Tag Archives: nabi nuh as

Benarkah Orang Tua Menanggung Dosa Anaknya? Ini Penjelasan Menurut Dalil


Jakarta

Setiap orang tua bertanggung jawab mendidik anak-anak mereka, termasuk mengajarkan adab dan akhlak. Bagaimana dengan anak yang berlaku buruk, apakah dosanya ditanggung orang tua?

Dalil-dalil Al-Qur’an menunjukkan bahwa Islam memiliki prinsip yang sangat jelas bahwa setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menegaskan melalui firman-Nya dalam surat Al-An’am ayat 164.

قُلْ أَغَيْرَ ٱللَّهِ أَبْغِى رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَىْءٍ ۚ وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلَّا عَلَيْهَا ۚ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُم مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ


Artinya: Katakanlah: “Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan”.

Kemudian dalam ayat lain disebutkan,

كُلُّ نَفْسٍۭ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ

Artinya: Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. (QS. Al-Muddatsir: 38)

Mengutip buku Fikih Anak Muslim karya Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, ayat-ayat tersebut menegaskan bahwa secara prinsip dasar, setiap orang menanggung dosanya dan orang tua tidak serta-merta menanggung dosa anaknya.

Namun, terdapat beberapa kondisi di mana dosa anak dapat turut menjadi beban tanggung jawab orang tua, tergantung pada peran serta pengaruh mereka dalam proses pembentukan akhlak dan perilaku sang anak.

Dalam Islam, anak-anak kecil tidak dibebankan dosa sampai ia berusia baligh. Hal ini seperti dijelaskan dalam hadits riwayat Al-Hasan bin Ali RA, ia berkata:

“Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,’Qalam (pencatat dosa) diangkat (maksudnya: tidak dihitung melakukan dosa) dari tiga orang: anak kecil sampai ia baligh, orang tidur sampai ia bangun, dan orang yang terkena musibah sampai musibah itu diangkat’.”

Orang Tua Bisa Berdosa Jika Lalai Mendidik Anak

Merujuk buku Islam Berbicara Soal Anak yang ditulis oleh Kariman Hamzah para ulama berpendapat, orang tua dapat ikut menanggung dosa anak jika mereka lalai dalam mendidik dan membina akhlak anaknya, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan agama.

Kewajiban mendidik anak tercermin dalam banyak hadits Rasulullah SAW, salah satunya,

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Rasulullah SAW juga memberikan perintah tegas dalam hal pendidikan ibadah, khususnya dalam mendirikan sholat,

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk sholat pada usia tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika meninggalkannya) pada usia sepuluh tahun.” (HR. Abu Dawud)

Dengan demikian, jika seorang anak tumbuh dalam lingkungan yang abai terhadap kewajiban agama, dan orang tuanya tidak memberikan arahan yang benar, maka kesalahan dan dosa anak tersebut bisa berdampak pada orang tua sebagai bentuk tanggung jawab kepemimpinan dalam keluarga.

Dosa Bertambah Jika Orang Tua Menjadi Penyebab Kemaksiatan Anak

Islam memberikan peringatan keras terhadap siapa pun yang mendorong atau menjadi penyebab orang lain berbuat dosa. Dalam konteks ini, orang tua yang memfasilitasi perilaku maksiat anak, misalnya dengan memberikan kebebasan tanpa pengawasan, membiarkan tontonan dan pergaulan buruk, atau bahkan menyuruh langsung pada hal yang haram, maka akan mendapatkan bagian dari dosa tersebut.

Dalam hadits disebutkan, Rasulullah SAW bersabda,

“Barang siapa yang mengajak kepada kesesatan, maka ia akan mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim)

Tanggung Jawab Orang Tua Berakhir Ketika Anak Sudah Dewasa

Dilansir dari laman Daarut Tauhid, disebutkan bahwa tanggung jawab orang tua tidak berlaku selamanya. Jika orang tua telah mendidik anak-anaknya dengan ajaran Islam yang benar, memberikan contoh perilaku yang baik, dan menasihati mereka ketika menyimpang, maka tanggung jawab dosa tidak lagi berada di pundak orang tua, meskipun anak tetap melakukan kesalahan.

Hal ini dapat dilihat dari kisah Nabi Nuh AS yang memiliki anak durhaka. Walau sang ayah adalah seorang nabi yang mulia dan berdakwah tanpa henti, anaknya tetap memilih jalan kekufuran dan akhirnya tenggelam dalam banjir besar. Allah SWT berfirman kepada Nabi Nuh sebagaimana diabadikan dalam surat Hud ayat 46,

قَالَ يَٰنُوحُ إِنَّهُۥ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُۥ عَمَلٌ غَيْرُ صَٰلِحٍ ۖ فَلَا تَسْـَٔلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۖ إِنِّىٓ أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ ٱلْجَٰهِلِينَ

Artinya: Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”.

Kisah ini menunjukkan bahwa hidayah tidak bisa diwariskan, dan orang tua tidak dibebani atas keputusan akhir anak yang sudah cukup umur dan paham tanggung jawab agama.

Di sisi lain, ketika seorang anak menjadi pribadi saleh, hal itu justru menjadi sumber pahala yang terus mengalir bagi kedua orang tuanya. Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Taat Butuh Kesabaran sampai Terasa Indah



Jakarta

Kesabaran tidak hanya dilakukan ketika seseorang mendapat musibah. Menurut Habib Ja’far, sabar juga dibutuhkan dalam hal ketaatan.

Hal tersebut diungkapkan Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Sabtu (1/4/2023). Habib mulanya menjelaskan bahwa kebenaran dan kesabaran merupakan dua hal yang disebut secara bersamaan melalui firman Allah SWT dalam surah Al Asr ayat 3.

اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ


Artinya: “kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.”

Habib Ja’far menjelaskan, seseorang butuh kesabaran dalam menjalani ujian kebenaran. Hal ini untuk mengetahui apakah orang tersebut menjalankan kebenaran karena musiman atau memang sudah mencapai titik ikhlas.

