Tag Archives: nasa

Bolehkah Niat Puasa Senin Kamis setelah Subuh? Ini Penjelasannya


Jakarta

Bagi umat Islam, ibadah puasa sunah Senin dan Kamis adalah amalan yang sangat dianjurkan. Rasulullah SAW sendiri senantiasa melaksanakannya.

Namun, seringkali muncul pertanyaan tentang waktu niat puasa ini, terutama apakah boleh berniat setelah waktu subuh? Mari kita telaah lebih jauh berdasarkan dalil dan penjelasan para ulama.

Keutamaan Puasa Senin Kamis

Menukil kitab Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq terjemahan Abu Aulia dan Abu Syauqina, puasa Senin Kamis memiliki keutamaan yang besar. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:


إِنَّ الْأَعْمَالَ تُعْرَضُ كُلَّ اثْنَيْنِ وَخَمِيْسٍ فَيَغْفِرُ اللَّهُ لِكُلِّ مُسْلِمٍ أَوْ لِكُلِّ مُؤْمِنٍ إِلَّا الْمُتَهَاجِرَيْنِ فَيَقُولُ : أَخِّرُوهُمَا

Artinya: “Sesungguhnya amal-amal manusia dilaporkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis. Lalu Allah mengampuni setiap muslim atau setiap mukmin, kecuali dua orang yang saling menjauh. Allah berkata, ‘Tangguhkanlah untuk keduanya’.” (HR Ahmad dalam Musnad Ahmad)

Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga menjelaskan alasan khusus beliau berpuasa di hari Senin:

ذَاكَ يَوْمَ وُلِدْ فِيهِ، وَأُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ

Artinya: “Itu adalah hari kelahiranku dan diturunkannya wahyu kepadaku.” (HR Muslim dalam Shahih Muslim dan Ahmad dalam Musnad Ahmad)

Keutamaan ini menjadikan puasa Senin Kamis sebagai amalan yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan.

Niat Puasa Senin Kamis

Arba’in an-Nawawi dalam kitab Syarah Hadits Shahih yang diterjemahkan Abd. Rouf mengatakan, dalam setiap ibadah, niat adalah pondasi utama yang menentukan sah atau tidaknya suatu perbuatan. Hal ini ditegaskan dalam hadits terkenal riwayat Umar bin Khattab RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ

Artinya: “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR Bukhari dan Muslim)

Batas Waktu Niat Puasa Senin Kamis: Bolehkah setelah Subuh?

Perbedaan mendasar antara puasa wajib (seperti puasa Ramadan) dan puasa sunnah (seperti Senin Kamis) terletak pada batas waktu niatnya. Fadhlan Fatazka dalam buku Jamuan Ramadhan karya menjelaskan, tanpa niat, puasa seseorang tidak akan sah dan berakhir sia-sia.

Untuk puasa wajib, niat harus dilakukan pada malam hari, yaitu sebelum terbit fajar (waktu subuh). Hadits Rasulullah SAW dengan tegas menyatakan:

“Barang siapa tidak berniat puasa di waktu malam maka tidak ada puasa baginya (tidak sah).” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)

“Barang siapa tidak berniat puasa sebelum terbit fajar maka tidak ada puasa baginya.” (HR Baihaqi dan Addaruquthni)

Namun, hal ini berbeda dengan puasa sunnah. Dijelaskan dalam buku Fikih Puasa karya Ali Musthafa Siregar, waktu niat puasa sunnah dimulai dari tenggelamnya matahari (waktu magrib) hingga tergelincirnya matahari (waktu zuhur) pada hari puasa tersebut.

Syaratnya adalah orang yang berniat tersebut belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sejak subuh.

Ini berarti, detikers boleh niat puasa Senin Kamis setelah subuh asalkan belum makan, minum, atau melakukan hal-hal lain yang membatalkan puasa sejak subuh hingga waktu niat tersebut.

Sebagai contoh, jika Anda bangun di pagi hari dan lupa berniat puasa Senin Kamis di malam sebelumnya, Anda masih bisa berniat puasa hingga menjelang waktu Zuhur, asalkan Anda belum mengonsumsi apapun sejak subuh.

Mengacu pada jadwal sholat, niat puasa sunnah Senin dapat dilakukan mulai dari waktu magrib di hari Minggu hingga sekitar pukul 12:00 WIB (waktu zuhur) pada hari Senin. Demikian pula untuk puasa Kamis, niatnya bisa dilakukan dari magrib hari Rabu hingga waktu zuhur pada hari Kamis.

Bacaan Niat Puasa Senin Kamis

Berikut adalah bacaan niat untuk puasa Senin dan Kamis:

Niat Puasa Senin

نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitu shauma yaumil itsnaini lillâhi ta’âlâ

Artinya: “Aku berniat puasa sunah hari Senin karena Allah ta’âlâ.”

Niat Puasa Kamis

نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمِ الخَمِيْسِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitu shauma yaumil khamîsi lillâhi ta’âlâ

Artinya: “Aku berniat puasa sunah hari Kamis karena Allah ta’âlâ.”

Dengan memahami perbedaan waktu niat ini, kita bisa lebih tenang dan yakin dalam menjalankan ibadah puasa sunah Senin dan Kamis. Semoga Allah SWT menerima setiap amalan kita.

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Mengapa Doa Belum Dikabulkan? Ini 3 Syarat Utama agar Mustajab


Jakarta

Berdoa adalah salah satu bentuk ibadah paling mulia dalam Islam. Doa menjadi senjata orang beriman dan jembatan langsung antara hamba dengan Allah SWT. Namun, tidak semua doa langsung dikabulkan.

Ada waktu, adab, dan syarat yang harus diperhatikan agar doa menjadi mustajab.

Dalam Islam, doa merupakan ibadah yang sangat mulia. Dalam hadits dari Nu’man bin Basyir, Nabi SAW bersabda, “Berdoa adalah suatu ibadah.” (HR Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah & Tirmidzi)


Dalam riwayat dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW juga menuturkan, “Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah SWT selain berdoa.” (HR Tirmidzi & Ibnu Majah)

Mengutip buku Rahasia Doa Mustajab karya Ibn Qayyim, doa dan permohonan perlindungan ibarat senjata, sementara keampuhan senjata tergantung pada siapa yang memegangnya. Terkadang doa tidak terkabul apabila doa itu tidak baik, orang yang berdoa tidak khusyuk, atau sesuatu menghalangi terkabulnya doa, maka doa tidak menghasilkan apa-apa.

