Tag Archives: Nabi Muhammad

Jemput Ramadan dengan Persiapan yang Matang



Jakarta

Ramadan merupakan bulan suci yang paling dinantikan oleh seluruh umat Islam. Berbeda dengan bulan-bulan lainnya, pahala yang didapatkan seorang muslim pada bulan Ramadan akan dilipatgandakan oleh Allah SWT.

Ketika bulan Ramadan tiba, kita harus menjemputnya dengan baik. Saking mulianya Ramadan, para nabi bahkan merasa iri terhadap Nabi Muhammad SAW.

Berkaitan dengan itu, Prof Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa ada sebuah hadits yang menyebutkan jika nabi-nabi sebelum Muhammad diberi kesempatan hidup kembali, maka mereka ingin menjadi umat Rasulullah karena terdapat bulan penuh ampunan, yaitu Ramadan.


Sebagai umat Rasulullah SAW, rasanya sayang apabila kita tidak bersungguh-sungguh untuk memanfaatkan bulan Ramadan. Terlebih pada bulan tersebut ada malam lailatul qadar, sebuah malam yang lebih istimewa dari seribu bulan.

“Angka yang paling tinggi pada saat turunnya Al-Qur’an adalah seribu. Seandainya ada angka triliun, mungkin ayat itu berbunyi malam lailatul qadar lebih mulia daripada satu triliun tahun,” tutur Prof Nasaruddin dalam detikKultum detikcom, Kamis (23/3/2023).

Ia menjelaskan, pada bulan Ramadan hampir semua peristiwa-peristiwa penting terjadi di bulan tersebut, seperti pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai nabi yang ditandai dengan nuzulul Qur’an. Bahkan, dari segi sejarah pun banyak momen-momen yang terjadi di bulan Ramadan.

“Kita bisa lihat dalam sejarah, Perang Badar terjadi dahsyat sekali dan dimenangkan Rasulullah pada bulan suci Ramadan,” tambah Prof Nasaruddin.

Tak hanya itu, peristiwa kemerdekaan Indonesia juga berlangsung ketika bulan suci, tepatnya pada tanggal 9 Ramadan. Kemenangan kerajaan-kerajaan lokal di Indonesia juga banyak ditaklukan di bulan Ramadan.

“Contohnya kerajaan Bone di Indonesia bagian timur, kerajaan besar, itu ditaklukan terakhir pada bulan suci Ramadan,” paparnya.

Menurut Prof Nasaruddin, bulan Ramadan menentukan warna sejarah Islam. Karenanya, ia mengajak seluruh umat Islam untuk lebih melakukan persiapan yang matang dalam menyambut bulan suci.

Apalagi, di tahun ini kita bisa beribadah dengan maksimal karena pandemi COVID-19 telah usai. Untuk itu, Prof Nasaruddin mengimbau kaum muslimin untuk lebih memakmurkan masjid di bulan suci Ramadan 2023.

“Mari kita menjadikan bulan suci Ramadan ini bulan penyelamat, saya sungguh sangat yakin bapak ibu sekalian sudah siap menjalani Ramadan tahun ini. Tidak ada Covid-19 yang menghalangi seperti tahun-tahun sebelumnya,” pungkasnya.

Selengkapnya detikKultum bersama Prof Nasaruddin Umar: Menjemput Ramadan DI SINI.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

detikKultum Habib Ja’far: Ramadan Adalah Bulannya Sedekah



Jakarta

Ramadan merupakan bulan yang baik untuk memperbanyak amal ibadah. Salah satunya dengan bersedekah.

Habib Ja’far menyebut, Ramadan adalah bulannya sedekah. Sebab, Rasulullah SAW paling banyak bersedekah pada bulan tersebut, bahkan dikatakan sedekah beliau sampai berkali-kali lipat.

“Di bulan Ramadan diceritakan oleh Sayyidah Aisyah kedermawanan Nabi Muhammad itu berkali-kali lipat lebih tinggi lagi. Lebih sering sedekah, lebih banyak lagi karena bulan Ramadan itu adalah bulannya sedekah,” ucap Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Jumat (24/3/2023).


