Tag Archives: nasaruddin umar

Jangan Pilih-pilih dalam Menghargai Orang



Jakarta

Islam mengajarkan manusia untuk saling menghargai dan memuliakan satu sama lain. Jika kita ingin dihargai, tentu kita juga harus melakukan hal yang sama terhadap orang lain.

Menurut Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom, Minggu (2/4/2023), menghargai orang lain bisa dengan cara tidak memandang enteng orang lain. Terlebih, hanya melihat dari penampilan yang sederhana.

“Jangan memandang enteng orang-orang yang tidak muncul tanda kewibawaannya. Boleh jadi Allah SWT menyembunyikan wajah kekasih-Nya pada wajah yang kumuh,” ujarnya.


Bisa-bisa seseorang yang dianggap lusuh, pengemis, tidak berwibawa dan berpenampilan sederhana ternyata merupakan seorang malaikat. Sebab, malaikat bisa mengubah wujudnya untuk menguji manusia.

“Jangan hanya menerima orang-orang yang rapi, sopan, santun. Siapa tau itu iblis di dalamnya,” lanjut Prof Nasaruddin.

Berkenaan dengan itu, ia mencontohkan sebuah kisah mengenai lelaki tua yang berkunjung ke istana raja, cerita ini disampaikan dalam kitab Irsyadul Ibad. Saat itu, lelaki tersebut berpenampilan lusuh, bau dan menggunakan tongkat.

Ketika ia lewat di depan istana, lantas penjaga segera menghalaunya. Mereka menganggap orang tua itu merusak pemandangan karena penampilannya yang kurang layak.

Secara tiba-tiba, lelaki lusuh itu dipukul beramai-ramai oleh para penjaga. Anehnya, ia sama sekali tidak roboh dan kebal.

Penjaga yang heran lantas bertanya kepada lelaki tua itu, siapa dia sebenarnya. Orang tersebut lantas menjawab bahwa dirinya adalah seorang malaikat maut dan hendak mencabut nyawa seseorang di dalam istana.

Mendengar pengakuan sang malaikat maut, para penjaga terbirit-birit lari ketakutan. Akhirnya, lelaki tua itu segera masuk ke pintu gerbang istana yang kedua.

Sayangnya, di gerbang tersebut ia juga diadang oleh penjaga istana yang bertugas. Mereka heran, bagaimana bisa seseorang dengan penampilan kumuh dan lusuh masuk ke dalam istana, diusirlah lelaki tua itu.

Meski diusir, malaikat maut itu enggan untuk pergi. Akhirnya, penjaga istana yang lain lagi-lagi memukuli lelaki tua itu, namun mereka tidak bisa melumpuhkannya.

Merasa heran, penjaga istana bertanya siapa sebenarnya lelaki tua tersebut. Dia kembali mengaku bahwa dirinya adalah seorang malaikat maut, pergilah para penjaga ketakutan dan membiarkan si lelaki tua masuk ke dalam istana.

Lagi-lagi, di dalam istana ada seorang bodyguard. Ia menghadang malaikat maut dengan sigap namun tetap saja tidak bisa dikalahkan.

Sampai akhirnya tibalah si lelaki tua ke dalam kamar raja. Raja yang kaget melihat seseorang berpenampilan kumuh berhasil masuk ke kamarnya, segera mendorong lelaki itu dan dipukulinya menggunakan besi.

Tetap saja, malaikat maut tersebut masih berdiri dengan sigap dan tidak luka sedikitpun akibat pukulan raja. Setelah sang raja mengetahui bahwa malaikat maut itu ingin mengambil nyawanya, ia lantas ketakutan dan memohon agar tidak dicabut.

Kisah selengkapnya dapat disaksikan dalam detikKultum Prof Nasaruddin Umar: Mari Hargai Semua Orang DI SINI.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Tawakal Sebagai Ciri Orang yang Dicintai Allah SWT



Jakarta

Tawakal artinya berusaha sedemikian rupa sebelum menyerahkan segala sesuatu kepada Allah SWT. Sikap tawakal menjadi ciri dari seseorang yang beriman, karenanya setiap muslim perlu bertawakal agar tidak putus asa dan senantiasa percaya kepada Allah bahwa semua telah diatur melalui rencana-Nya.

