Tag Archives: Nabi

Bacaan Dzikir Nabi Ayub AS saat Sakit untuk Meminta Kesembuhan


Jakarta

Sakit merupakan suatu ujian yang tidak dapat kita hindari. Dzikir Nabi Ayub AS adalah doa yang dipanjatkan ketika sedang ditimpa ujian dari Allah SWT dalam bentuk penyakit.

Semasa hidupnya, tubuh Nabi Ayub AS diselimuti rasa sakit yang tak terhingga, tapi hatinya teguh dalam kesabaran. Dalam keterpurukan, dia berdzikir, “Hanya pada-Mu aku memohon kesembuhan”.

Ujian dalam bentuk penyakit tersebut tidak pernah membuat Nabi Ayub AS menyerah pada imannya kepada Allah SWT. Ujian tersebut melahirkan kesabaran yang luar biasa sehingga Allah SWT mendengar doanya dan memberikan kesembuhan sebagai balasan atas ketabahan dan kepercayaannya.


Nah, dalam artikel ini, kita akan mempelajari tentang dzikir Nabi Ayub AS yang dilantunkan saat memohon kesembuhan dari penyakit yang sedang menimpa. Untuk memahaminya, simak pembahasannya sebagai berikut.

Penyakit Dalam Islam

Dikutip dari buku Bahagia Ketika Sakit: Meraih Kemuliaan di Tengah Ujian Iman oleh Abu Muhammad Rafif Triharyanto, banyak yang masih salah paham tentang penyakit yang diberikan oleh Allah SWT.

Masih banyak orang yang beranggapan bahwa penyakit adalah wujud murka dan laknat Allah SWT. Bahkan, beberapa orang kemudian menggugat dan memprotes Allah SWT terkait dengan penyakit yang menimpanya.

Sebenarnya, rasa sakit justru merupakan ujian yang menunjukkan kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya. Sakit merupakan sarana untuk bisa lebih dekat dengan Allah SWT dan penghapusan dosa-dosa.

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT ketika mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka, menguji dengan musibah. Siapa yang ridho dengan musibah itu dengan ujian Allah SWT, maka Allah SWT akan ridho kepadanya. Sebaliknya siapa yang marah dengan musibah itu, maka dia akan mendapatkan murka dari Allah SWT.” (Hr. Ahmad dan Tirmidzi).

Maka dari itu, bagi hamba Allah SWT yang beriman, datangnya musibah berupa penyakit perlu disikapi dengan rasa sabar dan ikhlas. Karena Allah SWT sedang menunjukkan cinta dan kasih sayang-Nya. Betapa mulia dan istimewanya orang yang sedang ditimpa sakit karena sakitnya itu menjadi bukti dan kasih sayang Allah SWT padanya.

Bacaan Dzikir Nabi Ayub

Bagi umat Islam yang sedang dilanda dengan sebuah penyakit, maka sebaiknya sabar dan tetap berdoa meminta kesembuhan kepada Allah SWT. Kita harus tetap bertawakat dan berprasangka kepada Allah SWT sambil terus berdoa memohon kesembuhan.

Berikut ini adalah dzikir Nabi Ayub AS yang tertulis dalam Al Quran Surat Al-Anbiya ayat 83: https://www.detik.com/hikmah/quran-online/al-anbiya

… رَبَّهٗٓ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

Bacaan latin: … Rabbahu anni massaniyad-durru wa anta ar-hamur-rahimin.

Artinya: “… Ya Rabb, sesungguhnya aku telah ditimpa suatu penyakit, padahal Engkau Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang.”

Keteladanan Nabi Ayub AS

Meski mengalami ujian dengan penyakit yang luar biasa, Nabi Ayub AS tidak pernah meragukan takdir Allah SWT. Dzikir yang dilantunkan oleh Nabi Ayub AS mencerminkan tawakal dan keimanan yang tidak tergoyahkan.

Dalam situasi yang sangat buruk, Nabi Ayub AS tetap berbaik sangka kepada Allah SWT. Sikapnya yang tidak tergoyahkan dalam ujian mengajarkan kita sebagai umat Islam tentang pentingnya bersabar dalam menghadapi cobaan.

Sambil berserah kepada Allah SWT dengan melantunkan dzikir Nabi Ayub AS, kita juga tentu harus melakukan berbagai macam usaha untuk bisa sembuh. Usaha tersebut bisa dilakukan dengan cara mendatangi dokter untuk mendapatkan perawatan yang sesuai.

Kisah Nabi Ayub AS ini memberikan kita pelajaran berharga bawah ujian penyakit merupakan bagian dari rencana-Nya, dan dengan bersabar, kita bisa mendapatkan keberkahan dan kesembuhan. Keteladanan ini mengajarkan bahwa dalam kesulitan, tawakal dan kesabaran membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa Pelunas Utang yang Diajarkan Rasulullah SAW


Jakarta

Dalam Islam, konsep utang piutang harus bertujuan memberi kemudahan bagi orang yang dilanda kesulitan. Memberi utang dengan alasan seperti itu terhitung sebagai hadiah pahala karena menolong sesama muslim.

Menurut buku Panduan Muslim Sehari-hari oleh Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha, orang yang memberi utang memiliki hak untuk menagihnya. Ini berlaku jika mereka yang berutang mempunyai harta yang cukup untuk membayarnya.

Islam mengharamkan muslim untuk menagih utang ketika orang yang berutang dalam keadaan sulit. Hendaknya, utang ditagih ketika pengutang sedang dalam kondisi lapang.


Dalil terkait utang piutang tercantum dalam Al-Qur’an, salah satunya surat Al Baqarah ayat 283:

وَإِن كُنتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا۟ كَاتِبًا فَرِهَٰنٌ مَّقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ ٱلَّذِى ٱؤْتُمِنَ أَمَٰنَتَهُۥ وَلْيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا۟ ٱلشَّهَٰدَةَ ۚ وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُۥٓ ءَاثِمٌ قَلْبُهُۥ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Walau demikian, membayar utang menjadi satu kewajiban. Hukum membayar utang adalah wajib dan tidak boleh ditunda jika sudah ada rezeki untuk melunasi.

Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya,

“Ruhnya orang mukmin digantungkan -maksudnya ruhnya tertahan menuju tempatnya yang mulia- sebab utangnya, sampai utangnya itu dilunaskan.” (HR At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan selainnya menilai hadis ini hasan dan shahih)

Berkaitan dengan itu, ada doa pelunas utang yang bisa diamalkan muslim. Doa ini termaktub dalam hadits Nabi Muhammad SAW.