Habib Ja’far menjelaskan, sedekah tidak harus berupa harta. Ia mencontohkan, dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda,

تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ

Artinya: “Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah bagimu.” (HR At-Tirmidzi)

“Membahagiakan orang lain dengan cara-cara yang baik itu adalah sedekah. Jadi, segala hal menjadi sedekah jikalau diberikan kepada orang lain dengan tujuan baik, cara yang baik, dan niat yang baik,” jelasnya.

Oleh karena itu, kata Habib Ja’far, sedekah harus menjadi identitas utama di bulan Ramadan karena begitu dahsyatnya pahala sedekah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

Artinya: “Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR Ahmad)

Ia menjelaskan lebih lanjut, sedekah merupakan satu dari tiga identitas orang bertakwa. Sebagaimana Allah SWT berfirman,

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ١٣٤

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran: 134)

Dalam hal ini, sedekah tidak harus menunggu kaya. Mengapa? Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Ramadan Adalah Bulannya Sedekah tonton DI SINI.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Sukses Dunia-Akhirat dengan Menghargai Waktu



Jakarta

Waktu merupakan harta yang paling berharga bagi umat manusia dalam menjalankan kehidupannya di dunia. Orang yang bisa mengendalikan waktu akan sukses di dunia dan selamat di akhirat.

Hal tersebut diungkapkan Habib Husein Ja’far dalam detikKultum detikcom, Sabtu (25/3/2023).

Habib Ja’far menyebut, saking berharganya waktu, peradaban-peradaban besar di muka bumi memiliki semboyan atas waktu. Misalnya orang Arab jahiliyah yang kerap berperang, menyebut waktu itu seperti pedang.


Begitu halnya dalam Islam. Allah SWT kerap bersumpah atas nama waktu dalam mengawali beberapa firman-Nya. Contohnya,

وَالْفَجْرِۙ ١

Artinya: “Demi waktu fajar, (QS Al Fajr: 1)

وَالْعَصْرِۙ ١

Artinya: “Demi masa.” (QS Al Asr: 1)

“Karena pentingnya waktu, maka kemudian Allah dan Nabi Muhammad mencoba secara praktis mendidik kita agar mengendalikan waktu,” terang Habib Ja’far.

“Sebab, orang yang sukses adalah orang yang berhasil mengendalikan waktu dan orang yang gagal adalah orang yang dikendalikan oleh waktu. Sukses di dunia maupun di akhirat,” imbuhnya.

Allah SWT juga telah menentukan segala sesuatu memiliki waktunya sendiri, salah satunya salat. Sebagaimana Dia berfirman dalam surah An Nisa ayat 103,

اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا

Artinya: “Sesungguhnya salat itu merupakan kewajiban yang waktunya telah ditentukan atas orang-orang mukmin.”

Lantas, apa hikmah di balik ketentuan Allah SWT atas waktu tersebut? Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Sukses Dunia-Akhirat dengan Menghargai Waktu tonton DI SINI.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Generasi Muslim Harus Jadi Pembaca dan Pengamal



Jakarta

Membaca adalah salah satu ibadah dalam Islam. Perintah membaca merupakan wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.

Hal tersebut diungkapkan Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Rabu (29/3/2023). Habib Ja’far menjelaskan, aktivitas membaca di sini meliputi berbagai hal.

“Apa yang perlu dibaca? Segala hal. Buku, alam semesta, bahkan diri kita sendiri diwajibkan bagi kita untuk membacanya,” kata Habib Ja’far.


Habib Ja’far menjelaskan lebih lanjut, perkara terpenting dalam hal ini adalah membaca atas nama Allah SWT. Sebab, semakin dalam kita membaca, semakin dalam pula kita tunduk pasrah terhadap Allah SWT.

Sebagaimana firman-Nya dalam surah Al ‘Alaq ayat 1,

اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ ١

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!”