“Kebenaran harus diuji dengan kesabaran untuk mengetahui ia berada dalam kebenaran itu sifatnya musiman atau memang ia ingin berada dalam kebenaran itu karena menganggap itulah yang indah,” ucap Habib Ja’far.

Habib Ja’far lalu menukil perkataan Imam Al Ghazali bahwasanya sabar itu bukan hanya ketika tertimpa musibah, melainkan juga untuk berada dalam ketaatan dan terhindar dari maksiat juga membutuhkan kesabaran.

“Orang kalau diuji dia harus sabar, bukan hanya itu. Tapi ketika orang jauh dari maksiat dia harus sabar. Sabar dari tarikan lagi tentang misalnya enaknya ketika bermaksiat, nikmatnya ketika bermaksiat, dan lain sebagainya,” ujar Habib Ja’far.

“Juga sabar ketika menjalani ketaatan dari misalnya merasa terbebaninya ketika dia menjalani ketaatan, merasa beratnya dia ketika menjalani ketaatan. Dia harus sabar sampai titik di mana dia kemudian nikmat menjalani ketaatan,” imbuhnya.

Ada banyak kisah tentang kesabaran dalam ketaatan yang terjadi kepada para nabi. Mulai dari Nabi Nuh AS yang berdakwah selama 950 tahun, Nabi Yusuf AS yang harus menerima fitnah selama belasan tahun, hingga Nabi Muhammad SAW dengan berbagai ujiannya.

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Taat Butuh Kesabaran sampai Terasa Indah tonton DI SINI.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Hadits Bersyukur, Salah Satu Sifat Orang Beriman



Jakarta

Bersyukur merupakan salah satu sifat orang beriman. Perintah untuk mensyukuri nikmat Allah SWT termaktub dalam Al-Qur’an dan hadits.

Allah SWT berfirman,

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ٧


Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (QS Ibrahim: 7)

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, ayat tersebut menjelaskan bahwa sesungguhnya jika kita mensyukuri nikmat yang telah Allah SWT berikan, Dia akan menambahkan nikmat itu.

Adapun, firman-Nya “dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku) sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras” maksudnya adalah Allah SWT akan mencabut nikmat-nikmat yang telah Dia berikan dan Allah SWT menyiksa orang yang tidak bersyukur itu.

Para nabi dan rasul telah memberikan teladan mengenai sifat-sifat syukur yang dimilikinya, salah satunya Nabi Nuh AS. Disebutkan dalam Kitab Qashash Al-Anbiyaa karya Imam Ibnu Katsir, terdapat riwayat yang menyebut bahwa Nabi Nuh AS selalu mengucapkan rasa syukurnya kepada Allah atas makanan, minuman, pakaian, dan segala hal terkait dirinya.

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Abu Usamah, dari Zakaria bin Abi Zaidah, dari Said bin Abu Burdah, dari Anas bin Malik RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya Allah meridhai seorang hamba yang mengucapkan syukur setelah memakan sesuatu dan mengucapkan syukur setelah meminum sesuatu.”

Imam Muslim, Tirmidzi, dan An-Nasa’i turut meriwayatkan hadits serupa melalui Abu Usamah. Masing-masing termaktub dalam Kitab Shahih dan Sunan.

Hadits tentang Syukur

Ada sejumlah hadits lain yang memuat perintah maupun keutamaan bersyukur. Berikut di antaranya.

1. Hadits Allah Menulis Syukur Hamba-Nya

Dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Tidaklah Allah menganugerahkan nikmat kepada seorang hamba kemudian ia mengetahui nikmat tersebut berasal dari Allah, melainkan Allah menulis syukur untuknya sebelum ia mensyukuri nikmat tersebut. Tidaklah seorang hamba berbuat dosa kemudian ia menyesalinya, melainkan Allah menulis ampunan baginya sebelum ia meminta ampunan kepada-Nya.” (HR Al Hakim)

2. Hadits Bersyukur ala Nabi Musa

Al-Kharaithi dalam Fadhilatusy Syukr meriwayatkan hadits dari Abu Amr Asy-Syaibani bahwa Musa AS berkata,

“Tuhanku, jika aku salat, maka karena-Mu. Jika aku bersedekah, maka karena-Mu. Jika aku menyampaikan risalah-Mu, maka karena-Mu. Oleh karena itu, bagaimana cara aku bersyukur kepada-Mu?” Allah berfirman, “Engkau sekarang telah bersyukur kepada-Ku.”

3. Hadits Bersyukur dengan Mengucap Alhamdulillah

Dari Anas bin Malik RA, dari Nabi SAW yang bersabda,

“Tidaklah Allah memberikan nikmat kepada seorang hamba kemudian ia mengatakan, ‘Alhamdulillah’ melainkan apa yang ia berikan itu lebih baik daripada yang ia ambil.” (HR Ibnu Majah)

Dalam riwayat lain, Bakr bin Abdullah berkata, “Seorang hamba tidak mengucapkan ‘Alhamdulillah’ sekali, melainkan ia wajib mendapatkan nikmat dengan ucapannya, ‘Alhamdulillah.’ Apa balasan perkataannya tersebut? Balasannya ialah ia bisa mengucap ‘Alhamdulillah’ kemudian datanglah nikmat yang lain. Nikmat-nikmat Allah tidak pernah habis.” (HR Ibnu Abu Ad-Dunya dalam Asy-Syukr)

4. Hadits Bersyukur Adalah Sifat Orang Beriman

Rasulullah SAW bersabda,

“Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu baik. Namun tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mukmin sejati. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR Muslim)

detikers jangan lupa ucap rasa syukur hari ini di Alhamdulillah Challenge ya! Ada hadiah menanti untuk kamu dapatkan.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

3 Doa dalam Perjalanan Jauh agar Diberi Keselamatan


Jakarta

Ada berbagai tantangan yang mungkin ditemui dalam perjalanan dimulai dari cuaca yang buruk, jalan yang sulit, hingga kemungkinan kecelakaan. Oleh karena itu, muslim perlu melindungi diri dengan mengamalkan doa dalam perjalanan.