Doa Pelunas Utang: Arab, Latin dan Arti

Menukil dari Fiqh Al-Ad’iyah Wal-Adzkaar tulisan Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr terjemahan Amiruddin Djalil, doa pelunas utang ini berasal dari Rasulullah SAW tepatnya dalam hadits riwayat Ali bin Abi Thalib. Dia berkata,

“Seorang budak membuat perjanjian dengan tuannya untuk menebus dirinya secara berangsur-angsur, kemudian budak itu mendatangi diriku dan mengatakan, ‘Sungguh aku sudah tidak mampu menunaikan tebusan diriku, maka bantulah aku.’

Ali berujar, ‘Maukah aku ajarkan kepadamu kalimat-kalimat yang diajarkan Rasulullah SAW kepadaku, sekiranya engkau memiliki utang seperti gunung Tsabir, niscaya Allah SWT akan melunasinya untukmu.’

Lalu, Ali menyebutkan doa pelunas utang yang dibaca Rasulullah SAW.

اللَّهُمَّ اكْفِنِي بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأغْنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

Arab latin: Allahummakfinii bihalaalika ‘an haraamika wa aghnii bifadhlika ‘amman siwaak

Artinya: “Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang rezeki-Mu yang halal daripada yang haram dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu daripada selain Engkau.” (HR Tirmidzi)

Doa Pelunas Utang Versi Lainnya

Berikut beberapa doa pelunas utang versi lainnya dengan versi lebih panjang yang dikutip dari buku Jihad Keluarga: Membina Rumah Tangga Sukses Dunia Akhirat oleh A Fatih Syuhud.

اللَّهُمَّ يَا فَارِجَ الْهَمِّ ، كَاشِفَ الْغَمِّ ، مُجِيبَ دَعْوَةَ الْمُضْطَرِّينَ ، رَحْمَنَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، وَرَحِيمَهُمَا ، أَنْتَ تَرْحَمُنِي ، فَارْحَمْنِي رَحْمَةً تُغْنِينِي بِهَا عَنْ رَحْمَةِ مَنْ سِوَاكَ

Arab latin: Allahumma ya farijal ham kasyifal gham mujiba da’watal mudhthorriin rahmanad dunya wal akhirah warahimahuma anta tarhamuni farhamni rahmatan tughnini biha rahmati man siwak.

Artinya: “Ya Allah, yang menghilangkan kerisauan, Maha Mengikis gundah gulana, Maha mengabulkan doa orang yang menderita. Engkau Maha Pengasih kepada seisi dunia dan akhirat dan menyayangi keduanya. Engkau mengasihiku, berilah aku rahmat yang membuatku tidak memerlukan lagi pertolongan selain dari-Mu.”

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Golongan yang Jasadnya Tak Akan Hancur Dimakan Tanah


Jakarta

Jasad manusia umumnya akan mengalami pembusukan dan terurai ke tanah. Namun, ada golongan yang jasadnya tetap utuh hingga hari kiamat.

Menurut sebuah hadits yang terdapat dalam kitab Riyadhus Shalihin karya Imam an-Nawawi, jasad manusia yang tak akan hancur adalah golongan nabi. Allah SWT mengharamkan tanah memakan jasad mereka. Diriwayatkan dari Aus bin Aus RA, Rasulullah SAW bersabda,

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلَاةِ فِيهِ، فَإِنْ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ» فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ؟ يَقُولُ: بَلِيتَ، قَالَ: «إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ صَحِيح.


Artinya: “Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jumat. Oleh karena itu, perbanyaklah membaca sholawat untukku pada hari itu, karena sesungguhnya bacaan sholawatmu itu ditampakkan kepadaku.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana bacaan sholawat kami diperlihatkan kepadamu sedangkan engkau telah hancur dalam tanah?” Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para nabi.” (HR Abu Dawud dengan sanad shahih)

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dalam kitab Shalawat bab Keutamaan Hari Jumat dan Malam Jumat.

Pensyarah kitab Riyadhus Shalihin, Musthafa Dib al-Bugha dkk, menjelaskan mutiara hadits tersebut bahwa jasad para nabi tidak hancur melainkan tetap dalam kondisi seperti mereka meninggal dunia.

Nabi Muhammad SAW Akan Dibangkitkan Pertama

Ahli hadits Ibnu Katsir dalam kitabnya An-Nihayah yang diterjemahkan Anshori Umar Sitanggal dan Imron Hasan memaparkan hadits yang menyebut Nabi Muhammad SAW adalah orang yang pertama kali dikeluarkan dari kubur saat hari kebangkitan.

Abu Hurairah RA menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

أنا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأَوَّلُ شَافِعِ وَأَولُ مُشفع

Artinya: “Aku adalah pemimpin anak cucu Adam di hari kiamat, orang yang pertama-tama dikeluarkan dari rekahan bumi, orang yang pertama-tama memberi syafaat, dan orang pertama-tama yang diterima syafaatnya.”

Dalam Shahih Muslim terdapat hadits serupa dengan redaksi,

أنا أَوَّلُ مَنْ تَنْشَقُ عَنْهُ الْأَرْضِ فَأَجِدُ مُوسَى مُتَعَلِّقًا بِقَائِمَةٍ فَلَا أَدْرِي أَفَاقَ قَبْلِي ؟ أَمْ أَجْزِيَ بِصَعْقَةِ الطُّورِ.

Artinya: “Aku adalah orang yang pertama-tama direkahkan bumi. Tiba-tiba aku melihat Nabi Musa berpegangan pada kaki ‘Arsy. Aku tidak tahu, apakah dia memang sudah siuman sebelum aku, ataukah itu merupakan balasan baginya atas pingsannya (dulu pada peristiwa di) Bukit Thur itu.”

Menurut Ibnu Katsir, kata-kata dalam hadits tersebut tentang apa yang dialami Nabi Muhammad SAW saat rekahnya bumi kemungkinan berasal dari perawi karena teringat hadits lain yang kemudian ia selipkan dalam redaksi hadits ini.

Sejumlah hadits turut menggambarkan kondisi manusia saat dibangkitkan. Ada yang tanpa alas kaki, telanjang, dan tidak dikhitan. Dikatakan pula, Nabi Ibrahim AS adalah orang yang pertama kali diberi pakaian.

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Sahabat Nabi yang Diberi Julukan ‘Pintu Ilmu’, Siapakah Dia?



Jakarta

Sahabat yang disebut Nabi sebagai pintu ilmu adalah Ali bin Abi Thalib. Sebagai salah satu sahabat, Ali bin Abi Thalid dianugerahi gelar Babul ‘Ilm atau pintu ilmu pengetahuan karena kepribadian dan dedikasinya yang luar biasa di mata Rasulullah SAW.

Kisah yang terkait dengan Ali bin Abi Thalib sebagai pintu ilmu, disampaikan salah satunya melalui Buku Oase Spiritual 1 karya M. Syaiful Bakhri. Kisah tersebut antara lain adalah sebagai berikut.