Disebutkan dalam surat Ali Imran ayat 159, Allah SWT mencintai orang yang bertawakal. Berikut bunyi ayatnya:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ


Arab latin: Fa bimā raḥmatim minallāhi linta lahum, walau kunta faẓẓan galīẓal-qalbi lanfaḍḍụ min ḥaulika fa’fu ‘an-hum wastagfir lahum wa syāwir-hum fil-amr, fa iżā ‘azamta fa tawakkal ‘alallāh, innallāha yuḥibbul-mutawakkilīn

Artinya: “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal,”

Berkaitan dengan itu, Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom, Senin (3/4/2023) menuturkan bahwa sikap tawakal dibagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu tawakal, taslim, dan tafwidh.

Seperti disebutkan sebelumnya, makna tawakal ialah berserah diri secara total kepada Allah SWT setelah berusaha semaksimal mungkin. Nah, setelah itu ada tingkatan tawakal yang kedua yaitu taslim.

Taslim berarti usaha yang dilakukan seseorang kecil, namun banyak pertolongan yang diberikan. Dalam hal ini, Prof Nasaruddin mencontohkan seorang bayi yang menangis.

“Bayi yang menangis kemudian rebutan tuh ibu, bapak, dan baby sitter. Jadi hanya berteriak sedikit, tapi orang berebut untuk membantunya,” katanya.

Tingkatan terakhir adalah tafwidh, artinya tidak ada usaha sama sekali selain pasrah kepada Allah SWT. Contoh nyata dari tingkatan tawakal tafwidh adalah janin yang berada di dalam kandungan sang ibu.

Janin tidak perlu berteriak, tidak melakukan macam-macam, namun Allah menyediakan segala sesuatu seperti nutrisi ketika lapar. Tafwidh menjadi tingkatan tawakal yang paling sejati.

Prof Nasaruddin mengimbau, bulan suci Ramadan menjadi momentum bagi para muslim untuk belajar tawakal. Menurutnya, tawakal mampu mengangkat martabat seseorang baik di dunia maupun akhirat.

“Sedapat mungkin kita meningkatkan kualitas tawakal kita,” pungkasnya.

Selengkapnya detikKultum Prof Nasaruddin Umar: Ciri Orang yang Dicintai Allah SWT bisa disaksikan DI SINI.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Seorang Pendosa Besar yang Jadi Ahli Surga



Jakarta

Manusia merupakan ladangnya salah dan dosa, baik itu besar maupun kecil. Namun, Allah SWT selaku Tuhan yang Maha Pengampun selalu memaafkan hamba-Nya yang rajin bertaubat.

Allah SWT berfirman dalam surat Az Zumar ayat 53,

قُلْ يَٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ


Arab latin: Qul yā ‘ibādiyallażīna asrafụ ‘alā anfusihim lā taqnaṭụ mir raḥmatillāh, innallāha yagfiruż-żunụba jamī’ā, innahụ huwal-gafụrur-raḥīm

Artinya: “Katakanlah: ‘Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,”

Pada bulan suci Ramadan ini, Allah SWT mengobral pengampunan kepada siapapun yang memohon kepada-Nya. Terlebih, semakin banyak puasa yang dilewati, maka semakin sedikit pula dosa kita karena terkikis oleh amalan yang kita kerjakan sepanjang Ramadan.

“Sebesar apapun dosa maka jangan membuat kita putus asa, tapi sekecil apapun dosa jangan dianggap enteng,” ujar Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom, Selasa (4/4/2023).

Dosa-dosa kecil dapat terhapuskan oleh wudhu, seperti ketika melihat aurat lawan jenis di tempat umum. Meski demikian, jangan juga kita memandang rendah seseorang yang pernah berbuat dosa besar, karena apabila Allah SWT telah mengampuni maka kita sebagai seorang hamba tidak ada hak untuk menghinanya.

