Tag Archives: nasaruddin umar

Populasi Muslim di AS



Jakarta

Agak sulit memastikan berapa angka pasti populasi muslim di AS karena sensus di sana jarang melibatkan agama sebagai postulat yang harus diobyektifasi, karena agama dianggap wilayah yang sangat privat. Namun demikian, akhir-akhir ini sudah mulai ada kelompok yang berkepentingan untuk mengukur kekuatan dan potensi umat Islam di AS, termasuk data-data kuantitatif umat Islam di AS. Konon saat ini pemerintah AS sedang mempelajari kemungkinan adanya sensus populasi setiap penganut agama dan non beragama di AS. Tentu kita akan menunggu hasilnya.

Ada sejumlah survei yang pernah berusaha menghitung populasi warga AS berdasarkan agama dan kepercayaan, tetapi sekali lagi ini bukan angka resmi dari pemerintah AS. Meskipun bukan angka resmi tetapi survey-survey di AS memiliki ketentuan tersendiri, yang tidak boleh asal-asalan karena bisa diprotes bahkan bisa diproses hukum kalau ternyata hasil surveinya salah lalu menimbulkan kegaduhan di dalam masyarakat.

Sejumlah hasil survey menunjukkan pertumbuhan populasi muslim paling cepat perkembangannya di AS. Jika saat ini masih berkisar 4-7 juta jiwa, dan diperkirakan tahun 2050 akan melewati 8,1 juta jiwa. Sejumlah pengamat masa depan AS akan dipadati oleh populasi muslim, sebagaimana halnya di sejumlah negara di Eropa. Hillary Clinton sendiri mengakui bahwa “Islam is the fastest growing religion in the world”. Sangat masuk akan karena pola migrasi muslim saat ini sedang menyerbu negara-negara yang aman untuk berinvestasi, perfect untukmendidik anak, aman untuk meminta suaka politik, dan syurga bagi para expertist yang disukai di AS. Soal bagaimana menyeleksi agar yang masuk di AS bukan kelompok keras, apalagi teroris, AS sudah punya system proteksi yang berlapis. Itulah sebabnya dalam sebuah data survey menunjukkan, populasi muslim di AS tidak didominasi oleh para pencari kerja kasar seperti di Eropa tetapi di AS lebih didominasi oleh imigran muslim professional. Adalah wajar juga jika pendapatan perkapita komunitas muslim di AS setara dengan warga AS lainnya, karena mereka terdiri atas para pekerja professional.


Data terakhir (bulan Maret 2009, 10 tahun lalu) dari State Department of US memerinci asal usul etnik muslim sbb: African American 25%, Arab 26%, Asia Selatan 34%, dan lainnya 15%. Dibandingkan dengan panganut agama lain: Christian 78.5%, dengan perincian Protestant 51.3%, Katolik Roma 23.9%, Mormon 1.7%, Kristen lainnya 1.6%, tidak berafiliasi (unaffiliated) 12.1%, tidak beragama tertentu 4%, lain-lain yang belum teridentifikasi agamanya (unspecified) 2.5%, Yahudi 1.7%, Budha 0.7%, dan Islam 0.6%.

Data dari PEW Research Cebter mengungkapkan klasifikasi imigran muslim didominasi oleh negara-negara Asia Selatan seperti India, Pakistan, Banglades 35%, Timur Tengah dan Afrika 25%, Asia lainnya dan Pasifik 3%, Subsahara Afrika 9%, Iran 11%, Eropa 4%, Amerika 4%, dll kurang dari 1%. Dari asal usul kelahiran 23% jumlah populasi muslim lahir di Asia Pasifik, seperti Iran, Indonesia, dll, 25% dating dari Timur Tengah dan Afrika bagian utara, 9% datang dari sub-Sahara Afrika, 4% lahir di Eropa, dan 4% lahir dari sekitar Amerika. Imigran paling besar datang dari Pakistan (15%), Iran (11%), India (7%), Afganistan (6%), Iraq (5%), Kuwait (3%), Syiria (3%), dan Mesir (3%).

Kecenderungan populasi muslim di AS dekade terakhir menunjukkan angka peningkatan yang sangat signifikan. Agak ironis, justru pertumbuhan populasi besar itu terjadi pasca peristiwa 11/9. Komunitas muslim di AS menurut survey terakhir bukan hanya populasinya bertambah secara kuantitatif tetapi berbanding lurus dengan perkembangan kualitas dan tingkat kesejahteraan mereka. Populasi muslim di AS didominasi oleh kaum profesional. Berbeda dengan populasi muslim di Eropa didominasi para pekerja upah rendah. Komunitas muslim di AS menunjukkan kecenderungan sebagai warga yang lebih taat hukum.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Estimasi Populasi Muslim di AS Tahun 2050



Jakarta

Estimasi PEW Research Center tentang pertumbuhan populasi muslim di AS tahun 2050 akan melejit menjadi 73%, jauh melampaui pertumbuhan populasi Kristen (35%), Hindu (34%), Yahudi (15%), agama dan kepercayaan lokal (11%), tidak berafiliasi (9%), Budha (0,3%), dan lainnya (6%). Saat ini diprediksi populasi total umat Islam di AS antara 6-7 juta jiwa. Yang menarik ialah 2,5 juta jiwa terlahir non muslim tetapi saat ini menjadi bagian dari penganut agama Islam.

