Tag Archives: Nabi Muhammad

Seseorang Tergantung Siapa Circle-nya, Selektiflah!



Jakarta

Lingkaran pertemanan, atau yang dalam bahasa Inggris disebut circle, turut mempengaruhi kepribadian seseorang. Hal itu juga memungkinkan akan menentukan puncaknya agama.

Hal tersebut dikatakan Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Sabtu (15/4/2023). Habib menyebut, circle dapat menentukan berbagai hal. Mulai dari hobi, pekerjaan, kuliner yang disukai, nasib, hingga agama. Circle dalam hal ini bisa berupa teman atau lingkungan.

“Dan puncaknya adalah apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad dalam riwayat Abu Hurairah, “Agama seseorang itu tergantung kepada teman dekatnya.” Maka selektiflah dalam memilih teman atau menentukan lingkungan di mana kita tinggal,” pinta Habib Ja’far.


Habib Ja’far menerangkan hal ini dengan memberikan perumpamaan sebagaimana disebut dalam sabda Nabi SAW bahwasanya seseorang dengan temannya itu adalah seperti pandai besi dan penjual minyak wangi.

Rasulullah SAW bersabda,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة

Artinya: “Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Bukhari dan Muslim)

Menurut Habib Ja’far, perumpamaan dalam hadits tersebut mengajarkan kepada kita agar berhati-hati dalam memilih lingkungan pertemanan supaya tidak membawa pengaruh buruk bagi kita.

Di sisi lain, kata Habib Ja’far, hadits tersebut juga mengajarkan bahwa ketika kita memiliki keimanan yang kuat, ekonomi yang mapan, dan kesadaran yang tinggi, seharusnya kita juga berkumpul dengan orang-orang yang lemah ekonominya, lemah imannya, dan lemah kesadarannya.

Mengapa demikian? Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Seseorang Tergantung Siapa Circle-nya, Selektiflah! tonton DI SINI.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Maksiat Terasa Asik karena Fitnah Dajjal



Jakarta

Sering kali berbuat maksiat terasa lebih mudah daripada berada di jalan ketaatan. Menurut Habib Ja’far, hal itu lantaran adanya fitnah Dajjal.

Habib Ja’far menjelaskan, sebenarnya maksiat itu tidak lebih mudah daripada taat. Ia menyebut, sesungguhnya yang terasa mudah adalah taat, terlebih Islam merupakan agama yang paling mudah di antara agama yang diturunkan Allah SWT sebelumnya.

“Nah kata kuncinya itu di terasa. Jadi tidak sebenarnya maksiat itu lebih mudah atau lebih enak daripada taat. Sebenarnya yang enak, yang mudah itu adalah taat,” ujar Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Selasa (18/4/2023).


Habib Ja’far menceritakan, dalam agama sebelumnya, yakni agama Nabi Musa AS, saat kaum bani Israil menyembah patung yang mereka sebut Samiri, mereka harus bunuh diri atau dibunuh oleh saudaranya ketika melakukan pertobatan.

Menurut riwayat Ibnu Abbas RA, akhirnya mereka yang wafat itu tercatat dalam keadaan syahid karena sudah bertobat. Adapun, yang masih hidup akan diampuni dosanya karena mereka telah berniat untuk tobat.

Sebagaimana Allah SWT berfirman,

وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهٖ يٰقَوْمِ اِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ اَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوْبُوْٓا اِلٰى بَارِىِٕكُمْ فَاقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ عِنْدَ بَارِىِٕكُمْۗ فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۗ اِنَّهٗ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ ٥٤

Artinya: “(Ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku, sesungguhnya kamu telah menzalimi dirimu sendiri dengan menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sembahan). Oleh karena itu, bertobatlah kepada Penciptamu dan bunuhlah dirimu. Itu lebih baik bagimu dalam pandangan Penciptamu. Dia akan menerima tobatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS Al Baqarah: 54)

Sementara itu, kata Habib Ja’far, jalan tobatnya umat Nabi Muhammad SAW itu mudah, yakni cukup dengan mengucap istighfar maka gugurlah dosa-dosa kita. Terlebih jika dilakukan pada bulan Ramadan ini.

“Sekali istighfar semua dosa sebanyak apapun sebesar apapun hilang dengan satu kali istighfar asalkan memang tulus dan tidak mempermainkannya. Itu hilang semua dosa-dosa apapun dosa kita, meskipun dosa menyekutukan Allah atau syirik sekalipun. Apalagi di bulan yang penuh pengampunan seperti Ramadan saat itu,” ujar Habib Ja’far.

Lantas, mengapa maksiat yang terasa asik disebabkan oleh fitnah Dajjal? Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Maksiat Terasa Asik karena Fitnah Dajjal tonton DI SINI.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Berapa Tahun Nabi Muhammad Tinggal di Madinah untuk Berdakwah?



Jakarta

Periode dakwah Nabi Muhammad SAW diketahui terbagi ke dalam dua kota yaitu, Makkah dan Madinah. Berapa tahun Nabi Muhammad SAW tinggal di Madinah untuk berdakwah?

Perjuangan dakwah periode Madinah yang dilakukan Rasulullah SAW tidaklah mudah. Di tempat baru semasa hijrah ini, tak sedikit fitnah didapati Rasulullah SAW selama menyebarkan ajaran Islam.

Dikutip dari buku Sejarah Kebudayaan Islam yang disusun oleh Abu Achmadi dan Sungarso, ketidaksukaan Yahudi, kebencian kaum munafik, dan permusuhan kaum Quraisy kerap kali menimbulkan perseteruan yang berujung pada peperangan di masyarakat Madinah.


Berbagai persoalan semasa berdakwah di kota yang dulu dikenal dengan Yatsrib ini berhasil diatasi oleh Rasulullah SAW. Pada puncaknya, beliau berhasil menaklukkan Kota Madinah dan menjadikannya bagian dari wilayah kekuasaan Islam.

Berapa Tahun Nabi Muhammad SAW Tinggal di Madinah?

Kedatangan Nabi Muhammad SAW di Madinah pada 12 Rabi’ul Awwal tahun pertama Hijriah merupakan awal dari dimulainya dakwah. Menurut keterangan hadits, Nabi Muhammad SAW tinggal di madinah selama 10 tahun di Madinah hingga akhir hayatnya.

Adapun sebelumnya, 13 tahun setelah menginjak usia 40 tahun awal kenabian, Nabi Muhammad SAW berdakwah di Makkah. Melansir buku Ringkasan Shahih Muslim oleh M. Nashiruddin al-Albani, keterangan tersebut didasarkan pada sebuah hadits yang mahsyur di kalangan ulama,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : أَقَامَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ ثَلَاثَ عَشْرَةَ سَنَةٌ يُوْحَى إِلَيْهِ ، وَبِالْمَدِينَةِ عَشْرًا ، وَمَات وَهُوَ ابْنُ ثَلَاثٍ وَسِيْنَ سَنَةً

Artinya: Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu berkata, “Rasulullah tinggal di Makkah selama 13 tahun sejak beliau menerima wahyu dan tinggal di Madinah selama 10 tahun. Beliau wafat dalam usia 63 tahun.” (HR Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan redaksi serupa yang menyebutkan Nabi Muhammad SAW tinggal di Madinah selama sepuluh tahun. Dari Ibnu Abbas RA,

“Rasulullah SAW tinggal di Makkah selama 15 tahun. Selama tujuh tahun beliau mendengar suara dan melihat cahaya tanpa ada wahyu dan selama delapan tahun beliau menerima wahyu. Beliau tinggal di Madinah selama 10 tahun.” (HR Muslim)

Selama kurang lebih tinggal 10 tahun di Madinah, Nabi Muhammad SAW fokus pada penguatan Islam dan dakwah. Setelah Rasulullah SAW mendapatkan perintah untuk hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau berangkat dan tiba di Madinah pada 12 Rabi’ul Awwal.

