi diperbaiki beberapa waktu kemudian, batang pohon tersebut disimpan di rumah Ubay bin Ka’ab. Namun, seiring berjalannya waktu, batang pohon itu rusak dan dimakan rayap.

“Tatkala Masjid Nabawi dihancurkan untuk direnovasi, Ubay bin Ka’ab mengambil batang pohon tersebut dan ia simpan di rumahnya sampai rusak dan remuk dimakan rayap.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah)

Ketika itu, ia (ayah Buraidah) mendengar Rasulullah SAW bergumam, “Ya, sudah saya kabulkan.” Beliau mengatakan hal itu dua kali. Setelah itu ada seorang jemaah yang menanyakannya kepada beliau. Maka akhirnya beliau menjawab, “Batang pohon itu lebih memilih aku untuk menanamnya di surga.” (HR Ad-Darimi)

Kisah ini menunjukkan betapa tinggi kedudukan beliau di hadapan Allah SWT dan betapa semua makhluk menghormati dan mencintai beliau.

Al-Hasan selalu menangis jika mengingat cerita ini. Ia berkata, “Wahai hamba-hamba Allah SWT, sebuah kayu saja merintih pada Rasulullah SAW karena merindukannya. Ini menunjukkan ketinggian derajat beliau di hadapan Allah SWT. Kalian seharusnya lebih berhak untuk rindu ingin ketemu dengannya.”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Abu Jahal Siapanya Nabi Muhammad?


Jakarta

Dakwah Nabi Muhammad SAW tidak selalu berjalan mulus. Beliau kerap mendapat cobaan dari kaum kafir Quraisy yang membenci Al-Qur’an dan agama Islam.

Salah satu tokoh besar Quraisy yang terkenal menentang dakwah Nabi Muhammad SAW adalah Abu Jahal. Mengutip buku Cerita Al-Qur’an oleh M. Zaenal Abidin, nama asli Abu Jahal adalah Amir Ibnul Hasyim. Julukan Abu Jahal artinya Bapak Kebodohan.

Mengutip Tarikh Nabi Muhammad karya Moenawar Chalil, jika dilihat dari jalur keluarga, Abu Jahal memiliki hubungan keluarga yang jauh dengan Nabi Muhammad SAW.


Kisah Abu Jahal Ingin Mencelakai Nabi Muhammad SAW

Abu Jahal dikenal kejam dalam membenci Nabi Muhammad SAW. Ada kisah Abu Jahal dalam menentang dakwah Nabi Muhammad SAW dan hendak mencelakainya meskipun selalu gagal.

Kembali mengutip buku Tarikh Nabi Muhammad, Abu Jahal sempat mencoba memukul kepala Nabi Muhammad SAW dengan batu saat beliau sedang salat. Namun, saat ia ingin melempar sebuah batu, ia justru terhempas ke belakang.

Abu Jahal bersaksi bahwa ia melihat seekor unta besar yang hendak menendangnya, sehingga ia berusaha menghindar. Namun, kawan-kawannya tidak mempercayai cerita itu dan tidak menghiraukan perkataan Abu Jahal lagi karena dianggap pembohong.

Lalu dalam kisah lain yang dikutip dari buku Cerita Al-Qur’an, Abu Jahal sempat meminta Nabi Muhammad SAW ke rumahnya, ia mengaku sakit keras. Nabi Muhammad SAW yang menerima kabar tersebut datang ke rumah Abu Jahal tanpa menaruh curiga sedikit pun.

Setibanya di rumah Abu Jahal, Nabi Muhammad SAW hanya berdiri di depan pintu kamarnya tanpa masuk. Abu Jahal yang sudah menanti kedatangan Nabi Muhammad SAW segera beranjak dari tempat tidur.

Ia menghampiri Nabi Muhammad SAW yang menjenguknya, namun apa yang terjadi? Abu Jahal malah terperosok ke dalam lubang yang ia buat sendiri. Rupanya, Abu Jahal hendak menjebak dan mencelakai Nabi Muhammad SAW. Kabar bahwa Abu Jahal sedang sakit adalah akal-akalan Abu Jahal.

Abu Jahal Ditaklukkan di Perang Badar

Mengutip buku Nabi Muhammad Sang Pejuang Hebat karya, Perang Badar salah satu perang Islam utama yang mengubah wajah sejarah Islam dan menegaskan arah perjalanan umat Islam. Perang ini menjadi lentera penerang jalan kaum muslimin dan membawa mereka kepada kemenangan yang langgeng.

Merangkum buku Dua Sahabat Penakluk Abu Jahal karya Fadila Harum, dua pemuda Anshar bernama Muadz bin Amr dan Muawwidz bin Atra adalah orang yang sedih melihat Nabi Muhammad SAW dimusuhi oleh Abu Jahal. Meskipun pada saat Perang Badar kedua sahabat itu masih berusia belasan tahun, Nabi Muhammad SAW melihat potensi yang bagus dari diri mereka untuk berperang.