Bukan hanya di AS tetapi juga di negara-negara lain akan terjadi ledakan penduduk muslim terbesar dan jauh melampaui agama-agam dan kepercayaan agama lain. PEW RC juga mengungkapkan umat Islam India akan menjadi penganut agama Islam di duninia, menggeser posisi Indonesia yang sudah berjumlah lebih dari 130 juta jiwa. Penganut agama Hindu di India sekitar 80,5 persen atau 857 juta jiwa, dan pemeluk Islam sebanyak 16,4 persen atau 174 juta jiwa. PEW RC juga menyebutkan pertumbuhan pemeluk agama Islam di dunia diprediksi akan lebih banyak dibandingkan dengan jemaat Kristen. Bahkan, pada 2070, jumlah umat muslim diperkirakan paling besar di dunia.

PBB juga pernah merelist jumlah penduduk pada 2010 dengan total 6,9 miliar jiwa. Pada tahun itu, agama Kristen menjadi mayoritas dengan total 31,4 persen atau sekitar 2,2 miliar jiwa. Agama Islam berjumlah 1,6 miliar (23,2%), Orang-orang yang tidak meiliki agama sekitar 1,1 miliar (16,4%), agama Hindu sekitar 1 miliar (15%), agama Budha 487,8 (7,1%), agama lokal di sekitar 404,6 juta (5,9%), agama Yahudi sekitar 13,8 juta jiwa (0,2%), dan agama-agama lainnya sekitar 58,1 juta jiwa (0,8%). Bandingkan juga pertumbuhan total populasi manusia pada tahun 2050 diprediksi mencapai 9,3 miliar, agama Kristen diimbangi umat Islam di angka 2,9 miliar (31,4%). Agama Islam dengan angka 2,8 miliar (29,7%). Tidak beragama sekitar 1,2 miliar jiwa. Agama Hindu 14,9 (13,2%) atau sekitar 1,4 miliar jiwa. Agama Buddha 487 juta jiwa (5,2%), agama lokal sekitar persen atau 450 juta jiwa (4,8%). Yahudi 16 juta jiwa (0,2%), dan agama lainnya sekitar 61,4 (0,8).


Lebih lanjut PEWRS menjelaskan bahwa pertumbuhan umat Islam di dunia mengalami perkembangan pesat terutama disebabkan karena perkembangan umat Islam terbesar datang dari India dan Benua Afrika. Seperti di India, walau mayoritas penduduknya beragama Hindu, jumlah pemeluk Islam pada 2050 atau 2070 akan menjadi paling besar di dunia. Jumlah penganut Islam di India melebihi umat muslim di Indonesia.

Negara-negara sub-Sahara juga akan menyumbangkan populasi muslim baru terbesar selama tiga dekade mendatang. Selanjutnya beberapa negara seperti Inggris, Australia, Benin, Bosnia-Herzegovina, Prancis, Belanda, Selandia Baru, dan Republik Makedonia, tingkat populasi umat Kristen berkurang dari 50 persen. Di Eropa, jumlah muslim mencapai 10 persen dari total populasi pada 2050. Islam pun menjadi agama mayoritas di 51 negara. Hal lain membuat agama Islam cepat berkembang karena pertumbuhan agama Kristen di Amerika Serikat turun lebih dari tiga perempat dari populasi pada 2010 dan menjadi dua pertiga pada 2050. Agama Yahudi pun tidak akan menjadi terbesar setelah Kristen.

“Umat muslim lebih banyak di Amerika dibandingkan orang yang mengaku Yahudi sebagai dasar agama,” ujar laporan Pew. Tentu saja secara global, umat Islam di dunia juga memiliki tingkat kesuburan tinggi. Rata-rata, 3,1 anak per perempuan. Sedangkan, jemaat Kristen memiliki rata-rata 2,7 anak per perempuan dan Yahudi rata-rata 2,3 anak per perempuan. Jika angka tersebut tidak banyak berubah, jumlah seluruh pemeluk muslim di dunia akan setara dengan jumlah jemaat Kristen atau sekitar 32,3 persen pada 2070.

Sedangkan, jumlah umat muslim akan terus bertambah dan diprediksi akan meningkat menjadi 35 persen dari populasi manusia tahun 2100. Diprediksi pada tahun 2100, umat muslim akan lebih banyak daripada jemaat Kristen. Karena dari seluruh populasi di dunia maka sekitar 35% akan memeluk agama Islam, sedangkan 34 persen menjadi jemaat Kristen. Sisanya, pemeluk agama Hindu, Buddha, agama kepercayaan, Yahudi, dan tidak.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Benarkah AS Negara Sekularisme?



Jakarta

Secara populer negara sekularisme sering diartikan sebagai sebuah negara sekuler yang memisahkan urusan agama dan urusan negara dan berkeyakinan tidak boleh agama mengintervensi urusan-urusan publik Agama lebih merupakan moral and private directions yang tidak bisa diaktualkan menjadi tata nilai untuk dunia publik. Jika pengertian sekularisme seperti ini maka pertanyaan Pertanyaan mendasar yang bisa kita kemukakan ialah benarkah AS negara sekularisme?

Jika membaca artikel-artikel terdahulu tentang karakter, filosofi dan bahkan realitas sosial masyarakat AS maka sesungguhnya AS tidak tepat disebut negara sekularisme. Lihat saja survey terakhir menunjukkan 92% masyarakat AS percaya terhadap Tuhan, tentu saja sesuai dengan keyakinan lebih dari 50 agama dan kepercayaan yang ada di AS. Sebagai sebuah keyakinan, sudah pasti mengindikasikan adanya kekuatan inspirasi dan implementasi di dalam perilaku dan tindakan, baik sebagai individu, keluarga, maupun di dalam bermasyarakat dan bernegara.