Doa dalam perjalanan juga merupakan sebuah upaya untuk menenangkan hati, menumbuhkan rasa syukur, dan memperkuat keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi berada di bawah kendali Yang Maha Kuasa.

Meminta perlindungan dari Allah SWT sebelum melakukan perjalanan juga merupakan kebiasaan Rasulullah SAW. Imam an-Nawawi mengutip sebuah riwayat dari kitab Shahih Muslim, dari Abdullah bin Sarjis RA, ia berkata,


“Jika Rasulullah SAW melakukan perjalanan beliau meminta perlindungan dari beratnya perjalanan, buruknya tempat kembali dan kebengkokan setelah lurus, doanya orang-orang dizalimi, serta buruknya pandangan dan harta.” (HR Muslim)

3 Doa dalam Perjalanan dalam Islam

Doa di perjalanan adalah permohonan perlindungan dan keselamatan kepada Tuhan agar terhindar dari segala marabahaya dan kesulitan selama perjalanan. Dengan berdoa, kita menyerahkan segala kekhawatiran dan ketidakpastian kepada Yang Maha Kuasa, sehingga hati menjadi tenang dan perjalanan terasa lebih aman.

Berikut ini adalah doa dalam perjalanan:

1. Doa Perjalanan Jauh

Dijelaskan dalam buku Doa & Zikir Mustajab untuk Muslimah oleh Muhammad Rahmatullah, Abdullah bin Sarjis berkata bahwa apabila Rasulullah SAW bersafar (melakukan perjalanan jauh), beliau melantunkan doa berikut,

اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ وَالأَهْلِ

Latin: Allahumma antash-shohibu fissafari wal kholiifatu fil ahli. Allahumma inni a’udzubika min wa’tsaa-issafari wa ka-abatil manzhori wa suu-il munqolabi fil maali wal ahli.”

Artinya: “Ya Allah, Engkau adalah teman dalam perjalanan dan pengganti dalam keluarga. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesulitan perjalanan, kesedihan tempat kembali, doa orang yang teraniaya, dan dari pandangan yang menyedihkan dalam keluarga dan harta.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

2. Doa Naik Kendaraan

Ketika melakukan perjalanan dengan kendaraan, membaca doa menjadi cara untuk memohon perlindungan dan bimbingan Tuhan agar terhindar dari kecelakaan serta rintangan di jalan. Doa ini juga membantu menenangkan pikiran dan menumbuhkan rasa aman, sehingga perjalanan terasa lebih lancar dan selamat sampai tujuan.

Menurut buku Doa Harian Pengetuk Pintu Langit karya Hamdan Hamedan, Ibnu Umar RA menceritakan bahwa ketika Rasulullah SAW hendak memulai perjalanan jauh dengan menaiki untanya, beliau sering mengucapkan doa khusus.

اللهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبَّنَا لَمُنْقَلِبُونَ

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى اللَّهُمَّ هَوَنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ.

اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالْخَلِيْفَةُ فِي الْأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَابَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوْءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَالْأَهْلِ

Latin: Allaahu akbar, Allaahu akbar, Allaahu akbar, subhaanalladzii sakhkhara lanaa hadzaa wa maa kunnaa lahuu muqriniin. Wa innaa ilaa Rabbinaa lamun-qalibuun.

Allaahumma innaa nas-aluka fii safarinaa haadzal-birra wat-taqwaa, wa minal-‘amali maa tardhaa. Allaahumma hawwan ‘alaynaa safaranaa hadzaa wathwi ‘annaa bu’dahu.

Allaahumma antasshoohibu fissafari, wal-khaliifatu fil-ahli, Allaahumma innii a’uudzubika min wa’tsaa-issafari, wa kaabatil-man-zhari, wa suu-‘il-munqalabi fil-maali wal-ahli.

Artinya: “Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar. Mahasuci Tuhan yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedang sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari kiamat).

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kebaikan dan takwa dalam bepergian ini, kami mohon perbuatan yang meridhakan-Mu. Ya Allah, permudahlah perjalanan kami ini, dan dekatkan jaraknya bagi kami.

Ya Allah, Engkaulah teman dalam bepergian dan yang mengurusi keluarga (yang ditinggal). Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan perubahan yang buruk dalam harta dan keluarga.” (HR Muslim)

3. Doa dalam Perjalanan Menggunakan Kapal

Ketika melakukan perjalanan dengan kapal, ada doa khusus yang dianjurkan untuk dibaca agar perjalanan di atas air diberkahi dan dilindungi oleh Allah SWT. Doa ini bertujuan untuk memohon keselamatan dari segala bahaya laut

Dalam buku Kumpulan Dzikir dan Doa Shahih karya Anshari Taslim, dijelaskan bahwa ada doa khusus yang dapat dibaca ketika melakukan perjalanan dengan kapal. Doa ini pernah diucapkan oleh Nabi Nuh AS saat beliau menaiki kapalnya, memohon perlindungan dan keselamatan kepada Allah SWT selama berada di atas air.

بِسْمِ اللّٰهِ مَجْرٰ۪ىهَا وَمُرْسٰىهَا ۗاِنَّ رَبِّيْ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Latin: Bismillaahi majreeha wa mursaahaa, inna Rabbii laghafuurur Rahiim.

Artinya: “Dengan nama Allah ketika dia berlayar dan berlabuh, sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Hud: 41)

(hnh/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Adam yang Wafat & Dikafani Kain dari Surga



Jakarta

Ketika Nabi Adam AS yang merupakan manusia pertama ciptaan Allah SWT menemui ajalnya, beliau memperoleh perlakuan khusus dari para malaikat.

Ibnu Katsir dalam bukunya Qashash Al-Anbiya, mengemukakan bahwa Adam AS wafat pada hari Jumat. Di mana kemudian malaikat menemui beliau sambil membawa balsam (wewangian) dan kain kafan dari Allah SWT yang berasal dari surga.

