Tag Archives: nabi musa

Pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir, Ada Pelajaran di Balik Kisahnya


Jakarta

Nabi dan Rasul adalah para utusan Allah SWT untuk menyebarkan ajaran Islam. Jumlah mereka ada 25 dan memiliki kisahnya tersendiri.

Di antara 25 para Nabi, kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir memiliki cerita tersendiri. Berikut kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir.

Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir

Dirangkum dari buku Kisah Para Nabi karya Ibnu Katsir, nama lengkap Nabi Musa AS yaitu Musa bin Qahits bin Azir bin Lawi bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim. Nabi Musa AS lahir dari kalangan Bani Israil. Ketika beliau lahir, Bani Israil dikuasai oleh raja yang sangat zalim dan kejam yang bernama Raja Fir’aun.


Setelah Nabi Musa AS dan kaum Bani Israil selamat dari Fir’aun, Nabi Musa AS berpidato di hadapan mereka. Nabi Musa AS mengingatkan mereka atas nikmat-nikmat Allah SWT yang telah menyelamatkan dari kejaran Fir’aun, ungkap Mahmud asy-Syafrowi dalam buku Khidir As Nabi Misterius, Penguasa Samudra yang Berjalan Secepat Kilat.

Nabi Musa AS berrpidato dengan sangat fasih dan semangat. Beliau berkata, “Sungguh Allah telah berdialog langsung dengan nabi kalian, Dia telah memilihku untuk Diri-Nya, dan Dia telah menjadikanku sebagai kekasih-Nya. Allah telah memberi kalian apa yang kalian minta. Maka, nabi kalian adalah manusia yang paling utama di muka bumi, sedangkan kalian semua telah membaca kitab Taurat.”

Setelah selesai berpidato dan beranjak pergi, Nabi Musa AS diikuti oleh seorang lelaki dari umatnya. Lelaki itu bertanya, “Wahai Nabi Allah, sungguh kami telah mengetahui apa yang telah engkau katakan. Lalu, adakah di muka bumi ini orang yang kiranya lebih alim dan lebih berpengetahuan dibandingkan dengan dirimu?”

Nabi Musa AS menjawab, “Tidak. Tak ada seorang yang lebih mengetahui Allah dan perintah-Nya daripadaku.” Beliau bergumam dalam hatinya dan menunjukkan kesombongan.

Nabi Musa AS juga tidak mengembalikan ilmu itu kepada Allah SWT. Hal tersebut mendapat celaan dari Allah SWT. Untuk menegur, menyadarkan, dan menunjukkan kelemahan Nabi Musa AS, Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS agar berguru pada seorang hamba yang telah diberi rahmat oleh Allah SWT.

Nabi Musa AS bertanya kepada Allah SWT dimana dia dapat menemui hamba tersebut. Allah SWT memberikan wahyu padanya, “Pergilah ke lautan, bawalah serta seekor ikan yang telah mati di dalam sebuah keranjang selama masa pencarianmu, dan ketahuilah di mana kamu mendapati ikan itu tidak ada dalam keranjang. Di situlah tempat bertemunya dua lautan (majma’al bahrain), dan di situ pula tempat hamba yang saleh dan alim itu berada.”

Dalam buku Menguak Misteri Nabi Khidir karya Muhyiddin Abdul Hamid, Nabi Musa AS kemudian berangkat bersama muridnya mencari tempat yang ditunjukkan oleh Allah SWT kepadanya. Setelah lama mencari, mereka heran karena ikan yang dibawa telah melepaskan diri. Kemudian Nabi Musa AS bertemu dengan Nabi Khidir AS ketika ia berhenti di sebuah batu besar.

Nabi Musa AS menyampaikan maksud tujuannya bertemu dengan Nabi Khidir AS. Kemudian Nabi Khidir mengatakan, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu.” (QS Al Kahfi ayat 67-68)

Nabi Musa AS pun menjawabnya bahwa ia akan sabar. Kemudian Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS berjalan menelusuri pantai dan menumpang sebuah bahtera.

Ketika mereka di bahtera tersebut, Nabi Musa AS heran karena Nabi Khidir AS mencabut sebagian papan bahtera. Padahal mereka menumpang secara cuma-cuma. Kemudian Nabi Khidir berkata, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku.”

Kemudian, mereka keluar dari bahtera dan berjalan di tepi pantai. Nabi Khidir AS melihat seorang anak laki-laki yang sedang bermain bersama anak-anak yang lain. Nabi Khidir AS kemudian memegang dan melepaskan kepala anak kecil itu hingga ia mati.

Nabi Musa AS kembali bertanya mengapa Nabi Khidir AS membunuh jiwa yang bersih. Nabi Khidir AS berkata, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku.”

Nabi Musa AS berkata, “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku.” Kemudian Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS berjalan hingga sampai di sebuah negeri.

Mereka minta dijamu oleh penduduk negeri tersebut, namun penduduk tersebut tidak ingin menjamu mereka. Melihat dinding rumah yang hampir roboh, Nabi Khidir AS menegakan dinding itu.

Nabi Musa AS berkata, “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.” Nabi Khidir AS berkata, “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.”

Al-Hasan Al-Bashry berkata, “Sesungguhnya harta yang tersimpan di bawah dinding tersebut (yang terdapat pada kisah Khidir) adalah berupa papan yang terbuat dair emas dan terdapat tulisan ‘Bismillahirrahmaanirrahiim’. Aku heran terhadap orang yang beriman dengan qadar, mengapa ia merasa sedih? Dan aku juga heran terhadap orang yang beriman dengan adanya kematian, mengapa merasa bangga? Dan aku merasa heran terhadap orang yang mengenal dunia dan perubahan apa yang di atasnya, bagaimana ia merasa tenang dengan dunia tersebut? Tidak ada Tuhan yang patut disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah.”

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Nabi Musa Pernah Sakit Gigi, Begini Kisahnya



Jakarta

Nabi Musa Alaihissalam pernah mengalami sakit gigi yang luar biasa. Ia sampai mengeluh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala saking tak kuat menahan kesakitan tersebut.