Kisah Ali bin Abi Thalib, Sang Pintu Ilmu

Nabi Muhammad SAW pernah menyampaikan, “Aku adalah kota ilmu sedangkan Ali adalah pintunya.” Ketika orang-orang Khawarij (penentang Ali bin Abi Thalib) mendengar hadits ini, mereka menjadi tidak suka kepada Ali. Sepuluh orang pembesar Khawarij segera berkumpul.


Mereka semua kemudian berkata, “Kami hendak bertanya kepada Ali tentang satu masalah agar bisa meyakinkan kami, bagaimana kira-kira jawaban Ali. Apabila Ali dapat menjawab setiap pertanyaan dengan jawaban yang berlainan, maka kami percaya bahwa Ali adalah seorang yang banyak pengetahuannya, sebagaimana ucapan Nabi Muhammad SAW.”

Kemudian datanglah satu demi satu dari mereka dan bertanya, “Ya Ali, manakah yang lebih utama apakah ilmu ataukah harta?” Ali lantas menjawab, “Ilmu lebih utama daripada harta.” Kemudian orang itu bertanya lagi “Mana dasarnya?” Ali menjawab, “Ilmu adalah peninggalan para Nabi sedangkan harta adalah warisan Qarun, Syaddat, Fir’aun, dan lain- lainnya.”

Setelah mendengar jawaban tersebut, kemudian orang kedua Khawarij datang dan bertanya sebagaimana pertanyaan orang pertama, kemudian Ali menjawab, “Ilmu adalah lebih utama daripada harta.” Orang itu bertanya lagi, “Mana dasarnya?” Ali menjawab, “Ilmu akan menjaga dirimu, sedangkan harta engkaulah yang harus menjaganya.”

Orang ketiga dari mereka kemudian datang mengajukan pertanyaan sebagaimana pertanyaan orang pertama dan kedua, lalu Ali menjawab, “Ilmu adalah lebih utama daripada harta.” Orang yang datang ketiga itu menjawab balik, “Tunjukkan dasarnya.” Ali kemudian menjawab, “Kepada si pemilik harta akan mempunyai banyak musuh dan kepada orang yang memiliki banyak ilmu akan mempunyai banyak teman.’

Datanglah orang keempat yang kemudian dia bertanya ilmu ataukah harta yang lebih utama? Ali menjawab, “Ilmu adalah lebih utama daripada harta.” Laki-laki itu minta ditunjukkan dasarnya. Ali menjawab, “Apabila kamu memberikan harta kepada orang lain maka sesungguhnya harta itu menjadi berkurang dan apabila kamu memberikan ilmu maka ilmu itu akan bertambah.”

Kemudian datang orang kelima, dia mengajukanpertanyaan sebagaimana pertanyaan teman-temannya. Ali menjawab bahwasanya ilmu lebih utama daripada harta. Dia juga meminta dasar yang menunjukkan pendapat tersebut. Ali lalu menunjukkan, “Orang yang mempunyai harta mendapat julukan bakhil (pelit) dan tercela, sedangkan orang yang berilmu mendapatkan sebutan terhormat dan mulia.”

Selanjutnya datang lagi orang keenam dan bertanya masih mengenai persoalan yang sama. Maka Ali menjawab, “Ilmu adalah lebih utama daripada harta.” Orang itu bertanya “Tunjukkan dasarnya.” Ali menjawab, “Harta itu perlu dijaga dari para pencuri sedangkan ilmu tidak perlu dijaga dari pencuri.” Maka orang itu pun pergi dengan membawa jawaban.

Kemudian datang lagi orang ketujuh dan bertanya dengan soal yang sama, selanjutnya setelah terjawab mereka bertanya, “Mana dasarnya?” Ali menjawab, “Orang yang mempunyai harta akan dihisab kelak di hari kiamat, sedangkan ilmu akan memberikan pertolongan pada hari kiamat.”

Lalu datang lagi orang kedelapan dan bertanya, “Lebih utama mana ilmu ataukah harta?” Ali menjawab, “Harta akan menjadi musnah jika diendapkan terlalu lama, sedangkan ilmu tidak akan musnah dan tidak menjadi busuk.”

Berikutnya datang lagi orang urutan kesembilan sembari bertanya dengan pertanyaan yang sama, Ali tetap menjawab ilmu lebih utama. Orang itu bertanya, “Apa dasarnya?” Ali menjelaskan bahwa harta dapat mengeraskan hati sedangkan ilmu akan menerangi hati.

Kemudian datang orang terakhir atau kesepuluh, dia kemudian bertanya tentang perihal yang sama. Ali menjawab,”Ilmu lebih utama daripada harta.” Lalu dia juga melanjutkan pertanyaan, “Apa dasarnya?” Ali menjelaskan bahwa, “Orang yang memiliki harta mengagung-agungkan diri karena hartanya, sedangkan ilmu menjadikan manusia mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Andaikan semua orang Khawarij bertanya kepadaku tentang pertanyaan di atas, maka akan aku jawab dengan masing-masing jawaban yang berlainan pula sepanjang hidupku, maka justru merekalah yang akan datang dan menjalankan Islam dengan benar.” Subhanallah.

Itulah kisah mengenai sahabat yang disebut Nabi sebagai pintu ilmu yaitu Ali bin Abi Thalib. Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan sekaligus bermanfaat bagi kita semua. Amiin yaa Rabbalalamiin.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wanita Pelacur Bani Israil Lahirkan 7 Nabi usai Bertobat



Jakarta

Ada suatu kisah tentang wanita nakal dari bani Israil yang melahirkan tujuh nabi dari rahimnya. Hal itu terjadi usai dirinya benar-benar tobat.

Kisah tersebut diceritakan oleh Ibnu Qudamah, seorang imam, ahli fikih, dan zuhud, dalam Kitab at-Tawwabin dan turut dinukil Ibnu Watiniyah dalam buku Nisa’ul Auliya’: Kisah Wanita-wanita Kekasih Allah.

Ibnu Qudamah menceritakan, wanita bani Israil tersebut menggoda laki-laki dengan kecantikan parasnya. Setiap hari ia membiarkan pintu rumahnya terbuka. Ia duduk-duduk di atas ranjang yang letaknya berhadapan dengan pintu rumahnya.


Setiap pria yang lewat di depan rumahnya pasti tergoda akan kecantikannya. Ia lantas membuka kesempatan kepada siapa saja yang ingin bersenang-senang bersamanya dengan membayar 100 dinar.

Pada suatu hari, ada seorang pemuda ahli ibadah yang melintas di depan rumah wanita tersebut. Seperti pria lainnya, sang ‘abid juga tergoda begitu melihat wanita itu. Namun, ia lantas berdoa kepada Allah SWT supaya menghilangkan hawa nafsunya dari hatinya.

