Tag Archives: nuzul

Surat Az-Zumar Ayat 9, Jelaskan Perbedaan Orang Berilmu dan Orang Lalai


Jakarta

Surat Az Zumar merupakan salah satu surat dalam Al-Qur’an yang banyak mengandung pelajaran tentang keimanan, ibadah, dan hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Salah satunya seperti dijelaskan dalam ayat 9.

Surat Az Zumar ayat ke-9 menjelaskan perbedaan antara orang yang berilmu dan beribadah dengan orang yang lalai dari ketaatan. Berikut bacaan dan tafsir selengkapnya.

Surat Az-Zumar Ayat 9

Berikut bacaan lengkap surat Az Zumar ayat 9,


أَمَّنْ هُوَ قَٰنِتٌ ءَانَآءَ ٱلَّيْلِ سَاجِدًا وَقَآئِمًا يَحْذَرُ ٱلْءَاخِرَةَ وَيَرْجُوا۟ رَحْمَةَ رَبِّهِۦ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ

Arab-Latin: Am man huwa qānitun ānā`al-laili sājidaw wa qā`imay yaḥżarul-ākhirata wa yarjụ raḥmata rabbih, qul hal yastawillażīna ya’lamụna wallażīna lā ya’lamụn, innamā yatażakkaru ulul-albāb

Artinya: (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Asbabun Nuzul Surat Az-Zumar Ayat 9

Merangkum buku Asbabun Nuzul Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an karya Jalaludin as-Suyuti, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Umar RA dia berkata, “(Apakah kamu orang musyrik lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam.”

Ia berkata, “Ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Utsman bin Affan.”

Ibnu Sa’ad meriwayatkan dari al-Kalbi dari Abu Shalih dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, “Diturunkan berkenaan dengan Ammar bin Yasir.”

Juwaibir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Ayat tersebut turun berkenaan dengan Ibnu Mas’ud, Ammar bin Yasir dan Salim, mantan budak sahaya Abu Hudzaifah.”

Juwaibir meriwayatkan dari Ikrimah, ia berkata, “Ayat tersebut turun mengenai Ammar bin Yasir.”

Tafsir Surat Az Zumar Ayat 9

Tafsir Ringkas Kementerian Agama (Kemenag) RI

Dalam surat Az-Zumar ayat 9-10, Allah SWT memberikan gambaran perbandingan antara dua golongan manusia yang sangat berbeda di sisi-Nya. Ayat ini menekankan keutamaan orang yang taat, berilmu, dan rajin beribadah, dibandingkan mereka yang kufur, hanya ingat kepada Allah saat tertimpa musibah, dan selalu mengikuti hawa nafsunya.

Ayat ini membuka dengan pertanyaan yang sangat menyentuh: “Apakah orang yang beribadah di waktu malam, dalam keadaan sujud dan berdiri, karena takut akan azab akhirat dan mengharap rahmat Tuhannya, itu sama dengan orang kafir?”

Allah SWT menyebut secara khusus ibadah di malam hari karena waktu ini menunjukkan keikhlasan yang tinggi. Seseorang yang meninggalkan tidur nyamannya untuk membaca Al-Qur’an, salat, dan berzikir tentu memiliki kedekatan dengan Allah SWT. Ia melakukan semua itu karena rasa takut terhadap azab akhirat dan harapan besar pada rahmat Allah SWT.

Allah SWT lalu memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menegaskan perbedaan ini:
“Katakanlah, apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”

Orang yang berilmu, yang memahami ajaran Allah, pasti akan terdorong untuk beramal saleh dan menjauhi keburukan. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki ilmu, apalagi menolak kebenaran, cenderung mengikuti hawa nafsu dan mengabaikan ajaran agama.

Ayat ini menegaskan bahwa hanya orang-orang yang berakal sehat dan berpikiran jernih yang dapat menerima pelajaran, membedakan antara kebenaran dan kebatilan, serta mengenali nilai ibadah dalam kehidupan.

Surah Az-Zumar ayat 9-10 memberikan pelajaran penting tentang nilai ibadah di waktu malam, keutamaan ilmu, pentingnya takwa, dan luasnya rahmat Allah bagi orang-orang yang bersabar. Ayat ini juga mengingatkan bahwa orang berilmu dan beriman memiliki kedudukan yang jauh lebih mulia dibandingkan dengan mereka yang tidak mengetahui kebenaran dan terus mengikuti hawa nafsunya.

Tafsir Ibnu Katsir

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa tidaklah sama di sisi Allah SWT antara orang yang menyekutukan-Nya dengan orang yang menghabiskan malam dalam ibadah. Allah SWT mengangkat derajat mereka yang bersujud dan berdiri di tengah malam karena takut kepada siksa akhirat dan berharap rahmat-Nya.

Frasa “آناءَ اللَّيْلِ” (ana al-lail) secara harfiah berarti “bagian-bagian malam”. Para mufassir seperti As-Suddi dan Ibnu Zaid menafsirkannya sebagai tengah malam. Kemudian Qatadah menafsirkannya secara lebih luas mencakup awal, pertengahan, dan akhir malam.

Ini menunjukkan bahwa ibadah malam memiliki kedudukan tinggi dalam Islam dan bisa dilakukan pada seluruh bagian malam, terutama dalam bentuk salat tahajud, berzikir, dan membaca Al-Qur’an.

Ibnu Katsir menegaskan bahwa kedua sikap ini wajib hadir dalam ibadah seorang mukmin. Ketika masih sehat dan bertenaga, rasa takut hendaknya lebih dominan agar menjauhi dosa. Namun saat menjelang ajal, rasa harap kepada ampunan dan rahmat Allah lebih diutamakan agar ia wafat dalam husnul khatimah.