Mengutip laman Kemenag, Nabi Musa yang merasakan sakit gigi itu memohon doa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar sakit giginya segera sembuh. Pada saat itu juga, Allah memerintahkan Nabi Musa untuk menyembuhkan sakit giginya dengan menggunakan tanaman obat.

“Ambillah rumput itu dan letakkan di gigimu,” perintah Allah kepada Nabi Musa, sebagaimana dikisahkan oleh Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nurudh Dholam.


Setelah menerima petunjuk dari Allah, Nabi Musa melaksanakan perintah-Nya dengan memetik tanaman obat dan meletakkannya di giginya yang sedang bermasalah. Pada saat itu juga, sakit giginya segera sembuh berkat penggunaan tanaman obat sebagai wasilah.

Beberapa waktu setelahnya, Nabi Musa mengalami kekambuhan sakit gigi. Tanpa mengeluh atau berdoa kepada Allah seperti sebelumnya, ia langsung memetik tanaman obat dan meletakkannya di gigi yang sakit.

Tindakan tersebut dilakukan oleh Nabi Musa dengan keyakinan bahwa tanaman obat sebelumnya telah terbukti berkhasiat dalam menyembuhkan sakit gigi.

Namun sayang, usahanya tidak membuahkan hasil. Sebaliknya, sakit gigi Nabi Musa justru semakin parah.

Dalam buku Genius Dari Syurga karya Ainizal Abdul Latif, Nabi Musa bertanya kepada malaikat mengapa sakit giginya tak hilang meskipun sudah banyak daun yang dikunyahnya. Malaikat mengatakan bahwa dulu ia meletakkan seluruh kepercayaannya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tapi kali ini Nabi Musa meletakkan kepercayaannya kepada daun.

Di tengah keadaan tersebut, Nabi Musa segera mencurahkan keluhannya dan berdoa kembali kepada Allah. Kemudian Allah berfirman:

“Ya Musa, Aku adalah Dzat yang memberi kesembuhan, Dzat yang memberikan kesehatan, Dzat yang memberikan bahaya, Dzat yang memberikan manfaat. Pada sakit pertama kamu datang menghadap kepada-Ku maka Aku hilangkan penyakitmu. Kali ini, kamu tidak datang kepada-Ku tapi kamu datang kepada tanaman obat itu.”

Dari kisah ini, setidaknya dapat diambil dua hikmah. Pertama, Allah memiliki sifat Jaiz yang memberikan-Nya kebebasan untuk melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya.

Allah dapat meningkatkan atau menurunkan derajat seseorang sesuai kebijakan-Nya. Selain itu, Allah juga memiliki kuasa untuk menimpakan penyakit atau memberikan kesembuhan kepada siapa pun sesuai dengan kehendak-Nya.

Kedua, Allah adalah pemilik segala yang ada di langit dan bumi, termasuk kesehatan dan kesembuhan. Oleh karena itu, tindakan yang perlu dilakukan oleh umat Islam ketika sakit adalah memohon kesehatan dan kesembuhan kepada Allah melalui doa.

Selain itu, mereka diwajibkan untuk tetap melakukan usaha nyata seperti penggunaan obat dan berbagai bentuk pengobatan, sambil meyakini bahwa hal tersebut hanya sebagai wasilah atau perantara untuk mencapai kesehatan dan kesembuhan.

Wallahu a’lam.

(hnh/erd)



Sumber : www.detik.com

Kezaliman Firaun terhadap Bani Israil Demi Kekuasaan



Jakarta

Firaun zaman Nabi Musa AS terkenal sebagai raja yang sangat biadab dan kejam kepada rakyatnya, terutama kepada Bani Israil. Lantas, apa saja kezaliman Firaun terhadap Bani Israil?

Kisah kekejaman Firaun terhadap Bani Israil diceritakan dalam Al-Qur’an. Di antaranya dalam surah Al Qashash, surah Al Baqarah, dan surah Taha. Ada juga sejumlah riwayat yang membahas kekejaman Firaun terhadap Bani Israil.

Ulama tafsir dan sejarawan Imam Ibnu Katsir dalam Qashash al-Anbiyaa memaparkan sejumlah ayat Al-Qur’an dan riwayat yang menjelaskan kekejaman Firaun terhadap Bani Israil. Berikut di antaranya.


Kezaliman Firaun terhadap Bani Israil

Bani Israil pada awalnya merupakan bagian dari kelompok masyarakat terbaik di Mesir. Namun sayangnya, mereka dipimpin oleh seorang raja yang zalim, durhaka, melampaui batas, dan kafir.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT dalam surah Al-Qashash ayat 4 yang berbunyi,

اِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِى الْاَرْضِ وَجَعَلَ اَهْلَهَا شِيَعًا يَّسْتَضْعِفُ طَاۤىِٕفَةً مِّنْهُمْ يُذَبِّحُ اَبْنَاۤءَهُمْ وَيَسْتَحْيٖ نِسَاۤءَهُمْ ۗاِنَّهٗ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِيْنَ ٤

Artinya: Sesungguhnya Firʻaun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah. Dia menindas segolongan dari mereka (Bani Israil). Dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuannya. Sesungguhnya dia (Firʻaun) termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, maksud kekejaman Firaun dalam ayat tersebut adalah bertindak di luar batas, zalim, dan sewenang-wenang demi menuruti nafsu duniawi. Firaun juga telah menyimpang dari ajaran Tuhan.

Beberapa kekejaman Firaun sebagaimana diterangkan Ibnu Katsir adalah menjadikan penduduk di negerinya terpecah belah. Ia membeda-bedakan rakyatnya atas dasar strata sosial dan kelompok tertentu.

Firaun juga terus menindas dan bertindak sewenang-wenang terhadap kelompok yang tidak disukainya, yaitu Bani Israil yang berasal dari keturunan Nabi Ya’qub AS.

Raja Mesir era Nabi Musa AS tersebut memerintahkan rakyatnya untuk selalu taat dan menyembah dirinya. Bahkan ia juga menuntut para prajuritnya untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang ada di wilayah kekuasaannya.