Berkaitan dengan itu, Prof Nasaruddin mengisahkan tentang seorang pemuda yang merupakan pendosa besar. Saking jahatnya pemuda ini, ia bahkan diusir dari perkampungan hingga harus tinggal di hutan belantara.

Suatu saat, ia merenungi nasibnya. Pendosa besar itu merasa menyesal akibat perbuatannya, dia tidak dapat berkumpul dengan keluarga dan harus menyendiri di hutan.

Bersamaan dengan itu, ia melihat seekor anjing yang berputar-putar di sekitar telaga. Anjing tersebut tampak kehausan namun lidahnya tidak dapat menjangkau air telaga tersebut.

Muncul rasa iba, si pendosa besar itu lantas melepas kedua sepatunya dan menggunakannya sebagai tempat air agar anjing tersebut dapat minum. Pemuda itu lalu menyaksikan si anjing minum dengan begitu lahapnya.

Lalu apa yang terjadi? Pemuda yang merupakan pendosa besar itu menjadi penghuni surga. Walau telah melakukan dosa besar hingga dikucilkan oleh manusia lain, Allah SWT mengampuni dosanya karena telah menolong seekor anjing yang kehausan.

Di sisi lain, Prof Nasaruddin juga mengisahkan tentang seorang wanita yang merupakan ahli ibadah namun ia mengurung kucing sampai mati hanya karena hewan tersebut mencuri makanannya. Akibat perbuatannya itu, wanita tersebut justru terjerumus ke dalam neraka.

“Subhanallah, kisah ini sangat penting buat kita semuanya. Jangan sampai kita terpeleset oleh dosa kecil tapi dampaknya sangat besar,” pungkasnya.

Simak detikKultum Nasaruddin Umar: Kisah Pendosa Besar yang Masuk Surga selengkapnya DI SINI.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Jangan Salah Didik, Anak Bisa Jadi Penyebab Orang Tua Masuk Neraka



Jakarta

Sebagai seorang anak, Allah SWT meminta kita untuk senantiasa berbakti kepada kedua orang tua. Dalam surat Al Isra ayat 23, Allah berfirman:

وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا

Artinya: “Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik,”


Pun sebaliknya, orang tua harus mendidik anaknya dengan baik. Seorang anak dapat menjadi sumber kebahagiaan bagi orang tuanya, tetapi juga bisa menjadi malapetaka apabila tidak dididik dengan baik.

Berkaitan dengan itu, Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom, Rabu (5/4/2023) menyampaikan bahwa apabila orang tua salah didik, tanggung jawabnya bukan hanya pada anak, melainkan juga pada keduanya.

“Hati-hati, jangan salah didik anak, gara-gara anak kita bisa masuk neraka,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Prof Nasaruddin turut menyampaikan sebuah kisah yang tersemat dalam hadits mengenai kedua orang tua yang menunggu anaknya di depan pintu surga. Mereka enggan masuk lebih dahulu jika tanpa anak semata wayangnya.

Setelah mencari dan menunggu cukup lama, datanglah sang anak yang ditunggu. Ternyata anak semata wayangnya itu dikawal oleh malaikat penjaga neraka.

Ketika sang anak mendekat, dia justru menyalahkan kedua orang tuanya. Dirinya bisa sampai berbuat maksiat karena terlalu dimanjakan oleh bapak ibunya semasa hidup di dunia.

Sampai-sampai, kedua orang tuanya tidak memberikan sang anak pendidikan mengenai agama. Alhasil, si anak merasa tidak adil apabila ia masuk neraka sendiri sedangkan kedua orang tua yang mendidiknya masuk ke dalam surga.

Mendengar hal itu, akhirnya bapak ibunya yang semula menunggu di depan pintu surga justru ikut dijerumuskan ke dalam neraka bersama sang anak. Nauzubillah min zalik, semoga kita semua senantiasa dapat menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak kita kelak.