Dikutip melalui buku Pendidikan Agama Islam karya Bachrul Ilmy, setidaknya ada empat substansi dakwah pada periode dakwah Madinah.

Empat substansi tersebut adalah pembinaan akidah, ibadah, dan mu’amalah kaum muslim, pembinaan ukhuwah atau persaudaraan untuk menyatukan kaum muslim, pembinaan kader-kader perjuangan untuk mempertahankan wilayah dakwah, dan memetakan pertahanan dan sosial untuk menjaga stabilitas Madinah.

Adapun cara dakwah Nabi Muhammad SAW di Madinah di antaranya sebagai berikut.

Cara Dakwah Nabi Muhammad SAW di Madinah

1. Memberdayakan Masjid

Rasulullah SAW membangun dua masjid selama di Madinah yang dijadikan sebagai pusat kegiatan dakwah, yaitu Masjid Quba yang dibangun saat kedatangan pertamanya dan Masjid Nabawi yang kemudian dijadikan untuk mendidik para sahabatnya dan mengatur pemerintahan.

2. Melakukan Perjanjian dengan Kaum Yahudi

Selama dakwah di Madinah, Rasulullah SAW melakukan perjanjian untuk memperkokoh posisi kaum muslimin dari gangguan penduduk asli, bangsa Arab, maupun Yahudi. Hal ini juga dilakukan bertujuan secara umum untuk menjaga stabilitas di Madinah.

Perjanjian tersebut selanjutnya melahirkan Piagam Madinah. Piagam ini berisi sepuluh bab, di antaranya pembentukan ummat, hak asasi manusia, persatuan seagama, persatuan segenap warganegara, golongan minoritas, tugas warga negara, melindungi negara, pimpinan negara, politik perdamaian, dan bab terakhir merupakan penutup.

3. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Anshar

Rasulullah SAW berhasil mempersaudarakan dua kaum muslimin, yakni Muhajirin dan Anshar. Rasulullah SAW menganjurkan untuk kedua kaum tersebut untuk saling memupuk persaudaraan dan melarang adanya sentimen kesukuan. Hal ini dilakukan untuk semakin memperkuat umat Islam.

4. Mendirikan Pasar

Rasulullah SAW mendirikan pasar yang tidak jauh dari Masjid Nabawi agar supaya membangun perekonomian rakyat sekaligus sebagai sarana dakwahnya. Pasar ini dibangun untuk mendidik umat dalam mengatur roda perekonomian yang adil berdasarkan ajaran Islam.

Begitulah pembahasan kali ini mengenai berapa tahun Nabi Muhammad SAW tinggal di Madinah sekaligus strategi dakwah yang digunakan beliau di sana.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Rasulullah Berdakwah Sembunyi-sembunyi Selama 3 Tahun, Begini Kondisi Umat Islam



Jakarta

Periode dakwah secara sembunyi-sembunyi berlangsung selama 3 tahun. Dakwah tersebut dilakukan di kota Mekkah.

Menurut buku Mengapa Islam Memerintahkan Berperang susunan Muhammad Reza Rahardian, periode dakwah di Mekkah khusus untuk dakwah tauhid. Berbeda dengan di Madinah yang ruang lingkupnya meluas ke ilmu-ilmu lain seperti fiqih muamalah dan fiqih As-Siyar yang membahas tentang ilmu peperangan.

Kala itu, tauhid menjadi hal yang asing bagi penduduk Mekkah. Karenanya, Nabi Muhammad tidak langsung berdakwah secara terang-terangan.


Apabila penyampaian dakwah tauhid dilakukan tanpa metode yang tepat, tentu akan menyebabkan penduduk Mekkah terkejut dan berujung menolak ajaran yang disampaikan. Karenanya, Rasulullah berdakwah dengan sembunyi-sembunyi.

Nabi Muhammad tidak langsung menyebarkan kepada masyarakat Mekkah, melainkan memulainya dengan berdakwah kepada orang-orang terdekat, seperti anggota keluarga dan sahabat karibnya. Keluarga Rasulullah merupakan orang-orang baik dan selalu menghormati beliau, karena itu mereka lantas menerima agama Islam.

Mengutip dari buku Pendidikan Agama Islam: Sejarah Kebudayaan Islam yang ditulis oleh Drs Imam Subchi MA, pada periode dakwah sembunyi-sembunyi, Nabi Muhammad hanya menyampaikan ajaran dasar dari Islam. Ajaran itu mencakup tiga hal, yaitu keesaan Tuhan, penghapusan patung-patung berhala, dan kewajiban untuk beribadah ritual serta sosial demi mencari ridha Allah semata.

Kondisi Umat Islam pada Periode Dakwah Sembunyi-sembunyi

Merujuk pada sumber yang sama, pada periode tersebut umat Islam melaksanakan salat bersama para pengikut dan sahabatnya dengan cara sembunyi-sembunyi. Ini dimaksudkan agar tidak ketahuan oleh penduduk Mekkah.

Walau begitu, lama-kelamaan kabar tentang dakwah Islam sampai ke telinga kabilah Quraisy di Mekkah. Kala itu, mereka tidak terlalu peduli dengan dakwah Islam karena menganggap Nabi Muhammad sebagai orang yang peka terhadap urusan agama, tidak lebih dari itu.

Berlangsung selama 3 tahun, pada rentang waktu tersebut umat Islam yang jumlahnya masih sedikit saling menguatkan satu sama lain. Hingga akhirnya turunlah ayat Al-Qur’an yang memerintahkan Rasulullah untuk berdakwah secara terang-terangan kepada penduduk Mekkah.

Orang-orang yang Pertama Kali Menerima Ajaran Nabi Muhammad

Orang-orang yang pertama kali menerima ajaran dan seruan Rasulullah SAW disebut dengan as-sabiqunal awwalun. Arti dari kata tersebut ialah orang-orang yang pertama masuk Islam.

Sosok assabiqunal awwalun itu ialah, Khadijah istri Nabi mUhammad, Zaid bin Haritsah anak angkat Rasulullah, Ali bin Abi Thalib sepupu nabi, dan Abu Bakar yang merupakan sahabat karib beliau. Setelahnya, mereka turut melanjutkan jejak Rasulullah dalam menyebarkan agama Islam.

Abu Bakar berhasil mengajak 5 orang lainnya untuk memeluk agama Islam, mereka adalah Sa’ad bin Abi Waqqash, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Abdurrahman bin Auf, dan Utsman bin Affan. Selain nama-nama yang disebutkan, masih banyak orang-orang yang masuk Islam di awal-awal dakwah, mereka semua berasal dari kabilah Quraisy dan disebut sebagai sahabat, artinya orang-orang yang bertemu Rasulullah, beriman kepada beliau dan meninggal atas keimanan.

Menurut artikel berjudul Karakteristik dan Strategi Dakwah Rasulullah Muhammad SAW pada Periode Mekkah yang terbit di jurnal At Tabsyir, selama 10 tahun pertama berdakwah belum ada kemajuan yang berarti khususnya dalam jumlah umat Islam. Penekanan dakwah di Mekkah difokuskan pada keesaan Allah, karena kondisi Mekkah saat itu belum bertauhid.

Memulai Dakwah Terang-terangan di Mekkah

Setelah turun surat Ash-Shu’ara ayat 214, Nabi Muhammad mulai berdakwah secara terang-terangan. Adapun, bunyi dan arti dari ayat tersebut yaitu:

وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ ٱلْأَقْرَبِينَ

Arab latin: Wa anżir ‘asyīratakal-aqrabīn

Artinya: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,”

Setelahnya, Nabi Muhammad SAW mulai menampakkan dirinya ke publik. Beliau percaya diri untuk melakukannya karena mendapat perlindungan dari pamannya Abu Thalib, Nabi Muhammad lalu mendaki Bukit Shafa dan berseru kepada kabilah Quraisy.