Jumat adalah hari Adam AS menjemput ajal juga diketahui melalui sabda Nabi SAW yang diriwayatkan Abu Lubabah Al-Badri. Beliau SAW menuturkan: “Penghulu hari (Sayyidul Ayyam) adalah hari Jumat, dan ia adalah seagung-agungnya hari bagi Allah SWT, bahkan lebih agung bagi Allah daripada hari raya Fitri dan Adha.


Dan pada hari Jumat itu terdapat lima kejadian, yaitu; Allah menciptakan Adam AS, Allah menurunkan Adam ke dunia, Allah mewafatkan Adam, hari Jumat adalah saat yang tidaklah seseorang memohon kepada Allah melainkan pasti dikabulkan selama ia tidak meminta barang yang haram, dan pada hari itu akan terjadi kiamat. Tidak ada malaikat yang dekat kepada Allah, langit, bumi, angin, gunung-gunung, lautan melainkan semuanya mencintai hari Jumat.” (HR Ahmad & Ibnu Majah)

Kisah Wafatnya Nabi Adam AS

Masih dari Qashash Al-Anbiya, Ubay bin Ka’ab meriwayatkan hadits mengenai kisah wafatnya Adam AS. Ia berkata:

“Sesungguhnya ketika menjelang wafatnya, Adam AS berkata kepada anak-anaknya, ‘Wahai anak-anakku, aku menginginkan buah-buahan dari surga.’

Ka’ab melanjutkan, “Kemudian anak-anak Adam AS pun segera mencari buah-buahan itu untuk ayah mereka. Mereka lalu ditemui oleh para malaikat yang membawa balsam dan kain kafan. Sementara itu, anak-anak Adam AS membawa kapak, pedang, dan golok.

Para malaikat berkata kepada mereka, ‘Wahai anak-anak Adam, apa yang kalian inginkan dan apa yang kalian cari?’ Mereka menjawab: ‘Ayah kami sedang sakit dan beliau menginginkan buah-buahan dari surga.’

Para malaikat kembali berujar, ‘Kalian pulang lagi saja. Sesungguhnya, ayah kalian telah mendapatkannya.’

Setelahnya, para malaikat datang menemui Adam AS. Saat Hawa (istri Nabi Adam) melihat kedatangan mereka, ia mengetahui bahwa mereka adalah para malaikat. Hawa segera berlindung mendekati Adam AS.

Lalu Adam AS menuturkan, ‘Menjauhlah dariku, sesungguhnya aku datang sebelum kamu. Oleh sebab itu, menjauhlah dari hadapanku dan dari hadapan para malaikat Tuhanku.’

Tak lama, malaikat mencabut nyawa Adam AS. Kemudian memandikan, mengafani, dan mengolesi tubuhnya dengan wewangian. Selanjutnya, mereka mengubur jenazah beliau ke dalam liang kubur yang telah dipersiapkan.

Setelah itu, para malaikat berkata: ‘Wahai anak-anak Adam, inilah tata cara (mengurus jenazah) bagi kalian’.” (HR Ahmad dalam kitab Musnad-nya) Ibnu Katsir menyatakan hadits ini bersanad shahih.

Ibnu Abbas mengutip sumber yang sama, meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Para malaikat bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Adam AS. Abu Bakar bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Fathimah. Umar bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Abu Bakar, dan Shuhaib bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Umar.” (Disebutkan As-Suyuthi dalam kitab Al-Fathul Kabir, 2/316)

Tempat Nabi Adam AS Dimakamkan

Dalam Qashash Al-Anbiya dijelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai lokasi makam Adam AS. Menurut pendapat yang masyhur, jenazah beliau dikebumikan di pegunungan yang juga menjadi tempat beliau diturunkan (dari surga), yaitu di Hindi.

Ada juga yang mengatakan jenazah Adam AS dikubur di Jabal Abu Qubais, sebuah gunung di kawasan Makkah.

Dikatakan dalam sumber lain, sebelum badai topan dan banjir dahsyat di zaman Nabi Nuh AS, Nuh AS sempat memindahkan jasad Adam AS dan Hawa dalam sebuah peti. Kemudian, jenazah keduanya dimakamkan di Baitul Maqdis. Pandangan ini juga diceritakan oleh Ibnu Jarir.

Ibnu Asakir meriwayatkan pula dari sebagian perawi, ia berkata, “Kepala (jenazah) Adam AS berada di Masjid Ibrahim, sementara kedua kakinya berada di bebatuan di Baitul Maqdis. Adapun Hawa wafat setahun setelah kematian Adam AS.” Wallahu a’lam.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Mukjizat Nabi Isa AS yang Menghidupkan Orang Mati Atas Izin Allah, Ini Kisahnya



Jakarta

Sebagai utusan Allah SWT, Nabi Isa AS diberi sejumlah mukjizat yang mampu membuktikan kenabiannya kepada mereka yang meragukan. Di antara peristiwa luar biasa yang dialaminya adalah dapat menghidupkan orang mati. Bagaimana kisahnya?

Mengutip buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul susunan Ridwan Abdullah Sani dan Muhammad Kadri, Alah SWT mengutus Isa AS untuk menerima wahyu berupa Injil dan bertanggung jawab untuk mengajarkannya kepada Bani Israil.

Ibunya adalah Maryam, seorang wanita sholehah yang Dia pelihara kesucian dan kemuliaannya. Dengan melahirkan Nabi Isa, itulah salah satu ujian baginya. Mengapa? Lantaran Allah SWT memilih Maryam untuk menjadi ibu dan melahirkan Isa AS tanpa disentuh seorang ayah (laki-laki).


Yang demikian tentu mungkin saja dilakukan dengan kehendak-Nya, karena Dialah sang Pencipta. Dalam Surat Ali Imran ayat 47 berbunyi:

“Dia (Maryam) berkata, ‘Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku akan mempunyai anak, padahal tidak ada seorang laki-laki pun yang menyentuhku?’ Dia (Allah) berfirman, ‘Demikianlah, Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki.’ Apabila Dia hendak menetapkan sesuatu, Dia hanya berkata padanya, ‘Jadilah!’ Maka, jadilah sesuatu itu.”