Lihat pula ungkapan sumpah setia (the Pledge of Allegiance) AS tergores dalam di dalam kalimat: “I pledge allegiance to the Flag of the United States of America, and to the Republic for which it stands, one Nation under God, indivisible, with liberty and justice for all”. (“Saya berjanji setia kepada Bendera Amerika Serikat, dan kepada Republik tempatnya ditegakkan, satu Bangsa di bawah Tuhan, tak terpisahkan, dengan kebebasan dan keadilan untuk semua).


Kata “under God” mulai ditambahkan pada tanggal 12 Februari 1948, yang pertama kali disarankan oleh Louis Albert Bowman, seorang pengacara dari Illinois dengan alasan menyesuaikan semangat Gettysburg Lincoln. Penambahan kata itu pernah menimbulkan kontroversi berkepanjangan di AS tetapi pada akhirnya dimenangkan oleh kelompok yang mendukung adanya keterlibatan Tuhan di dalam bernegara di AS. Ini artinya penggagas sekularisme AS tidak berhasil dan tetap kata Tuhan abadi di dalam ikrar sumpah setia itu. In God We Trust, artinya kita harus percaya kepada Tuhan dalam berbagai aspek kehidupan. Jika demikian adanya, maka tidak tepat disebut negeri AS sebagai negeri yang sekuler-Ateis.

Pernahkah memegang atau melihat mata uang Dollar AS? Di salah satu halamannya terdapat sebuah tulisan “In God We Trust” yang bisa simaknai dengan “dengan Tuhan kami percaya”. Jika dipadankan dengan ajaran Islam kalimat itu mirip dengan simbol “Bismillah al-Rahman al-Rahim” (Dengan nama Allah Yang maha Pengasih lagi maha Penyayang”. Saya kira mata uang dunia paling religius di lihat dari segi ini ialah mata uang Dollar AS. Saya belum pernah menulis mata uang lain melibatkan nama Tuhan di dalam mata uang.

Walau di negara-negara muslim sekalipun. Apa arti In God We Trust? Banyak makna dari kalimat ini, tergantung dari perspektif mana kita elihatnya. Kalangan pendeta dan pastor tentu menganggap itu sebagai bukti AS tidak bisa dikatakan negara sekuler yang tidak mengenal agama. Justru mata uang, sebuah lembaran paling sering digenggam seluruh rakyat AS adalah mata uang yang di dalamnya selalu ada peringatan bahwa perjalanan hidup ini tidak bisa dipisahkan dengan direction Tuhan. Ke manapun, di manapun, dan kapan pun hidup ini selalu harus berada di dalam bimbingan Tuhan. Uang sebagai kekuatan yang dapat mengadakan sesuatu yang tidak ada, menjatuhkan yang tegar, menegarkan yang loyo,
menghancurkan yang sudah mapan dan membangun kembali sesuatu yang sudah hancur.

Pernahkah kita memperhatikan secara cermat lambang AS? Di dalam garis-garis lingkaran bundar terdapat gambar elang membentangkan kedua sayapnya sambil menggigit sebuah pita bertuliskan E Pluribus Unum. Kata ini menjadi motto AS berasal dari bahasa Latin berarti; Bukan banyak, tetapi satu (out of many, one), Satu berasal dari yang banyak (one from many). Dari yang banyak menjadi satu”.

Kalimat ini terinspirasi dari 10 fragmen Heraclitus: Dari yang satu terjadi segala sesuatu, dan segala sesuatu itu berasal dari yang satu (The one is made up of all things, and all things issue from the one). Kalimat tersebut mengingatkan kita kepada doktrin tauhid dalam Islam bahwa yang banyak ini barasal dan akan kembali kepada Yang Maha Esa. Belum lagi kita melihat realitas sosial masyarakat AS yang begitu tertib, bersih, aman, amanah, dan kesemuanya ini sesungguhnya menunjukkan AS tidak tepat disebut negara sekularisme.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Indonesia Tidak Boleh Larut dengan Pujian



Jakarta

Dalam kesempatan berbincang salah seorang muslim scholars di lobby Books Store di UC LA, ia memuji muslim Indonesia yang moderat dan memiliki dirinya sendiri (self assertive). Tidak minder sebagai negara muslim yang baru dan sering dikonotasikan sebagai muslim awam dibanding dengan negara-negara Arab lainnya.

Menurut kawan saya tadi, meskipun mungkin ada benarnya statmen dari ulama Timur Tengah seperti itu tetapi Indonesia mampu menciptakan suatu entitas lain yang justru tidak pernah dibayangkan oleh kalangan ulama Timur Tengah, yaitu kemandirian politik dan ekonomi Indonesia.

Sebutlah Indonesia tigkat pemahaman dan kedalaman keberagamaannya belum mendalam tetapi makna universalitas Islam lebih berkembang di Indonesia. Penerimanaan demokrasi, HAM, kesetaraan gender, toleransi beragama, sistem ekonomi modern, perbankan, dan asuransi modern, lebih mudah diterima dan sudah diterapkan di Indonesia dan belum seperti itu di dalam umumnya negara-negara muslim Timur Tengah.


Pujian serupa banyak didengar kalau kita ke Eropa atau di negara-negara besar minoritas muslim. Dalam kesempatan breakfast dengan para peserta dari berbagai negara, penulis dikerumuni dan banyak ditanya beberapa hal.