“Pada bulan suci Ramadan ini mari kita istighfar, mari kita mengevaluasi diri kita sendiri, apakah kita menjadi ortu yang baik,” pungkas Prof Nasaruddin.

Selengkapnya detikKultum Nasaruddin Umar: Jangan Salah Mendidik Anak bisa disaksikan DI SINI.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Pentingnya Bersyukur kepada Allah SWT



Jakarta

Sudah sepantasnya kita selalu mensyukuri segala sesuatu yang Allah SWT berikan kepada kita. Baik itu kenikmatan, maupun musibah yang menimpa kita.

Syukur artinya memberikan pujian terhadap Allah atau mengapresiasikan pujian tersebut. Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom, Kamis (6/4/2023) menuturkan bahwa pujian terhadap Allah memiliki tingkatnya lagi.

“Sedikit pujian di hatinya, besar pujian mulutnya itu adalah tamaddah,” katanya.


Lebih lanjut Prof Nasaruddin menjelaskan, selain tamadda ada yang namanya tahmid. Apabila pujian di hati dan mulut seseorang sama kadarnya, itulah yang disebut tahmid.

Allah SWT sendiri memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa bersyukur, celakalah bagi manusia yang enggan mensyukuri nikmat-Nya.

Dalam surat Ibrahim ayat 7, Allah berfirman:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ

Arab latin: Wa iż ta`ażżana rabbukum la`in syakartum la`azīdannakum wa la`ing kafartum inna ‘ażābī lasyadīd

Artinya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih,”

“Salah satu hal penting kita syukuri karena kita masih bisa bersyukur, orang yang tidak mau bersyukur itu tidak mendapat hidayah Allah SWT,” ungkap Prof Nasaruddin.

Ia menjelaskan, selain syukur ada juga yang namanya syakur. Meski memiliki kemiripan dari segi bahasa, makna keduanya berbeda.

Syukur berarti mensyukuri semua nikmat Allah, sementara syakur tidak hanya mensyukuri nikmat melainkan juga segala sesuatu yang diberikan oleh Allah, termasuk musibah. Seseorang yang memiliki sikap syakur, ia tetap bersyukur dalam segala kondisi.

“Tidak ada kenaikan kelas tanpa melalui ujian, jadi kalau kita diuji dengan musibah syukuri juga,” pungkas Prof Nasaruddin.

Selengkapnya detikKultum Nasaruddin Umar: Bersyukur karena Masih Bisa Bersyukur dapat disaksikan DI SINI.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Rahasia Gapai Malam Lailatul Qadar



Jakarta

Lailatul Qadar merupakan malam yang istimewa bagi seluruh umat Islam. Sebab, muslim dianjurkan menghidupkan Lailatul Qadar dengan berbagai ibadah dan amalan, seperti mendirikan salat, dzikir, hingga membaca Al-Qur’an.

Malam Lailatul Qadar hanya diberikan kepada umat Rasulullah SAW. Saking mulianya malam tersebut, para nabi bahkan ingin hidup kembali meski tidak membawa ajarannya agar dapat berjumpa dengan Lailatul Qadar.

“Sekarang kita sudah jadi umatnya Rasulullah, alangkah ruginya kita tidak melakukan amal-amal di bulan Ramadan. Syukur-syukur pas beribadah turun Lailatul Qadar, itulah yang diharapkan sebetulnya ‘kan,” ujar Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom, Jumat (7/4/2023).


Walau begitu, Prof Nasaruddin mengingatkan agar kita tidak melakukan ibadah hanya semata-mata menginginkan Lailatul Qadarnya. Sebab, menurutnya, Lailatul Qadar adalah makhluk, jadi yang harus kita kejar adalah penciptanya yaitu Allah SWT.

“Ramadan itu istimewa, tapi jangan cari Ramadannya. Jadikanlah Ramadan sepanjang masa, jadikan Lailatul Qadar sepanjang masa buat kita,” lanjutnya.