Paman Nabi Muhammad lainnya yaitu Abu Lahab menanggapi dakwah beliau dengan ketus. Saat itulah turun firman Allah mengenai Abu Lahab dalam surat Al Lahab ayat 1-5.

تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّۗ

Arab latin: Tabbat yadā abī lahabiw wa tabb.

Artinya: 1. “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!”

مَآ اَغْنٰى عَنْهُ مَالُهٗ وَمَا كَسَبَۗ

Arab latin: Mā agnā ‘an-hu māluhụ wa mā kasab.

Artinya: 2. “Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan,”

سَيَصْلٰى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۙ

Arab latin: Sayaslā nāran żāta lahab.

Artinya: 3. “Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka),”

وَّامْرَاَتُهٗ ۗحَمَّالَةَ الْحَطَبِۚ

Arab latin: Wamra’atuh, hammālatal-hatab.

Artinya: 4. “Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah),”

فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ

Arab latin: Fī jīdihā hablum mim masad.

Artinya: “Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal,”

Seruan Nabi Muhammad dan celaan Abu Lahab mengisyaratkan dimulainya pertempuran antara dua ideologi, yaitu tauhid melawan kesyirikan.

Periode Dakwah di Madinah

Setelah berdakwah di Mekkah, Nabi Muhammad juga berdakwah di Madinah. Dijelaskan dalam buku Pendidikan Agama Islam yang disusun oleh Bachrul Ilmy, setidaknya ada empat bentuk nyata dari periode dakwah di Madinah.

Keempatnya adalah pembinaan akidah, ibadah, dan muamalah kaum muslim, pembinaan ukhuwah atau persaudaraan untuk menyatukan kaum muslim, pembinaan kader-kader perjuangan untuk mempertahankan wilayah dakwah, dan memetakan pertahanan dan sosial untuk menjaga stabilitas Madinah.

Adapun, cara berdakwah Nabi Muhammad pada periode Madinah yaitu:

  • Membangun masjid sebagai pusat kegiatan dakwah
  • Melakukan perjanjian dengan kaum Yahudi di Madinah
  • Mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar
  • Membangun ekonomi rakyat dengan mendirikan pasar

Demikian pembahasan mengenai periode dakwah secara sembunyi-sembunyi yang dilakukan di Mekkah. Semoga bermanfaat.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Isi Khutbah Rasulullah saat Haji Wada, Jadi Pengingat Umat Islam



Jakarta

Rasulullah SAW menjalankan khutbah terakhirnya saat melaksanakan Haji Wada atau haji perpisahan. Berikut ini adalah isi khutbah Rasulullah SAW saat Haji Wada.

Haji Wada atau yang juga dikenal sebagai Hujjat al-wada, merujuk pada haji perpisahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW pada tahun 632 M. Ibadah haji ini merupakan haji terakhir dan satu-satunya yang beliau lakukan dan dianggap sebagai momen penting dalam sejarah Islam.

Rasulullah SAW dalam khutbah terakhirnya memperingatkan umatnya agar tidak kembali kepada kekufuran, saling berperang, dan membawa kesengsaraan. Beliau juga menekankan pentingnya menjaga jiwa dan harta setiap Muslim, menghindari riba, waspada terhadap godaan setan, memperlakukan istri dengan baik, melaksanakan ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, serta mengikuti Al-Qur’an dan sunnahnya sebagai panduan hidup yang tak tergantikan.


Adapun isi lengkap dari khutbah terakhir Rasulullah SAW saat Haji Wada diriwayatkan oleh Jarir Radhiyallahu Anhu yang dikutip dari buku Samudra Keteladanan Muhammad oleh Nurul H. Maarif adalah sebagai berikut.

Isi Khutbah Rasulullah SAW saat Haji Wada

“Sungguh Nabi SAW bersabda padanya, pada Haji Wada (haji perpisahan/haji Nabi Muhammad SAW yang terakhir). Simaklah dengan baik wahai orang-orang, lalu beliau bersabda: ‘Jangan kalian kembali kepada kekufuran setelah aku wafat, saling bunuh dan memerangi satu sama lain.’ (HR Bukhari)

Setelah memuji dan bersyukur kepada Allah SWT, Rasulullah SAW kemudian menyampaikan,

“Wahai manusia, dengarlah baik-baik apa yang hendak kukatakan. Aku tidak mengetahui apakah aku dapat bertemu lagi dengan kamu semua selepas tahun ini. Oleh itu dengar teliti kata-kata ku ini dan sampaikanlah ia kepada orang-orang yang tidak dapat hadir di sini pada hari ini,”

“Wahai manusia sebagaimana kamu menganggap bulan ini, dan kota ini sebagai suci, maka anggaplah jiwa dan harta setiap orang muslim sebagai amanah yang suci. Kembalikan harta yang diamanahkan kepada kamu kepada pemiliknya yang berhak, janganlah kamu sakiti siapapun agar orang lain tidak menyakiti kamu pula,”

“Ingatlah sesungguhnya kamu akan menemui Tuhan kamu, dan Dia pasti akan membuat perhitungan di atas segala amalan kamu. Allah telah mengharamkan riba, oleh itu segala urusan yang melibatkan riba dibatalkan mulai sekarang.

Berwaspadalah terhadap setan demi keselamatan agama kamu. Dia telah berputus asa untuk menyesatkan kamu dalam perkara-perkara besar, maka berjaga-jagalah supaya tidak mengikuti dalam perkara-perkara kecil,”

“Wahai manusia, selayaknya kamu mempunyai hak atas para istri kamu, mereka juga mempunyai hak di atas kamu. Sekiranya mereka menyempurnakan hak mereka ke atas kamu, maka mereka juga berhak untuk diberi makan dan pakaian dalam suasana kasih sayang.

Layanilah wanita-wanita kamu dengan baik dan berlemah lembutlah terhadap mereka lantaran sesungguhnya mereka adalah teman dan pembantu kamu yang setia. Dan hak kamu atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang tidak kamu sukai ke dalam rumah kamu dan dilarang melakukan zina,”

“Wahai manusia, dengarkanlah bersungguh-sungguh kata-kata ku ini, sembahlah Allah dirikanlah sembahyang lima kali sehari, berpuasalah di bulan Ramadan dan tunaikan zakat dan harta kekayaan kamu. Kerjakanlah ‘ibadah haji’ sekiranya kamu mampu.

Ketahuilah setiap Muslim adalah saudara kepada Muslim yang lain. Kamu semua adalah sama, tidak seorang pun lebih mulia dari yang lainnya kecuali dalam taqwa dan beramal saleh,”

“Ingatlah, bahwa kamu akan menghadap Allah pada suatu hari untuk dipertanggungjawabkan di atas apa yang telah kamu kerjakan. Oleh itu, berhati-hatilah agar jangan sekali-kali kamu terluar dari landasan kebenaran selepas ketiadaanku,”

“Wahai manusia, tidak ada lagi nabi dan rasul yang akan datang selepasku dan tidak akan lahir agama baru. Oleh itu wahai manusia, timbanglah dengan betul dan pahamilah kata-kataku yang telah aku sampaikan kepada kamu,”

“Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kamu dua perkara, yang sekiranya kamu berpegang teguh dan mengikuti kedua-duanya, niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Al-Qur’an dan sunnahku,”

Demikian kurang lebih isi dari khutbah terakhir Rasulullah SAW yang disampaikan sebelum wafat. Wallahu a’lam bish-shawabi.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Seruan Rasulullah di Atas Bukit Shafa Ajak Kaum Quraisy Bertauhid



Jakarta

Bukit Shafa menjadi saksi perjalanan dakwah Rasulullah SAW. Di tempat inilah beliau menyeru kaum Quraisy secara terang-terangan perihal ajaran Islam.

Rasulullah SAW disebut menyeru dengan lengkingan yang tinggi saat di Bukit Shafa. Seruan tersebut merupakan seruan peringatan yang lazim digunakan untuk mengabarkan adanya serangan musuh atau terjadinya peristiwa besar.