Namun, nafsu tersebut tak kunjung hilang. Hingga akhirnya pemuda itu tergoda untuk menuruti hawa nafsunya. Ia bekerja keras mengumpulkan uang untuk membayar 100 dinar agar bisa bersenang-senang dengan wanita itu.

Setelah terkumpul, ia bergegas pergi ke rumah wanita itu dan menyerahkan uangnya kepada wakil si wanita. Si wanita lantas menyiapkan waktu khusus untuk menyambut tamunya itu.

Tiba pada waktu yang telah ditentukan, pemuda ahli ibadah itu menemui si wanita. Wanita itu pun telah siap segalanya, ia berdandan dan duduk di atas ranjang yang berlapis emas.

“Sesungguhnya engkau telah memikatku sehingga aku bekerja keras untuk mendapatkan 100 dinar agar bisa mendapatkanmu,” kata pemuda itu.

Dengan senyuman hangat, wanita pelacur itu lantas memintanya untuk masuk. Tak lama kemudian, si pemuda yang telah tergoda ini mengulurkan tangannya. Namun, Allah SWT menurunkan rahmat-Nya dari berkah ibadah serta tobat yang dilakukan pemuda itu.

“Sungguh Allah melihat perbuatan ini dan melebur semua amalmu,” kata pemuda itu dalam hatinya.

Seketika ia teringat akan menemui Tuhannya dan berdiri di hadapan-Nya. Ia lantas dilanda ketakutan yang luar biasa. Tubuhnya gemetar dan raut wajahnya berubah.

“Biarkan aku keluar dari sini dan 100 dinar ini milikmu,” ucap laki-laki itu.

Melihat keadaan yang aneh ini, si wanita bertanya, “Apa yang terjadi denganmu? Bukankah engkau kumpulkan uang itu untuk bisa bersenang-senang denganku? Tetapi ketika sudah tercapai apa yang engkau inginkan, engkau tinggalkan begitu saja?”

“Aku takut kepada Allah. Sungguh uang yang telah aku berikan kepadamu itu halal untukmu. Tolong izinkan aku keluar!” ucap laki-laki itu.

Wanita itu kembali bertanya, “Apakah kamu tidak akan berbuat apa pun kepadaku?”

“Tidak!” jawabnya.

“Kalau demikian, maka sungguh tidak ada yang pantas menjadi suamiku melainkan dirimu,” ucap wanita itu dengan nada penuh penyesalan dan tobat.

“Tinggalkan aku, biarkan aku keluar!” teriak laki-laki itu dengan tetap memaksa pergi.

Lelaki itu mendesak agar bisa segera meninggalkan rumah si wanita itu. Namun, wanita itu tidak mengizinkan hingga laki-laki itu mau menjadikannya istri.

Singkat cerita, laki-laki itu pun pergi meninggalkan rumah si wanita dengan penuh penyesalan. Sebelum pergi, ia sempat memberi tahu nama dan rumahnya.

Sejak ditinggal oleh pemuda ahli ibadah itu, wanita nakal itu diselimuti rasa takut karena mendapatkan berkah dari sang pemuda. Dalam hatinya ia berkata, “Ini adalah dosa yang pertama kali yang dilakukannya, dan ia sangat merasa takut. Sedangkan aku telah melakukan dosa ini selama satu tahun. Tuhan yang ditaatinya adalah Tuhanku juga. Dan seharusnya rasa takutku melebihi rasa takutnya.”

Wanita bani Israil itu lantas bertobat. Hingga pada suatu ketika ia memutuskan untuk menemui lelaki itu dengan penampilan tertutup dan memakai cadar. Setelah bertanya ke sana ke mari kepada penduduk desa, ia pun bertemu dengan lelaki itu.

Namun, begitu lelaki itu mengetahui bahwa yang datang adalah wanita pelacur yang pernah membuatnya tergoda, ia lantas terkejut, menjerit dengan keras lalu meninggal dunia.

Setelah kejadian itu, si wanita bertambah sedih. Ia pun bertanya kepada penduduk di sana, “Aku keluar hanya untuk ia dan kini ia telah meninggal. Apakah ada di antara keluarganya yang membutuhkan seorang perempuan untuk dinikahi?”

Penduduk desa kemudian memberitahu bahwa lelaki tersebut memiliki saudara laki-laki yang saleh tetapi miskin. “Ya ada. Pemuda itu mempunyai saudara laki-laki yang saleh, akan tetapi ia miskin tidak memiliki harta,” jawab salah seorang di antara mereka.

“Tidak masalah, karena aku memiliki banyak harta,” ucap wanita yang telah bertobat itu

Singkat cerita, wanita tersebut akhirnya menikah dengan laki-laki saleh itu karena kecintaannya kepada saudaranya. Menurut cerita, di antara keturunan mereka terdapat tujuh nabi dari bani Israil. Jumlah nabi sendiri disebut sangat banyak dan hanya 25 di antaranya yang wajib kita ketahui.

Ada pendapat yang menyebut eks pelacur bani Israil yang akhirnya melahirkan tujuh nabi tersebut bernama Al Malikah.

Kisah tentang wanita pelacur yang bertobat juga banyak terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Salah satunya seorang wanita dari Juhainah yang mendatangi Rasulullah SAW dalam keadaan hamil karena berzina.

Wanita tersebut meminta hukuman rajam atas perbuatannya. Singkat cerita, setelah mendapatkan hukuman, Rasulullah SAW menyalatkan dan mendoakannya. Beliau mengatakan bahwa wanita tersebut telah melakukan tobat yang luas.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Nabi Syits AS, Sosok Penjaga Nur Nabi Muhammad SAW



Jakarta

Setelah Nabi Adam wafat, Allah mengangkat seorang nabi yang bernama Syits AS. Beliau merupakan anak dari Nabi Adam.

Menukil dari buku Mutiara Kisah 25 Nabi dan Rasul karya M Arief Hakim, Nabi Syits berdakwah dan menyampaikan ajaran-ajaran Allah kepada umat manusia. Dakwah yang disampaikan juga lembut, komunikatif dan tidak dengan cara memaksa.

Meski tidak termasuk ke dalam 25 nabi yang wajib diketahui, Nabi Syits mengajak umat manusia untuk beribadah kepada Allah SWT. Tidak hanya sekadar melakukan ritual, melainkan juga ibadah sosial seperti hal-hal yang bermanfaat bagi sesama.


Menurut buku Qashash al-Anbiyaa terjemahan Saefullah MS, Ibnu Katsir menuturkan bahwa arti dari nama Syits ialah anugerah Allah. Nama tersebut diberikan oleh Adam dan Hawa setelah mendapat Syits usai terbunuhnya Habil di tangan saudaranya sendiri.