Pada masa itu, kaum Bani Israil memang rajin dan aktif dalam mempelajari kitab yang diwariskan oleh Nabi Ibrahim AS. Dalam kitab itu disebutkan bahwa akan lahir seorang anak laki-laki keturunan Ibrahim AS yang akan menghancurkan raja Mesir.

Berita mengenai kelahiran bayi laki-laki Bani Israil yang akan memimpin Mesir sudah menyebar luas di kalangan masyarakat. Sampai suatu saat terdengar oleh Firaun.

Firaun pun takut kekuasaannya akan hancur, sehingga ia membuat sebuah peraturan biadab yakni membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir di bawah kerajaannya.

Dia membentuk sebuah tim khusus yang ditugaskan untuk mendata semua wanita yang hamil. Sehingga, apabila anak mereka lahir dengan kelamin laki-laki, maka algojo akan langsung merebut dan membunuhnya.

Namun demikian, Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Tentu saja takdir-Nya akan tetap terjadi tidak peduli seberapa kuat seorang manusia mencoba menghambat. Dialah Tuhan sesungguhnya, Yang Maha Perkasa.

Ternyata, anak laki-laki yang diberitakan dalam kitab orang-orang Bani Israil itu benar-benar ada dan selamat hingga ia dewasa. Bahkan, bayi itu dirawat sendiri oleh Firaun layaknya anak kandungnya.

Ia memakan makanan yang sama, mengenakan pakaian yang sama, dan mengendarai kendaraan yang sama dengan Firaun. Anak laki-laki itu kemudian tumbuh menjadi seorang nabi utusan Allah SWT, Nabi Musa AS.

Nabi Musa AS, anak angkat Firaun, sendirilah yang kemudian menghancurkan dan menumpas kezalimannya terhadap rakyatnya, terutama kepada Bani Israil.

Pada akhirnya, raja zalim, kejam, dan melampaui batas ini diazab oleh Allah SWT dengan ditenggelamkan di Laut Merah bersama pengikutnya yang sama sesatnya. Sebagaimana firman Allah SWT,

وَاِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَاَنْجَيْنٰكُمْ وَاَغْرَقْنَآ اٰلَ فِرْعَوْنَ وَاَنْتُمْ تَنْظُرُوْنَ ٥٠

Artinya: “(Ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, lalu Kami menyelamatkanmu dan menenggelamkan (Fir’aun dan) pengikut-pengikut Fir’aun, sedangkan kamu menyaksikan(-nya).” (QS Al Baqarah: 50)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Wasiat Nabi Khidir kepada Nabi Musa Jelang Perpisahannya


Jakarta

Nabi Musa AS dikisahkan pernah bertemu Nabi Khidir AS dalam suatu perjalanan spiritualnya. Dalam perjumpaan itu, Nabi Khidir AS memberikan wasiat kepada Nabi Musa AS.

Nabi Khidir AS tidak termasuk dalam 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui umat Islam. Meski demikian, ada ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kisah pertemuannya dengan Nabi Musa AS dan ini diperjelas dalam sejumlah hadits.

Kisah tersebut turut diceritakan Imam Ibnu Katsir dalam kitab Qashash al-Anbiyaa yang diterjemahkan Umar Mujtahid. Dikatakan, Nabi Khidir AS berwasiat kepada Nabi Musa AS setelah mengatakan,


قَالَ هٰذَا فِرَاقُ بَيْنِيْ وَبَيْنِكَۚ سَاُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيْلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَّلَيْهِ صَبْرًا ٧٨

Artinya: “Dia berkata, “Inilah (waktu) perpisahan antara aku dan engkau. Aku akan memberitahukan kepadamu makna sesuatu yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya.” (QS Al Kahfi: 78)

Saat Nabi Musa AS hendak berpisah dengan Nabi Khidir AS, ia berkata, “Beri aku wasiat.” Kemudian, Nabi Khidir AS memberikan wasiat kepadanya dengan berkata, “Jadilah orang yang berguna, dan jangan menjadi orang yang membahayakan, cerialah selalu dan jangan suka marah, tinggalkan gelombang dan jangan menempuh perjalanan yang tidak diperlukan.”

Ibnu Katsir menyandarkan hal ini dengan riwayat Al Baihaqi dari Abu Abdullah Al-Malathi. Dalam riwayat lain dikatakan, Nabi Khidir AS menambah nasihatnya dengan mengatakan, “Dan jangan marah, kecuali saat merasa kagum.”

Wahab bin Munabbih turut meriwayatkan bahwa Nabi Khidir AS berkata, “Wahai Musa! Di dunia, manusia disiksa sebatas pikiran mereka terhadap dunia.”

Adapun, Bisyr bin Harits Al Hafi mengatakan saat Nabi Musa AS meminta nasihat kepada Nabi Khidir AS, Nabi Khidir AS pun menasihati, “Semoga Allah memberikan kemudahan padamu untuk taat pada-Nya.”

Kisah Pertemuan Nabi Musa dengan Nabi Khidir

Rasulullah SAW pernah menceritakan kisah pertemuan Nabi Musa AS dengan Nabi Khidir AS. Beliau bersabda,

“Saudaraku, Musa, berdoa, ‘Ya Rabb!’ Musa menyebutkan doa yang dimaksud, kemudian ia dihampiri Khidir, ia masih muda, harum aromanya, putih bajunya, dan lengannya dilipat. Khidir kemudian mengucapkan, ‘Assalaamu ‘alaika wa rahmatullah, wahai Musa bin Imran. Rabb-mu titip salam untukmu.’

Musa menjawab, ‘Huwas Saalam wa ilahis salaam (Ia Maha Pemberi keselamatan dan kepada-Nya juga keselamatan kembali), segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam, yang nikmat-nikmat-Nya tiada mampu kuhitung, dan tiada mampu aku mensyukurinya tanpa pertolongan-Nya’.”

Rasulullah SAW melanjutkan ceritanya bahwa setelah itu Nabi Musa AS meminta nasihat kepada Nabi Khidir AS. Nabi Khidir AS pun memberikan nasihat tentang bagaimana semestinya manusia menjalani kehidupan di dunia.