Diceritakan dalam Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, seruan tersebut dilakukan usai Rasulullah SAW yakin terhadap janji Abu Thalib untuk melindungi dalam menyampaikan wahyu Allah SWT.


Hingga akhirnya, pada suatu hari Rasulullah SAW berdiri di atas Bukit Shafa dan berseru, “Wahai semua orang!” Maka semua suku Quraisy pun berkumpul memenuhi seruan beliau. Rasulullah SAW kemudian mengajak mereka bertauhid dan iman kepada risalah beliau serta iman kepada hari akhir.

Imam Bukhari dalam Shahih-nya meriwayatkan sebagian kisah ini dari Ibnu Abbas yang berkata, “Tatkala turun ayat ‘Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat’ (QS Asy Syu’ara: 214), maka Nabi SAW naik ke Shafa lalu berseru, ‘Wahai bani Fihr, wahai bani Adi!’ yang ditujukan kepada semua suku Quraisy.

Mereka semuanya berkumpul. Jika ada yang berhalangan hadir, mereka mengirim utusan untuk melihat apa yang sedang terjadi. Abu Lahab beserta para pemuka Quraisy juga ikut datang.

Rasulullah SAW melanjutkan seruannya, “Apa pendapat kalian jika kukabarkan bahwa di lembah ini ada pasukan kuda yang mengepung kalian, apakah kalian percaya kepadaku?”

“Benar. Kami tidak pernah mempunyai pengalaman bersama engkau kecuali kejujuran,” jawab mereka.

Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku memberi peringatan kepada kalian sebelum datangnya azab yang pedih.”

Abu Lahab berkata, “Celakalah engkau untuk selama-lamanya. Untuk inikah engkau mengumpulkan kami?”

Kemudian turun ayat, “Celakalah kedua tangan Abu Lahab. (QS Al Lahab: 1)”

Imam Muslim dalam Shahih-nya meriwayatkan bagian lain dari kisah ini dari Abu Hurairah RA, dia berkata, “Tatkala turun ayat ‘Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat’ (QS Asy Syu’ara: 214) beliau menyeru secara umum maupun khusus, lalu bersabda,

‘Wahai semua orang Quraisy, selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai bani Ka’ab, selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Wahai Fatimah binti Muhammad, selamatkanlah dirimu dari api neraka. Demi Allah, sesungguhnya aku tidak bisa berbuat apa pun terhadap diri kalian di hadapan Allah kecuali jika kalian mempunyai kerabat dekat, sehingga aku bisa membasahinya menurut kebasahannya.”

Berikut seruan Rasulullah SAW selengkapnya sebagaimana termuat dalam sejumlah Kitab Sirah Nabawiyah.

Wahai saudara-saudara Quraisy, tukarkanlah jiwa kalian demi Allah. Selamatkanlah diri kalian dari api neraka, sebab aku tidak membawa bahaya ataupun manfaat yang bisa menghindarkan kalian dari siksa Allah. Aku sama sekali tidak bisa membantu kalian untuk menghindar dari siksa Allah.

Wahai bani Ka’ab bin Lu’ay, selamatkanlah diri kalian dari siksa Allah!

Wahai bani Qushay, selamatkanlah diri kalian dari siksa Allah, sebab aku tidak membawa bahaya ataupun manfaat yang bisa menghindarkan kalian dari siksa Allah.

Wahai bani Abdi Manaf, selamatkanlah diri kalian dari siksa Allah, sebab aku tidak membawa bahaya ataupun manfaat yang bisa menghindarkan kalian dari siksa Allah. Aku sama sekali tidak bisa membantu kalian menghindar dari siksa Allah.

Wahai bani Abdi Syams, selamatkanlah diri kalian dari siksa Allah.

Wahai bani Hasyim, selamatkanlah diri kalian dari siksa Allah.

Wahai bani Abdul Muththalib, selamatkanlah diri kalian dari siksa Allah, sebab aku tidak membawa bahaya ataupun manfaat yang bisa menghindarkan kalian dari siksa Allah. Aku sama sekali tidak bisa membantu kalian menghindar dari siksa Allah.

Wahai Abbas bin Abdul Muththalib, aku sama sekali tidak bisa membantumu menghindar dari siksa Allah.

Wahai Shafiyah binti Abdul Muththalib, bibi Muhammad, aku sama sekali tidak bisa membantumu menghindar dari siksa Allah.

Wahai Fathimah putri Muhammad utusan Allah, aku sama sekali tidak bisa membantumu menghindar dari siksa Allah.

Wahai Fathimah putri Muhammad utusan Allah. Engkau boleh meminta hartaku sesuka hatimu, selamatkanlah dirimu dari api neraka, sebab aku tidak membawa bahaya ataupun manfaat yang bisa menghindarkanmu dari siksa Allah. Aku sama sekali tidak bisa membantumu menghindar dari siksa Allah.

Namun, kalian memiliki tali kekerabatan denganku. Aku akan berusaha menyambung sebatas haknya.

Setelah Nabi Muhammad SAW selesai menyampaikan peringatan, orang-orang membubarkan diri dengan berbagai respons. Hanya Abu Lahab yang merespons seruan di Bukit Shafa tersebut dengan cara yang buruk.

Saat ini Bukit Shafa digunakan sebagai salah satu lokasi utama dalam ibadah haji. Di tempat ini, jemaah akan berlari-lari kecil menuju Bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Rangkaian ibadah haji ini biasa disebut sa’i.

(kri/nwk)



Sumber : www.detik.com

Contoh Khutbah Jumat Jelang Bulan Maulid atau Rabiul Awal


Jakarta

Khutbah Jumat bulan maulid adalah khutbah Jumat yang dilaksanakan di bulan maulid, yakni bulan Rabiul Awal. Jumat ini bertepatan dengan hari-hari terakhir bulan Safar menuju bulan Rabiul Awal atau bulan kelahiran Rasulullah SAW yang juga dikenal dengan maulid nabi.

Nabi Muhammad SAW adalah orang yang paling mulia di seluruh dunia. Sebagai muslim yang baik, hendaknya kita selalu mengingat dan mengikuti ajaran serta sunah-sunah yang telah diajarkannya.

Salah satu cara untuk selalu menyertakan Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan ini adalah dengan mengingat-ingat ajaran dan kisahnya saat menyampaikan khutbah Jumat. Oleh karena itu, muslim bisa mengisi khutbah Jumat dengan khotbah-khotbah yang berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu bentuk kecintaan kita kepada beliau.


Berikut salah satu contoh khutbah Jumat bulan maulid yang diambil dari buku Khutbah Zaynul Atqiya’: Mimbar Dakwah LIM Lirboyo Kediri oleh Tim Kajian Ilmiah Lembaga Ittihadul Muballighin Ponpes Lirboyo. Khutbah Jumat ini bertajuk Menanamkan Rasa Cinta kepada Nabi Muhammad SAW.

Contoh Teks Khutbah Jumat Jelang Bulan Maulid

الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِنِعْمَةِ الْإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ. وَأَرْسَلَ عَلَيْنَا نَبِيَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَهْدِيَنَا بِهِدَايَتِهِ إِلى الدَّارِ السَّلَامِ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِينُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّهِ صَادِقُ الْوَعْدِ الْأَمِينُ اللَّهُمَّ صَلَّ وَسَلَّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِي جَمَعَ اللَّهُ فِيْهِ الصِّفَاتِ الْكَامِلِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Hadirin jemaah Jumat rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT dengan selalu mengamalkan syariat yang telah diajarkan oleh nabi Muhammad SAW.

Hadirin jemaah Jumat rahimakumullah,

Bulan ini adalah bulan Rabiul Awal atau bulan Maulid. Bulan dilahirkannya insan yang paling mulia, pemimpin seluruh umat manusia yaitu Nabi Muhammad SAW.