Kelahiran yang demikian termasuk sebagai satu mukjizat yang diterima oleh Nabi Isa, di antara berbagai mukjizat lainnya.

Kisah Singkat Nabi Isa AS Menghidupkan Orang Mati

Selain lahir tanpa peran seorang ayah, Isa AS diberi mukjizat lain yakni dapat menghidupkan orang yang telah meninggal dunia. Hal ini tentu atas izin dan kuasa-Nya dan jangan sampai disalahartikan. Mukjizat ini juga diabadikan dalam Surat Ali Imran ayat 49:

“(Allah akan menjadikannya) sebagai seorang rasul kepada Bani Israil. (Isa berkata,) ‘Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, sesungguhnya aku membuatkan bagimu (sesuatu) dari tanah yang berbentuk seperti burung. Lalu, aku meniupnya sehingga menjadi seekor burung dengan izin Allah. Aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahir dan orang yang berpenyakit buras (belang) serta menghidupkan orang-orang mati dengan izin Allah. Aku beri tahukan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kerasulanku) bagimu jika kamu orang-orang mukmin.’

Adapun Ahmad Bahjat dalam bukunya Nabi-Nabi Allah terjemah Anbiya Allah menceritakan secara singkat kisah mukjizat ini.

Dikatakan oleh para ahli tafsir bahwa Nabi Isa telah menghidupkan kembali tiga orang dari kematiannya: Lazarus, salah seorang temannya pada masa lalu; anak perempuan dari seorang lelaki tua; dan anak lelaki seorang janda yang sebatang kara. Ketiga orang ini baru meninggal pada hari itu juga.

Saat mengetahui itu, orang-orang Bani Israil berkata kepada Isa AS, “Engkau hanya mampu menghidupkan orang-orang yang baru mati. Bisa jadi mereka masih belum mati, melainkan hanya mati suri.”

Mereka meminta Isa AS untuk membangkitkan jenazah Sam bin Nuh, dan kemudian beliau minta ditunjukkan makamnya tersebut. Bersama kaumnya, beliau berangkat ke kubur Sam bin Nuh.

Sesampainya di sana, Nabi Isa lalu berdoa kepada Allah SWT agar Dia menghidupkan kembali Sam bin Nuh. Dan seketika itu juga Sam ibn Nuh keluar dari kuburnya, dengan rambut kepalanya telah beruban.

Isa AS bertanya kepadanya, “Bagaimana rambut di kepalamu bisa beruban, sementara pada zaman kalian belum ada uban?”

Sam bin Nuh menjawab, “Wahai Ruhullah, engkau telah memanggilku. Maka aku mendengar suara, ‘Jawablah panggilan Ruhullah!’ Aku menduga hari kiamat sudah tiba. Karena rasa takut akan hari kiamat, rambutku menjadi beruban.”

Sam bin Nuh lalu menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan kepadanya. Ia juga menceritakan mengenai peristiwa banjir besar yang terjadi pada masa dakwah ayahnya itu, Nabi Nuh AS.

Setelah mengabarkannya, Nabi Isa lantas berdoa kembali kepada Allah SWT hingga akhirnya Sam bin Nuh kembali menjadi tanah dalam kubur.

Dalam buku Kisah Para Nabi terjemah Qashash Al-Anbiya oleh Ibnu Katsir dicantumkan pula riwayat Ibnu Abbas yang menceritakan Isa AS menghidupkan kembali seorang penguasa Bani Israil.

Diriwayatkan, “Ketika salah seorang raja dari bangsa Israil meninggal dunia dan dibawa di atas kerandanya, datanglah Nabi Isa dan beliau berdoa kepada Allah SWT untuk menghidupkannya kembali. Lalu Allah mengabulkan doanya dan raja itu pun hidup kembali. Bani Israil yang melihat kejadian itu terkejut dan kagum terhadap Isa AS.”

Wallahu a’lam.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

2 Wanita yang Diabadikan Al-Qur’an, Terkenal karena Durhakanya



Jakarta

Al-Qur’an memuat banyak riwayat yang mengandung hikmah. Di antaranya ada yang mengabarkan tentang wanita pilihan, seperti yang dikenal karena kedurhakaannya. Siapa saja?

Dr. Mushthafa Murad melalui bukunya Mi’ah Qishshah min Hayah Al-Shalihin wa Al-Shalihat menyebut terdapat beberapa nama wanita durhaka yang diabadikan dalam Al-Qur’an beserta kisah yang menyertainya.

1. Istri Nabi Nuh AS

Di antara orang yang tak mengimani dan mengikuti dakwah Nuh AS adalah istrinya. Ketika azab berupa banjir bandang menimpa kaum Nuh AS, istrinya itu ditelan banjir bandang bersama orang-orang yang tidak beriman lain-nya. Dia binasa bersama dengan mereka yang binasa.


Istri Nuh AS tersebut diketahui merupakan wanita yang melahirkan empat anak Nabi Nuh, yaitu Ham, Sam, Yafis, dan Yam. Nama anak Nuh AS lainnya yang disebut Kan’an, ikut tertelan azab banjir besar tersebut.

Riwayat Nuh AS banyak diabadikan Al-Qur’an dalam sejumlah ayatnya. Meski demikian, kabar terkait Istri Nabi Nuh yang kufur itu diberitakan Al-Qur’an melalui Surat At-Tahrim, yakni ayat 10:

“Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang kufur, yaitu istri Nuh dan istri Luth.keduanya berada di bawah (tanggung jawab) dua orang hamba yang sholeh di antara hamba-hamba Kami, lalu keduanya berkhianat kepada (suami-suami)-nya. Mereka (kedua suami itu) tidak dapat membantunya sedikit pun dari (siksaan) Allah, dan dikatakan (kepada kedua istri itu), “Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).”

2. Istri Nabi Luth AS

Istri Luth AS dikenal membangkang kepada Allah SWT dan enggan mengikuti dakwah suaminya itu. Ia diketahui malah bersekongkol dengan kaum Sodom dan memberitahukan kepada mereka bahwa Luth AS kedatangan tamu berwajah tampan.