Namun, agar doa menjadi mustajab dan dikabulkan, ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi.

Syarat agar Doa Mustajab

1. Ikhlas

Dikutip dari buku Rahasia Agar Doa Mustajab karya Ustaz Cinta, ikhlas menjadi salah satu penyebab terkabulnya doa.

Dalam hadits dari Umar bin Khattab RA, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya segala amal perbuatan tergantung kepada niatnya dan tiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, ia akan mendapatkan pahala hijrah karena Allah dan Rasulullah. Barang siapa yang hijrahnya karena faktor duniawi yang akan ia dapatkan atau karena wanita yang akan ia nikahi, ia dalam hijrahnya itu hanya akan medapatkan apa yang ia niatkan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadits tersebut menegaskan bahwa syarat diterimanya amal perbuatan manusia tergantung keikhlasan kepada Allah SWT. Ketika berdoa dengan ikhlas kepada Allah SWT, doa kita akan mendapatkan hasil yang terbaik. Itu karena Allah dilibatkan untuk membantu urusan kita. Hal ini membuat tumbuhnya keyakinan sekaligus menjadikan hati lebih tenang.

Rasulullah SAW bersabda,

“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai dan tidak sungguh-sungguh.” (HR. Tirmidzi)

2. Makanan dan Penghidupan yang Halal

Salah satu penghalang terbesar terkabulnya doa adalah makanan, minuman, dan penghidupan yang tidak halal. Hal ini dijelaskan secara gamblang dalam sebuah hadits.

Rasulullah SAW bersabda,
“Seorang laki-laki melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu, ia menengadahkan tangan ke langit seraya berdoa: ‘Ya Rabb, ya Rabb,’ padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan?” (HR. Muslim)

Hadits ini menjelaskan bahwa sekeras apapun usaha dan sehebat apapun doa kita, jika masih bersumber dari sesuatu yang haram (baik makanan, minuman, pakaian, maupun sumber nafkah) maka sangat sulit doa itu menembus langit.

3. Tidak Tergesa-gesa

Sifat tergesa-gesa adalah tabiat manusia. Ketika doa tak kunjung terkabul, banyak yang akhirnya putus asa dan berhenti berdoa. Padahal Allah SWT mungkin sedang menunda jawaban untuk kebaikan yang lebih besar.

Rasulullah SAW bersabda,

“Akan dikabulkan doa seseorang di antara kalian selama tidak tergesa-gesa, yakni ia berkata: ‘Aku telah berdoa tetapi belum dikabulkan’.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Penundaan bukanlah penolakan. Allah SWT tahu kapan waktu terbaik untuk mengabulkan doa. Bisa jadi Allah SWT menyimpan doa itu untuk menghindarkan kita dari musibah, atau menggantinya dengan sesuatu yang jauh lebih baik di dunia maupun akhirat.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

10 Cara Mencari Jodoh yang Baik dalam Islam, Jangan Salah!


Jakarta

Mencari jodoh yang baik merupakan hal yang penting dan dianjurkan dalam Islam. Dengan begitu, seseorang bisa menjalani kehidupan pernikahannya dengan tenang dan nyaman.

Allah SWT menciptakan manusia secara berpasang-pasangan, sebagaimana disebutkan dalam surah Az Zariyat ayat 49.

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ – ٤٩


Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah).”

Mengutip dari buku Sakinah Mawaddah wa Rahmah: Tuntunan Lengkap Mengenal “Baiti Jannati” di dalam Rumah tulisan Abdul Syukur Al Azizi, pernikahan dapat menjernikah pikiran dan menyucikan hati. Anjuran menikah dalam Islam dilaksanakan jika muslim sudah merasa mampu, Rasulullah SAW bersabda,

“Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang telah memiliki kemampuan (menikah), hendaklah ia menikah; karena menikah itu mampu menundukkan pandangan dan menjaga farji. Dan, barang siapa yang belum mampu (menikah), hendaknya ia berpuasa; karena puasa itu memberikan kemampuan untuk menahan syahwat.” (HR Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud, dan Baihaqi)

Lalu, bagaimana cara mencari jodoh yang baik menurut Islam?

Cara Mencari Jodoh yang Baik dalam Islam

Berikut beberapa cara atau tips yang bisa diperhatikan muslim untuk mencari jodoh yang baik menurut Islam seperti dikutip dari buku Hukum dan Etika Perkawinan dalam Islam tulisan Ali Manshur.

1. Cari Pasangan yang Seiman

Cara pertama dalam mencari jodoh yang baik adalah memilih pasangan yang seiman. Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Biasanya wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya, maka pilihlah yang memiliki agama, tentu kamu akan beruntung.” (HR Bukhari)

2. Cari Pasangan yang Berilmu dan Terampil

Hendaknya muslim mencari pasangan yang berilmu dan terampil. Dengan begitu, ketika memiliki keturunan maka ilmunya bisa diajarkan kepada anak-anaknya.

Manusia yang berilmu dan terampil sangat bermanfaat bagi lingkungan masyarakat serta agama.

3. Cari yang Sepadan

Maksud sepadan di sini adalah usianya tidak terpaut terlalu jauh. Jadi, ketika menikah kelak mereka bisa saling mengimbangi pola pikir masing-masing sehingga konflik rumah tangga bisa diminimalisir.

4. Jangan Cari Pasangan yang Cemburu Berlebihan

Cara lainnya dalam mencari jodoh yang baik adalah tidak memilih pencemburu berat. Cemburu adalah hal yang wajar dirasakan setiap pasangan, tetapi jika berlebihan maka dapat menyusahkan.

Rasulullah SAW pernah ditanya tentang alasannya tidak menikahi wanita Anshar. Beliau menjawab, “Sesungguhnya mereka mempunyai rasa cemburu yang besar.” (HR An Nasa’i)

5. Cari Pasangan yang Harta dan Pekerjaannya Baik

Hendaknya muslim mencari pasangan yang harta dan pekerjaannya baik. Ini berlaku bagi wanita maupun pria.