Membaca menjadi perkara yang penting dalam Islam agar kita mengetahui sesuatu yang tidak pernah diketahui sebelumnya. “Karena ketika kita belum tahu, kita tentu tidak akan menghindari sesuatu yang buruk atau menjalankan sesuatu yang baik,” ujar Habib Ja’far.

Setelah membaca, kata Habib Ja’far, kita harus mengamalkannya. Sebab, dalam Islam membaca saja tidak cukup tanpa dilengkapi dengan mengamalkan atas apa yang telah kita baca. Demikian halnya jika hanya mengamalkan tanpa membaca, itu bisa menjadi perkara yang menyesatkan.

Habib Ja’far memberikan contoh perjuangan para ulama yang membaca dengan keterbatasannya kala itu. Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Generasi Muslim Harusnya Jadi Pembaca dan Pengamal tonton DI SINI.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Jangan Salahkan Keadaan, tapi Diri Kita Sendiri



Jakarta

Tak sedikit dari kita mungkin masih ada yang menyalahkan keadaan ketika hal itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Menurut Habib Ja’far, yang seharusnya disalahkan adalah diri kita sendiri.

Hal tersebut diungkapkan Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Jumat (31/3/2023). Habib mengawalinya dengan memberikan contoh orang yang berbuat maksiat saat bulan Ramadan menyebut itu bisa terjadi karena godaan setan. Padahal, menurut Habib, argumen tersebut hanyalah alibi.

“Bulan Ramadan argumen pembelaan itu biasanya disebut alibi ya, pembelaan yang mengada-ngada, bukan kebenaran (tapi) itu pembenaran. Itu dikritik oleh Allah melalui Nabi Muhammad yang mengatakan di bulan Ramadan itu salah satu keberkahannya adalah setan diiket,” ujar Habib Ja’far.


“Jadi, kalau di bulan Ramadan lo masih melakukan maksiat berarti bukan karena keadaan, bukan karena diganggu setan, tapi karena emang gua dan lo itu setannya. Itu the real kesurupan tu itu, bulan Ramadan masih maksiat,” imbuhnya.

Habib Ja’far menjelaskan, hal tersebut lantaran terdapat nafsu dalam diri yang tidak bisa kita kontrol. Sebab, kata Habib Ja’far, Allah SWT memberikan kedaulatan kepada setiap manusia untuk memilih keadaannya, yakni bermaksiat atau ibadah.

Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya: “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan tiap tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban.” (HR Bukhari dan Muslim)

Karena hal itulah, kata Habib Ja’far, kita tidak bisa menyalahkan keadaan. Namun, dalam hal ini, yang bisa disalahkan adalah diri kita sendiri, mengapa bisa terbawa keadaan.

Menurutnya, orang yang bisa mengendalikan keadaan adalah orang yang beruntung. Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Jangan Salahkan Keadaan, tapi Diri Kita Sendiri tonton DI SINI.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Setiap Keburukan Pasti Ada Kebaikannya



Jakarta

Kebaikan dan keburukan merupakan dua hal yang berpotensi ada pada setiap diri manusia. Menurut Habib Ja’far, di balik suatu keburukan pasti ada kebaikannya.

Hal tersebut diungkapkan Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Kamis (6/4/2023). Habib mengawalinya dengan mengatakan bahwa identitas umat Islam sebagaimana dibawakan Rasulullah SAW adalah selalu melihat kebaikan dan buta akan keburukan.

“Salah satu identitas umat Islam yang diproklamirkan oleh Nabi Muhammad itu adalah dia selalu melihat kebaikan dan buta akan keburukan. Sehingga dia selalu mengikuti jalan kebaikan dan tidak pernah ke-distract sama jalan keburukan,” ucap Habib Ja’far.


Habib Ja’far menjelaskan, seorang muslim sudah sepatutnya mencari hikmah di balik setiap keburukan. Sebab, kata Nabi SAW, pelajaran yang baik (al-hikmah) merupakan harta karun umat Islam yang harus kita cari.