Dalam surah Al An’am ayat 162, dijelaskan bahwa ibadah, hidup, dan mati kita hanya untuk Allah SWT.

قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

Arab latin: Qul inna ṣalātī wa nusukī wa maḥyāya wa mamātī lillāhi rabbil-‘ālamīn

Artinya: “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam,”

Prof Nasaruddin mengimbau kaum muslim untuk lebih gencar mengencangkan ibadahnya. Kemudian menurutnya tahun ini kita harus menjemput Lailatul Qadar dengan cara yang berbeda, jangan karena prediksi Lailatul Qadar di malam ganjil, kita justru malas-malasan di malam genap.

“Jangan membedakan malam ganjil dan malam genap, pokoknya cover semua bulan Ramadan. Pasti ketemu juga Lailatul Qadar,” paparnya.

Menurut penuturan Prof Nasaruddin, para ulama tafsir menafsirkan Lailatul Qadar sebagai malam yang lebih baik dari beribu-ribu bulan, bukan hanya seribu. Karenanya, ia mengimbau umat Islam untuk melakukan salat sepanjang malam, i’tikaf, merenung, dan banyak berdoa kepada Allah SWT.

Selengkapnya detikKultum Nasaruddin Umar: Malam Lailatul Qadar bisa disaksikan DI SINI.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Makna Peringatan Malam Nuzulul Qur’an



Jakarta

Siapa yang tidak tahu Nuzulul Qur’an? Peristiwa turunnya Al-Qur’an itu diperingati setiap tanggal 17 Ramadan. Momentum ini dimaksudkan untuk mengesankan kedahsyatan Al-Qur’an.

Menurut penuturan Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom, Sabtu (8/4/2023), yang dimaksud peringatan Nuzulul Qur’an ialah peristiwa turunnya kitab suci Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. Seperti yang kita ketahui, Al-Qur’an diturunkan sebanyak dua kali.

“Al-Qur’an itu kan dua kali turun, satu kali dari Allah langsung ke Lauhul Mahfudz (itu) sekaligus. Fase turun berikutnya itu sedikit demi sedikit dicicil, Jibril turun ke langit Bumi diberikan kepada Nabi Muhammad,” paparnya.


Saat diturunkan kepada Rasulullah SAW, Al-Qur’an tidak langsung sekaligus diberikan. Melainkan berangsur-angsur hingga memakan waktu selama 23 tahun.

Durasi turunnya Al-Qur’an melalui Nabi Muhammad SAW, lanjut Nasaruddin Umar, memberi isyarat kepada kaum muslimin bahwa tidak mudah menegakkan kebenaran. Diperlukan berbagai strategi dan perhitungan-perhitungan yang matang.

“Tidak bisa memaksakan orang masuk Islam. Maka itu, kekerasan tidak ada tempatnya dalam Al-Qur’an,” ujarnya.

Manusia hanya bertugas menyampaikan. Nantinya, urusan mengenai petunjuk akan diberikan oleh Allah SWT, sebagaimana tersemat dalam surat Al Qashash ayat 56.

Allah SWT berfirman:

إِنَّكَ لَا تَهْدِى مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهْدِى مَن يَشَآءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ

Arab latin: Innaka lā tahdī man aḥbabta wa lākinnallāha yahdī may yasyā`, wa huwa a’lamu bil-muhtadīn

Artinya: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk,”

“Memperingati Nuzulul Qur’an jangan hanya (sekedar) memperingati, namun juga lakukan i’tibar (kajian),” pungkas Nasaruddin Umar.

Selengkapnya detikKultum Nasaruddin Umar: Keagungan Malam Nuzulul Qur’an dapat disaksikan DI SINI.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Ini Amalan yang Dikerjakan Saat Beritikaf



Jakarta

Pada bulan Ramadan, itikaf umumnya dikerjakan menjelang 10 malam terakhir. Tujuan itikaf sendiri untuk mencari keridhaan Allah SWT.