Utamanya bagi wanita. Hendaknya mencari laki-laki dengan pekerjaan yang tetap dan halal agar kelangsungan hidupnya terjamin karena bisa memberi nafkah dengan baik.

6. Memiliki Alat Reproduksi yang Subur

Pilihlah pasangan yang alat reproduksinya subur. Dengan begitu, seseorang bisa menghasilkan keturunan dengan baik karena memiliki anak menjadi salah satu tujuan dari menikah.

Rasulullah SAW bersabda,

“Nikahilah (wanita) yang subur, yang dapat melahirkan, maka sesungguhnya aku akan berbangga dengan kalian terhadap umat-umat yang lain.” (HR Abu Dawud)

7. Lihat Garis Keturunannya

Faktor lain yang tak kalah penting adalah melihat dari garis keturunan calon yang akan dijadikan pasangan hidup. Hendaknya seseorang memilih pasangan dari keluarga yang baik, terhormat dan bersifat mulia.

Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Pilihlah tempat untuk (air mani) kalian, dan menikahlah dengan yang setara (sekufu), serta nikahkanlah pada mereka.” (HR Ibnu Majah)

8. Parasnya Cantik atau Tampan

Mencari jodoh dengan paras cantik atau tampan juga dianjurkan dalam Islam. Ini dilakukan sesuai kriteria masing-masing orang.

Namun, tetap diutamakan melihat sikap dan perilaku dari individu agar rumah tangga bisa lebih harmonis dan penuh kasih sayang.

9. Jangan Pilih yang Satu Mahram

Islam melarang muslim untuk menikah dengan mahramnya. Haram hukumnya menikahi orang yang merupakan mahramnya.

Jadi, muslim perlu melihat dulu jalur nasab calonnya. Ini dimaksudkan agar nasab tidak rusak.

10. Mencari Calon Istri yang Taat kepada Suami

Taat kepada suami adalah kewajiban bagi setiap istri. Pria muslim dianjurkan mencari calon istri yang taat dan menghargainya sebagai imam keluarga.

Allah SWT berfirman dalam surah An Nisa ayat 34,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْببِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Pembagian Warisan Untuk Anak Laki-Laki dan Perempuan Menurut Islam


Jakarta

Pembagian warisan adalah salah satu aspek penting dalam syariat Islam yang diatur secara rinci dalam Al-Qur’an dan hadits. Islam memberikan panduan jelas mengenai siapa saja yang berhak menerima warisan dan berapa besar bagiannya, termasuk bagian untuk anak laki-laki dan perempuan.

Dikutip dari buku Pembagian waris menurut Islam karya Muhammad Ali Ash-Shabuni, jumlah bagian bagi ahli waris telah ditentukan dalam Al-Qur’an. Disebutkan enam bagian yaitu setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per tiga (2/3), sepertiga (1/3) dan seperenam (1/6).

Pembagian ini sebagaimana dijelaskan secara detail dalam surat An-Nisa ayat 11,


يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوْلَٰدِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءً فَوْقَ ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِن كَانَتْ وَٰحِدَةً فَلَهَا ٱلنِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا ٱلسُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُۥ وَلَدٌ ۚ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُۥ وَلَدٌ وَوَرِثَهُۥٓ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ ٱلثُّلُثُ ۚ فَإِن كَانَ لَهُۥٓ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ ٱلسُّدُسُ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِى بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۗ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Arab-Latin: Yụṣīkumullāhu fī aulādikum liż-żakari miṡlu ḥaẓẓil-unṡayaīn, fa ing kunna nisā`an fauqaṡnataini fa lahunna ṡuluṡā mā tarak, wa ing kānat wāḥidatan fa lahan-niṣf, wa li`abawaihi likulli wāḥidim min-humas-sudusu mimmā taraka ing kāna lahụ walad, fa il lam yakul lahụ waladuw wa wariṡahū abawāhu fa li`ummihiṡ-ṡuluṡ, fa ing kāna lahū ikhwatun fa li`ummihis-sudusu mim ba’di waṣiyyatiy yụṣī bihā au daīn, ābā`ukum wa abnā`ukum, lā tadrụna ayyuhum aqrabu lakum naf’ā, farīḍatam minallāh, innallāha kāna ‘alīman ḥakīmā

Artinya: Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Bagian Warisan Anak Laki-laki

Merujuk buku Hukum Waris Islam karya Iman Jauhari dan T. Muhammad Ali Bahar,berdasarkan ayat di atas, pembagian warisan kepada anak-anak adalah anak laki-laki mendapatkan dua kali lipat bagian anak perempuan.

Jika seseorang meninggal dan meninggalkan anak-anak, maka hartanya dibagikan kepada anak-anaknya dengan perbandingan:

2 : 1 (laki-laki : perempuan)

Dalam sebuah riwayat, Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah. Ia berkata, “Rasulullah dan Abu Bakar yang sedang berada di Bani Salam menjengukku dengan berjalan kaki.

Beliau menemukanku dalam keadaan tidak sadarkan diri, maka beliau meminta air untuk berwudhu dan mencipratkannya kepadaku hingga aku sadar. Aku bertanya: ‘Apa yang engkau perintahkan untuk mengelola hartaku, ya Rasulullah?’ Maka, turunlah ayat:

‘Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian waris untuk) anak-anakmu. Yaitu, bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan’.” (HR Muslim dan Nasa’i)

Menurut Ibnu Katsir, ayat tersebut merujuk pada perintah Allah SWT untuk berbuat adil kepada anak laki-laki dan anak perempuan. Berbeda dengan orang jahiliah yang memberikan seluruh harta warisan kepada anak laki-laki, Allah SWT meminta kesetaraan di antara mereka dengan menetapkan bagian laki-laki sama dengan dua bagian perempuan. Laki-laki menerima bagian yang lebih banyak karena mereka memiliki kewajiban memberi nafkah.

Bagian Warisan Anak Perempuan

Dikutip dari buku Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq, berdasarkan surah An-Nisa ayat 11, anak perempuan kandung memiliki tiga kriteria dalam menerima bagian warisan.

Kriteria pertama: mendapat seperdua bagian harta warisan jika dia anak tunggal.

Kriteria kedua: mendapat dua pertiga bagian harta warisan jika terdapat dua anak perempuan atau lebih, dan mereka tidak disertai adanya satu anak laki-laki atau lebih.