Salah satu pertanyaannya ialah Indonesia sebagai negara muslim terbesar tetapi paling sedikit warganya terlibat dalam ISIS. Rupanya mereka juga cukup diresahkan dengan banyaknya warga umat dinegerinya terkontaminasi dengan ISIS bahkan berangkat ke kawasan Iraq dan Syiria memperkuat kelompok ISIS.
Penulis menjelaskan sebatas pengetahuan dan pengalaman bergabung sebagai salah seorang Kelompok Ahli BNPT semenjak lembaga ini terbentuk. Mereka ingin sekali mempelajari pengalaman berdakwah di Indonesia sebuah negara yang begitu luas dengan etnik begitu banyak. Di antara mereka banyak yang sudah pernah ke Indonesia tetapi masih banyak juga yang belum pernah, terutama mereka yang jauh misalnya dari Amerika Latin, Eropa, dan Afrika bagian utara.

Di antara para mahasiswa muslim yang kelihatannya berpostur Timur-Tengah (Arab) mengitrupsi pembicaraan kami dengan nada yang sedikit agak tinggi, sambil berucap: “Tapi Indonesia tidak boleh egois. Indonesia seolah-olah tidak mau tahu kalau kami di Timur Tengah atau di dunia Islam lain babak belur karena perang saudara.

Indonesia memiliki power besar untuk mengambil bagian dalam meredakan konflik di negara-negara mayoritas berpenduduk muslim. Indonesia berada pada posisi sangat netral, jauh dari pusat konflik dengan menyebut negara Israel, jauh juga dari Syiria dan Iraq.

Indonesia juga sangat sedikit didatangi kelompok pengungsi dengan segala akibatnya. Jika Indonesia mengambil peran pasti semua negara-negara Islam akan mendengar. Bahkan ia mengatakan sekalipun Indonesia tidak menjadi pemimpin Organisasi Konferensi Islam (OKI) tetapi pengaruhnya akan lebih besar”.

Pernyataan saudara kita tadi mungkin ada benarnya menurut pandangan mereka, tetapi Indonesia juga harus hati-hati melangkah, terutama jika persoalan itu terkait dengan masalah global, misalnya saja tentang sengketa lahan antara Israel dengan Palestina. Indonesia tidak terkait secara langsung dengan persoalan bilateral antara kedua komunitas tersebut, apalagi Indonesia termasuk penggagas negara non Block.

Spirit dari pembincangan itu, betapa mereka menaruh perhatian besar terhadap Indonesia yang membayangkan Indonesia bukan hanya besar dari segi wilayah dan jumlah penduduk tetapi juga prestasi politik dan ekonomi.

Penulis baru sadar kalau seperti itu dunia luar memandang Indonesia. Mereka bukan orang sembarangan. Paling tidak mereka diutus oleh negaranya atau dipilih Langsung oleh panitia penyelenggara karena prestasinya.

Penilaian mereka rasanya keluar dari hati nurani yang bebas dari kepentingan apapun. Seandainya suara-suara mereka dalam perbincangan itu diliput oleh media Indonesia kita mungkin warga masyarakat kita bisa memahami kenyataan bangsanya saat ini.

Ketika semua negara-negara yang mengklaim dirinya sebagai Negara Islam atau negara berpenduduk mayoritas muslim, di kawasan Timur Tengah hampir semuanya direpotkan dan disedot energinya yang tidak sedikit, terutama harus menyiapkan anggaran khusus untuk menangani ratusan ribu bahkan jutaan para pengungsi di negerinya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Muslim Amerika: Komunitas Profesional



Jakarta

Komunitas muslim di AS berbeda dengan komunitas muslim di daerah minoritas lain di negara-negara barat. Di Eropa komunitas muslim masih lebih didominasi oleh kaum pekerja kasar, misalnya pedangang kaki lima, buruh kasar, dan pekerja serabutan. Akan tetapi komunitas muslim di AS lebih terdidik, intelektual, dan kaum profesional. Umumnya mereka masuk dalam kategori kelas menengah (middle class) dan masuk lagi masuk sebagai kaum pinggiran (pheriperial) tetapi sudah masuk di dalam kelas utama (mainstream).

Komunitas muslim banyak bekerja di sektor formal dan profesional seperti dokter, insinyur, konsultan, guru, dosen, militer, diplomat, pengusaha, pemilik toko, supir taksi, atletis olahragawan, seniman, artis, dan bekerja di sektor jasa profesional lainnya. Mereka juga bertempat tinggal di apartemen dan perumahan yang lebih layak sebagaimana halnya warga masyarakat AS lainnya. Mereka mampu menyekolahkan anak-anaknya di sekolah dan perguruan tinggi terbaik di AS. Bahkan mengirimnya ke kota-kota lain yang lebih mutu pendidikannya lebih baik.

Mereka umumnya terpelajar dan mengerti soal hukum. Tidak sedikit di antara mereka memiliki lawyer sendiri, dokter pribadi atau dokter keluarga. Hidup mereka lebih tenang karena memiliki asuransi, bahkan memiliki beberapa jenis asuransi. Mereka juga memiliki kesadaran untuk hidup sehat sehingga pintar memanfaatkan hak-hak dan kewajibannya sebagai warga AS. Tidak sedikit di antara mereka memiliki posisi penting di kantor atau di perusahaan mereka bekerja karena profesionalitasnya. Di samping itu juga memiliki tingkat ketekunan bekerja di atas rata-rata sejumlah komunitas minoritas lainnya. Mungkin itulah sebabnya dekade terakhir survey-survey menunjukkan tingkat penerimaan akseptabilitas umat Islam di AS semakin baik. Bandingkan dua dekade sebelumnya, terutama beberapa saat pasca peristiwa 9/11 sekitar 60% warga AS tidak mau bertetangga dengan komunitas muslim. Survey terakhir semakin menunjukkan angka lebih baik, bahkan melebihi komunitas minoritas lainnya.