Tamu-tamu itu sebenarnya adalah para malaikat yang Allah SWT kirim kepada Luth AS dengan menyerupai manusia. Mereka datang untuk mengabarkan azab yang akan menimpa bangsa Sodom akibat perbuatan mereka sebelumnya, yakni tanah yang terbalik dan hujan batu terbakar yang bertubi.

Para malaikat utusan Allah SWT itu menyuruh Luth AS membawa keluarga dan pengikutnya yang beriman untuk pergi dari kotanya itu di akhir malam. Mereka juga memberitahu Luth AS untuk meninggalkan istrinya karena ia termasuk orang kafir.

Lantaran istri Luth AS telah menyebarkan info kedatangan tamu tampan, yang kemudian membuat penduduk Sodom berbondong-bondong menghampiri rumah dan mendesak untuk masuk dengan mendobrak pintu rumah.

Diketahui Allah SWT mengutus Luth AS ke kota Sodom, ibu kota negeri Gharzaghar, karena penduduknya termasuk orang-orang paling jahat dan kafir supaya bertaubat dan menyembah-Nya.

Kala itu, kaum Sodom begitu dikenal dengan kejahatannya seperti merampok, sodomi hingga mengerjakan maksiat di tempat terbuka. Dan mereka terkenal enggan menghentikan perbuatan mungkarnya itu.

Mereka ini pula yang pertama kali melakukan hubungan seks sejenis (homoseksual), yang bahkan belum pernah ada sebelumnya. Penduduk laki-lakinya menolak untuk menikahi (menggauli) kaum wanita dari kalangan mereka.

Istri Luth AS yang berkhianat ini diabadikan Al-Qur’an dalam sejumlah ayat, di antaranya pada Surat Al-A’raf ayat 83: “Maka, Kami selamatkan dia dan pengikutnya, kecuali istrinya. Dia (istrinya) termasuk (orang-orang kafir) yang tertinggal.”

Dalam Surat An-Naml ayat 57 dikatakan, “Kami menyelamatkan dia dan keluarganya, kecuali istrinya. Kami telah menentukan (istri)-nya termasuk (orang-orang kafir) yang tertinggal.”

Juga melalui Surat Al-Ankabut ayat 33 dikabarkan, “Ketika para utusan Kami datang kepada Luth, ia sedih karena (kedatangan) mereka dan merasa tidak mempunyai kekuatan untuk melindunginya. Mereka pun berkata, “Janganlah takut dan jangan sedih. Sesungguhnya kami akan menyelamatkan kamu dan pengikut-pengikutmu, kecuali istrimu. Dia termasuk (orang-orang kafir) yang tertinggal.”

Itulah kisah dua wanita durhaka yang diceritakan dalam Al-Qur’an.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Azab Kaum Nabi Nuh AS yang Sombong dan Musyrik


Jakarta

Saat nama Nabi Nuh AS disebut, mungkin sebagian muslim teringat dengan mukjizatnya yang berupa bahtera dan banjir bandang sebagai bentuk azab dari Allah SWT. Bagaimana kisah azab kaum Nabi Nuh AS?

Nabi Nuh AS merupakan nabi yang ketiga dalam daftar 25 nabi Allah SWT. Nama lengkap Nabi Nuh AS adalah Nuh bin Lamik bin Matwasyalakh bin Syits bin Adam AS.

Ibnu Katsir dalam bukunya yang berjudul Kisah Para Nabi menyebut, ulama memperkirakan bahwa Nabi Nuh AS lahir 126 tahun setelah Nabi Adam Wafat. Namun menurut ahli kitab terdahulu menyebutkan bahwa waktu itu jaraknya 146 tahun.


Kisah Awal Sesatnya Kaum Nabi Nuh AS

Kisah sesatnya kaum Nabi Nuh AS berawal dari meninggalnya salah satu orang sholeh dan dicintai kaumnya bernama Wadd yang membuat semua orang di sana merasa sedih dan meratap. Lalu, iblis pun mengubah bentuknya menyerupai manusia dan berkata,

“Sesungguhnya, aku mengetahui apa yang kalian rasakan atas kematian orang ini (Wadd). Bagaimana menurut pendapat kalian jika aku membuat sebuah gambar yang serupa dengannya sehingga ia selalu berada di tengah-tengah perkumpulan kalian dan kalian pun selalu ingat kepadanya?”

Lalu mereka menjawab, “Ya,”

Setelah itu iblis membuat gambar yang serupa dengan wajah Wadd. Ia juga membuat patung yang serupa dengan Wadd yang diletakkan di rumah masing-masing perkumpulan tersebut.

Mereka lantas terus mengingat-ingat Wadd dan diturunkan kepada anak cucu mereka, sehingga membuat patung tersebut menjadi Tuhan yang disembah selain Allah SWT.

Diutusnya Nabi Nuh AS untuk Kaumnya

Di tengah-tengah kesesatan kaum tersebut, Allah SWT mengutus salah satu hambanya yang bernama Nuh sebagai rasul pertama yang diutus Allah SWT kepada penduduk bumi.

Nabi Nuh AS menyuruh kaumnya untuk menyembah Allah SWT. Dalam surah Al-A’raf ayat 59 dikatakan bahwa Nabi Nuh AS berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagi kamu sekalian selain Dia. Sesungguhnya, (kalau kamu sekalian tidak menyembah Allah), aku takut kalian akan ditimpa azab yang besar (Kiamat).”

Namun, perjuangan Nabi Nuh AS untuk mengembalikan kaumnya dari jalan yang sesat ini tidak membuahkan hasil. Bahkan, mereka semakin tenggelam dalam kesesatan dan kesombongan.

Mereka semakin giat untuk menyembah berhala, mengejek Nabi Nuh As dan ajarannya, dan bahkan berbuat jahat kepada pengikut beliau yang telah beriman.

Dakwah Nabi Nuh AS bersama kaumnya berlangsung sangat lama. Menurut surah Al-Ankabut ayat 14 dijelaskan bahwa beliau berdakwah selama 950 tahun lamanya.

وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَلَبِثَ فِيْهِمْ اَلْفَ سَنَةٍ اِلَّا خَمْسِيْنَ عَامًا ۗفَاَخَذَهُمُ الطُّوْفَانُ وَهُمْ ظٰلِمُوْنَ

Artinya: Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian, mereka dilanda banjir besar dalam keadaan sebagai orang-orang zalim.

Kaum tersebut selalu mewariskan kepada anak cucu mereka untuk tidak beriman kepada ajaran Nabi Nuh AS. Dan hal tersebut terus berlangsung sangat lama.

Seiring berjalannya waktu, Nabi Nuh AS pun telah putus asa untuk berdakwah pada kaumnya yang zalim dan sesat itu. Beliau menyadari bahwa sudah tidak ada kebaikan atau kemaslahatan yang bisa diharapkan dari diri mereka.

Beliau sadar bahwa kaum tersebut sudah kelewat batas dan tidak wajar. Berbagai metode dan cara dakwah yang sudah beliau coba juga tidak ada yang mempan kecuali hanya sedikit orang.

Lantas, Nabi Nuh AS berdoa kepada Allah SWT, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah mendustakan aku. Oleh sebab itu, adakanlah suatu keputusan antara diriku dan mereka. Lalu selamatkanlah aku dan orang-orang Mukmin yang bersama dengan diriku.” (QS Asy-Syu’ara: 117-118)

Lalu Allah SWT pun memerintahkan Nabi Nuh AS dan orang-orang mukmin untuk membuat bahtera yang besar. Allah SWT berfirman dalam surah Hud ayat 37,

وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِاَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا وَلَا تُخَاطِبْنِيْ فِى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا ۚاِنَّهُمْ مُّغْرَقُوْنَ

Artinya: “Buatlah bahtera dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami dan janganlah engkau bicarakan (lagi) dengan-Ku tentang (nasib) orang-orang yang zalim. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.”

Kisah Azab Kaum Nabi Nuh AS

Setelah bahtera itu selesai, seluruh umat Nabi Nuh AS dan binatang yang berpasang-pasangan diperintahkan untuk masuk ke dalam bahtera tersebut.

Kemudian bumi pun memancarkan air hingga memenuhi selokan-selokan dan jalan-jalan, dan bahkan gunung-gunung. Seluruh kaum Nabi Nuh AS yang kafir dan tidak beriman tenggelam walaupun sudah naik ke atas gunung tertinggi. Termasuk anak istri Nabi Nuh AS yang tidak beriman kepada Allah SWT juga ikut tenggelam dalam air banjir tersebut.

Ibnu Ishaq mengatakan, bahwa banjir tersebut berlangsung selama dua tahun, dua bulan, 26 hari, sebelum diperintahkan oleh Allah SWT untuk turun dari bahtera tersebut.

Setelah air surut, semua yang selamat dari banjir turun dari kapal dan bersyukur kepada Allah SWT. Nabi Nuh AS lantas berinisiatif untuk menyembelih binatang-binatang yang halal untuk dikurbankan kepada Allah SWT.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Nuh AS Berdakwah pada Bani Rasib, Tetap Sabar Meski Dicemooh



Jakarta

Nabi Nuh AS termasuk ke dalam satu dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui oleh kaum muslimin. Nama lengkapnya adalah Nuh bin Laamik bin Mutawasylikh bin Khanuuh (Idris) bin Yarid bin Mahlaabil bin Qaniin bin Anusy bin Syiits bin Adam AS.

Ibnu Katsir dalam Kitab Qashashul Anbiya menyebut Nabi Nuh AS lahir 146 tahun setelah Nabi Adam AS meninggal dunia. Nuh AS diutus kepada kaum Bani Rasib untuk mengajak mereka ke jalan yang benar.

Kala itu, kaum Nabi Nuh AS menyembah berhala yang mana merupakan patung-patung orang saleh. Tindakan itu tergolong menyekutukan Allah SWT.


Bani Rasib menjadikan Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr, anak-anak Adam yang saleh, dengan meminta keberkahan dan rezeki dari mereka.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Ankabut ayat 14,

وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَلَبِثَ فِيْهِمْ اَلْفَ سَنَةٍ اِلَّا خَمْسِيْنَ عَامًا ۗفَاَخَذَهُمُ الطُّوْفَانُ وَهُمْ ظٰلِمُوْنَ ١٤

Artinya: “Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian, mereka dilanda banjir besar dalam keadaan sebagai orang-orang zalim.”

Nabi Nuh AS berdakwah selama 950 tahun. Ia melakukan segala cara agar kaumnya dapat kembali ke jalan yang benar dan menyembah Allah SWT.

Sayangnya, tidak sedikit kaum Nuh AS yang justru menentang dakwahnya. Merasa putus asa, Nabi Nuh AS lalu berdoa kepada Allah SWT seperti tercantum dalam surah Asy Syu’ara ayat 117-118,

قَالَ رَبِّ اِنَّ قَوْمِيْ كَذَّبُوْنِۖ ١١٧ فَافْتَحْ بَيْنِيْ وَبَيْنَهُمْ فَتْحًا وَّنَجِّنِيْ وَمَنْ مَّعِيَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ ١١٨

Artinya: “Dia (Nuh) berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah mendustakanku. Maka, berilah keputusan antara aku dan mereka serta selamatkanlah aku dan orang-orang mukmin bersamaku.”

Akhirnya, Allah SWT memerintahkan sang nabi untuk membuat perahu besar atau bahtera untuk menyelamatkan Nuh AS beserta pengikutnya dari azab yang hendak Allah turunkan. Ketika membuat bahtera itu, Nabi Nuh AS tak henti-hentinya diejek dan dicemooh oleh Bani Rasib.

Meski demikian, Nuh AS tidak pernah berkecil hati dan semakin giat membangun kapal tersebut. Setelah bahtera itu rampung, Allah SWT menepati janji-Nya.