Berikut penggalan nasihatnya,

Wahai penuntut ilmu! Orang yang berkata itu lebih sedikit merasa bosan daripada orang yang mendengar. Karenanya, janganlah engkau membuat teman-temanmu merasa bosan kala kau berbicara pada mereka. Ketahuilah! Hatimu adalah wadah, maka perhatikan isi yang kau masukkan dalam wadahmu itu. Jauhilah dunia dan lemparkan jauh ke belakangmu, karena dunia bukan tempat menetap bagimu, dunia hanya tempat untuk mencari rezeki sekedarnya, tempat mencari bekal untuk hari kiamat, relakan dirimu untuk bersabar, dan lepaskan diri dari dosa!

Kisah tersebut termuat dalam hadits marfu’ yang diriwayatkan Ibnu Asakir dari jalur Zakariya bin Yahya Al Waqqad. Sayangnya, kata Ibnu Katsir, Zakariya bin Yahya Al Waqqad termasuk salah seorang pendusta besar.

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Kesabaran Nabi Musa AS dan Dua Ekor Burung



Jakarta

Nabi Musa AS dikenal sebagai nabi yang sabar. Semasa hidupnya, ia pernah beberapa kali diberi ujian oleh Allah SWT.

Nabi Musa AS lahir di zaman kepemimpinan Fir’aun, raja yang dzalim terhadap Bani Israil. Firaun zaman Nabi Musa AS terkenal sebagai raja yang sangat biadab dan kejam kepada rakyatnya, terutama kepada Bani Israil.

Beberapa kisah tentang Nabi Musa AS termaktub dalam Al-Qur’an, seperti dalam surat Al Qashash, surat Al Baqarah, dan surah Taha.


Kisah Nabi Musa AS dan Burung

Merangkum dari buku Kisah Orang-orang Sabar oleh Nasiruddin, dikisahkan pada suatu hari, ketika Nabi Musa AS dan Yusya’ bin Nun bepergian, tiba-tiba hinggaplah seekor burung putih di bahu Nabi Musa AS.

Atas kuasa Allah SWT, burung tersebut bisa berbicara. Burung putih ini berkata, “Hai Musa! Jagalah aku pada hari ini dari ancaman maut. Sebab, aku akan dimangsa oleh burung elang.”

Mendengar hal tersebut, Nabi Musa AS mengizinkan burung itu masuk ke dalam bajunya.

Tak lama kemudian, burung elang datang menghadap beliau seraya berkata, “Hai Musa! Jangan kau halangi diriku untuk memangsa buruanku.”

“Bagaimana kalau kusembelihkan domba untukmu?” tanya Nabi Musa AS memberi tawaran.

“Daging domba bukanlah makananku,” jawab elang.

“Bagaimana kalau daging pahaku ini?” tanya Nabi Musa lagi.

“Aku hanya bersedia jika memakan dua biji mata Anda,” jawab elang.

Maka, Nabi Musa AS langsung merebahkan tubuhnya di tanah dan dalam keadaan terlentang. Burung elang lantas hinggap di dada beliau untuk mematuk bola mata beliau dengan paruhnya.

Melihat apa yang dilakukan Nabi Musa AS, Yusya’ bin Nun menyahut, “Hai Musa! Apakah kedua bola matamu itu begitu sepele untuk membela burung itu?”

Ketika itulah burung putih terbang dari bagian lengan baju beliau, dan elang pun memburunya. Anehnya, kedua burung itu tiba-tiba kembali menghadap Nabi Musa AS.

“Sebenarnya aku adalah malaikat Jibril,” kata seekor burung putih.

“Dan aku adalah malaikat Mikail,” jawab burung yang satunya.

“Allah memerintahkan kepada kami berdua untuk menguji sampai sejauh mana kesabaranmu dalam mengabdi ketentuan Allah SWT,” seru keduanya.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Tukang Daging Masuk Surga dan Jadi Sahabat Nabi Musa AS



Jakarta

Atas izin Allah SWT, seorang tukang daging berkesempatan menjadi sahabat Nabi Musa AS di surga. Kisah ini dapat menjadi pelajaran berharga bahwa Allah SWT menghendaki siapapun yang beriman untuk masuk ke surga-Nya kelak.

Suatu hari, Nabi Musa AS berdoa kepada Allah SWT seraya bertanya tentang siapa orang yang kelak menjadi sahabatnya di surga. Tak disangka, ternyata sahabat Nabi Musa AS kelak adalah seorang tukang daging.

Merangkum buku Lembaran Kisah Mutiara Hikmah oleh Dian Erwanto, Nabi Musa AS berdoa, “Ya Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku sahabat karibku kelak di surga nanti.” Kemudian Allah SWT berfirman, “Pergilah ke suatu negeri, ke pasar ini, di sana ada seorang laki-laki tukang potong daging, temuilah ia dan itulah orang yang akan menjadi sahabat karibmu kelak di surga.”


Atas petunjuk ini, Nabi Musa AS lantas pergi ke pasar tersebut dan melihat seorang tukang potong daging. ia mengambil sepotong daging dan meletakannya di sebuah keranjang lantas berlalu untuk pulang.

Sebelum kehilangan sosok yang kelak menjadi sahabatnya di surga, Nabi Musa AS menghampiri ia dan menyampaikan maksudnya untuk ikut menginap di rumahnya.

Nabi Musa AS bertanya, “Apakah engkau bersedia menerima tamu?”

Laki-laki tukang daging tersebut menjawab, “Ya, silahkan.”

Nabi Musa AS kemudian berjalan bersamanya menuju sebuah rumah sederhana. Setibanya di rumah, laki-laki tukang daging itu langsung mengolah daging yang ia bawa. Hidangan sup hangat dengan kuah sedap tersaji sebagai menu makan malam.

Tidak langsung menyantap sup hangat tersebut, laki-laki tukang daging itu justru membawa semangkuk sup ke dalam kamar. Dengan perlahan dan penuh kasih sayang, laki-laki tukang daging ini menyuapi seorang perempuan tua yang terbaring di kasur. Ia adalah ibundanya.