Menurut penuturan Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom, Minggu (9/4/2023), itikaf dilakukan dengan cara bermuhasabah atas perbuatan-perbuatan yang selama ini dikerjakan. Meski identik dengan berdiam diri di masjid, ada sejumlah amalan yang bisa dikerjakan.

“Jadi berdiam diri di masjid bukan untuk diamnya, tapi kontemplasinya itu,” katanya.


Prof Nasaruddin menjelaskan, yang dimaksud dengan kontemplasi ialah merenung atau bermuhasabah. Saking pentingnya muhasabah, ada ulama yang mengatakan merenung lebih utama daripada salat-salat sunnah.

Namun, perlu diingat bahwa muhasabah dilakukan selama masih terjaga. Seumpama seorang muslim mulai merasa kantuk saat beritikaf, maka bisa disiasati dengan mengerjakan salat lain.

“Setelah segar kembali ingatan kita, konsentrasi lagi, tafakur lagi sejenak merenungkan dosa-dosa lampau,” lanjut Prof Nasaruddin.

Sebelum melaksanakan itikaf, hendaknya kita membaca niat yang berbunyi:

نَوَيْتُ الاِعْتِكَافَ فِي هذَا المَسْجِدِ لِلّهِ تَعَالَى

Nawaitul i’tikaafa fii haadzal masjidi lillaahi ta’aalaa

Artinya: “Saya niat itikaf di masjid ini karena Allah SWT,”

Sesampainya di masjid, kita bisa memulai dengan berwudhu dan melaksanakan salat tahiyatul masjid, Setelahnya, bacalah Al-Qur’an dan bermuhasabah.

“Tapi jangan tidur. Kalau tidur akibatnya kan batal wudhu, maka lebih baik kita memelihara wudhu,” kata Prof Nasaruddin.

Menurutnya, tidur di masjid diperbolehkan pada waktu menjelang pagi. Namun, bukan berarti saat beritikaf seseorang malah tidur semalaman di masjid.

Selengkapnya detikKultum Nasaruddin Umar: Iktikaf, bisa disaksikan DI SINI.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Ada Dua Tingkatan Ikhlas dalam Beribadah, Apa Saja?



Jakarta

Sikap ikhlas diartikan sebagai kesungguhan dan ketaatan semata-mata karena Allah SWT. Tidak semua orang memiliki perilaku ikhlas, sebab ada sejumlah perkara yang membuat seseorang untuk bersikap ikhlas.

Dalam Islam sendiri, ikhlas dibagi ke dalam dua tingkatan, yaitu mukhlis dan mukhlas. Menurut penuturan Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom, Senin (10/4/2023), mukhlas menjadi tingkatan yang paling tinggi.

Saking tingginya peringkat mukhlas, sampai-sampai iblis bersumpah enggan menggoda anak cucu Adam yang telah sampai ke dalam tingkatan tersebut. Sementara itu, mukhlis berada di bawah mukhlas.


Makna dari mukhlis sendiri ialah seseorang yang ikhlas melakukan ketaatan kepada Allah, namun masih gemar menerima pujian dari orang lain atas tindakannya. Ia masih menikmati pujian-pujian hingga menampilkan kebaikan-kebaikan yang telah dikerjakannya.

“Masih terbetik dalam dirinya sebuah kebanggaan tersendiri kalau dipuji orang lain, itu mukhlis. Orang mukhlis itu belum bebas (dari) iblis,” kata Prof Nasaruddin.

Lebih lanjut ia menjelaskan, lain halnya dengan mukhlas yang menjalani keikhlasan sebagai kebiasaannya. Muslim dengan tingkatan mukhlas tidak akan mempedulikan pujian yang akan didapat.

“Kalau mukhlas itu tanpa nama. Kita kan kalau tanpa nama uang recehan, tapi kalau uang gede itu kartu nama,” seloroh Prof Nasaruddin.