Kriteria ketiga: mewarisi melalui bagian ashabah (ahli waris yang tidak ditentukan jumlahnya) jika bersama satu anak laki-laki atau lebih. Pembagiannya yaitu satu bagian laki-laki sama dengan dua bagian perempuan.

Apakah anak perempuan boleh menerima lebih dari anak laki-laki?

Dalam sistem waris Islam yang wajib, tidak diperbolehkan mengubah perbandingan bagian kecuali melalui hibah (pemberian saat hidup) dengan syarat tertentu. Namun, jika orang tua ingin memberikan hibah atau hadiah saat masih hidup, mereka dianjurkan berlaku adil.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Jin Suka Tinggal di Tempat-tempat Ini, Salah Satunya Saluran Air


Jakarta

Jin adalah makhluk gaib yang diciptakan oleh Allah SWT. Mereka berasal dari api dan kasat mata sehingga tidak bisa dilihat manusia.

Terkait jin dijelaskan dalam surah Ar Rahman ayat 15 bahwa Allah SWT berfirman,

وَخَلَقَ ٱلْجَآنَّ مِن مَّارِجٍ مِّن نَّارٍ


Artinya: “Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.”

Menukil dari kitab Hiwar Ma’a Iblish yang disusun Muhammad Abduh Mughawiri terjemahan Wasith Fardas dijelaskan bahwa as Sayyid Alawi bin Ahmad as Saggaf dalam kitab Al Kaukabu Al Ajuj mengatakan jin memiliki dzat halus dan dapat merubah bentuk. Sebagian jin ada yang beriman dan ada pula yang tidak seperti halnya manusia.

Menurut pendapat populer, jin yang durhaka disebut dengan setan, sama halnya seperti manusia. Umar Sulaiman al Asyqar dalam kitab ‘Alam al-Malaikah al-Abrar & ‘Alam al-Jinn wa asy Syayathin terjemahan Kaserun AS Rahman mengatakan Ibnu Taimiyah berpendapat setan adalah asal jin sebagaimana Adam asal manusia. Jadi, setan adalah golongan dari jin.

Lantas, di mana saja tempat jin bernaung?

7 Tempat yang Ditinggali Bangsa Jin

Mengacu pada sumber yang sama, berikut beberapa tempat yang ditinggali bangsa jin.

1. Rumah

Tak hanya manusia, jin juga mendiami rumah-rumah. Umumnya, jin yang tinggal di rumah merupakan jin yang baik atau beriman.

Ibnu Hajar dalam kitab Fath al Bari mengutip riwayat Ibnu Abu Dunya,

“Tidak ada satu pun rumah orang muslim kecuali di atap rumahnya terdapat jin muslim. Apabila mereka menghidangkan makanan pagi, jin itu pun ikut makan bersama mereka. Apabila makan sore dihidangkan, jin itu juga ikut makan bersama mereka. Tapi, Allah menjaga orang-orang muslim itu dari gangguan jin tersebut.”

2. Kandang Unta

Dalam sebuah hadits, kandang unta disebut sebagai tempat tinggal jin. Berikut bunyi haditsnya,

“Rasulullah SAW melarang kita untuk salat di kandang unta karena kandang tersebut adalah tempat tinggal setan.” (HR Abu Dawud)

3. Laut

Melalui beberapa riwayat dijelaskan bahwa setan atau iblis membangun istana di lautan. Nantinya, mereka mengirim pasukan untuk menyesatkan manusia hingga kiamat tiba.

Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air lalu mengirim bala tentaranya, (setan) yang kedudukannya paling rendah bagi iblis adalah yang paling besar godaannya. Salah satu di antara mereka datang lalu berkata, ‘Aku telah melakukan ini dan itu.’ Iblis menjawab, ‘Kau tidak melakukan apa pun.’ Lalu yang lain datang dan berkata, ‘Aku tidak meninggalkannya hingga aku memisahkannya dengan istrinya.’ Beliau bersabda, “Iblis mendekatinya lalu berkata, ‘Bagus kamu.” Al A’masy menyebutkan dalam riwayatnya, “Iblis berkata, ‘Tetaplah (menggodanya)’.” (HR Muslim)

4. Tempat yang Tak Berpenghuni

Jin gemar bernaung di tempat yang tidak ditinggali siapa pun. Dari Ibnu Mas’ud berkata,

“Suatu hari kami (para sahabat) sedang bersama Rasulullah. Sampai kemudian beliau terpisah dengan kami. Kami mencari beliau di lembah-lembah dan kampung-kampung (tetapi kami tidak menjumpainya). Di antara kami ada yang mengatakan jika Rasulullah diculik dan disandera. Malam itu, tidur kami betul-betul tidak menyenangkan. Sampai pada pagi hari kami melihat Rasulullah datang dari arah sebuah gua yang berada di tengah padang pasir. Kami katakan kepada beliau tentang kehilangan kami, usaha kami mencari beliau tapi tak menemukan.

Rasulullah kemudian berkata, ‘Semalam aku didatangi utusan dari kelompok jin. Ia membawaku menemui kaumnya untuk mengajarkan Al-Quran’.”

Ibnu Mas’ud melanjutkan ceritanya, “Rasulullah lalu mengajak kami melihat bekas-bekas tempat perapian kelompok jin itu. Para jin itu bertanya kepada Rasulullah mengenai makanan mereka.

Rasulullah menjawab jin-jin itu, ‘Makanan kalian adalah sisa-sisa tulang yang masih ada dagingnya, yang ada di tangan kalian itu, yang sebelumnya dimakan oleh manusia dengan menyebut nama Allah. Dan juga semua kotoran binatang ternak.’

Rasulullah melanjutkan, ‘Oleh karena itu, kalian para sahabat jangan beristinja (membersihkan kotoran BAB) dengan tulang dan kotoran binatang. Sebab, keduanya makanan saudara kalian (golongan jin)’.” (HR Muslim)

5. Saluran Air

Abu Bakar bin Abu Daud mentakhrij dalam Kitaabul Waswasah dari Ibrahim berkata,

“Janganlah kalian kencing di mulut saluran air, karena jika dari sana muncul sesuatu (jin) akan sulit pengobatannya.”

Lalu, dalam hadits dari Abdulah ibn Sarjas turut dijelaskan mengenai lubang sebagai tempat tinggal jin.