Bahtera yang besar itu juga diisi oleh hewan-hewan, tidak hanya kaum muslimin. Lalu, Allah SWT menurunkan hujan dari langit yang sangat dahsyat selama 40 hari 40 malam. Dia juga memerintahkan bumi untuk mengeluarkan air dari segala penjuru hingga permukaan bumi tertutup oleh air.

Saking besarnya banjir tersebut, dianalogikan seperti gulungan air yang bertabrakan juga naik ke atas sehingga membentuk gunung. Perahu itu terombang-ambing oleh air yang menenggelamkan orang-orang kafir.

Ketika Nabi Nuh memandangi banjir tersebut, beliau melihat anaknya, Kan’aan dan berkata, “Wahai anakku, berimanlah kepada Allah. Naiklah ke atas perahu ini sebelum kamu ditelan oleh gelombang air itu, dan ikut binasa bersama orang-orang kafir itu.”

Kan’aan menjawab seperti dalam Surah Hud ayat 43, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!”

Nuh berkata lagi sesuai dalam Surah Hud ayat 43, “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha Penyayang.”

Setelah berbulan-bulan berlayar di atas perahu besar itu, Allah SWT lalu menyurutkan air yang terus turun dari langit. Banjir bandang tersebut telah usai.

Orang-orang kafir termasuk anak Nabi Nuh AS, Kan’an binasa dalam azab tersebut. Naudzubillah min dzaalik.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Nuh AS Berdakwah pada Bani Rasib Selama 950 Tahun



Jakarta

Nabi Nuh AS dikenal dengan sosoknya yang sangat sabar. Bagaimana tidak, ratusan tahun ia berdakwah, hanya sedikit saja dari kaumnya yang mau kembali ke jalan yang benar.

Dikisahkan dalam buku Mutiara Kisah 25 Nabi dan Rasul susunan M Arief Hakim, kaum Nuh AS yang disebut bani Rasib terkenal congkak dan zalim. Mereka terlena akan kekayaan yang dianugerahi Allah SWT.

Kaum Nabi Nuh AS memandang harta sebagai satu-satunya tolok ukur mengangkat martabat dan harga diri manusia. Pada zaman sang nabi, fakir miskin sangat diremehkan dan ditindas.


Saking congkaknya kaum Nuh AS ini, para budak dan binatang juga menjadi saksi. Hal ini membuat Nabi Nuh AS sedih, walau begitu ia terus berdakwah dengan harapan dapat mengembalikan kaumnya ke ajaran tauhid.

Ibnu Katsir dalam Qashash Al-Anbiyaa yang diterjemahkan H Dudi Rosyadi mengatakan Nuh AS diutus untuk menghapuskan kesesatan dan kegelapan dari kaumnya yang bernama bani Rasib itu. Selain zalim kepada sesamanya, mereka juga menyembah patung-patung orang saleh.

Bani Rasib menjadikan Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr, anak-anak Adam yang saleh, dengan meminta keberkahan dan rezeki dari mereka. Dakwah Nuh AS termaktub dalam surah Al Ankabut ayat 14. Allah SWT berfirman,

وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَلَبِثَ فِيْهِمْ اَلْفَ سَنَةٍ اِلَّا خَمْسِيْنَ عَامًا ۗفَاَخَذَهُمُ الطُّوْفَانُ وَهُمْ ظٰلِمُوْنَ ١٤

Artinya: “Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian, mereka dilanda banjir besar dalam keadaan sebagai orang-orang zalim.”

Sang nabi terus berdakwah selama 950 tahun tanpa mengenal waktu. Tak jarang ia mendapat ancaman dari kaumnya karena terus menyerukan ajaran tauhid.

“Setiap kali satu generasi berlalu, maka berpesan kepada generasi berikutnya agar tidak beriman kepada Nuh, arus memerangi dan menentangnya,” tulis Ibnu Katsir.

Nabi Nuh AS yang putus asa lalu berdoa kepada Allah SWT sebagaimana disebutkan dalam surah Asy Syu’ara ayat 117-118 yang berbunyi,

قَالَ رَبِّ اِنَّ قَوْمِيْ كَذَّبُوْنِۖ ١١٧ فَافْتَحْ بَيْنِيْ وَبَيْنَهُمْ فَتْحًا وَّنَجِّنِيْ وَمَنْ مَّعِيَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ ١١٨

Artinya: “Dia (Nuh) berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah mendustakanku. Maka, berilah keputusan antara aku dan mereka serta selamatkanlah aku dan orang-orang mukmin bersamaku.”

Kemudian Allah SWT memerintahkan Nabi Nuh AS untuk membuat sebuah bahtera yang akan digunakan untuk menyelamatkannya beserta orang-orang mukmin dari azab banjir yang sangat dahsyat.

Selama pembuatannya, tentu tidak lepas dari ejekan dan cemoohan dari kaum tersebut. Namun, hal itu tidak membuat Nabi Nuh AS dan pengikut setianya berkecil hati, justru mereka semakin giat dalam membangun kapal itu.

Setelah kapal itu jadi, maka Allah SWT menepati janji-Nya. Dia memerintahkan Nabi Nuh AS untuk memasukkan hewan dengan berpasang-pasangan dan orang mukmin untuk masuk ke dalam kapal, sebab Dia akan segera menurunkan azab-Nya yang pedih.

Allah SWT mengirimkan hujan dari langit yang belum pernah dikenal di bumi sebelumnya, juga tidak akan pernah diturunkan lagi sesudahnya. Dia juga memerintahkan bumi untuk mengeluarkan air dari segala penjuru, sehingga seluruh permukaan bumi tertutup air.

Setelah berbulan-bulan berlayar di atas bahtera Nuh AS, air pun disurutkan, langit berhenti menurunkan hujan yang dahsyat, dan air yang keluar dari lubang di permukaan bumi pun ditutup. Banjir bandang itu telah usai.

Azab itu menewaskan seluruh bani Rasib yang enggan beriman kepada Allah SWT, termasuk anak Nuh AS yaitu Kan’an. Mereka yang selamat adalah orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan rasul-Nya.

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com