Melihat Abu Jahal di Medan perang, Muadz dan Muawwidz tidak ragu untuk mendekati Abu Jahal. Dengan gagah berani keduanya bersama-sama menghadapi prajurit-prajurit Quraisy dan dapat berhadapan langsung dengan Abu Jahal.

Dikisahkan bahwa Mu’awwidz berhasil menyabet kaki Abu Jahal hingga tersungkur sekarat. Dia tidak dapat bergerak namun masih cukup sadar untuk merasakan azabnya.

Saat berada diambang kematian, Abu Jahal masih sempat menatap Abdullah bin Mas’ud seraya berkata, “Beritahukanlah kepada Nabi kalian bahwa saya telah membencinya sepanjang hidup saya, dan bahkan sampai saat ini, api kebencian masih membara di hati saya.”

Kemudian, Abdullah bin Mas’ud memenggal kepala Abu Jahal. Kepala Abu Jahal dibawa ke Nabi Muhammad SAW sedangkan mayatnya dilemparkan ke dalam sumur tempat mayat-mayat kaum musyrik dilemparkan, yakni di dalam sumur Badar.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Laba-laba Tak Boleh Dibunuh, Benarkah Berjasa pada Nabi?


Jakarta

Kisah laba-laba yang berjasa pada Nabi Muhammad SAW sering kali menjadi sorotan, khususnya terkait pertanyaan kenapa laba-laba tidak boleh dibunuh menurut Islam? Cerita ini berakar pada peristiwa penting ketika Rasulullah SAW bersembunyi di Gua Tsur untuk menghindari kejaran kaum kafir Quraisy.

Dalam kisah tersebut, seekor laba-laba menenun jaringnya di depan pintu gua, sehingga membuat para pengejar mengira tidak ada siapa pun di dalam gua.

Laba-laba ini dipercaya berperan penting dalam melindungi Rasulullah SAW dari bahaya yang mengancam. Sehingga, dalam pandangan sebagian orang, laba-laba dianggap makhluk yang berjasa dan sebaiknya tidak dibunuh. Namun, benarkah hal ini? Bagaimana Islam melihat kisah ini dalam perspektif yang lebih luas?


Peran Laba-laba pada Masa Nabi Muhammad SAW

Dijelaskan pada buku Kisah Hewan Dalam Al-Qur’an 2 tulisan Ahmad Bahjat, kisah mengenai seekor laba-laba yang berjasa dalam melindungi Nabi Muhammad SAW selama hijrah adalah salah satu cerita yang begitu dikenang dalam sejarah Islam. Peristiwa ini terjadi saat Rasulullah SAW dan sahabatnya, Abu Bakar, dikejar oleh kaum Quraisy setelah meninggalkan Makkah dalam perjalanan hijrah ke Madinah.

Mereka mencari perlindungan di sebuah tempat yang terpencil dan strategis, yaitu Gua Tsur, sebuah gua yang terletak di bukit di sebelah selatan Kota Mekah arah ke Yaman. Gua ini dikenal sangat sunyi, angker dan jauh dari keramaian, sehingga menjadi tempat yang tepat untuk bersembunyi dari pengejaran.

Ketika Rasulullah SAW dan Abu Bakar RA memasuki gua tersebut, kaum Quraisy yang mengejar hampir menemukan mereka. Namun, dengan izin Allah SWT, seekor laba-laba segera menjalankan tugasnya, yaitu menenun jaring yang begitu rapat di mulut gua. Jaring tersebut sangat kuat meskipun terlihat begitu lemah dan tipis.

Keajaiban inilah yang menjadi penghalang besar bagi kaum Quraisy untuk melanjutkan pengejaran, karena mereka melihat jaring itu masih utuh dan tidak tampak tanda-tanda baru adanya orang yang masuk ke dalam gua. Kaum Quraisy pun berpikir tidak mungkin ada seseorang yang masuk ke dalam gua tersebut tanpa merusak jaring laba-laba yang ada.