Beliau merupakan utusan yang membawa kabar gembira dari Allah SWT untuk mereka yang mau beriman dan taat beragama, juga membawa kabar menakutkan untuk mereka yang angkuh dan tidak mau patuh kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman:

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا. وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا منيرًا، وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ بِأَنَّ لَهُمْ مِنَ اللهِ فَضْلًا كَبِيرًا (الأحزاب: ٤٥- εV)

Artinya: “Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira, pemberi peringatan untuk menjadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi. Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin, sesungguhnya Allah memberikan mereka karunia yang begitu besar.” (QS Al-Ahzab: 45-47)

Hadirin jemaah Jumat rahimakumullah,

Pada bulan Maulid ini marilah kita tingkatkan rasa cinta kepada nabi Muhammad SAW dengan harapan semoga dengan rasa cinta itu kelak di akhirat kita dikumpulkan dengan beliau.

Hal ini bukanlah hal yang tidak mungkin karena nabi Muhammad SAW bersabda:

الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ. (رواه ابن مسعود)

Artinya: “Seseorang akan dikumpulkan dengan orang yang ia cintai.” (HR Ibnu Mas’ud RA)

Hadirin jemaah Jumat rahimakumullah,

Cinta kepada nabi merupakan hal yang sangat baik. Namun cinta itu bukan sekedar dengan mengucapkannya tetapi harus dengan bukti. Di antara bukti mencintai beliau adalah mengikuti perintah, perilaku dan menjauhi larangan-Nya.

Dalam diri nabi terdapat suri teladan kehidupan sehari-hari yang sangat patut untuk diikuti oleh para umatnya. Karena dengan menjadikan beliau sebagai suri teladan dalam menjalani hidup ini, maka insya Allah kita akan selamat dalam menjalani kehidupannya.

Allah SWT berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُوْلِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا. (الأحزاب: ٢١)

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah, (kedatangan) hari kiamat dan orang-orang yang banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab: 21)

Hadirin jemaah Jumat rahimakumullah,

Bukti kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW yang lain adalah dengan cara sering menyebut nama beliau. Dalam hal ini bisa diartikan dengan cara sering membaca salawat kepada Nabi Muhammad SAW, karena ciri seseorang yang benar-benar mencintai adalah sering menyebutkan orang yang ia cintai.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

مَنْ أَحَبُّ شَيْئًا أَكْثَرَ مِنْ ذِكْرِه. (رواه عائشة)

Artinya: “Barangsiapa mencintai sesuatu maka ia akan sering menyebutnya.” (HR Aisyah RA)

Ketika ada seseorang mengatakan bahwa ia mencintai Nabi namun ia tidak pernah membaca sholawat, maka ia belum termasuk orang yang benar-benar mencintai nabi.

Hadirin jemaah Jumat rahimakumullah, Nabi Muhammad SAW juga bersabda:

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً. (رواه عائشة)

Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku di hari kiamat adalah orang yang lebih sering membaca salawat kepadaku.” (H.R. Aisyah RA)

Membaca sholawat merupakan hal yang sangat positif bagi para pembacanya, karena satu salawat saja pahalanya akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali. Mencintai Nabi Muhammad SAW berarti juga mencintai para keluarga dan keturunannya karena hal tersebut juga merupakan salah satu bukti bahwa ia benar-benar mencintai nabi.

Ketika ada orang yang mengatakan cinta kepada nabi, akan tetapi perkataan dan perbuatannya terdapat hal-hal yang merendahkan, menghina dan bahkan menyakiti para keluarga beliau, maka dia bukanlah orang yang benar-benar mencintai Nabi melainkan dia hanyalah orang yang menyakiti nabi. Karena barangsiapa yang menyakiti keluarga nabi maka ia juga menyakiti nabi.

Hadirin jemaah Jumat rahimakumullah,

Merayakan hari kelahiran beliau merupakan salah satu bentuk ekspresi kita dalam menunjukkan rasa syukur kepada Allah SWT dengan dilahirkannya nabi yang menjadi penerang dan petunjuk bagi manusia.

Dan merayakannya merupakan wujud rasa cinta kita kepada Nabi Muhammad SAW.

Syaikh As-Sari As-Saqati berkata: “Barangsiapa yang menghadiri majelis maulid Nabi Muhammad SAW maka sungguh ia telah hadir di pertamanan surga, karena ia menghadiri majelis tersebut hanyalah karena rasa kecintaannya kepada Nabi Muhammad SAW.”

Senang dan gembira karena kelahiran nabi merupakan hal yang sangat baik karena dengan rasa kegembiraan itu insya Allah akan ada dampak positif yang kembali kepada kita. Seperti cerita tentang paman nabi yang bernama Abu Lahab. Ia mendapatkan keringanan siksa khusus pada hari Senin karena merasa gembira saat nabi dilahirkan. Bahkan ia juga memerdekakan budak yang memberi kabar tentang kelahiran nabi, yaitu budak wanita yang bernama Tsuwaibah.

Oleh karena itu, marilah kita senang dan gembira dengan kelahiran nabi. Abu Lahab saja yang tidak beragama Islam mendapatkan keringanan siksaan, apalagi kita sebagai umat Islam yang mengikuti nabi Muhammad SAW.

Hadirin jemaah Jumat rahimakumullah,

Marilah kita tingkatkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW dan marilah kita merasa gembira dengan kelahiran beliau.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

مَنْ أَحْيَا سُنَّتِيْ فَقَدْ أَحَبَّنِيْ وَمَنْ أَحَبَّنِيْ كَانَ مَعِيْ فِي الْجَنَّةِ. (رواهأنس)

Artinya: “Barangsiapa yang menghidupkan sunahku maka ia mencintaiku. Dan barangsiapa mencintaiku maka ia akan bersamaku di surga.” (HR Anas RA)

Oleh karena itu, marilah kita tingkatkan rasa cinta kepada baginda Nabi dengan harapan kita semua kelak akan dikumpulkan bersama beliau di surga Allah SWT. Aamiin yaa rabbal alamin.

أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيْمِ. قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللَّهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ. بارك الله في وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِكْرِ الْحَكِيمِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Misi Profetis Nabi Muhammad SAW



Jakarta

Secara historis, terjadi perbedaan pendapat tentang siapa pertama kali yang merayakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Satu pendapat mengatakan, Salahuddin al-Ayyubi (1193 M), pendiri Dinasti Ayyubiyyah (1171 M), adalah orang pertama yang mengajak umat Islam untuk merayakan Maulid Nabi sebagai upaya mempersatukan dan membangkitkan semangat umat Islam dalam menghadapi dinamika eksternal.

Sebagian lagi berpendapat, Dinasti Fatimiyyah (909-1171 M) yang pertama kali mentradisikan hal itu. Syiah-sebagai mazhab Dinasti Fatimiyyah-memang memiliki kebiasaan memperingati berbagai momentum yang berkaitan dengan ahlul bait, seperti Asyura dan tentu saja Maulid Nabi Muhammad SAW. Tidak penting berdebat mana pendapat yang kuat. Yang jelas, mengikuti dan mencintai Nabi Muhammad SAW merupakan perintah agama Islam kepada pengikutnya.

Tradisi memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW pada masyarakat muslim Indonesia juga sudah menjadi rutinitas yang khas. Tradisi ini tumbuh dan mengakar di hati umat karena ekspresi kecintaannya kepada utusan pembawa risalah Islam. Maulid Nabi juga merupakan luapan kegembiraan umat Islam atas lahirnya Nabi Muhammad SAW. Tegasnya, peringatan kelahiran Nabi diinspirasi al-Qur’an dan al-Hadits yang memerintahkan umatnya untuk mengikuti jejak dan teladannya dalam semua aspek kehidupan. Peringatan Maulid Nabi merupakan momentum yang tepat untuk menyadarkan kembali pentingnya umat Islam meneladani tokoh agung ini.