Penghasilan komunitas muslim di AS sudah masuk papan menengah. Sekitar 45% di antara mereka penghasilannya rata-rata di atas 50.000 USD pertahun. Tidak heran jika akhir-akhir ini komunitas muslim menimbulkan kecemburuan dari komunitas minoritas lainnya, seperti kelompok Black American, Spanish, dan imigran non muslim lainnya. Komunitas muslim juga sudah bisa mengatur hidupnya sesuai dengan warga AS lainnya. Mereka mempunyai jadwal rekreasi dan treveling secara teratur, dengan manajemen keuangan terencana. Termasuk mengirim shadaqah, jariyah, waqaf, dan zakat mal, yang merupakan tuntutan tersendiri bagi umat Islam selain tax dan berbagai pajak lainnya.

Komunitas muslim juga banyak mengakses kegiatan politik. Tidak sedikit di antara mereka yang berhasil menduduki jabatan-jabatan publik di instansi pemerintahan. Bahkan seperti tahun ini kita bisa menyaksikan dua orang senator yang beragama Islam. Belum lagi jabatan-jabatan birokrasi pemerintahan di tingkat state dan kabupaten. Jika komunitas muslim menjadi pejabat publik, mereka cukup diperhitungkan karena mereka berkeyakinan harus sukses di tengah stigma negatif yang pernah melekat pada diri komunitas muslim.

Soal loyalitas kepada negara dan pemerintah AS tidak lagi diragukan. Polling yang pernah dilakukan oleh a Gallup poll found menunjukkan 93% komunitas muslim AS menunjukkan loyalitas tinggi kepada negara dan pemerintah AS. Bahkan komunitas muslim di AS terakhir sudah dikenal sebagai “The Role Models both as Americans and as Muslims”, loyalitas kepada agama mereka berbanding lurus dengan loyalitasnya terhadap bangsa dan negara AS.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Islam Sebagai Agama Publik di AS



Jakarta

Islam sejak awal menjadi sebuah agama publik. Nabi Muhammad diutus bukan hanya untuk menjadi pembimbing bagi umat Islam tetapi juga untuk umat manusia secara keseluruhan, bahkan untuk segenap alam semesta, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (Q.S. al-Anbiya’/21:107). Lebih khusus lagi Islam sebagai agama akhir zaman dan Nabi Muhammad Saw sebagai akhir sebagai Nabi dan Rasul, sudah barang tentu Islam harus menjadi isu utama di dalam mewujudkan kemanusiaan yang lebih bermartabat.

Tantangan umat Islam selanjutnya ialah bagaimana menjadikan Islam sebagai sebuah agama publik, yang dapat dipahami dan diterima semua pihak tanpa menimbulkan ketegangan dan gesekan. Bagaimana mewujudkan Islam sebagai agama publik yang paralel dengan nilai-nilai lokal yang sudah hidup dan berkembang sebelum kedatangannya di suatu negeri. Khusus untuk AS, sebuah negara besar yang sudah memiliki karakter dan kepribadian sendiri dan dipegang teguh oleh rakyat AS. Bagaimana menjadikan Islam sebagai sebuah agama yang bisa saling mendukung antara kearifan lokal AS dan nilai-nilai dasar universal Islam.

Seperti yang pernah dijelaskan di dalam artikel terdahulu bahwa nilai-nilai dasar universal Islam tumpang tindih (overlapped) dengan karakter dan kepribadian AS yang realitas sosial masyarakatnya pluralistik. Islam juga mengakui adanya kemajemukan dan pluralitas umat manusia, di manapun dan kapan pun, sebagaimana ditegaskan dalam ayat: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. al-Hujurat/49:13).


Watak dasar masyarakat AS ialah sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), sama dengan Islam juga sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, bahkan sudah jadi mayat sampai kuburan pun Islam memberikan pengaturan. Membunuh satu nyawa sama dengan membunuh semua nyawa dan menghidupkan satu nyawa sama dengan menghidupkan semua nyawa lainnya. Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (Q.S. al-Maidah/5:32). Allah SWT juga menegaskan bahwa semua anak manusia, anak cucu Adam (bani Adam) wajib dimuliakan, sebagaimana ditegaskan dalam ayat: Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. (Q.S. Al-Isra’/17:70).

Di dalam memilih dan menetapkan pemimpin, termasuk Kepala Negara, AS mengacu kepada sistem demokrasi, yang mengacu kepada pilihan rakyat. Siapapun yang terpilih maka dialah yang harus dihormati sebagai pemimpin. Berbeda dengan sistem monarki yang memberikan kewenangan lebih kepada raja untuk menentukan Kepala Negara. Semangat Islam sesungguhnya lebih condong ke semangat demokrasi daripada ke semangat monarki. Islam mengedepankan musyawarah dan dialog di dalam menentukan hal-hal yang prinsip, termasuk penentuan Kepala Negara, sebagaimana dijelaskan dalam ayat: Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. (Q.S. Ali ‘Imran/3:159). Atas dasar persamaan nilai-nilai dasar ajaran Islam dan karakter masyarakat AS, maka wajar jika Islam sebagai agama sebagaimana dikatakan oleh Hillary Clinton: “Islam is the fastest growing religion in USA” (Islam adalah agama paling cepat perkembangannya di AS).

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Mengapa Islam Begitu Menarik di AS?



Jakarta

Hasil penelitian Pew Research Center menemukan bahwa pemeluk Islam diperkirakan meningkat 70 persen dari 1,8 miliar pada 2015 menjadi tiga miliar pada 2050. Hal senada juga pernah dinyatakan oleh Menlu dan Cawapres AS, Hillary Clinton, ketika berkunjung di ndonesia menyatakan “Islam is fastest growing religion USA”. Hal senada juga pernah dibayangkan oleh Prof. John L. Esposito, Director of Center for Muslim-Critian Understanding, CMCU, Georgetown University.