“Jangan sampai ada yang kencing di lubang.” Orang-orang bertanya kepada Qatadah, “Mengapa tidak boleh kencing di lubang?” Qatadah menjawab, “Rasulullah pernah mengatakan, sebab lubang adalah tempat tinggal golongan jin.” (HR Abu Dawud, Nasa’i dan Ahmad)

6. Pasar

Pasar adalah tempat tinggal jin. Rasulullah SAW menjelaskannya dalam sebuah hadits,

“Kalau bisa, kalian jangan menjadi orang yang pertama kali masuk ke pasar atau menjadi orang yang paling akhir keluar darinya. Sebab, pasar merupakan tempat berseteru para setan. Di pasar, setan menancapkan benderanya.” (HR Muslim)

7. Toilet

Menurut kitab Luqthul-Marjan fi Ahkaamil-Jaan oleh Al Imam As Suyuthi terjemahan Kathur Suhardi terdapat hadits yang menyatakan jin tinggal di toilet. Dari Zaid bin Arqam berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya tanah becek ini biasa didatangi jin. Jika salah seorang di antara kalian memasuki kamar mandi, hendaklah dia mengucapkan, ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan.” (HR Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Lengkap dan Waktu Mengamalkannya


Jakarta

Niat puasa qadha Ramadhan dibaca ketika muslim akan mengganti puasa yang ditinggalkannya selama bulan suci. Sebagaimana diketahui, mengqadha puasa Ramadhan wajib hukumnya.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 184,

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ


Artinya: “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Dijelaskan dalam buku Puasa Ibadah Kaya Makna oleh Miftah Faridl, niat puasa adalah hal yang utama. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits,

“Barang siapa tidak berniat puasa di waktu malam maka tidak ada puasa baginya (tidak sah).” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)

Niat Puasa Qadha Ramadhan: Arab, Latin dan Artinya

Mengutip dari buku Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari dari Kandungan hingga Kematian tulisan Muh Hambali, berikut niat puasa qadha Ramadhan yang bisa dibaca muslim.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu soumaghadin ‘an qadha’i fardhi syahri Ramadhana lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat untuk mengqadha puasa bulan Ramadhan esok hari karena Allah ta’ala.”

Waktu Mengamalkan Niat Puasa Qadha Ramadhan

Diterangkan dalam buku Inilah Alasan Rasulullah SAW Menganjurkan Puasa Sunnah yang disusun H Amirulloh Syarbini dan Iis Nur’aeni, niat puasa qadha Ramadhan bisa dibaca sejak malam hari sebelum mengerjakan puasa hingga waktu fajar. Artinya, niat bisa dibaca selama tidak melebihi waktu terbitnya matahari.

Ketentuan ini berlaku karena puasa qadha termasuk puasa wajib, bukan sunnah. Berbeda dengan puasa sunnah yang pembacaan niatnya boleh diamalkan setelah terbit fajar selama orang tersebut belum makan, minum dan melakukan hal-hal yang bisa membatalkan puasa.

Siapa yang Wajib Mengqadha Puasa Ramadhan?

Mengacu pada sumber yang sama, berikut sejumlah golongan yang diwajibkan mengqadha puasa Ramadhan.

  1. Orang yang sakit
  2. Musafir atau sedang dalam perjalanan
  3. Ibu hamil dan menyusui
  4. Orang tua yang sudah tidak sanggup berpuasa
  5. Pekerja berat
  6. Wanita yang sedang haid serta nifas

Batas Waktu Mengqadha Puasa Ramadhan

Menurut buku 10 Formula Dasar Islam: Konsep dan Penerapannya yang ditulis Gamar Al Haddar, qadha puasa Ramadhan harus dilakukan sebelum Ramadhan berikutnya. Jika terlewat muslim tetap wajib mengganti dan membayar fidyah.

Pendapat ini mengacu pada mazhab Syafi’i dan Hambali. Dengan demikian, puasa qadha Ramadhan bisa dikerjakan kapan saja sebelum datang Ramadhan berikutnya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Enggan Bayar Utang Jadi Dosa yang Tak Diampuni Walau Mati Syahid


Jakarta

Bagi sebagian besar umat Islam, mati syahid adalah cita-cita luhur yang dijanjikan ganjaran surga dan pengampunan seluruh dosa. Namun, tahukah detikers bahwa ada satu jenis dosa yang bahkan kematian di medan jihad sekalipun tidak akan menghapusnya?

Dosa tersebut adalah utang.

Ini adalah peringatan serius bagi kita semua tentang pentingnya menunaikan hak sesama manusia. Mari kita telaah lebih dalam mengapa utang menjadi pengecualian dalam kemuliaan mati syahid ini, berdasarkan dalil-dalil dan penjelasan ulama.


Kemuliaan Mati Syahid dan Pengecualian Dosa Utang

Mati syahid merujuk pada kondisi seorang muslim yang wafat di jalan Allah SWT. Mereka disebut sebagai syuhada.

Golongan syuhada meliputi mereka yang gugur dalam perjuangan fi sabilillah, meninggal dalam ketaatan, karena wabah penyakit (seperti pes), sakit perut, atau tenggelam. Hal ini disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah RA yang diriwayatkan oleh Rasulullah SAW.

“Orang yang gugur karena berjuang di jalan Allah mati syahid, orang yang meninggal dalam keadaan taat kepada Allah adalah mati syahid, orang yang meninggal karena penyakit pes juga mati syahid, orang yang meninggal karena sakit perut mati syahid, orang yang tenggelam mati syahid.”

Dalam Buku Pintar Calon Haji karya Fahmi Amhar, menjelaskan bahwa orang yang mati syahid dijanjikan pengampunan dosa dan masuk surga tanpa hisab. Namun, ada satu pengecualian penting. Dosa utang tidak akan diampuni oleh Allah SWT, walaupun ia syahid sekalipun.

Hal ini dipertegas dalam hadits riwayat Muslim dari Abdullah bin Amru bin Ash RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ

Artinya: “Orang mati syahid itu diampuni segala dosanya kecuali utang.” (HR Muslim)

Mengapa Dosa Utang Begitu Berat?