Rasulullah SAW sendiri mengatakan bahwa orang yang termasuk ke dalam tingkatan mukhlas akan menyumbang dengan tangan kanannya tanpa diketahui oleh tangan kirinya. Bahkan, apabila seseorang masih memamerkan bantuan yang ia berikan untuk disampaikan kepada orang lain, hal tersebut diibaratkan sebagai pembawa ember bocor ke surga.

“Jadi jangan membawa ember bocor. Maka itu usahakan sembunyikan seluruh amal kebajikan,” lanjut Prof Nasaruddin.

Dia juga mengimbau kaum muslimin untuk merahasiakan kebajikan yang dikerjakan. Sebab, semakin kita merahasiakan kebajikan yang dilakukan maka semakin besar pula pahalanya di mata Allah SWT.

Selengkapnya detikKultum Nasaruddin Umar: Tingkatan Ikhlas Beribadah kepada Allah SWT dapat disaksikan DI SINI.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Tingkat Ketebalan Alam Ghaib Seseorang



Jakarta

Mempelajari alam ghaib bukan hal yang mudah. Terlebih, alam ghaib tidak dapat dijangkau oleh panca indera, sehingga dibutuhkan hati dan pikiran yang tenang untuk memahami hal tersebut.

Berkenaan dengan itu, Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom, Selasa (11/4/2023) membahas tentang alam ghaib. Dia menilai, definisi alam ghaib bagi setiap individu berbeda.

“Definisinya sangat relatif bagi setiap orang. Ada yang alam ghaibnya sangat tebal, ada yang alam ghaibnya sangat transparan,” urainya.


Tingkat ketebalan alam ghaib itu menunjukkan bahwa diri kita masih perlu pembersihan. Orang yang batinnya suci seperti wali atau nabi umumnya alam ghaibnya sudah sangat transparan.

Sebaliknya, mereka yang alam ghaibnya masih tebal harus memperbaiki kualitas spiritualnya. Bulan suci Ramadan menjadi momentum untuk membersihkan diri agar mendapat pandangan batin yang tajam.

“Orang yang diberikan ketajaman batin itu bisa menembus alam ghaib, conntohnya sebelum ada musibah, ada mimpi yang datang di tengah malam. Ada orang yang seperti itu,” kata Prof Nasaruddin menjelaskan.

Dia menegaskan, masing-masing orang alam ghaibnya tidak sama. Dalam sebuah hadits, ada istilah yang menyebut seseorang mampu meminjam mata Tuhan untuk melihat dan telinga Tuhan untuk mendengar.

Contoh nyata dari istilah tersebut ialah Nabi Muhammad SAW. Menurut penuturan Prof Nasaruddin, Rasulullah mampu melihat masa depan dan masa silam, hal ini tentu menunjukkan tingkat ketebalan alam ghaib beliau yang sudah transparan.

“Tapi nanti kalau kita sudah berada di alam barzah, kita sudah bukan lagi berada di alam ghaib karena kita menjadi bagian dari ghaib itu sendiri,” urainya.

Pun, ketika kita berada di alam barzah kita masih akan mengalami alam ghaib berikutnya, yaitu surga dan neraka. Dengan demikian, Prof Nasaruddin mengimbau kaum muslimin untuk mengevaluasi perjalanan hidup, apakah semakin hari semakin transparan alam ghaib kita atau sebaliknya.

Dalam surat Qaf ayat 22, Allah SWT berfirman:

لَّقَدْ كُنتَ فِى غَفْلَةٍ مِّنْ هَٰذَا فَكَشَفْنَا عَنكَ غِطَآءَكَ فَبَصَرُكَ ٱلْيَوْمَ حَدِيدٌ

Arab latin: Laqad kunta fī gaflatim min hāżā fa kasyafnā ‘angka giṭā`aka fa baṣarukal-yauma ḥadīd

Artinya: “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam,”

“Mari para pemirsa kita bermohon kepada Allah SWT semoga pandangan batin kita semakin dipertajam, terutama di bulan suci Ramadan ini,” pungkasnya.

Selengkapnya detikKultum Prof Nasaruddin Umar: Alam Ghaib dapat disaksikan DI SINI.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com