Menurut Michael Lipka, Editor senior Pew Research Center, USA, ada dua faktor utama yang berpengaruh pada pertumbuhan agama Islam di AS ialah, Pertama, umat Islam memiliki lebih banyak anak daripada anggota kelompok agama lainnya. Penelitiannya menemukan di seluruh dunia, setiap perempuan Muslim memiliki rata-rata 2,9 anak, dibandingkan dengan 2,2 untuk semua kelompok agama lainnya.

Kedua, umat Islam merupakan kelompok agama termuda. Angka ini menunjukkan adanya banyak pemeluk agama Islam berusia muda dibandingkan agama-agama besar lain. Ia menemukan usia pemeluk agama Islam 24 tahun pada 2015, berarti tujuh tahun lebih muda dari usia rata-rata non-Muslim.” Lebih lanjut Pew-RS menemukan umat Islam di di dunia, khususnya di AS, berada pada usia produktif. Usia produktif bisa berkontribusi lahirnya anak-anak baru mungkin leih dari dua orang.


Pew Research Center menemukan hal ini pada 2015. Ia menyimpulkan bahwa dari sebuah fakta bahwa ada 1,8 miliar Muslim di dunia (24%) dari populasi terbesar kedua atau Islam akan menjadi agama terbesar kedua di dunia.

Populasi umat Islam di seluruh dunia (62%) tinggal di wilayah Asia Pasifik, termasuk populasi terbesar di Indonesia, lalu disusul India, Pakistan, dan Bangladesh. Indonesia saat ini merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, namun Pew Research Center memproyeksikan bahwa India akan menjadi negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbanyak pada 2050. Tidak lama lagi India akan memiliki penduduk muslim sekitar 300 juta, meskipun agama Hindu tetap akan menjadi agama mayoritas di negeri ini.

Selain itu, Lipka menyebutkan bahwa populasi Muslim di Eropa juga tumbuh. Pew memproyeksikan jumlah Muslim di seluruh Eropa mencapai 10 persen dari keseluruhan populasi pada 2050. Ini jumlah yang sangat fantastik. Dalam temuan Pew menemukan bahwa kendati tidak mengubah populasi global, migrasi membantu meningkatkan populasi Muslim di sejumlah wilayah, termasuk Amerika Utara dan Eropa,” Lebih lanjut Pew juga melaporkan hasil survei terbaru terkait persepsi umat Islam terhadap ISIS. Hasilnya, kebanyakan orang di beberapa negara dengan populasi Muslim yang signifikan memiliki pandangan bahwa ISIS merupakan organisasi yang merugikan. Kehadiran ISIS bagi umumnya masyarakat AS lebih banyak merugikan dunia Islam.

Penemuan lainnya, hampir semua responden di Lebanon (94%) Yordania. Namun, di beberapa negara, sebagian besar penduduk tidak punya pendapat tentang ISIS, termasuk 62 persen Muslim di Pakistan. Secara umum, kebanyakan Muslim juga mengatakan bom bunuh diri dan bentuk kekerasan lainnya terhadap warga sipil atas nama Islam jarang atau tidak pernah dibenarkan.

Survei ini termasuk 92 persen di Indonesia dan 91 persen di Irak. Di beberapa negara, tindakan kekerasan ini setidaknya kadang-kadang dapat dibenarkan, termasuk 40 persen di wilayah Palestina, 39 persen di Afghanistan, 29 persen di Mesir dan 26 persen di Bangladesh. Namun, Umat Islam di seluruh dunia hampir secara universal dipersatukan oleh keyakinan. “Keyakinan satu Allah dan Nabi Muhammad SAW, serta praktik ritual keagamaan tertentu seperti puasa selama Ramadhan,”

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Ormas Islam di AS: Zaituna Institute



Jakarta

Salah satu organisasi komunitas muslim yang menarik untuk dipelajari ialah Zaituna Institute (ZI)yang juga biasa dikenal dengan Zaituna College, sebuah organisasi komunitas moderat muslim yang erusaha menawarkan peradaban Islam (islamic civilizations) di dalam masyarakat luas, khususnya di AS. Bentuk kegiatannya lebih banyak bergerak dalam dunia kependidikan. Zaituna College mengelola pendidikan yang berperspektif Islam. Ia mengelola program undergraduate (s1) dan mungkin yang pertama kali program undergraduate yang memperoleh akreditasi resmi di AS. Salahsatu konsentrasinya ialah program Bachelor of Arts in Islamic Law and Theology. Menariknya, ZI berkolaborasi dengan the American Baptist Seminary of the West (ABSW) in Berkeley, CA.

ZI didirikan pada tahun 1996 muballig terkenal Amerika, Hamzah Yusuf bersama dengan Zaid Shakir dan Hisyam al-Alusi. ZI berusaha untuk mengimplementasikan nilai-nilai universal Islam ke dalam masyarakat global, namun tetap melestarikan tradisi intelektual Pendidikan Islam sebagaimana yang pernah melahirkan ilmuan besar di abad pertengahan. ZI mengajarkan ilmu-ilmu tradisional Islam seperti hukum Syari’ah yang paralel dengan nilai-nilai dasar keamerikaan yang hidup di dalam masyarakat. IZ juga mengajarkan Bahasa Arab, seni sastra Arab, teologi, dan studi Al-Qur’an dan Hadis. Unsur-unsur sejarah AS dan nilai-nilai dasar keamerikaan dikolaborasikan di dalam kurikulum pendidikan. Ternyata para pembina ZI mampu menciptakan kohesi keislaman dan keamerikaan di dalam sebuah institut, tentu saja hal ini menjadi jawaban terhadap kegelisahan intelektual warga AS tentang Islam dan Komunitas Islam tentang nilai-nilai dasar AS.