Faktanya, kata Habib Ja’far, tidak ada manusia yang sepenuhnya buruk. Sebab, Allah SWT telah berfirman dalam surah Al Hijr ayat 29,

فَاِذَا سَوَّيْتُهٗ وَنَفَخْتُ فِيْهِ مِنْ رُّوْحِيْ فَقَعُوْا لَهٗ سٰجِدِيْنَ

Artinya: “Maka, apabila Aku telah menyempurnakan (kejadian)-nya dan telah meniupkan roh (ciptaan)-Ku ke dalamnya, menyungkurlah kamu kepadanya dengan bersujud.”

Habib Ja’far menjelaskan, maksud roh dalam ayat tersebut adalah fitrah yang mana Nabi SAW katakan itu adalah suatu kesucian yang ada pada setiap manusia. Fitrah akan terus ada dan umat Islam sebaiknya melihat orang lain dengan fitrah tersebut.

“Nah, kita sebaiknya berfokus kepada fitrah itu sebagai kebaikan dalam melihat manusia lain. Sehingga kita selalu optimis untuk bisa membuat dia menjadi baik dan lebih baik,” ujar Habib Ja’far.

Allah SWT juga telah memerintahkan kepada umat manusia agar tidak berputus asa dari rahmat-Nya. Dia berfirman,

۞ قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ ٥٣

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Az Zumar: 53)

Bagaimana caranya melihat kebaikan dalam suatu keburukan? Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Setiap Keburukan Pasti Ada Kebaikannya tonton DI SINI.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Rajin Ibadah kok Masalah Datang Bertubi-tubi?



Jakarta

Setiap orang pasti memiliki permasalahan dalam hidupnya, baik itu kecil maupun besar. Terkadang masalah justru datang bertubi-tubi meskipun kita rajin beribadah.

Menurut Habib Ja’far, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan permasalahan tak kunjung usai meskipun kita telah rajin beribadah kepada Allah SWT. Pertama, kata Habib, masalah tersebut adalah cara Allah SWT untuk meningkatkan kualitas hidup kita.

“Kadang Allah kasih masalah untuk menyadarkan kita dari kesalahan kita justru atau meningkatkan kualitas kita agar lebih tinggi lagi dalam kebahagiaannya di dunia atau dalam keselamatannya di akhirat. Maka, Allah kasih masalah sebagai apa? Sebagai ujian,” ujar Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Sabtu (8/4/2023).


Habib Ja’far menjelaskan, datangnya permasalahan yang tak kunjung usai tersebut bisa jadi adalah bentuk kecintaan Allah SWT kepada hamba-Nya. Contohnya adalah Nabi Muhammad SAW yang mendapatkan berbagai ujian ketika menyebarkan Islam, sebab beliau adalah nabi paling dicintai Allah SWT di antara para nabi dan rasul lainnya.

“Oleh karena itu, masalah itu bisa jadi benar, dia tidak salah, untuk membenarkan kita dari kesalahan atau untuk meningkatkan kualitas kebenaran kita menjadi lebih baik,” jelas Habib Ja’far.

Kemungkinan kedua, masalah yang datang bertubi-tubi padahal kita rajin beribadah terjadi karena kita menganggap ibadah itu sebatas hubungan kita kepada Allah SWT (hablumminallah). Padahal, hubungan antar sesama manusia (habluminannas) atau yang sering disebut usaha kita juga termasuk ibadah.

Allah SWT berfirman dalam surah At Taubah ayat 105,

وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهٗ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَۚ

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.”

Sehingga, kata Habib Ja’far, bisa jadi masalah tidak kunjung selesai karena pola pikir kita tentang ibadah itu sempit, seolah-olah hanya berupa ritual kepada Allah SWT seperti salat, puasa, zakat, dan lain sebagainya.

Ketiga, permasalahan merupakan cara Allah SWT untuk menguatkan mental, fisik, dan segala sesuatu dari kita. Mengapa demikian? Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Rajin Ibadah kok Masalah Datang Bertubi-tubi? tonton DI SINI.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Tingkat Ketebalan Alam Ghaib Seseorang



Jakarta

Mempelajari alam ghaib bukan hal yang mudah. Terlebih, alam ghaib tidak dapat dijangkau oleh panca indera, sehingga dibutuhkan hati dan pikiran yang tenang untuk memahami hal tersebut.