Tidak sulit menandai bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW pada masyarakat muslim Indonesia. Jika masjid, musala, pesantren dan masyarakat muslim menggelar berbagai pengajian dan pembacaan sejarah Rasulullah SAW (kitab al-Barjanzi, al-Burdah, Simtud Durar atau yang lainnya), berarti kini umat Islam telah memasuki bulan Maulud (Rabiul Awwal), bulan di mana Nabi Muhammad SAW lahir. Peringatan Maulid Nabi sarat makna dan emosional. Umat Islam diajak menyelami kehidupan tokoh agung dan membayangkan kehadirannya di majelis tersebut. Uraian sejarah perjuangan, sifat-sifat dan keutamaan Nabi Muhammad SAW yang disampaikan para mubalig menggenapi kekhusukan sekaligus menambah pemahaman umat Islam tentang Nabinya. Seorang Rasul panutan yang sempurna (kamal) sifatnya dan indah (jamal) kepribadiaannya. Rasul akhir zaman yang menegaskan bahwa dirinya adalah manusia dan ajarannya selalu memanusiakan manusia.

Menyempurnakan Akhlak

Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa “sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Bukhari, 273). Hadits ini menarik karena menempatkan akhlak sebagai misi utama seorang rasul, bukan meluruskan akidah atau mengoreksi ibadah, seperti kata para ustadz yang sering melontarkan kata kafir, bid’ah, musyrik dan menyalah-nyalahkan orang lain. Masalah akidah dan ibadah sangat penting, tetapi soal akhlak tidak kalah penting, bahkan sangat penting. Akhlak merupakan inti dan pondasi beragama.

Bermula dari perbaikan akhlak, maka soal yang lain lebih mudah dibereskan. Jika akhlaknya benar, maka dimensi ajaran Islam yang lain, seperti akidah, ibadah, dan hukum/ mu’amalah akan mengikuti. Seorang yang berakhlak akan menjaga dengan sekuat tenaga bahwa akidah Islam yang dianut pasti persis sama, sebagaimana ajaran al-Qur’an dan al-Hadits. Akidahnya lurus dan sahih, bukan akidah yang batil. Jika kepada sesama saja, seorang yang berakhlak akan menjaga akhlaknya, lebih-lebih ini menyangkut akhlak kepada Tuhannya, pastilah ia tidak akan mengkhianati ajaran agamanya. Sebab di dalam akidah, terkandung akhlak tertinggi hamba kepada Tuhannya. Dengan akhlaknya, ia berusaha mengenali Tuhannya, memahami sifat-sifat-Nya dan tidak menduakan Tuhannya.

Jika ada orang lain yang akidahnya dianggap kurang tepat akibat kejahilan, ia akan mengingatkannya dengan adab dan akhlak yang baik. Itulah esensi akhlak jika membingkai akidah. Kekakuan akidah yang umumnya berisi prinsip-prinsip Islam yang tidak bisa ditawar dan telah diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW, dapat didakwahkan dengan cara yang santun dan beretika. Harapannya tidak lain, makin banyak orang yang tercerahkan dengan keagungan agama Islam.
Begitu pula dengan ibadah sebagai praktik penghambaan umat Islam kepada Tuhannya. Pada dasarnya, ibadah kita adalah akhlak kita kepada Tuhan Sang Pencipta. Ibadah, baik yang mahdah maupun ghairu mahdah, sudah diatur sedemikian rupa, sehingga yang berakhlak akan mengikuti dan melaksanakan ajaran soal ibadah tersebut.

Ibadah mahdah diatur secara ketat tata caranya. Menambah atau mengurangi ibadah mahdah, dapat dipandang sebagai perilaku tidak sopan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dan secara hukum haram dilakukan. Berbeda dengan ibadah ghairu mahdah yang tata caranya tidak diatur secara rigid. Umat Islam bebas mengekspresikan segala kebaikan dan kemanfaatan kepada sesama, tentu yang tidak melanggar syariat Islam dan dalam bingkai akhlak.

Islam yang Humanis

Islam merupakan agama yang humanis, mudah, tidak memberatkan dan memanusiakan kemanusiaan. Ini merupakan konsekuensi logis dari misi Rasulullah SAW untuk menyempurnakan akhlak. Jika agama ini berat, maka misi menyempurnakan akhlak tidak akan terwujud. Alasannya karena Tuhan tidak ‘memperlakukan’ hamba-Nya dengan baik dan memberikan beban yang berlebihan kepadanya.

Allah SWT telah menegaskan bahwa seluruh kewajiban yang harus dilaksanakan umat Islam berada dalam takaran kemampuan manusia untuk melaksanakan (QS, 2: 286). Jika tidak mampu karena keadaan tertentu, ia boleh mengambil rukhsah (keringanan). Misalnya, shalat fardu wajib dilaksanakan seorang muslim dengan cara berdiri. Jika tidak mampu, ia boleh mengerjakan shalat dengan cara duduk atau berbaring. Jika sedang bepergian atau alasan syar’i lainnya, seorang muslim juga boleh men-jama’ (mengumpulkan dua shalat dalam satu waktu) dan meng-qashar (meringkas shalat dari empat rakaat menjadi dua rakaat). Begitu pula dengan kewajiban berpuasa, zakat dan haji. Seorang muslim boleh meng-qadha puasa di bulan selain Ramadan karena alasan sakit, bepergian dan alasan syar’i lainnya. Bila belum mampu, zakat dan haji bahkan boleh tidak dikerjakan.

Dua prinsip hukum Islam, yaitu menyedikitkan beban (qillatut taklif) dan menghilangkan segala kesulitan (‘adamul haraj) betul-betul menempatkan Islam sebagai agama yang manusiawi. Jika yang wajib saja semudah itu dikerjakan, apalagi amalan yang sunnah. Itu juga menjadi bukti bahwa kewajiban dalam Islam-baik dalam bentuk rukun Islam atau kewajiban bentuk lainnya-diperintahkan dalam frame ‘akhlak ilahi’ di mana manusia itu lemah dan tidak mungkin diberikan beban melebihi kemampuannya.

Demikianlah. Rasulullah SAW menempatkan akhlak sebagai misi utama kerasulannya. Karena itu, umatnya harus menjadikan pula akhlak sebagai pusat ikhtiar untuk menggapai kejayaan Islam dan muslimin. Akhlak dalam pengertian dan konteks yang luas, seperti akhlak dalam studi dan mengembangkan ilmu pengetahuan, akhlak berekonomi, termasuk juga akhlak dalam berpolitik.

Selamat merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW 1445 Hijriah.

Yaqut Cholil Qoumas
Menteri Agama RI

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Contoh Teks Pidato Isra Miraj yang Bisa Jadi Referensi



Jakarta

Isra Miraj adalah peristiwa luar biasa yang dialami oleh Rasulullah sebagai mukjizat dari-Nya. Pidato tentang hikmah perjalanan Rasulullah SAW dalam Isra Miraj bisa disampaikan pada kaum muslimin.

Dengan menyampaikan pidato atau ceramah mengenai Isra Miraj, diharapkan orang-orang muslim akan selalu mengingat peristiwa berharga ini sehingga bertambah keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.

1. Contoh Teks Pidato Isra Miraj

Teks pidato Isra Miraj yang pertama diambil dari buku Anti Panik Berbicara di Depan Umum oleh Asti Musman. Teks pidato Isra Miraj tersebut adalah sebagaimana berikut:


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kaum muslimin dan muslimat yang kami muliakan,

Mengawali pertemuan kita pada hari ini, marilah kita mengucapkan alhamdulillah sebagai salah satu cara kita bersyukur atas berbagai macam nikmat Allah yang dianugerahkan kepada kita. Salah satu nikmat-Nya yaitu pada kesempatan hari ini kita bisa berkumpul, bersilaturahmi dan bertatap muka di lapangan Masjid yang dihadiri sekian banyak kaum muslimin dan muslimat untuk ikut serta memperingati hari besar Islam, yakni Isra dan Miraj Nabi Muhammad SAW.