Beratnya dosa utang terletak pada hakikatnya yang merupakan urusan antara hamba dengan sesama manusia, bukan semata-mata hak Allah SWT. Menukil buku Seputar Budak dan Yang Berutang: Seri Hukum Zakat karya Abdul Bakir, menjelaskan bahwa utang dapat menjadi penghalang seseorang untuk masuk surga, bahkan jika utang tersebut tanpa bunga atau riba. Ini karena hak yang belum terpenuhi terhadap orang lain akan menjadi tuntutan di akhirat kelak.

Lebih mengkhawatirkan lagi, orang yang memiliki niat untuk tidak melunasi utangnya disamakan dengan kufur (kekafiran). Hal ini tergambar jelas dari doa Rasulullah SAW yang selalu memohon perlindungan kepada Allah SWT dari kekufuran dan utang secara bersamaan.

Kemudian ada seorang laki-laki bertanya, “Apakah engkau menyamakan kufur dengan utang, Ya Rasulullah?”

Beliau menjawab, “Ya!” (HR Nasa’i dan Hakim)

Ini menunjukkan betapa eratnya hubungan antara kewajiban melunasi utang dengan keimanan seseorang.

Pentingnya Melunasi Utang sebelum Ajal Tiba

Mengingat urgensi ini, Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk senantiasa melunasi utang sebelum ajal menjemput. Beliau bersabda,

لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقَادَ لِلشَّاةِ الْجَلْحَاءِ مِنَ الشَّاةِ الْقَرْنَاءِ

Artinya: “Sungguh kalian pasti menunaikan hak-hak kepada pemiliknya pada hari kiamat. Hingga dituntut balas (qisas) untuk kambing tidak bertanduk dari kambing bertanduk yang dahulu menanduknya.” (HR Muslim)

Hadits ini menggambarkan betapa adilnya pengadilan Allah di hari kiamat bahwa setiap hak akan dituntut, bahkan hak seekor hewan sekalipun. Tentu saja, hak sesama manusia jauh lebih utama untuk ditunaikan.

Melunasi utang tepat waktu merupakan bentuk tidak menzalimi orang yang telah berbaik hati memberikan pinjaman. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, dia tidak boleh menzalimi saudaranya, tidak boleh menipunya, tidak boleh memperdayanya dan tidak boleh meremehkannya.” (HR Muslim)

Selain itu, menunaikan utang juga termasuk dalam kategori memberi manfaat kepada manusia. Sebuah hadits menyebutkan,

أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Artinya: “Orang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR Al Jami’)

Dengan melunasi utang, kita tidak hanya menunaikan kewajiban tetapi juga meringankan beban orang lain dan menjaga kebermanfaatan dalam hubungan sosial.

Kisah tentang dosa utang yang tidak terampuni walau mati syahid ini menjadi pengingat yang sangat kuat bagi kita semua. Ia mengajarkan bahwa hak-hak sesama manusia memiliki kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah SWT.

Oleh karena itu, berhati-hatilah dalam berutang, pastikan memiliki niat dan kemampuan untuk melunasinya, serta bersegeralah menunaikan kewajiban tersebut sebelum ajal menjemput. Jangan sampai kemuliaan syahid terhalang oleh selembar utang yang belum terbayar.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Niat Sholat Qobliyah dan Badiyah Zuhur, Lengkap dengan Tata Caranya


Jakarta

Dalam ajaran Islam, sholat sunnah rawatib adalah sholat sunnah yang mengiringi sholat fardhu. Dua di antaranya yang sangat dianjurkan adalah sholat qobliyah dan badiyah Zuhur, yakni sholat sunnah yang dilakukan sebelum dan sesudah sholat Zuhur.

Kedua sholat ini termasuk ke dalam sunnah muakkad, yaitu sholat sunnah yang sangat ditekankan oleh Rasulullah SAW dan hampir tidak pernah beliau tinggalkan.


Dikutip dari buku Adab dan Doa Sehari-hari untuk Muslim Sejati karya Thoriq Aziz Jayana, sholat qobliyah Zuhur adalah sholat sunnah yang dilakukan sebelum sholat Zuhur. Sedangkan sholat badiyah Zuhur adalah sholat sunnah yang dilakukan setelah sholat Zuhur.

Sholat qobliyah dan badiyah Zuhur memiliki hukum sunnah muakkad, yaitu sunnah yang sangat ditekankan. Rasulullah SAW hampir tidak pernah meninggalkan sholat ini, baik ketika dalam keadaan sehat maupun dalam kondisi perjalanan, selama tidak memberatkan.

Ummu Habibah, istri Nabi SAW mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa bisa menjaga empat rakaat sebelum Zuhur dan empat rakaat setelahnya maka Allah akan mengharamkannya masuk neraka.” (HR Abu Daud 1271, Tirmizi 430, Nasa’i 1816, hadits sahih)

Niat Sholat Qobliyah dan Badiyah Zuhur

Dikutip dari Buku Praktis Ibadah yang disusun oleh Irwan dan Ahmad Jafar, berikut bacaan niat sholat qobliyah dan badiyah Zuhur:

Niat Sholat Qobliyah Zuhur 2 Rakaat

أَصَلَّى سُنَّةَ الظهرِ رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَةً لِلَّهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatadzh dzuhri rak’ataini qobliyatan lillaahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengerjakan sholat sunnah dua rakaat sebelum Zuhur karena Allah ta’ala.”

Niat Sholat Qobliyah Zuhur 4 Rakaat

أَصَلَّى سُنَّةَ الظهرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ قَبْلِيَةً لِلَّهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatadzh dhuhri arba’a raka’atain qobliyatan lillaahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengerjakan sholat sunnah empat rakaat sebelum Zuhur karena Allah ta’ala.”

Niat Sholat Badiyah Zuhur 2 Rakaat

اُصَلِّيْ سُنَّةَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ بَعْدِيَّةً مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatad dhuhri rok’ataini ba’diyyatan mustaqbilal qiblati ada’an lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat sholat badiyah Zuhur dua rakaat menghadap kiblat karena Allah ta’ala.”

Niat Sholat Badiyah Zuhur 4 Rakaat

أَصَلَّى سُنَّةَ الظهرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ بَعْدِيَّةً مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatad dhuhri arba’a rokataini ba’diyyatan mustaqbilal qiblati ada’an lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat sholat badiyah Zuhur empat rakaat menghadap kiblat karena Allah ta’ala.”