Kisah ini tertuang dalam hadits dan juga didukung oleh ayat Al-Qur’an. Dalam surah At-Taubah ayat 40, Allah SWT berfirman:

اِلَّا تَنْصُرُوْهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللّٰهُ اِذْ اَخْرَجَهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ثَانِيَ اثْنَيْنِ اِذْ هُمَا فِى الْغَارِ اِذْ يَقُوْلُ لِصَاحِبِهٖ لَا تَحْزَنْ اِنَّ اللّٰهَ مَعَنَاۚ فَاَنْزَلَ اللّٰهُ سَكِيْنَتَهٗ عَلَيْهِ وَاَيَّدَهٗ بِجُنُوْدٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا السُّفْلٰىۗ وَكَلِمَةُ اللّٰهِ هِيَ الْعُلْيَاۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

Artinya: “Jika kamu tidak menolongnya (Nabi Muhammad), sungguh Allah telah menolongnya, (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Makkah), sedangkan dia salah satu dari dua orang, ketika keduanya berada dalam gua, ketika dia berkata kepada sahabatnya, “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka, Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Nabi Muhammad), memperkuatnya dengan bala tentara (malaikat) yang tidak kamu lihat, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu seruan yang paling rendah. (Sebaliknya,) firman Allah itulah yang paling tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah SWT memberikan pertolongan kepada Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar RA saat berada di gua dengan cara yang tidak terduga. Melalui laba-laba yang menenun jaringnya, Allah SWT menunjukkan bahwa pertolongan-Nya dapat datang dari makhluk sekecil apapun, bahkan dari sesuatu yang tampak rapuh seperti jaring laba-laba. Rasulullah SAW juga menguatkan Abu Bakar RA agar tidak bersedih dan tetap percaya bahwa Allah SWT selalu bersama mereka.

Dalam upaya kami melakukan riset mendalam mengenai hukum membunuh laba-laba menurut Islam, kami dari tim detikhikmah tidak menemukan dalil atau hukum yang secara eksplisit melarang pembunuhan laba-laba.

Hingga saat ini, tidak ada ayat Al-Qur’an atau hadits yang secara khusus menyebutkan larangan atau perintah terkait membunuh laba-laba. Meskipun laba-laba memiliki peran penting dalam beberapa kisah Islam, seperti membantu melindungi Nabi Muhammad SAW selama hijrah ke Gua Tsur, tidak ada ketentuan syar’i yang mengatur tentang membunuh atau tidak membunuhnya.

Namun, ada beberapa hewan yang dilarang untuk dibunuh menurut Islam berdasarkan hadits yang dikutip dari buku Blak-blakan Bahas Mapel Pendidikan Agama Islam SMP yang ditulis oleh Jondra Pianda. Hewan-hewan yang disebutkan dalam hadits ini adalah semut, lebah, burung hud-hud, dan burung hantu. Salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW melarang membunuh empat jenis hewan. Hadits ini berbunyi:

“Dari Ibnu Abbas RA, Nabi Muhammad SAW telah melarang membunuh empat macam binatang yaitu semut, lebah, burung hud-hud, dan burung hantu (sardi).” (HR. Ahmad dan lainnya).

Adapun laba-laba, meskipun tidak disebutkan dalam hadits atau dalil manapun, peranannya dalam sejarah Islam membuat kita seharusnya menghargai dan tidak serta-merta membunuhnya tanpa alasan yang jelas. Meski tidak ada larangan eksplisit, menjaga keseimbangan ekosistem adalah bagian dari adab Islam yang mengajarkan untuk tidak melakukan kerusakan di muka bumi.

Cara Mengusir Laba-laba Tanpa Membuhuhnya

Bagi Anda yang ingin menjaga kebersihan rumah tanpa harus membunuh laba-laba, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengusirnya dengan mudah. Berikut ini adalah beberapa tips sederhana yang bisa diterapkan di rumah agar laba-laba tidak datang kembali yang dilansir dari situs Forbes.

1. Gunakan Penyedot Debu

Bersihkan sarang laba-laba di sudut-sudut ruangan, lemari, atau di bawah furnitur menggunakan penyedot debu. Pastikan kantong debu segera dibuang untuk mencegah laba-laba kembali.

2. Gunakan Minyak Esensial Peppermint atau Eucalyptus

Campurkan minyak esensial ini dengan air, lalu semprotkan di area yang sering dikunjungi laba-laba. Mereka tidak menyukai aroma kuat dari minyak ini.

3. Semprotan Lemon dan Air

Laba-laba tidak menyukai bau jeruk. Campurkan air dengan perasan lemon, lalu semprotkan di sudut-sudut ruangan atau area lain yang sering dihuni laba-laba.

4. Semprotkan Cuka Putih

Campurkan cuka dengan air dan semprotkan di area yang sering didatangi laba-laba. Bau asam dari cuka membuat laba-laba menjauh tanpa membunuhnya.

5. Taburkan Soda Kue

Taburkan soda kue di sudut-sudut rumah atau area yang sering dihuni laba-laba. Soda kue akan membuat mereka menghindari tempat tersebut.

6. Gunakan Cangkir dan Kertas

Tangkap laba-laba dengan cangkir dan selembar kertas. Dekatkan cangkir ke laba-laba dan gunakan kertas untuk menutup bagian bawah. Setelah itu, lepaskan laba-laba di luar rumah.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com