Berkenaan dengan itu, Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom, Selasa (11/4/2023) membahas tentang alam ghaib. Dia menilai, definisi alam ghaib bagi setiap individu berbeda.

“Definisinya sangat relatif bagi setiap orang. Ada yang alam ghaibnya sangat tebal, ada yang alam ghaibnya sangat transparan,” urainya.


Tingkat ketebalan alam ghaib itu menunjukkan bahwa diri kita masih perlu pembersihan. Orang yang batinnya suci seperti wali atau nabi umumnya alam ghaibnya sudah sangat transparan.

Sebaliknya, mereka yang alam ghaibnya masih tebal harus memperbaiki kualitas spiritualnya. Bulan suci Ramadan menjadi momentum untuk membersihkan diri agar mendapat pandangan batin yang tajam.

“Orang yang diberikan ketajaman batin itu bisa menembus alam ghaib, conntohnya sebelum ada musibah, ada mimpi yang datang di tengah malam. Ada orang yang seperti itu,” kata Prof Nasaruddin menjelaskan.

Dia menegaskan, masing-masing orang alam ghaibnya tidak sama. Dalam sebuah hadits, ada istilah yang menyebut seseorang mampu meminjam mata Tuhan untuk melihat dan telinga Tuhan untuk mendengar.

Contoh nyata dari istilah tersebut ialah Nabi Muhammad SAW. Menurut penuturan Prof Nasaruddin, Rasulullah mampu melihat masa depan dan masa silam, hal ini tentu menunjukkan tingkat ketebalan alam ghaib beliau yang sudah transparan.

“Tapi nanti kalau kita sudah berada di alam barzah, kita sudah bukan lagi berada di alam ghaib karena kita menjadi bagian dari ghaib itu sendiri,” urainya.

Pun, ketika kita berada di alam barzah kita masih akan mengalami alam ghaib berikutnya, yaitu surga dan neraka. Dengan demikian, Prof Nasaruddin mengimbau kaum muslimin untuk mengevaluasi perjalanan hidup, apakah semakin hari semakin transparan alam ghaib kita atau sebaliknya.

Dalam surat Qaf ayat 22, Allah SWT berfirman:

لَّقَدْ كُنتَ فِى غَفْلَةٍ مِّنْ هَٰذَا فَكَشَفْنَا عَنكَ غِطَآءَكَ فَبَصَرُكَ ٱلْيَوْمَ حَدِيدٌ

Arab latin: Laqad kunta fī gaflatim min hāżā fa kasyafnā ‘angka giṭā`aka fa baṣarukal-yauma ḥadīd

Artinya: “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam,”

“Mari para pemirsa kita bermohon kepada Allah SWT semoga pandangan batin kita semakin dipertajam, terutama di bulan suci Ramadan ini,” pungkasnya.

Selengkapnya detikKultum Prof Nasaruddin Umar: Alam Ghaib dapat disaksikan DI SINI.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

detikKultum Habib Ja’far: Allah Adalah Penjaga Terbaik



Jakarta

Allah SWT adalah sebaik-baiknya penjaga. Habib Ja’far menyebut, penjagaan Allah SWT ini disertai dengan kecintaan-Nya kepada hamba-Nya melebihi kecintaan seorang hamba terhadap dirinya sendiri.

Hal tersebut diungkapkan Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Rabu (12/4/2023). Habib menyandarkan hal itu pada firman Allah SWT dalam surah Yusuf ayat 64,

قَالَ هَلْ اٰمَنُكُمْ عَلَيْهِ اِلَّا كَمَآ اَمِنْتُكُمْ عَلٰٓى اَخِيْهِ مِنْ قَبْلُۗ فَاللّٰهُ خَيْرٌ حٰفِظًا وَّهُوَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَ


Artinya: “Dia (Ya’qub) berkata, “Bagaimana aku akan memercayakannya (Bunyamin) kepadamu, seperti halnya dahulu aku telah memercayakan saudaranya (Yusuf) kepada kamu? Allah adalah penjaga yang terbaik dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.”