Tata Cara Sholat Qobliyah dan Badiyah Zuhur

Tata cara sholat qobliyah dan badiyah Zuhur sama seperti mengerjakan sholat pada umumnya. Perbedaannya hanya terletak pada bacaan niat dan waktu pelaksanaannya saja.

  1. Membaca niat sholat qobliyah atau badiyah Zuhur.
  2. Takbir.
  3. Membaca doa iftitah.
  4. Membaca Al-Fatihah.
  5. Membaca surat pendek.
  6. Ruku.
  7. I’tidal.
  8. Sujud pertama.
  9. Duduk di antara dua sujud.
  10. Sujud kedua.
  11. Mengulang urutan 4-10 di rakaat berikutnya.
  12. Tasyahud akhir.
  13. Salam.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Dahsyatnya Pahala Sedekah Bulan Muharram, Amalan yang Dianjurkan Rasul


Jakarta

Sedekah dapat dilakukan kapan saja, begitu pula pada Muharram. Bulan tersebut mengandung banyak keutamaan hingga dikatakan sebagai bulannya Allah SWT atau syahrullah.

Anjuran bersedekah tercantum dalam surah Al Baqarah ayat 245,

مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ


Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”

Menurut Tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama RI, ayat tersebut menjelaskan orang yang mau meminjami atau menginfakkan hartanya di jalan Allah SWT dengan harta yang halal disertai niat ikhlas maka Allah SWT akan melipatgandakan balasan kebaikan itu.

Lantas bagaimana dengan pahala sedekah di bulan Muharram? Adakah keistimewaan tersendiri?

Pahala Sedekah di Bulan Muharram

Menukil dari buku Adat Bersendi Syara Syara Bersendi Kitabullah susunan Prof Dr H Mukhtar Latif dkk, muslim dianjurkan untuk memperbanyak sedekah di bulan Muharram. Hendaknya, sedekah dilakukan dengan ikhlas mengharap ridha Allah SWT tanpa memberatkan diri sendiri.

Muslim yang bersedekah di bulan Muharram akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT. Dari Abu Sa’id al-Khudri, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ سَنَتِهِ

Artinya: “Barang siapa memberi kelonggaran (nafkah) pada keluarganya pada hari Asyura, niscaya Allah akan memberikan kelonggaran (rezeki) kepadanya sepanjang tahun.” (HR Thabrani dan Baihaqi. Al-Albani mendhaifkan hadits ini)

Hari Asyura bertepatan pada 10 Muharram. Dalam riwayat lainnya ada yang mengatakan bahwa bersedekah dengan makanan sama halnya dengan memberi makan kepada umat Rasulullah SAW sampai seluruhnya kenyang.

Sedekah tidak hanya diberikan kepada orang yang membutuhkan, melainkan juga keluarga. Abu Musa al-Madini meriwayatkan dari Ibnu Umar RA,

“Barang siapa berpuasa pada hari Asyura seakan-akan puasa satu tahun. Dan barang siapa bersedekah pada hari Asyura maka seperti sedekah satu tahun.” (HR Al-Bazzar)

Muharram merupakan bulan dilipatgandakan amal baik dan buruk. Karenanya, Allah SWT menganjurkan umat Islam untuk memperbanyak amal kebaikan dan melarang kemaksiatan serta kezaliman.

Keutamaan Sedekah dalam Hadits

Keutamaan sedekah tercantum dalam sebuah hadits yang terdapat pada Syarah Riyadhus Shalihin Jilid 1 karya Imam Nawawi terjemahan Bamuallim dan Geis Abad. Hadits ini bersumber dari riwayat Abu Hurairah RA.

Seorang lelaki mendatangi Nabi Muhammad seraya bertanya, “Ya Rasulullah, sedekah mana yang paling besar pahalanya?”

Beliau bersabda, “Yaitu jika engkau bersedekah, engkau itu masih sehat dan sebenarnya engkau kikir. Kau takut menjadi fakir dan engkau sangat berharap menjadi kaya. Tetapi janganlah engkau menunda-nunda sehingga apabila nyawamu telah sampai di kerongkongan lalu berkata, ‘Yang ini untuk fulan dan yang ini untuk fulan’, padahal yang demikian itu memang untuk fulan.” (HR Muttafaq’alaih)

Imam Nawawi menafsirkan bahwa ketika muslim bersedekah dalam keadaan sehat, maka ia akan diganjar pahala yang besar. Sifat kikir dalam diri seseorang terlihat ketika mereka dalam keadaan sehat.

Saat muslim bersikap dermawan dan bersedekah dalam keadaan sehat maka ini menjadi bukti akan keikhlasan hati dan cinta yang besar terhadap Allah SWT. Hal tersebut berbeda dengan kondisi orang yang sedang sakit atau di penghujung ajal.

Jika muslim sudah berada dalam kondisi sakit dan penghujung ajal, mereka baru mulai melihat harta bukan lagi miliknya. Ini dikarenakan mereka sudah putus asa dengan hidup.

Amalan Bulan Muharram Lainnya

Mengutip dari Majalah Aula Edisi Juli 2024, berikut sejumlah amalan bulan Muharram yang dapat dikerjakan selain sedekah.

1. Puasa Sunnah

Pada bulan Muharram, muslim bisa mengerjakan puasa sunnah Tasua dan Asyura pada 9-10 Muharram. Dikatakan, puasa di bulan Muharram menjadi yang paling utama setelah Ramadan.

Rasulullah SAW bersabda,

“Sungguh, jika aku masih hidup sampai tahun depan niscaya aku akan berpuasa pada tanggal 9 dan 10 (Muharram).” (HR Ahmad)

Selain itu, muslim juga bisa mengamalkan puasa Ayyamul Bidh yang dilakukan setiap pertengahan bulan Kamariah pada tanggal 13-15.

2. Menyantuni Anak Yatim

Menyantuni anak yatim termasuk ke dalam sedekah yang dapat dikerjakan kapan saja, khususnya Muharram. Bahkan, terdapat istilah Muharram sebagai lebaran anak yatim atau Idul Yatama.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Allah SWT tidak akan memberikan azab di hari kiamat kepada orang-orang yang sayang kepada anak yatim.” (HR Thabrani)

Siapa pun yang memelihara anak yatim akan dijamin masuk surga oleh Allah SWT. Apalagi jika dilakukan pada Muharram sebagai bulan mulia.