Nabi Syits AS mendapatkan 50 lembar suhuf dari Allah agar disampaikan kepada umat manusia. Suhuf merupakan lembaran-lembaran yang berisi firman Allah SWT.

Taaj Langroodi dalam Akhlak Para Nabi mengemukakan bahwa Nabi Syits dilahirkan 5 tahun setelah peristiwa dibunuhnya Habil oleh Qabil. Allah SWT menunjuk Syits sebagai nabi, dia menetap di Mekkah dan membacakan kandungan suhuf-suhuf yang dianugerahkan Allah kepada Bani Adam.

Nabi Syits Sebagai Sosok Penjaga Nur Rasulullah SAW

Dalam buku Kumpulan Tanya Jawab Keagamaan yang disusun oleh Kyai Abdullah Alif, Nabi Syits merupakan orang pertama setelah Nabi Adam dan Hawa yang dipercaya untuk menjaga Nur Rasulullah SAW. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Allah pertama kali menciptakan Nur Nabi Muhammad sebelum Dia menciptakan Adam, Hawa, alam semesta beserta isinya.

Syekh Yusuf Bin Ismail An-Nabhani melalui Kitab Hujatullah menyebutkan sebelumnya Nur Nabi Muhammad SAW senantiasa terlihat bersinar di wajah Nabi Adam. Cahayanya nampak seperti matahari yang bersinar terang benderang.

Maka, Allah pun mengambil sumpah perjanjian kepada Nabi Adam agar senantiasa menjaga Nur tersebut dengan berfirman:

“Hai Adam, berjanjilah (kepada-Ku) untuk senantiasa benar-benar menjaga Nur Nabi Muhammad SAW (yang telah Kuletakkan dalam dirimu). Janganlah sekali-kali kamu letakkan kecuali kepada orang-orang yang suci mulia,”

Nabi Adam menerimanya dengan senang hati. Kemudian, Nur ini bersemayam di dalam diri Siti Hawa. Tak lama setelahnya, lahirlah seorang anak laki-laki yang tak lain adalah Nabi Syits.

Nur yang semula terdapat di dalam tubuh Hawa dipindah ke dalam Nabi Syits. Nur tersebut terlihat pada wajah Syits, karenanya Nabi Adam selalu memperhatikan dan menjaga Syits.

Nabi Syits tumbuh sebagai pribadi dengan akhlak yang baik. Bahkan, Allah SWT mengirimkan sosok bidadari yang cantik dan rupawan untuk Nabi Syits.

Mengacu pada buku yang sama, yaitu Akhlak Para Nabi, wafatnya Nabi Syits terjadi ketika beliau jatuh sakit. Sebagai gantinya, ia menetapkan sang putra yang bernama Anush untuk melaksanakan wasiatnya.

Nabi Syits meninggal di usia 912 tahun dan dikuburkan tepat di samping makam kedua orang tuanya, yakni di Gua Gunung Abu Qubais.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

3 Mukjizat Nabi Hud AS, Salah Satunya Datangkan Kemarau Panjang



Jakarta

Allah SWT membekali para nabi dan rasul-Nya dengan mukjizat, termasuk pada Nabi Hud AS. Mukjizat merupakan kejadian yang luar biasa di luar kemampuan manusia yang diberikan Allah hanya kepada rasul-Nya. Sifat mukjizat tidak dapat dipelajari dan dapat terjadi seketika tanpa direncanakan.

Dikutip dari Buku Panduan Lengkap Agama Islam susunan Tim Darul Ilmi, mukjizat terbagi menjadi dua macam yakni mukjizat kauniyah dan mukjizat aqliyah. Mukjizat kauniyah yaitu mukjizat yang tampak dan dapat ditangkap oleh panca indera, seperti misalnya tongkat Nabi Musa yang berubah menjadi ular dan dapat membelah lautan.

Sementara itu, mukjizat aqliyah yakni mukjizat yang hanya dapat dipahami oleh akal pikiran seperti Al-Qur’an, mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW. Mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Hud AS adalah mukjizat kauniyah sebab bersinggungan langsung dengan kaum Ad. Berikut kisah lengkapnya.


Mukjizat Nabi Hud

1. Mendatangkan Kemarau Panjang

Nama lengkapnya adalah Hud bin Syalikh bin Irfakhsyadz bin Sam bin Nuh AS. Dinukil dari buku Kisah Para Nabi susunan Ibnu Katsir, ada yang mengatakan bahwa Hud adalah Abir bin Syalik bin Irfakhsyadz bin Sam bin Nuh, ada pula yang mengatakan bahwa Hud adalah putra Abdullah bin Ribah al-Jarud bin Ad bin Aush bin Irm bin Sam bin Nuh AS, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Jarir.

Nabi Hud AS diutus Allah sebagai nabi dan rasul di al-Ahqaf, Huadramaut, Yaman. Di sana, tinggal sekelompok masyarakat yang bernama kaum Ad. Daerah al-Ahqaf terkenal sangat subur hingga kaum Ad hidup dengan makmur dan berkecukupan.

Berdasarkan sejarah peradaban Islam, kaum Ad berasal dari keturunan Nabi Nuh. Bangunan-bangunan di sana sangatlah bagus mencakup rumah, kastil, istana, dan benteng sebab kaum Ad terkenal sangat ahli di bidang arsitektur.

Oleh karenanya, kaum Ad juga menyembah patung-patung, yakni Shamud dan Alhattar. Nabi Hud AS berdakwah kepada kaum Ad dan mengajak mereka untuk beriman kepada Allah. Nabi Hud AS mengatakan bahwa dirinya adalah utusan Allah yang bertugas untuk menyampaikan kebenaran.

Hal tersebut termaktub dalam Al-Qur’an surat Al A’raf ayat 65:

وَاِلٰى عَادٍ اَخَاهُمْ هُوْدًاۗ قَالَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗۗ اَفَلَا تَتَّقُوْنَ

Artinya: Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) Hud, saudara mereka. Dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan) bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa?”

Namun, kaum Ad mengingkari ajakan Nabi Hud AS bahkan mencela dengan terang-terangan. Nabi Hud AS melanjutkan dakwah kepada mereka meski pengikutnya hanya sedikit. Setelah sekian lama, kaum Ad tidak juga berubah dan bertindak semakin kejam. Allah pun mengirimkan azab kepada kaum Ad.

Tanah al-Ahqaf kini menjadi tandus. Tidak ada tanaman yang bisa tumbuh. Sumber air menjadi kering sehingga banyak hewan ternak yang mati. Tidak hanya itu, bangunan-bangunan mereka yang tadinya berdiri dengan megah pun ambruk dan hancur.