Selanjutnya, sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, karena beliaulah sebagai pembawa rahmat kepada umatnya yang setia mengikutinya. Mudah-mudahan kita tergolong umat Nabi Muhammad SAW yang benar-benar mencontoh dalam aktivitasnya. Aamiin.

Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia,

Dalam bulan Rajab, ada peristiwa yang terpenting yang tidak boleh terlupakan, yaitu Isra dan Miraj. Isra’ berarti perjalanan di malam hari yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha. Dalam kesempatan kali ini, saya tidak akan menyampaikan kisah perjalanan itu secara kronologis, tetapi saya akan melihat dari segi hikmah yang dapat kita petik dari peristiwa itu.

Kaum muslimin muslimat yang saya hormati,

Berkaitan dengan peristiwa Isra dan Miraj Nabi Muhammad SAW, Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya dalam Alquran surah al-Isra’ ayat 1 yang artinya:

“Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (nabi Muhammad SAW) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, yang kami berkati di sekitarnya, supaya Kami perlihatkan tanda-tanda kebesaran Kami padanya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Dengan peristiwa tersebut bagi kaum mukmin tentunya tidak ada keraguan lagi, karena sudah dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya di atas. Adapun yang dinamakan Miraj adalah naiknya Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Aqsha menuju luar angkasa, dan akhirnya sampai yang paling tinggi, yaitu dinamakan Sidratul Muntaha. Dan tempat yang paling tinggi itu tidak mungkin bisa dijangkau oleh manussia, walau dengan menggunakan alat yang canggih, kecuali Nabi Muhammad SAW yang dapat sampai di sana, karena kekuasaan dan kehendak Allah semata. Dari tempat inilah Nabi Muhammad SAW secara langsung menerima perintah shalat sehari lima waktu, yang harus dikerjakan oleh segenap kaum muslimin dan muslimat di seluruh dunia.

Hadirin yang kami hormati,

Apa yang menjadi pupuk dan siraman bagi iman? Tidak lain ialah ibadah kepada Allah, baik ibadah yang wajib maupun ibadah sunah. Di antara berbagai ibadah yang sangat mendasar dan pokok bahkan merupakan tiang penyangga agama Islam ialah ibadah shalat lima waktu. Ibadah inilah yang menjadi buah tangan ketika Rasulullah SAW mengadakan perjalanan Isra dan Miraj.

Hadirin,

Selain merupakan sebuah mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui peristiwa Isra Miraj, shalat juga mempunyai banyak dampak positif pada manusia.

Dilihat dari segi hasil dan mutu pekerjaan, waktu shalat adalah bersamaan waktunya dengan manusia beristirahat. Kalaupun dhuhur pada waktu manusia bekerja, istirahat barang sepuluh menit sesudah jam tujuh pagi mulai bekerja, tidak akan merugikan, justru menambah semangat bekerja. Seolah gadget yang kehabisan baterai, dicas kembali sehingga bisa berfungsi dengan baik.

Dilihat dari segi konsentrasi manusia berpikir, karena konsentrasi itu dibutuhkan dalam berbagai hal, shalat pun melatih manusia untuk berkonsentrasi. Paling tidak diwajibkan lima kali dalam sehari semalam, di samping shalat sunah.

Dilihat dari segi kebersihan dan kesehatan, shalat mengandung hal itu. Karena sebelum shalat kita dianjurkan bersuci. Demikian pun dengan gerakan shalat memiliki nilai yang lebih tinggi dari sekadar olahraga.

Hadirin sekalian,

Tak terasa, ternyata sudah tiba saatnya di penghujung materi pidato saya kali ini. Demikian pidato yang bisa saya sampaikan, yakni mengenai peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW.

Kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Apabila terdapat kesalahan dan kurang tepat, saya mohon maaf. Wabillahi taufik wal hidayah, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

2. Contoh Teks Pidato Isra Miraj untuk Kelas

Dikutip dari buku Pintar Pidato: Kiat Menjadi Orator Hebat oleh Arif Yosodipuro, teks pidato Isra Miraj tersebut adalah:

Wahyu yang Diterima Nabi Muhammad SAW dalam Isra Miraj

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِينَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَبِهِ أَجْمَعِينَ. (أَمَّا بَعْدُ)

Yang kami hormati, Wali kelas X IPA 1, Ibu Hanifah Zubair

Yang terhormat, Ketua Kelas X IPA 1, rekan-rekan, hadirin yang dimuliakan Allah.

Pertama, marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala karena atas qodho’-Nya kita bisa hadir di majelis ini dalam acara peringatan peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW.

Sholawat dan salam semoga Allah SWT limpahkan kepada Rasulullah, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi akhir zaman yang telah membimbing dan mengajarkan kepada kita suatu ajaran yang haq, yakni dinul Islam.

Ibu wali kelas dan saudara-saudara yang dirahmati Allah, pada majelis yang penuh rahmat ini ijinkan saya menyampaikan pidato dengan judul: WAHYU YANG DITERIMA NABI MUHAMMAD SAW DALAM ISRA MIRAJ.

Hadirin yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala,

Isra’ dan Mi’raj merupakan serangkaian peristiwa spiritual yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW dan menjadi satu dari mukjizat beliau. Secara etimologi atau arti kata, isra’ berarti “berjalan” atau “perjalanan”. Sedangkan mi’raj artinya “naik”.

Kemudian secara istilah Isra Miraj diartikan sebagai perjalanan Rasulullah Muhammad SAW dari Masjidil Haram (di Mekah) ke Mesjidil Aqso (di Baitul Maqdis, Palestina) pada malam hari kemudian naik ke Sidratul Muntaha untuk menerima wahyu shalat lima waktu.

Sebagaimana firman Allah dalam surah Al Isra’ ayat 1 yang berbunyi:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ، لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَا الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ)

Artinya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS. AL ISRA 17:1]

Hadirin yang dimuliakan Allah,

Dalam peristiwa tersebut, Nabi Muhammad sampai langit ketujuh dan bertemu Allah di Sidratul Muntaha. Di sana, beliau menerima wahyu shalat sebanyak 50 waktu dalam sehari. Perintah itu pun Nabi sanggupi.

Saat kembali, Nabi Muhammad bertemu Nabi Musa. Nabi Musa pun mengingatkan agar Nabi SAW meminta keringanan kepada Allah. Karena nanti umat Nabi Muhammad akan keberatan menjalankan shalat fardu sebanyak itu.

Nabi Muhammad SAW setuju dengan pendapat Nabi Musa. Lalu, beliau kembali menghadap Allah dan meminta keringanan. Setelah mendapatkan keringanan, beliau bertemu Nabi Musa dan disarankan untuk meminta keringanan lagi, karena jumlahnya dianggap masih memberatkan.

Beliau pun kembali menghadap Allah dan meminta keringanan lagi. Permintaan itu beliau lakukan beberapa kali. Setiap kali beliau meminta keringanan, Allah mengurangi lima waktu.

Akhirnya, setelah sampai pada bilangan terakhir, yakni lima waktu, Nabi malu untuk kembali menghadap kepada Allah minta keringanan. Beliau khawatir jika hal itu dilakukan, niscaya Allah akan mengurangi lima waktu tersebut.

Hadirin as’adakumullah, ketika Nabi bercerita ihwal peristiwa tersebut kepada penduduk Quraisy Makkah, tidak hanya kafir Quraisy yang tidak mempercayainya, orang-orang yang sebelumnya telah memeluk Islam pun banyak yang tidak percaya dengan peristiwa tersebut.

Alasan mereka tidak mempercayai hal tersebut karena jarak tempuh dari Mekkah ke Baitul Maqdis yang seharusnya ditempuh dengan waktu sebulan pada masa itu hanya ditempuh nabi selama satu malam. Mereka tetap tidak percaya walaupun Nabi mampu menyebutkan ciri-ciri Baitul Maqdis.