Mendapat perlakuan baik dari anak laki-lakinya, perempuan tua itu mengucapkan kalimat yang tak terdengar suaranya. Namun Nabi Musa AS bisa mendengar dan mengerti maksud dari ucapan ibunda tukang daging.

“Ya Allah, tempatkan anakku bersama Nabi Musa di surga,” ucap perempuan tua tersebut.

Doa inilah yang menembus langit dan kemudian dikabulkan Allah SWT.

Nabi Musa berkata, “Terimalah kabar gembira untukmu, dan kenalkan aku adalah Nabi Musa, engkaulah sahabatku kelak di surga. Mudah-mudahan perjumpaan kita nanti di surga dimudahkan oleh Allah SWT.”

Dari kisah ini dapat dipetik pelajaran bahwa berbakti kepada orang tua merupakan perintah dalam ajaran Islam. Allah SWT juga memerintahkan setiap anak untuk berbakti kepada orang tuanya, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 14,

(14) وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.”

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Nabi Muhammad Diangkat Menjadi Rasul pada Usia 40 Tahun, Begini Kisahnya


Jakarta

Nabi Muhammad SAW adalah figur yang sangat penting dalam Islam, yang kehidupannya sarat dengan makna mendalam. Salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah Islam adalah saat beliau diangkat sebagai Rasul.

Nabi Muhammad SAW diutus sebagai penerang untuk membimbing umat manusia dari kegelapan menuju cahaya iman. Di tengah masyarakat yang diliputi oleh kejahiliahan, penyembahan berhala, dan ketidakadilan, kehadiran beliau sebagai Rasul membawa misi rahmatan lil ‘alamin, yaitu membawa rahmat bagi seluruh alam.

Kapan Nabi Muhammad Diangkat Menjadi Rasul?

Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul saat beliau menginjak usia 40. Dijelaskan dalam buku karya Ajen Dianawati yang berjudul Kisah Nabi Muhammad SAW, Nabi Muhammad SAW diangkat sebagai Rasul pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 Masehi.


Pada saat itu, beliau menerima wahyu pertama dari Malaikat Jibril ketika sedang berada di Gua Hira.

Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul ketika menerima wahyu pertama, yaitu Surah Al-Alaq https://www.detik.com/hikmah/quran-online/al-alaq ayat 1-5, di Gua Hira. Menjelang usia 40 tahun, beliau sering mengasingkan diri di gua yang terletak di Jabal Nur itu karena merasakan ketidakselarasan antara nilai kebenaran dengan kondisi masyarakat saat itu.

Selama masa pengasingannya, Nabi Muhammad SAW membawa bekal berupa air dan roti gandum, dan tinggal di gua kecil yang memiliki panjang 4 hasta dan lebar sekitar 1,75 hasta.

Pada bulan Ramadhan, beliau memanfaatkan waktunya untuk beribadah dan merenungkan keagungan ciptaan Allah SWT, serta memikirkan ketidaksesuaian antara nilai-nilai kebenaran dengan praktik kehidupan sosial yang masih dipenuhi oleh kemusyrikan.

Kisah Pengangkatan Nabi Muhammad Menjadi Rasul

Masih mengacu sumber yang sama, peristiwa pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Allah diceritakan terjadi ketika beliau sedang beribadah di Gua Hira. Di tempat tersebut, beliau sering merenungkan berbagai masalah dan memikirkannya dengan mendalam.

Tiba-tiba, seorang laki-laki yang tak dikenal mendekatinya. Laki-laki itu langsung memeluk Nabi Muhammad sambil berkata “Bacalah hai Muhammad!”

Kemudian Nabi Muhammad menjawabnya dengan mengatakan “Saya tidak bisa membaca.” Laki-laki itu melepas pelukannya dan kembali berkata, “Bacalah hai Muhammad!”

Nabi Muhammad SAW tetap memberikan jawaban yang sama, “Saya tidak bisa membaca.” Hingga akhirnya, laki-laki tersebut mengajarkan Nabi Muhammad untuk membaca surah Iqra atau Al-Alaq ayat 1-5 sampai beliau hafal. Sosok laki-laki itu ternyata adalah Malaikat Jibril.

Setelah kejadian tersebut, Nabi Muhammad SAW pulang dan memberi tahu istrinya, Siti Khadijah. Beliau pulang dengan wajah yang sangat pucat dan tubuh yang lemas. Siti Khadijah pun langsung bertanya, “Apa yang terjadi, suamiku?”

Nabi Muhammad SAW tidak segera menjawab pertanyaan itu, melainkan meminta istrinya untuk menyelimutinya. “Selimuti aku, Khadijah, selimuti aku!”

Setelah ketakutan Nabi Muhammad SAW perlahan mereda berkat dukungan Siti Khadijah, akhirnya beliau menceritakan peristiwa tersebut kepada istrinya. Setelah mendengar cerita suaminya, Siti Khadijah kemudian mendatangi Waraqah, seorang ahli Injil dan Taurat, untuk menyampaikan kabar tersebut.

“Sungguh suamimu telah mendapatkan wahyu, sebagaimana wahyu pernah datang kepada Nabi Musa. Sesungguhnya, di akan menjadi Rasul umat ini,” terang Waraqah.

Siti Khadijah memang telah memiliki firasat dan ternyata terbukti benar bahwa suaminya telah diangkat menjadi Rasul Allah.

Setelah peristiwa itu, Siti Khadijah langsung memeluk Islam, menjadikannya orang pertama yang masuk Islam. Siti Khadijah juga menjadi pendukung pertama Nabi Muhammad SAW dalam mengemban wahyu tersebut.

Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun dan wafat pada usia 63 tahun. Selama 23 tahun perjalanan dakwahnya, beliau menghadapi tantangan yang sangat berat, terutama karena lingkungan sekitar masih dalam keadaan jahiliyah dan dikelilingi oleh orang-orang kejam dari kaum Quraisy.

Namun, dalam menyebarkan ajaran Islam, Nabi Muhammad SAW tidak sendirian. Beliau ditemani oleh istri dan para sahabatnya, seperti Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan lainnya.