2. Mendatangkan Badai Dahsyat

Sementara itu, meskipun telah dilanda musibah yang sangat merugikan, kaum Ad masih saja mengingkari ajaran Nabi Hud AS. Sehingga, Allah pun mengabulkan doa Nabi Hud AS dengan menurunkan badai yang sangat dahsyat.

Peristiwa tersebut diabadikan dalam Al-Qur’an surat Al Haqqah ayat 6-7 yang berbunyi:

وَاَمَّا عَادٌ فَاُهْلِكُوْا بِرِيْحٍ صَرْصَرٍ عَاتِيَةٍۙ

سَخَّرَهَا عَلَيْهِمْ سَبْعَ لَيَالٍ وَّثَمٰنِيَةَ اَيَّامٍۙ حُسُوْمًا فَتَرَى الْقَوْمَ فِيْهَا صَرْعٰىۙ كَاَنَّهُمْ اَعْجَازُ نَخْلٍ خَاوِيَةٍۚ

Artinya: sedangkan kaum ‘Ad, mereka telah dibinasakan dengan angin topan yang sangat dingin, Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus-menerus; maka kamu melihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seperti batang-batang pohon kurma yang telah kosong (lapuk).

3. Mendapatkan Pertolongan Allah

Adapun mukjizat lainnya tercantum dalam buku Menengok Kisah 25 Nabi & Rasul karya Ahmad Fatih, S.Pd., bahwa Nabi Hud mampu menurunkan hujan atas izin Allah ketika kaum Ad dilanda kekeringan hingga tanaman mati dan tak ada sumber air. Nabi Hud AS juga selamat dari badai petir yang dahsyat.

Setelah bencana yang sangat mematikan, Nabi Hud AS dan orang-orang yang beriman kepada-Nya hijrah ke Hadramaut dan memulai kehidupan yang baru. Berbeda dengan kaum Ad yang tidak mengakui ketahuidan yang dibawa Nabi Hud AS. Mereka celaka dan binasa.

Bukti mukjizat ini terangkum dalam Al-Qur’an surat Al Araf ayat 72:

فَاَنْجَيْنٰهُ وَالَّذِيْنَ مَعَهٗ بِرَحْمَةٍ مِّنَّا وَقَطَعْنَا دَابِرَ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا وَمَا كَانُوْا مُؤْمِنِيْنَ

Artinya: Maka Kami selamatkan dia (Hud) dan orang-orang yang bersamanya dengan rahmat Kami dan Kami musnahkan sampai ke akar-akarnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Mereka bukanlah orang-orang beriman.

Selain itu, Al-Qur’an surat Hud ayat 58 juga menerangkan perihal keselamatan Nabi Hud AS dan pengikutnya yang beriman:

وَ لَمَّا جَآءَ اَمۡرُنَا نَجَّيۡنَا هُوۡدًا وَّالَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَهٗ بِرَحۡمَةٍ مِّنَّا ۚ وَ نَجَّيۡنٰهُمۡ مِّنۡ عَذَابٍ غَلِيۡظٍ

Artinya: Dan ketika azab Kami datang, Kami selamatkan Hud dan orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat Kami. Kami selamatkan (pula) mereka (di akhirat) dari azab yang berat.

Itulah 3 mukjizat Nabi Hud AS, termasuk salah satunya yaitu mendatangkan kemarau panjang. Azab Allah yang diturunkan melalui kisah Nabi Nuh AS menjadi bukti bahwa umat muslim harus senantiasa mengimani ajaran yang dibawa oleh nabi dan rasul-Nya.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Nuh Membuat Perahu Besar, Selamatkan Umatnya dari Azab Allah



Jakarta

Nabi Nuh merupakan satu dari 25 nabi dan rasul yang dikisahkan dalam Al-Qur’an. Bahkan, ia termasuk ke dalam Ulul Azmi.

Ulul Azmi adalah gelar kenabian istimewa yang Allah berikan kepada para rasul dengan kedudukan khusus, ini disebabkan karena mereka memiliki keteguhan hati, ketabahan, dan kesabaran luar biasa dalam menghadapi segala ujian seperti dijelaskan oleh Khalid Muhammad Khalid dalam Hadza Al-Rasul.

Dakwa Nabi Nuh diperuntukkan bagi Bani Rasib untuk menyampaikan tauhid. Selama masa kenabiannya, ia memperoleh kurang lebih 70 orang pengikut beserta 8 anggota keluarganya.


Bani Rasib memperlakukan Nabi Nuh dengan hina, mereka bahkan menyekutukan Allah. Mengutip dari buku Mutiara Kisah 25 Nabi dan Rasul oleh M Arief Hakim, kaum Nabi Nuh terkenal congkak dan zalim.

Mereka sangat kaya, materialis dan suka meremehkan orang lain. Menurutnya harta benda dan materi adalah satu-satunya tolak ukur untuk mengangkat martabat dan harga diri manusia.

Bahkan, fakir miskin sangat diremehkan dan dipandang sebelah mata. Alih-alih ditolong, mereka malah ditindas.

Para budak dan binatang juga menjadi korban dari kezaliman kaum Nabi Nuh. Melihat hal itu, Nabi Nuh sangat sedih, karenanya ia terus berusaha berdakwah dengan harapan mereka mengikuti ajaran tauhid.

Sayangnya, meski berdakwah sangat lama, pengikut Nabi Nuh hanya sedikit. Kadang-kadang Nabi Nuh merasa lelah dan hampir putus asa, namun Allah selalu membesarkan hatinya.

Sampai suatu ketika, Nabi Nuh memperingatkan kaumnya akan azab dan bencana yang akan melanda. Peringatan itu justru ditantang oleh kaum Nabi Nuh, mereka menganggap beliau pembual.

Akhirnya, Nabi Nuh berdoa dan memohon kepada Allah agar kaumnya diberi pelajaran. Saking zalimnya, tak jarang mereka mengusir Nabi Nuh dan para pengikutnya, bahkan mengancam akan membunuh atau mencelakakannya.

Peringatan banjir yang dahsyat tidak dihiraukan. Nabi Nuh bersama pengikutnya lantas membuat perahu besar dengan cara bergotong-royong.

Kaum Nabi Nuh mengolok-olok mereka dan merasa heran, “Hai Nuh, kalian memang sudah gila. Buat apa membuat perahu, sementara air laut saja tidak ada!”

Setelah Nabi Nuh dan pengikutnya berhasil membuat perahu besar, penghinaan yang dilontarkan oleh kaum Nuh makin menjadi-jadi. Mereka bahkan melakukan penghinaan dengan cara membuang hajat di atas perahu Nuh, menjadikannya sebagai tempat buang air.

Walau begitu, Nabi Nuh kerap memperingatkan mereka akan azab banjir besar yang Allah hendak jatuhkan. Sayangnya, mereka makin semena-mena dan kerap menyebut Nabi Nuh pembohong.