Peristiwa Isra dan Miraj adalah sebuah peristiwa yang futuristik. Pada saat itu memang dirasa aneh karena kendaraan satu-satunya adalah unta atau kuda. Dan, tidak mungkin perjalanan sejauh itu bisa ditempuh dengan waktu yang cepat jika hanya menggunakan unta atau kuda.

Hanya Abu Bakar yang tidak ragu sedikit pun dengan kejadian yang dialami Nabi. Dialah orang pertama yang meyakini dan membenarkan peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW.

Hadirin as’adakumullah,

Kita sebagai umat beliau Rasulullah Muhammad SAW berkewajiban untuk meyakini peristiwa tersebut. Tentu kadang ada yang seolah tidak masuk di akal. Peristiwa Isra Miraj bukannya tidak masuk di akal, tetapi akal kitalah yang belum bisa menjangkaunya.

Dan setelah meyakini, tugas kita selanjutnya adalah menjalankan hasil dari peristiwa tersebut, yakni shalat lima waktu. Karena shalat lima waktu merupakan satu dari ibadah fardhu yang harus kita kerjakan.

Demikian apa yang bisa saya sampaikan. Kurang lebihnya mohon maaf. Wassalaamu alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kitab Suci



Jakarta

Sayyid Qutb dalamTafsir Fi Zhilalil Qur’an yang menyebut alasan Nabi Muhammad SAW. melakukan uzlah. Menurutnya, hal itu dalam rangka memfokuskan pikiran untuk merenungkan alam semesta, memperhatikan fenomena-fenomena keindahan, dan ruhnya bertasbih bersama ruh alam wujud, berpelukan dengan keindahan dan kesempurnaan, bergaul dengan hakikat yang agung, dan latihan bergaul dengannya dengan penuh pengertian dan pemahaman. Menurutnya pilihan Nabi Muhammad SAW. melakukan uzlah rupanya sudah menjadi skenario Allah SWT. untuk mempersiapkan beliau menantikan urusan yang agung.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Sayyidah Aisyah r.a. hadis yang menceritakan permulaan turunnya wahyu. Aisyah r.a. Bercerita : Yang mula-mula dialami Rasulullah SAW. adalah mimpi yang wajar. Ketika memimpikan sesuatu, akan menjadi kenyataan bagaikan sinar fajar. Beliau melakukan uzlah dan memilih tempat Gua Hira. Beliau beribadah selama bermalam-malam, lalu pulang pada keluarganya, hal ini berulang beberapa kali akhirnya beliau didatangi malaikat yang kemudian berkata, “Bacalah !” Beliau menjawab, “Aku tidak bisa membaca.”

Setelah malaikat Jibril mendekap Rasulullah SAW. kemudian melepaskan seraya berkata, “Bacalah dengan ( menyebut ) Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar ( manusia ) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.'”


Akhirnya Rasulullah SAW. pulang menemui Istrinya Khadijah r.a. dan berkata, “Selimuti aku. Selimuti aku. Setelah kegelisahannya hilang beliau berkata, “Aku sungguh mengkhawatirkan diriku,” Kemudian Khadijah menukas, “Sama sekali tidak. Demi Allah, selamanya Allah tidak akan menghinamu. Engkau selalu menjalin kekerabatan, memikul beban, menolong orang yang tidak punya, memuliakan tamu, dan membantu pihak yang benar.” Kemudian diantarkannya beliau kepada saudara sepupu Khadijah yaitu Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uza. Dia adalah penganut Nasrani dan telah mencatat Alkitab dalam bahasa Ibrani, mencatat banyak Injil ke dalam bahasa Ibrani. Usia sudah lanjut dan matanya telah buta.

Setelah Rasulullah SAW. menceritakan maka Waraqah berkata, “Itu adalah an-namus ( artinya Jibril atau wahyu ) yang turun kepada Musa. Aduhai seandainya aku masih muda dan kuat, dan andai saja aku masih hidup ketika kaummu mengusirmu.” Rasulullah SAW. bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Dia menjawab, “Ya. Setiap kali seseorang membawa apa yang kau bawa, pastilah dia dimusuhi. Apabila masamu itu kualami, niscaya aku akan menolongmu sekuat tenaga.” Tidak lama kemudian, Waraqah meninggal dunia.

Jika kita membayangkan seorang pemuda yang berusia 40 tahun yang tidak bisa membaca dan menulis menerima wahyu dari Tuhan, betapa shocknya ? Oleh karena itu, ketika sampai di rumah Beliau minta diselimuti dan ditenangkan oleh Istrinya. Wahyu yang turun pertama adalah perintah “membaca.” Inilah perintah yang revolusioner, karena dengan membaca maka terbukalah cakrawala dunia. Dengan membaca akan membuka pemikiran dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka penguasaan iptek ini akan membentuk peradaban.

Dikisahkan satu-satunya manusia yang tidak pernah menderita atau mengalami sakit adalah Fir’aun, Raja Mesir. Karena itulah, ia menjadi sombong dan takabur dan berbangga diri. Hatinya menjadi keras melebihi batu, dia ingkar pada Pencipta-Nya. Dia berkonfrontasi secara terang-terangan dengan cara mengangkat diri sebagai tuhan. Tantangan ini dijawab oleh Allah SWT. dengan mudahnya dihancurkannya dia dengan hina ( mati tenggelam bersama bala tentaranya di lautan ). Kemudian Allah SWT. berkenan melemparkan jasadnya ke daratan untuk menjadi pelajaran berharga bagi generasi yang datang kemudian. Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya surah Yunus ayat 92 yang artinya, “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu, dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.”

Kebenaran Al-Qur’an misalnya terangkum dalam ayat-ayat penciptaan (kauniyah) yang di masa selanjutnya selaras dengan temuan teknologi dan sains. Karena itu, tidak sedikit para ilmuwan yang memeluk Islam setelah meneliti ayat-ayat kauniyah di dalam Kitab-Nya.
Salah satu ilmuwan yang memutuskan memeluk agama Islam adalah pakar bedah berkebangsaan Prancis, Dr. Maurice Bucaille. Setelah masuk Islam, namanya tersohor sebagai intelektual muslim berpengaruh di dunia.Beliau sebagai pimpinan yang meneliti jenazah Fir’aun, ada temuan pasir laut di jenazah tersebut yang kemudian dia telusuri dan berakhir dengan bersyahadat. Hal ini menujukkan bahwa Kitab ini asli dari Tuhan bukan karangan atau tulisan manusia. Isi surah Yunus ayat 92 jelas bahwa sangat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadikan seorang hamba Maurice Bucaille bersujud pada-Nya.

Kebenaran isi Al-Qur’an telah menuntun seorang Doktor Neurologi di sebuah rumah sakit di Amerika Serikat yang bernama Dr Fidelma. Dia terpukau saat melakukan kajian terhadap syaraf-syaraf di otak manusia. Singkat cerita, dia menemukan beberapa urat syaraf di otak manusia yang tidak dimasukin darah, padahal otak manusia memerlukan suplai darah. Akhirnya dia menemukan kenyataan bahwa urat-urat syaraf di otak itu tidak dimasuki darah kecuali seseorang sedang shalat, yakni ketika dalam posisi sujud. Maha Besar Engkau dengan hidayah-Mu akhirnya sang doktor bersujud pada-Mu.

Inilah sebagian kecil bukti keaslian kitab Al-Qur’an sebagai wahyu dari-Nya. Tiadalah mungkin seorang buta huruf menulis suatu kitab suci dan yang lebih menguatkan isinya tidak berkonfrontasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ya Allah, hanya Engkau yang berkuasa di langit dan bumi, semoga umat-Mu taat menjalankan perintah-Mu sesuai Kitab yang Engkau turunkan dan Sunah Rasulullah SAW. agar bisa hidup menjaga kelestarian alam semesta dan rukun dengan sesama.

Aunur Rofiq
Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com