ZI berusaha untuk menjembatani apa yang oleh Hungtington persoalkan di dalam tesisnya Colflic of Civilization. Jika ZI ini berhasil maka boleh jadi menjadi model pendidikan untuk komunitas muslim di negera-negara minoritas muslim. ZI berlokasi di Berkeley, california, AS. Dekade terakhir ini banyak mendapatkan perhatian dari kelas menengah muslim dan pemerintah AS. Belum lama ini, kami juga diajak pemerintah AS untuk mengunjungi IZ, kiranya menjadi sumber inspirasi untuk dunia pendidikan Islam di masa depan. Tentu saja tidak ada lembaga pendidikan Islam yang betul-betul perfect, tetapi sepintas melihat lembaga ini, terutama memperhatikan wawasan keilmuan yang dimiliki para mahasiswanya, mereka lebih mudah memahami dan mengidentifikasikan dirinya sebagai orang Islam dan sekaligus sebagai orang AS. Selama ini lembaga pendidikan keislaman di AS dirasakan terlalu berbau Timur Tengah, sehingan anak-anak muslim yang lahir dan besar di barat. Khususnya di AS (The western-born/second-generation muslims) tidak lagi mengalami semacam kepribadian ganda (split personality) sebagai seorang muslim dan sebagai seorang Amerika.


ZI sering menyelenggarakan ‘Summer Camp’, semacam Pesantren Kilat, untuk memberikan pencerahan kepada anak-anak muslim di AS. Mereka mengajarkan tentang nilai-nilai universal Islam yang diparalelkan dengan nilai-nilai kemerdekaan yang dijunjung tinggi di AS. Mereka diperkenalkan bahwa nilai-nilai dan ajaran Islam lebih campatibel dengan nilai-nilai dasar AS, sebagaimana tertuang di dalam lambang AS: The one is made up of all things, and all things issue from the one (Dari yang satu terjadi segala sesuatu, dan segala sesuatu itu berasal dari yang satu). Kesan ini juga pernah dilukis oleh Iamam Faisal Abdul Rauf, Imam Masjid Al-Farah, dalam bentuk buku: “What’s Right With Islam Is What’s Right With America” (Apa Yang Benar Menurut Islam itu juga Yang Benar Menurut Amerika).

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Ormas Islam di AS: Islamic Relief USA (IRUSA)



Jakarta

Islamic Relief USA (IRUSA) sebuah organisasi nirlaba yang didirikan pertamakali di California AS pada tahun 1993. IRUSIA mempunyai visi untuk memberikan bantuan terhadap proyek-proyek pembangunan fisik untuk kemanusiaan seperti memberikan bantuan pembangunan fisik bagi mereka yang tuna wisma, korban gempa bumi seperti banjir, gempa bumi, tsunami, dan pembangunan sekolah bagi mereka yang betul-betul membutuhkannnya.

Tentu saja prioritasnya bagi warga muslim di AS namun tidak tertutup kemungkinan bantuan diberikan juga kepada negara-negara yang betul-betul memprihatinkan dan membutuhkan bantuan segera. IRUSIA telah berhasil meringankan beban saudara-saudara muslim yang tertimba bencana, termasuk korban keganasan perang. Tenda-tenda pengungsian, selimut, peralatan kebersihan, air bersih, obat-obatan, termasuk tenaga medis, dan penyaluran kebutuhan pokok kepada mereka yang betul-betul membutuhkannya. Di Aceh ketika Tsunami melanda wilayah ini juga pernah mendapatkan bantuan dari IRUSIA bersama-sama dengan ormas Islam dan NGO lainnya dari AS. IRUSIA juga pernah membantu korban gempa bumi Yogyakarta 2006.

Salah satu bentuk kegiatan IRUSIA ialah dalam tahun 2005 ikut serta memberikan bantuan kepada para korban badai Katrina yang melanda sejumlah negara bagian AS. Organisasi ini berhasil menghimpun dan menyalurkan dana tidak kurang dari $ 2 juta ditambah dengan pengiriman pekerja lapangan untuk mendistribusikan bantuan dan menilai kebutuhan para korban. IRUSIA bukan hanya membantu komunitas muslim tetapi juga non-muslim seperti pernah memberi bantuan kepada Gereja Yesus Kristus dari Orang-Orang Suci Zaman Akhir menyumbangkan $ 1,6 juta senilai persediaan darurat.


Para sukarelawan IRUSIA juga pernah membantu korban badai Sandy di New Jersey pada tahun 2012 untuk menampung para pengungsi. Demikian pula membantu korban badai Tornado yang pernah melanda negara bagian Alabama pada tahun 2014. Dalam tahun 2015 IRUSIA menghimpun dan menyalurkan dana tidak kurang $ 50.000 untuk warga Detroit yang airnya dimatikan karena kesulitan membayar tagihan mereka.

Termasuk membantu proyek darurat internasional warga Suriah yang terlantar di Suriah dan di negara-negara tetangga. IRUSIA juga pernah membantu para pengungsi yang tiba di Yunani pada tahun 2015, dan pada tahun 2016 Tim Tanggap Bencana IRUSA merespons keadaan darurat di Amerika Serikat termasuk krisis air Flint, Louisiana banjir, dan Badai Matius di North Carolina. Pada tahun 2017, IRUSA membantu dalam bencana termasuk badai Harvey dan penembakan Las Vegas dan terus membantu para korban Badai Matthew yang selamat dengan memperbaiki rumah-rumah para korban. Pada tahun 2018, IRUSA mengumumkan kemitraan dengan Hebrew Immigrant Aid Society (HIAS) yang berbasis di AS untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi di Yunani.