Setelah Nabi Nuh dan pengikutnya membersihkan perahu dari tinja, mereka bersiap-siap sambil membawa perbekalan. Atas izin Allah, dalam perahu itu bahkan ada juga hewan-hewan yang ikut.

Benar saja, banjir bandang menerpa. Saking dahsyatnya banjir tersebut, Allah menganjurkan Nabi Nuh untuk menyelamatkan sejumlah hewan dan binatang piaraan yang menumpang di perahunya.

Saking besarnya banjir tersebut, dianalogikan seperti gulungan air yang bertabrakan juga naik ke atas sehingga membentuk gunung. Perahu itu terombang-ambing oleh air yang menenggelamkan orang-orang kafir.

Ketika Nabi Nuh memandangi banjir tersebut, beliau melihat anaknya, Kan’aan dan berkata, “Wahai anakku, berimanlah kepada Allah. Naiklah ke atas perahu ini sebelum kamu ditelan oleh gelombang air itu, dan ikut binasa bersama orang-orang kafir itu.”

Kan’aan menjawab seperti dalam Surah Hud ayat 43, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!”

Nuh berkata lagi sesuai dalam Surah Hud ayat 43, “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha Penyayang.”

Setelah semua penghuni Bumi dan orang kafir tenggelam, kecuali orang-orang yang berada di atas perahu, Allah memerintahkan Bumi untuk menghisap air yang memenuhi daratan, dan langit untuk segera berhenti menurunkan hujan. Atas kuasa Allah, perahu tersebut berlabuh di Gunung al-Juudi, satu-satunya gunung yang tidak tenggelam.

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Musa Membelah Laut Merah, Tenggelamkan Firaun dan Bala Tentaranya



Jakarta

Nabi Musa termasuk ke dalam 25 nabi dan rasul yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Sebagai utusan Allah SWT, tentu Nabi Musa dikaruniai mukjizat.

Mukjizat diberikan oleh Allah SWT kepada utusan-Nya untuk membuktikan kenabian atau kerasulan mereka. Dalam bahasa Arab, mukjizat berasal dari kata a’jaza yang artinya melemahkan atau menjadikan tidak mampu, seperti dikutip dari buku Aqidah Akhlak susunan Taofik Yusmansyah.

Salah satu mukjizat Nabi Musa yang paling terkenal ialah membelah Laut Merah. Hal ini dijelaskan dalam surat Thaha ayat 77-79,


وَلَقَدْ اَوْحَيْنَآ اِلٰى مُوْسٰٓى اَنْ اَسْرِ بِعِبَادِيْ فَاضْرِبْ لَهُمْ طَرِيْقًا فِى الْبَحْرِ يَبَسًاۙ لَّا تَخٰفُ دَرَكًا وَّلَا تَخْشٰى (77

فَاَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ بِجُنُوْدِهٖ فَغَشِيَهُمْ مِّنَ الْيَمِّ مَا غَشِيَهُمْ (78 ۗ

وَاَضَلَّ فِرْعَوْنُ قَوْمَهٗ وَمَا هَدٰى (79

Artinya: “Sungguh, telah Kami wahyukan kepada Musa, “Pergilah bersama hamba-hamba-Ku (Bani Israil) pada malam hari dan pukullah laut itu untuk menjadi jalan yang kering bagi mereka tanpa rasa takut akan tersusul dan tanpa rasa khawatir (akan tenggelam).” Firaun dengan bala tentaranya lalu mengejar mereka (Musa dan pengikutnya), tetapi mereka (Firaun dengan bala tentaranya) digulung ombak laut (yang dahsyat) sehingga menenggelamkan mereka. Fir’aun telah menyesatkan kaumnya dan tidak memberi (mereka) petunjuk,” (QS. Taha: 77-79)

Dikisahkan dalam buku Agama Islam yang ditulis oleh Hj Hindun Anwar, wahyu yang pertama kali diterima Nabi Musa ialah langsung dari Allah. Wahyu tersebut menjadi tanda kenabian pada diri nabi Musa.

Bukit Thursina merupakan lokasi Musa berdialog dengan Allah SWT. Dalam surat Al Qashash ayat 31, Allah berfirman,

وَأَنْ أَلْقِ عَصَاكَ ۖ فَلَمَّا رَءَاهَا تَهْتَزُّ كَأَنَّهَا جَآنٌّ وَلَّىٰ مُدْبِرًا وَلَمْ يُعَقِّبْ ۚ يَٰمُوسَىٰٓ أَقْبِلْ وَلَا تَخَفْ ۖ إِنَّكَ مِنَ ٱلْءَامِنِينَ

Artinya: “Dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa melihatnya bergerak-gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik ke belakang tanpa menoleh. (Kemudian Musa diseru): “Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang aman,”

Mukjizat Nabi Musa sampai ke telinga Firaun. Ia lantas menentang sang nabi dan mengundang ahli sihir untuk melawan kekuatan Nabi Musa AS.

“Hai Musa, jika kamu memang benar, coba kamu buktikan pada ahli sihir ini,” kata Firaun.

Para ahli sihir memperlihatkan kemampuan mereka masing-masing. Mereka berhasil mengubah tali menjadi ular, namun Nabi Musa tidak takut dengan ancaman Firaun.

Tanpa ragu, Nabi Musa melemparkan tongkatnya. Atas izin Allah SWT, tongkat tersebut berubah menjadi ular yang besar dan memakan ular-ular kecil milik para ahli sihir.

Menyaksikan mukjizat Nabi Musa, para ahli sihir sangat terkejut. Setelah kejadian itu, mereka menjadi pengikut Musa dan beriman kepada Allah SWT.

Usai kejadian itu, pengikut Nabi Musa semakin banyak. Firaun semakin murka mengetahui hal tersebut hingga memerintahkan tentaranya untuk mengejar Musa sampai di Laut Merah.

Kala itu, Nabi Musa bingung. Sebab, tidak ada jalan selain melintasi Laut Merah, sementara bala tentara Firaun mengejar mereka di belakang.

Allah SWT segera memberi perintah kepada Nabi Musa untuk memukulkan tongkatnya. Atas kuasa Allah, Laut Merah tersebut terbelah hingga membentuk jalan.

Nabi Musa dan pengikutnya segera berjalan melewati laut tersebut sampai tiba di seberang lautan. Bala tentara Firaun tidak menyerah, mereka terus mengejar Musa dan pengikutnya melalui jalan di laut yang muncul akibat pukulan tongkat Sang Nabi.

Setelah Nabi Musa dan pengikutnya sampai di seberang lautan, dipukulkan lagi tongkat itu ke laut. Seketika, Laut Merah kembali menutup dan menyebabkan Firaun beserta tentaranya tenggelam.