Makna dari kisah pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul bagi umat Islam adalah sebagai tonggak awal penyebaran ajaran Islam yang membawa pencerahan dan petunjuk bagi umat manusia. Peristiwa ini juga menegaskan pentingnya misi Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah untuk mengajak umat manusia menuju jalan kebenaran dan ketauhidan.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Tentang Usia Nabi Daud AS, Benarkah Dapat Tambahan dari Nabi Adam AS?



Jakarta

Nabi Daud AS disebut memiliki usia yang lebih panjang dari ketetapan awalnya. Menurut riwayat, ia mendapat tambahan usia dari Nabi Adam AS.

Merujuk pada Qashash al-Anbiyaa’ yang ditulis Ibnu Katsir dan diterjemahkan Saefulloh MS, kisahnya bermula ketika Allah SWT mengeluarkan anak-anak keturunan Nabi Adam AS dari punggungnya, lalu beliau melihat di antara mereka ada yang menjadi para nabi.

Nabi Adam AS melihat di antara anak-anak keturunannya seorang laki-laki yang bercahaya. Kemudian Nabi Adam AS bertanya, “Wahai Tuhanku, siapakah dia?” Allah SWT menjawab, “Ia adalah anak keturunanmu yang bernama Daud.” Nabi Adam AS kembali bertanya, “Wahai Tuhanku, berapa umurnya?” Allah menjawab, “Enam puluh tahun.”


Kemudian Nabi Adam AS berkata, “Wahai Tuhanku, tambahkanlah umurnya.” Allah menjawab, “Tidak, Aku tidak akan menambah umurnya, kecuali Aku tambah umurnya dengan mengambil dari umurmu.”

Umur Nabi Adam AS adalah seribu tahun. Lalu dari umurnya itu diambil 40 tahun untuk ditambahkan kepada salah satu anak keturunannya, yaitu Nabi Daud AS. Ketika ajalnya tiba, malaikat maut datang kepadanya. Nabi Adam AS bertanya keheranan, “Bukankah umurku masih tersisa empat puluh tahun lagi?”

Rupanya, Nabi Adam AS lupa kalau umurnya telah berkurang karena telah dikurangi untuk menambah umur salah satu anak keturunannya, yaitu Daud AS. Akan tetapi, kemudian Allah SWT menyempurnakan usia Nabi Adam AS tetap seribu tahun dan usia Nabi Daud AS seratus tahun.

Kisah tersebut berasal dari hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Ibnu Abbas. Tirmidzi juga meriwayatkannya dari Abu Hurairah dan ia mengatakan bahwa hadits tersebut berkedudukan shahih.

Ibnu Jarir berkata, “Ahli Kitab berpendapat bahwa usia Daud adalah 77 tahun.” Ibnu Katsir menanggapi, “Ini pendapat yang keliru dan tidak bisa diterima.” Mereka juga berkata, “Masa pemerintahan kerajaannya adalah empat puluh tahun.” Pendapat ini bisa saja diterima atau tidak karena memang tidak ada dalil yang harus menolak atau menerimanya. Wallahu a’lam.

Nabi Daud AS Dijemput Malaikat Maut

Imam Ahmad menyebutkan di dalam kitab Musnad-nya tentang kisah Nabi Daud AS didatangi malaikat maut. Riwayat ini jalurnya sampai pada Abu Hurairah yang meriwayatkan dari Rasulullah SAW.

Beliau SAW bersabda, “Daud adalah seorang nabi yang memiliki kecemburuan sangat besar. Apabila beliau keluar rumah, beliau selalu mengunci pintu-pintu rumahnya, sehingga tidak seorang pun yang dapat masuk menemui keluarga (istrinya), hingga beliau kembali pulang.

Pada suatu hari, beliau keluar rumah dan beliau segera menutup pintu rumahnya. Istrinya mnelihat-lihat di dalam rumahnya. Tiba-tiba terdapat seorang laki-laki berada di dalam rumahnya. Lalu ia bertanya-tanya (di dalam hatinya): ‘Siapa yang ada di dalam rumah? Dari mana laki-laki itu bisa masuk ke dalam rumah, padahal semua pintu sudah terkunci rapat? Sungguh, aku aku melaporkannya kepada (suamiku) Daud.”

Kemudian Daud datang dan laki-laki itu tiba-tiba ada di tengah-tengah rumahnya. Lalu Daud bertanya kepada laki-laki itu: ‘Siapa engkau?’ Ia menjawab: ‘Aku adalah makhluk yang tidak takut sedikitpun kepada raja dan tidak ada suatu dinding pun yang dapat menghalangiku.’ Daud berkata: ‘Kalau begitu, engkau adalah malaikat maut.

“Selamat datang dengan perintah Allah yang engkau bawa,” ujar Daud.

Beberapa saat selanjutnya, malaikat maut mencabut nyawa Daud.

Ketika beliau dimandikan dan dikafani, tiba-tiba suasana berubah dengan munculnya matahari yang menyinarinya. Lalu, Sulaiman berkata kepada burung: Naungilah (jenazah) Daud.’ Burung pun segera menaunginya, sehingga keadaan bumi menjadi terlihat gelap.

Setelah itu, Sulaiman berkata kepada burung: Lepaskan naungan kedua sayapmu.

Abu Hurairah berkata, “Pada jenazah Rasulullah juga diperlakukan hal yang sama oleh para burung. Ketika Rasulullah wafat, saat itu tempat penguburan jenazah beliau dinaungi oleh seekor burung yang panjang sayapnya.” (HR Ahmad)

Imam Ahmad meriwayatkan hadits di atas secara tunggal (sendirian) dengan sanad-sanadnya yang baik, kuat, dan hadits yang tepercaya.

Adapun maksud dari kata-kata Abu Hurairah “Saat itu jenazah beliau (Rasulullah) dinaungi oleh seekor burung yang panjang sayapnya” adalah kedua sayap burung itu dapat menaungi tempat penguburan jenazah. Burung itu sejenis elang yang bertubuh sangat besar dan bersayap sangat panjang hingga kedua sayapnya dapat menaungi tempat penguburan jenazah sekaligus.