Begitu pula dengan mengusap kepala anak yatim. Hal ini diterangkan dalam hadits berikut,

“Barang siapa mengusap kepala anak yatim semata-mata karena Allah, maka setiap rambut yang ia usap memperoleh satu kebaikan. Barang siapa berbuat baik kepada anak yatim di sekitarnya, maka ia denganku ketika di surga seperti dua jari ini. Nabi menunjukkan dua jarinya; jari telunjuk dan jari tengahnya.” (HR Ahmad)

3. Perbanyak Doa dan Istighfar

Muslim dapat memperbanyak doa dan istighfar saat bulan Muharram. Terkait hal ini dikatakan Nabi SAW dalam hadits berikut,

“Sesungguhnya Muharram adalah bulannya Allah yang di dalamnya menjadi hari bertobat umat Islam atas dosa-dosa yang terdahulu.” (HR Nasa’i)

Itulah pembahasan mengenai pahala sedekah di bulan Muharram dan informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Sedekah Paling Utama Diberikan kepada Siapa? Ini Penjelasannya


Jakarta

Sedekah adalah salah satu amalan yang dianjurkan dan mengandung banyak keutamaan bagi muslim. Dalam sejumlah hadits, turut diterangkan mengenai keistimewaannya.

Dari Abu Umamah, Rasulullah SAW bersabda:

“Seseorang masuk surga, lalu dia melihat tulisan di atas pintu surga ‘Satu sedekah dibalas sepuluh kali lipat, dan pinjaman dibalas 18 kali lipat.” (Hadits shahih, termuat dalam As-Silsilah Ash-Shahihah)


Menukil dari Terapi Bersedekah yang ditulis Manshur Abdul Hakim, sedekah menurut Al-Jurjani adalah pemberian untuk mengharap pahala dari Allah SWT. Sementara itu, Al-Raghib mendefinisikan sedekah sebagai harta yang dikeluarkan karena ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kemudian, Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim-nya menuliskan bahwa sedekah menjadi bukti tulusnya seseorang sekaligus lurusnya iman di dalam hati. Dengan begitu, perilaku dan suara hatinya selaras. Jadi, sedekah adalah cermin dari iman yang tulus dan lurus.

Sedekah Paling Utama kepada Siapa?

Merangkum dari berbagai sumber, penerima sedekah yang paling utama adalah; orang yang membutuhkan, orang yang memusuhi, keluarga atau kerabat, ketika sedang sehat dan sedekah suami kepada istrinya. Berikut penjelasannya.

1. Orang yang Membutuhkan

Mengutip dari Fiqih Sunnah Jilid 2 oleh Sayyid Sabiq yang diterjemahkan Khairul Amru Harahap, sedekah paling utama diberikan kepada orang yang membutuhkan. Dengan begitu, manfaat sedekah dapat dirasakan.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sebaik-baik sedekah adalah mengalirkan (menyediakan) air.” (HR Ibnu Majah)

Maksud mengalirkan air di sini maksudnya sedekah di tempat kekurangan air dan banyak orang kehausan. Jika tidak kekurangan air, maka lebih baik air dialirkan ke sungai atau saluran air.

2. Orang yang Memusuhi

Ustaz Masykur Arif dalam bukunya yang berjudul Hidup Berkah dengan Sedekah menyebut bahwa Rasulullah SAW menganjurkan muslim untuk bersedekah kepada keluarga yang memusuhinya. Ini sesuai dengan hadits berikut,

“Sedekah paling afdhal (utama) ialah yang diberikan kepada keluarga dekat yang bersikap memusuhi.” (HR Thabrani dan Abu Dawud)

Dengan bersedekah kepada orang yang memusuhi, harapannya hati mereka melunak dan tidak lagi saling bermusuhan.

3. Keluarga dan Kerabat

Bersedekah kepada keluarga dan kerabat juga termasuk sedekah yang paling utama ketimbang untuk orang miskin. Berikut bunyi sabda Rasulullah SAW,

“Sedekah untuk orang miskin, nilainya hanya sedekah. Sementara sedekah untuk kerabat, nilainya dua; sedekah dan silaturahmi.” (HR An-Nasa’i)

4. Ketika Sehat

Sedekah ketika sehat termasuk yang paling utama bagi muslim. Ini turut disebutkan dalam sabda Nabi Muhammad SAW,

“Mahmud bin Ghailan mengabarkan bahwa Waki mengatakan dari Sufyan dari Umarah bin al-Qa’qa dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah bahwa seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘wahai Rasulullah! Sedekah apakah yang paling utama’ Lalu beliau menjawab, “kamu bersedekah saat kamu sedang sehat, sangat menyukai harta benda, mengharapkan hidup (yang panjang), dan takut miskin'” (Irwaa’ul Ghaliil No. 1602, Shahih Abu Dawud No. 2551 dan Muttafaq ‘alaih).

5. Suami kepada Istri

Menafkahi istri dan anak-anaknya merupakan kewajiban seorang suami. Selain itu, Allah SWT mengganjar pahala yang besar bagi kepala keluarga tersebut.

Disebutkan dalam buku Solusi Sedekah Tanpa Uang tulisan Ustaz Haryadi Abdullah, menafkahi istri dan anak pahalanya lebih besar daripada bersedekah kepada orang lain. Rasulullah SAW bersabda,

“Sedekah yang terbaik adalah yang dikeluarkan selebih keperluan, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.” (HR Bukhari)

Dalam riwayat lainnya dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Bersedekahlah.” Lalu seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai satu dinar? Kemudian Rasul mengatakan, “Bersedekahlah pada dirimu sendiri.” Orang itu lalu berkata, “Aku mempunyai yang lain.” Beliau bersabda, “Sedekahkan untuk anakmu.” Orang itu berkata, “Aku masih mempunyai yang lain.” Beliau bersabda, “Sedekahkan untuk istrimu.” Orang itu berkata lagi, “Aku masih punya yang lain.” Rasul menjawab, “Sedekahkan untuk pembantumu.” Orang itu berkata lagi, “Aku masih mempunyai yang lain.” Rasul bersabda untuk yang terakhir kalinya, “Kamu lebih mengetahui penggunaannya.” (HR Abu Dawud dan Nasa’i, dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Hakim)a

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com