IRUSIA juga ikut menangani proyek non-darurat di dalam suatu masyarakat, seperti program makan setelah sekolah, program masuk kembali penjara, bantuan makanan pada pemesanan Indian Amerika, dan bantuan untuk korban kekerasan dalam rumah tangga. Pada tahun 2016, IRUSA mendukung program United Way yang membantu keluarga tuna wisma dengan anak-anak di Roanoke, VA. Pada tahun 2017, IRUSA menyediakan makanan untuk anak sekolah selama musim panas di delapan kota di seluruh negeri dalam kemitraan dengan USDA. IRUSA menyediakan makanan, pakaian, selimut, dan barang-barang lainnya bersama dengan layanan perawatan kesehatan pada acara tahunan Day of Dignity di seluruh negeri dan mendistribusikan makanan dan perlengkapan mandi kepada para tuna wisma dan orang-orang Amerika berpenghasilan rendah pada Hari Martin Luther King Jr. Hingga hari ini IRUSIA tetap dipercaya oleh para donaturnya untuk menyalurkan dana bantuan sosial kemanusiaan.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

The Council on American-Islamic Relations (CAIR)



Jakarta

Salah satu ormas Islam cukup besar di AS ialah The Council on American-Islamic Relations (CAIR). Organisasi ini didirikan pada bulan Juni 1994 di Washington DC. Salah seorang pendirinya ialah Nihad Awad. Tujuan pendiriannya ialah untuk memberikan pembelaan (advocacy) komunitas muslim yang sering tidak memahami hak dan kewajiban civilnya sebagai warga AS. CAIR juga bermaksud untuk memperkenalkan prestasi umat Islam di dalam mendukung tujuan umum dan ideologi AS. Dengan adanya wadah ini maka dengan mudah komunitas Islam di AS khususnya di DC untuk diajak terlibat untuk mendukung program-program positif, baik pembinaan sebagai umat maupun sebagai warga AS. Jika ada anggota atau warga muslim yang terkena kasus hukum atau musibah maka dengan mudah mereka bisa mendapatkan pertolongan dan bantuan dari dan untuk komunitas muslim.

Masih ingat kita dengan isu diskriminasi jilbab di AS pada tahun 1995, beberapa orang ditolak dan bahkan ada yang dikeluarkan jadi karyawan karena menggunakan jilbab (vail). Pada saat itu CAIR hampir membela mereka dengan mengusung isu Hak Asasi Manusia (HAM). CAIR juga memberikan advokasi terhadap keluarga pembom (bomber) di Oklahoma tahun 1995, sekaligus melakukan program deradikalisasi pemahaman agama Islam kepada umat Islam, khususnya keturunan Arab di AS. Banyak lagi kasus yang ditangani CAIR di AS, yang intinya memberikan advokasi terhadap warga muslim sekaligus menyampaikan harapan-harapan pemerintah AS terhadap umat Islam.

Kehadiran CAIR juga membantu pemerintah AS untuk melakukan pembinaan warga dengan menggunakan bahasa agama seperti yang dianut oleh warganya. Kelompok agama-agama lain juga dibiarkan tumbuh dan berkembang di bawah organisasi-organisasi paguyuban mereka, karena keberadaannya justru lebih menguntungkan dan lebih memudahkan pemerintah AS menjalin komunikasi untuk sesuatu yang positif untuk semuanya. Sebaliknya dengan adanya wadah paguyuban ini umat Islam lebih mudah menyalurkan aspirasi mereka ke pemerintah dibanding menyampaikannya secara personal. Lagi pula, jika sudah terbentuk organisasi yang anggotanya kongkrit by names dan bay address otomatis akan memiliki harga politik yang mahal, karena siapa pun yang akan menjadi calon pemimpin eksekutif dan legislatif pasti akan memperhatikan mereka karena memiliki hak suara.


Hanya saja, karena para anggota dan pengurus yang aktif di dalam organisasi ini kebanyakan dari komunitas muslim Timur Tengah, khususnya yang bersentuhan langsung secara emosional dengan persoalan yang dihadapi di Palestina. Bahkan di antara anggotanya berasal dari keluarga Hamas yang hijrah ke AS. Mereka masih mempunyai anggota keluarga di Palestina atau di Libanon. Begitu Israel melakukan tekanan dan gempuran terhadap negara-negara tetangganya maka secara emosional anggota CAIR juga angkat bicara, mungkin di antaranya ada yang sangat vokal, sehingga mengundang perhatian banyak orang. Akibatnya ketenangan warga AS lain mungkin ada yang terusik, apalagi keluarga Yahudi yang juga banyak di AS. Seperti halnya oraganisasi muslim yang anggota-anggotanya berasal dari Timur-Tengah sering dianggap organisasinya berafiliasi dengan kelompok hard liner seperti kelompok Ikhanul Muslimin (Muslim Brotherhood). Mungkin memang ada segelintir orang yang berhaluan keras tetapi lebih merupakan inisiatif personal yang mungkin anggota keluarganya korban dari kekerasan Israel di Timur Tengah. CAIR dan ormas-ormas Islam lainnya di AS sangat berperan di dalam memperbaiki citra umat Islam yang dirusak oleh segelitir orang yang melakukan kekerasan atas nama agama Islam.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com