Kisah Wafatnya Nabi Daud

Menurut sejumlah riwayat, Nabi Daud AS wafat secara mendadak. As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik, dari Ibnu Malik, dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Daud wafat secara mendadak pada hari Sabtu. Jenazahnya dinaungi oleh sayap burung.”

As-Saddi juga meriwayatkan dari Abu Malik dan dari Sa’id Bin Jubair, ia berkata, “Daud wafat pada hari Sabtu secara mendadak.”

Ishaq bin Basyar meriwayatkan dari Sa’id bin Abi Arubah, dari Qatadah, dari al-Hasan, ia berkata, “Daud wafat dalam usia seratus tahun. Beliau wafat pada hari Rabu secara mendadak.”

Abu Sakan al-Hijri berkata, “Ibrahim al-Khalil wafat secara mendadak. Begitu pula Daud juga wafat secara mendadak. Demikian juga putranya, Sulaiman yang wafat secara mendadak.”

Sebagian para perawi hadits meriwayatkan bahwa malaikat maut datang menemui Nabi Daud AS sementara beliau sendiri sedang turun dari mihrabnya. Lalu, Nabi Daud AS berkata kepada malaikat maut, “Tunggu sebentar, sampai aku naik atau turun lebih dulu.” Malaikat maut berkata, “Waktu (ajal)-mu telah habis.”

Setelah itu, Nabi Daud AS tersungkur sujud dan nyawanya dicabut dalam kondisi bersujud.

Ishaq bin Basyar berkata, “Wafir bin Sulaiman memberitahu kami, dari Abu Sulaiman al-Filisthini, dari Wahab bin Munabbih, ia berkata: ‘Sesungguhnya, masyarakat ramai-ramai menghadiri jenazah Daud. Mereka duduk di bawah terik matahari di musim panas.

Jennazah Nabi Daud AS diusung oleh 40.000 rahib, di antaranya rahib yang bernama al-Baranis dan lain-lainnya dari kalangan masyarakat. Tidak ada seseorang yang wafat dari kalangan bani Israil setelah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS yang membuat mereka sangat bersedih dan kehilangan, selain Nabi Daud AS.

Wallahu a’lam.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Saat Rasulullah SAW Miraj dan Bertemu Nabi Ibrahim AS serta Melihat Wujud Malaikat Jibril


Jakarta

Perjalanan Isra Miraj Rasulullah SAW menjadi perjalanan yang agung dan mulia. Dalam perjalanan ini, Rasulullah SAW bertemu dengan para nabi, termasuk Nabi Ibrahim AS.

Dalam perjalanan ini juga Rasulullah SAW menyaksikan wujud Malaikat Jibril.

Mengutip buku Meneladani Rasulullah melalui Sejarah karya Sri Januarti Rahayu, saat Rasulullah SAW melewati langit ketujuh, beliau melihat Nabi Ibrahim sedang duduk bersandar di Baitul Makmur.


Diterangkan dalam buku tersebut, Baitul Makmur adalah Ka’bah khusus bagi penduduk langit dan setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat yang masuk ke sana dan tidak pernah kembali untuk yang kedua kalinya.

Dalam Shahih Bukhari Muslim bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang perjalanannya menuju langit ketujuh saat Miraj. Di sana terdapat Baitul Makmur. Rasulullah SAW bersabda,

“Selanjutnya, aku dinaikkan ke Baitul Makmur. Ternyata, tempat ini dimasuki oleh 70.000 malaikat setiap hari dan mereka tidak pernah kembali.”

Malaikat Jibril berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, inilah nenek moyangmu maka ucapkanlah salam kepadanya.”

Rasulullah pun mengucapkan salam kepada Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim menjawab, “Wa’alaikumsalam, selamat datang cucu yang saleh dan nabi yang saleh.”

Diriwayatkan Nabi Ibrahim berkata kepada Rasulullah, “Ya Muhammad, sampaikanlah kepada umatmu salam dariku dan kabarkanlah kepada mereka bahwa surga itu tanahnya sangat baik, airnya segar, datarannya datar, serta tumbuhannya adalah subhanallah, alhamdulillah, laa ilahailallah, allahu akbar.”

Perjalanan ke Surga dan Sidratul Muntaha

Rasulullah SAW kemudian diajak Malaikat Jibril masuk ke dalam surga. Rasulullah SAW meriwayatkan, dalam surga, beliau melihat kubah yang terbuat dari mutiara. Beliau juga melihat empat sungai yang satu sungai berisi air tawar, satu sungai lagi berisi susu, kemudian sungai yang berisi khamar, serta sungai yang berisi madu. Sungai-sungai tersebut mengalir tanpa adanya lubang dalam tanah, tetapi mengalir di atas tanah.

Kemudian, di sana Rasulullah melihat seorang bidadari yang sangat cantik. Beliau pun bertanya, “Siapakah engkau?”

Sang bidadari menjawab, “Aku adalah bidadari Zaid bin Haritsah.”

Kemudian, Rasulullah SAW naik bersama Jibril ke Sidratul Muntaha. Rasulullah SAW menggambarkan, Sidratul Muntaha adalah sebuah pohon yang sangat besar seperti berada di penghujung langit. Buahnya besar seperti kendi air, daunnya besar seperti telinga gajah dan ditutupi dengan warna yang Rasulullah sendiri tidak tahu. Rasulullah berkata, “Tidak seorang pun mampu menyifati Sidratul Muntaha karena keindahannya.”

Di Sidratul Muntaha, Rasulullah SAW melihat Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya untuk kedua kali. Jibril mengenakan pakaian berwarna hijau yang terbuat dari sutra dan memiliki enam ratus sayap yang setiap sayapnya jika dibentangkan akan menutupi cakrawala. Jika sayapnya dibentangkan, akan terlihat permata, mutiara, dan benda-benda berwarna-warni yang berkilauan sangat indah.