Kisah mengenai Nabi Musa yang membelah Laut Merah diabadikan dalam surat Al Baqarah ayat 50,

وَإِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ ٱلْبَحْرَ فَأَنجَيْنَٰكُمْ وَأَغْرَقْنَآ ءَالَ فِرْعَوْنَ وَأَنتُمْ تَنظُرُونَ

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Firaun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan,”

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Yunus AS yang Dilempar ke Laut dan Ditelan Ikan Paus


Jakarta

Kisah Nabi Yunus mungkin merupakan salah cerita yang paling dikenal muslim. Bagaimana mungkin salah satu hamba Allah SWT yang paling terkasih ditelan ikan paus? Sang Nabi bahkan merasa putus asa karena berhari-hari dalam perut ikan besar itu.

Al-Qur’an mencatat kisah Nabi Yunus dalam surat As-Saffat 139-148. Nabi Yunus akhirnya memanjatkan doa pada Allah SWT, hingga dikeluarkan dari perut ikan atas izinNya. Berikut kisah Nabi yang dikenal sebutan Dzun-Nun ini.

Kisah Nabi Yunus AS Menyebarkan Islam

Nabi Yunus AS diutus oleh Allah untuk berdakwah kepada suatu kaum yang telah menyimpang dari jalan yang benar. Menurut Kitab Qasash Al-Anbiya karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan Saefullah MS, kaum yang berada di negeri Ninawa dekat Kota Mosul, Irak.


Masyarakat di kota ini menyembah patung-patung yang mereka dianggap sebagai Tuhan. Mengutip buku Kisah Nabi Yunus AS mengutip buku Kisah 25 Nabi dan Khulafaur Rasyidin oleh Hendro Trilaksono Nabi Yunus mengajak mereka berpikir dan memperhatikan sekitar mereka.

Salah satunya, apakah pantas patung-patung tersebut disembah? Bukankah yang menciptakan alam dan isinya lah yang seharusnya disembah? Nabi Yunus kemudian juga mengajarkan kepada mereka bahwa Allah-lah Tuhan yang harusnya mereka sembah.

Namun, bukan sambutan baik yang Nabi Yunus dapatkan, melainkan penolakan. Kaum tersebut menilai bahwa Nabi Yunus adalah orang asing dan bukan dari golongan mereka. Tak ada hubungan kekerabatan yang antara Nabi Yunus dan mereka.

Sebab kaum tersebut tak menerima ajaran Nabi Yunus, Nabi Yunus bercerita kepada mereka tentang kisah-kisah orang-orang terdahulu yang mengingkari dan menentang Allah. Saat ajaran Nabi dan Rasul tidak ditaati, maka turunlah azab Allah dan mereka kemudian binasa.

Nabi Yunus akhirnya berdoa kepada Allah agar kaum tersebut dihukum. Allah mendatangkan azabnya ketidakpatuhan warga. Tempat tinggal mereka seolah daun yang bergoyang ditiup angin. Mereka tidak mampu berdiri seperti kapal yang terombang-ambing di atas lautan.

Ketika itu, teringatlah kaum tersebut dengan cerita Nabi Yunus tentang kaum-kaum yang telah dibinasakan Allah. Mereka pun baru menyadari kebenaran ajaran Nabi Yunus. Namun saat itu, Nabi Yunus telah pergi meninggalkan mereka.

Kisah Nabi Yunus Dilempar ke Laut

Setelah mengalami penolakan, Nabi Yunus berkelana dan putus asa karena ajarannya tidak dihiraukan. Nabi yang merasa menyerah terus berjalan hingga bertemu kapal yang akan berlayar menyeberangi samudra.

Nabi Yunus ikut dalam pelayaran tersebut bersama penumpang lain. Namun, di tengah perjalanan keadaan berubah memburuk. Kapal hampir tenggelam, sehingga harus ada salah satu menumpang yang dilemparkan ke laut.

Lalu, diadakanlah pengundian untuk menentukan penumpang yang harus keluar dari kapan. Ternyata, nama yang keluar adalah Nabi Yunus. Pengundian diulang tiga kali untuk memastikan penumpang yang akan dilempar ke laut. Namun nama Nabi Yunus terus keluar.

Tersadarlah Nabi Yunus terhadap amarah yang diberikan Allah kepadanya. Beliau tak mengelak dan bertawakal kepada Allah. Hingga akhirnya, Nabi Yunus pun dilemparkan ke laut.

Kisah Nabi Yunus dalam Perut Ikan Paus

Saat tubuhnya seakan tenggelam di Samudera, seekor ikan paus yang sangat besar menelannya. Ketika berada di dalam perut ikan paus, nabi Yunus banyak berdzikir dan berdoa kepada Allah:

لآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ

Latin: Lā ilāha illā anta subḥānaka innī kuntu minaẓ-ẓālimīn (QS. Al Anbiya 87)

Artinya: “Tidak ada tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.”

Setelah 40 hari lamanya, Allah memerintahkan ikan paus untuk mengeluarkan Nabi Yunus ke sebuah daratan yang kering tandus. Di tempat tersebut, Nabi Yunus menemukan makanan sebagai karunia dari Allah SWT.

Di sana, Nabi Yunus juga akhirnya bertemu kembali dengan kaum yang telah bertaubat setelah sebelumnya menolak ajarannya. Mereka hidup damai dalam agama Allah SWT. Kisah Nabi Yunus tertulis dalam Al Quran surat As-Saffat: 139-148

وَإِنَّ يُونُسَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ

إِذْ أَبَقَ إِلَى الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ

فَسَاهَمَ فَكَانَ مِنَ الْمُدْحَضِينَ

فَالْتَقَمَهُ الْحُوتُ وَهُوَ مُلِيمٌ

فَلَوْلا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ

لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

فَنَبَذْنَاهُ بِالْعَرَاءِ وَهُوَ سَقِيمٌ

وَأَنْبَتْنَا عَلَيْهِ شَجَرَةً مِنْ يَقْطِينٍ

وَأَرْسَلْنَاهُ إِلَى مِائَةِ أَلْفٍ أَوْ يَزِيدُونَ

فَآمَنُوا فَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ

Artinya: “Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari (meninggalkan kewajiban) ke kapal yang penuh muatan. Kemudian ia ikut berundi, lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedangkan ia dalam keadaan sakit. Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu.”

Itulah kisah Nabi Yunus yang banyak memiliki hikmah, di antaranya Allah Maha Kuasa menurunkan azab dan mencabut azab kepada siapa yang dikehendakiNya. Selain itu, Allah juga Maha Pengampun kepada hambaNya yang datang bertaubat dan bertawakal.

(row/row)



Sumber : www.detik.com