Habib Ja’far menjelaskan bahwa Allah SWT begitu dekat dengan kita, hamba-Nya. Kedekatan ini mencakup pemeliharaan, pengawasan, dan sebagainya.

“Bukan berarti kedekatan itu yang bersifat tempat, tapi kedekatan itu dalam sifat pemeliharaan, penjagaan, pengawasan, dan lain sebagainya yang menurut sebagian ulama diwakili oleh para malaikat,” ujar Habib Ja’far.

Sebagaimana Allah SWT berfirman,

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهٖ نَفْسُهٗ ۖوَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ ١٦

Artinya: “Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh dirinya. Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS Qaf: 16)

Salah satu kisah yang menunjukkan betapa dekatnya Allah SWT kepada hamba-Nya dalam penjagaan adalah saat Abu Bakar Ash Shiddiq RA menemani hijrah Nabi Muhammad SAW dalam kejaran kaum kafir Quraisy. Habib Ja’far menceritakan, kala itu keduanya bersembunyi di Gua Tsur.

Abu Bakar Ash Shiddiq lantas bertanya kepada Nabi SAW, apakah musuhnya akan menemukan mereka. Lalu, Nabi SAW bersabda,

لَا تَحْزَنْ اِنَّ اللّٰهَ مَعَنَاۚ

Artinya: “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.”

Kisah ini Allah SWT abadikan dalam surah At Taubah ayat 40. Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Allah Adalah Penjaga Terbaik tonton DI SINI.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

detikKultum Prof Nasaruddin Umar: Dahsyatnya Keutamaan Sholawat



Jakarta

Sholawat merupakan wujud cinta seorang muslim kepada Rasulullah SAW. Melalui sholawat, umat Islam memberi pujian sekaligus doa kepada nabi yang bernilai pahala.

Dalam detikKultum detikcom pada Kamis (13/4/2023), Prof Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa orang yang rajin bersholawat akan diberi syafaat oleh Nabi Muhammad SAW kelak.

“Jadi jangan memandang enteng sholawat nabi. Sholawat itu adalah bentuk komunikasi batin dengan Rasulullah SAW,” katanya menjelaskan.


Pada sebuah hadits, disebutkan juga bahwa keutamaan bersholawat, yaitu:

“Barang siapa yang bersholawat kepadaku sekali, maka Allah akan bersholawat untuknya 10 kali,” (HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa’i).

“Manusia yang paling berhak bersamaku pada hari kiamat ialah yang paling banyak membaca sholawat kepadaku,” (HR Tirmidzi).

Lebih lanjut Prof Nasaruddin menjelaskan, ketika kiamat dan Matahari hanya beberapa jengkal di atas kepala maka tidak ada yang bisa membantu manusia selain nabi. Bagaimana cara mendapatkan bantuannya? Yakni dengan rajin bersholawat dan membiasakan diri untuk melantunkan sholawat nabi.

Ruhnya Rasulullah tidak pernah mati, dia tahu. Dia (Nabi Muhammad SAW) tergetar hatinya manakala ada yang menyebutkan namanya (bersholawat),” bebernya.

Dalam surat Al Ahzab ayat 56 disebutkan bahwa yang bersholawat tidak hanya manusia, bahkan para malaikat sekalipun. Allah SWT berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

Arab latin: Innallāha wa malā`ikatahụ yuṣallụna ‘alan-nabiyy, yā ayyuhallażīna āmanụ ṣallụ ‘alaihi wa sallimụ taslīma

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya,”

Di Indonesia sendiri, lantunan sholawat berkisar hingga 100 lebih. Saking banyaknya, jumlah sholawat ini melebihi yang ada di Timur Tengah.

“Umat yang paling rajin bersholawat ini kayaknya Indonesia nih. Ada 100 lantunan sholawat di Indonesia,” kata Prof Nasaruddin Umar.

Selengkapnya detikKultum Prof Nasaruddin Umar: Sholawat bisa disaksikan DI SINI.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com