Dalam hadits, Aisyah RA berkata, “Siapa yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad telah melihat Tuhannya, maka sungguh besar bahayanya, tetapi Nabi Muhammad SAW telah melihat Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya yang bisa menutupi ufuk.” (HR Bukhari)

Hadits dengan redaksi serupa turut dikeluarkan oleh Imam Muslim. Dari Ibnu Abbas RA, dia menjelaskan firman Allah, “Hati Muhammad tidak mendustakan apa yang telah ia lihat dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril dalam rupanya yang asli pada waktu yang lain.” (QS An Najm: 11-13).

Ibnu Abbas RA berkata, “Muhammad SAW melihat Jibril dua kali dengan hatinya.”

Tiba-tiba, datang seperti awan yang menutupi Sidratul Muntaha. Jibril pun mundur dan Rasulullah SAW naik ke tempat yang bahkan Jibril pun tidak pernah naik seorang diri. Di tempat itu, Rasulullah mendengar suara goresan pena yang sering disebut oleh ulama sebagai pena takdir. Di sanalah Rasulullah menerima wahyu untuk melaksanakan shalat sebanyak lima puluh kali sehari semalam. Rasulullah pun menerimanya.

Rasulullah turun hingga di langit keenam beliau bertemu dengan Nabi Musa kembali dan Nabi Musa bertanya, “Apa yang Allah wahyukan kepadamu?”

Rasulullah menjawab, “Allah telah mewahyukan untuk melaksanakan shalat lima puluh kali sehari semalam.”

Maka Nabi Musa pun berkata, “Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan. Umatmu tidak akan sanggup shalat lima puluh kali sehari semalam. Sungguh aku sudah mempunyai pengalaman dengan umat-umat sebelum umatmu. Sungguh aku menghadapi Bani Israil dengan sangat sulit. Kembalilah ke Tuhanmu, mintalah keringanan.”

Dari sinilah kemudian Allah SWT menurunkan perintah kepada Nabi Muhammad SAW agar umatnya mengerjakan salat fardhu lima waktu dalam sehari semalam.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Musa AS yang Menentang Firaun dan Para Pengikutnya



Jakarta

Nabi Musa AS adalah satu dari 25 nabi dan rasul yang kisahnya tercantum dalam Al-Qur’an. Semasa hidupnya, ia berdakwah menegakkan ajaran tauhid.

Menurut Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, Nabi Musa AS lahir ketika Firaun memerintahkan rakyatnya untuk membunuh bayi laki-laki yang lahir. Meski demikian, ibu Musa AS mendapat ilham untuk meletakkannya di dalam peti dengan diikat tali.

Rumah Nabi Musa AS kala itu berada di hulu Sungai Nil. Setelah menyusui Musa kecil, ibunya kembali meletakkannya di dalam peti khawatir akan ada orang yang mengetahui keberadaan si bayi.


Peti tersebut diletakkan di lautan dengan tali. Ketika semua orang pergi, ibu Nabi Musa AS kembali menarik petinya.

Dikisahkan dalam buku Kisah Nabi Musa AS oleh Abdillah, singkat cerita peti yang biasanya ditarik oleh ibu Nabi Musa AS terhanyut. Atas izin Allah SWT, peti itu ditemukan oleh permaisuri Firaun yang bernama Asiyah. Melihat Nabi Musa AS kecil di dalam peti tersebut, Asiyah akhirnya membujuk Firaun untuk mengadopsi Musa bayi.

Ketika kecil, Musa AS menolak untuk menyusu pada siapa pun. Dengan kuasa Allah SWT, hanya ibu Nabi Musa AS yang tidak ditolak susunya oleh Musa kecil. Ini bermula ketika kakak Musa AS memperkenalkan ibu kandungnya kepada para dayang,

Ibu Nabi Musa AS menyusui sang nabi dan diberi upah. Ia juga turut berperan merawatnya sampai dewasa.

Menginjak dewasa, Nabi Musa AS dijadikan sebagai rasul. Musa AS diutus untuk berdakwah dan akhirnya berhadapan dengan Firaun.

Ia meminta agar Firaun kembali ke jalan yang benar. Atas perintah Allah SWT, Nabi Musa AS berdakwah bersama saudaranya, Nabi Harun AS untuk membimbing Firaun.

Mengutip buku Pengantar Sejarah Dakwah oleh Wahyu Ilaihi, pendamping dakwah Nabi Musa AS yakni saudaranya Harun AS. Allah memerintahkan Musa dan Harun untuk berangkat menemui Firaun dan mendakwahinya dengan kata-kata lembut.

Alih-alih bertobat, Firaun justru membangkang. Musa AS dan Harun AS memerintahkan agar Firaun melepaskan bani Israil dari genggamannya dan membiarkan mereka beribadah kepada Allah SWT.

Atas izin Allah SWT, Nabi Musa AS menunjukkan mukjizat berupa tongkat yang berubah menjadi ular dan tangan yang bercahaya. Namun Firaun tetap murka kepada Nabi Musa AS.

Tanpa ragu, Firaun meminta tukang sihirnya menunjukkan kemampuannya di depan Musa AS. Mereka lalu melempar tali yang bisa berubah menjadi ular.

Walau begitu, ular-ular tukang sihir dilahap oleh ular milik Musa AS. Peristiwa tersebut membuat pengikut Firaun akhirnya percaya kepada Allah SWT dan beriman, begitu pun sang istri yang bernama Asiyah.

Semakin murka, ketimbang bertobat Firaun justru menyiksa seluruh pengikut Nabi Musa AS. Istrinya yang menyatakan beriman kepada Allah SWT juga disiksa sampai meninggal dunia.

Akhirnya, Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk meninggalkan Mesir. Meski demikian, pengikut Firaun yang belum beriman terus mengejar Nabi Musa AS.

Tiba saatnya Nabi Musa AS menghadapi jalan buntu, Allah memerintahkan agar ia memukulkan tongkatnya ke laut. Dengan izin Allah SWT, tongkat tersebut dapat membelah lautan dan menciptakan jalur agar Musa AS dan pengikutnya dapat melewati.

Setelah pengikut Musa AS selesai menyeberangi lautan, sang nabi kembali memukulkan tongkatnya sesuai perintah Allah SWT. Tiba-tiba, laut kembali ke kondisi semula hingga menenggelamkan Firaun beserta pasukannya.

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com