Firman Allah SWT, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ini menunjukkan keutamaan ilmu. Orang yang tahu, yang berilmu, akan memahami pentingnya malam, akhirat, dan ibadah. Sedangkan orang yang tidak berilmu akan tersesat dalam syirik, maksiat, dan kehidupan dunia yang sementara.

Orang yang berilmu bukan hanya tahu hukum, tapi juga memiliki kesadaran batin yang mendalam. Mereka adalah orang-orang yang bisa membedakan mana jalan lurus dan mana jalan yang menyimpang.

Ayat ini ditutup dengan pernyataan Allah SWT, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakal (ulul albab) yang dapat menerima pelajaran.”

Menurut Ibnu Katsir, ulul albab adalah mereka yang menggunakan akalnya secara benar, untuk merenungi ayat-ayat Allah dan melihat perbedaan antara orang taat dan orang durhaka. Akal yang dipakai dengan benar akan membimbing kepada iman, ibadah, dan ilmu.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Syam’un Al-Ghazi yang Menjadi Latar Belakang Malam Lailatul Qadar


Jakarta

Nabi Syam’un Al-Ghazi merupakan salah seorang nabi yang diutus oleh Allah SWT ke muka bumi, khususnya kepada Bani Israil.

Meskipun nama Nabi Syam’un tidak termasuk ke dalam 25 nabi yang wajib diimani, tapi sosok beliau tetap patut diketahui umat Islam, bahkan disebutkan bahwa beliau lah yang melatarbelakangi malam Lailatul Qadar. Simak kisah Nabi Syam’un selengkapnya berikut ini.

Siapa Itu Nabi Syam’un Al-Ghazi?

Nabi Syam’un adalah nabi yang berasal dari Bani Israil dan diutus oleh Allah SWT di tanah Romawi. Nabi Syam’un adalah seorang pahlawan berambut panjang yang memiliki senjata seperti pedang yang terbuat dari tulang rahang unta.


Mengutip buku 99 Pemuas Intelektual dan Keimanan Remaja karya Wulan Mulya Pratiwi, suatu ketika Rasulullah SAW berkumpul dengan para sahabat saat bulan suci Ramadan. Rasulullah SAW tiba-tiba tersenyum sendiri, dan para sahabat bertanya apa yang membuat Rasulullah SAW tersenyum, beliau pun menjawab,

“Diperlihatkan padaku di hari akhir, ketika seluruh manusia dikumpulkan di Padang Masyar, ada seorang nabi yang membawa pedang dan tak mempunyai satu pengikut pun, masuk ke dalam surga, dia adalah Syam’un.”

Nabi Syam’un dikenal sebagai pahlawan yang gagah dan berani. Ia dikaruniai mukjizat melunakkan besi dan merobohkan istana.

la mampu membunuh musuh-musuh kafir dengan seorang diri. Ribuan orang kafir telah berhasil ia lumpuhkan seorang diri dan tentunya atas izin Allah SWT.

Ibnu abbas RA dari Rasulullah SAW menegaskan, “Bahwa malaikat Jibril meriwayatkan mengenai kisah seseorang terdahulu yang bernama Syam’un Al-Ghazi kepada Rasul SAW. Ia telah berperang melawan kaum kafir selama 1000 tahun, yang hanya bersenjatakan rambut jenggot unta. Sekalipun hanya menggunakan rambut jenggot unta, apabila ia menyabetkannya kepada musuh kafir, maka tewaslah mereka yang tidak terhitung jumlahnya. Apabila ia merasa haus, Syam’un cukup minum air segar yang keluar dari sela-sela gusinya, dan apabila ia lapar, tumbuhlah daging dari tubuhnya, dan ia memakannya.”

Kekuatan Nabi Sya’um Al-Ghazi ini juga merupakan latar belakang diturunkannya malam Lailatul Qadar, yang juga merupakan asbabun nuzul surah Al-Qadr.

Kisah Nabi Syam’un Al-Ghazi yang Melatarbelakangi Lailatul Qadar

Dikisahkan dalam buku Hikayat Kearifan karya Bahrudin Achmad, bahwa keadaan Syam’un dalam peperangan di jalan Allah SWT mampu bertahan setiap hari sepanjang usianya yang 1000 bulan atau 83 tahun 4 bulan.

Musuh-musuh kafir pun tidak berdaya menghadapi serangan Syam’un ini. Sehingga, mereka berusaha untuk membujuk istri Syam’un untuk menjebaknya.

“Kami akan menghadiahkan kepadamu sejumlah harta kalau kamu dapat membunuh suamimu,” kata mereka yang berusaha membujuk istri Syam’un.

“Aku seorang wanita, mana mampu untuk membunuhnya?” jawab istri Syam’un.

“Kami akan memberimu tali (tambang) yang kuat, ikatlah kedua kaki dan tangan suamimu di saat ia sedang tidur, nanti sesudah itu kamilah yang akan membunuhnya,” ucap mereka.

Kemudian, istrinya itu mengikat Syam’un pada waktu ia tertidur, dan ketika Syam’un terbangun, ia terkejut. Syam’un berkata, “Siapakah yang mengikatku dengan tali (tambang) ini?”

“Aku yang mengikatmu untuk sekedar menguji sejauh mana kekuatanmu,” jawab istri Syam’un. Lalu Syam’un segera menarik tangannya dan tali tambang itupun langsung terpotong.

Setelah itu, musuh-musuh kafir itu kembali lagi membawakan istri Syam’un rantai besi, lalu ketika Syam’un tertidur, istrinya kembali mengikat Syam’un dengan rantai besi itu, ketika Syam’un terbangun, ia kembali bertanya, “Siapakah yang mengikat aku dengan rantai besi ini?”

“Aku yang mengikatmu, sekedar untuk mengetahui sejauh mana kekuatanmu,” jawab kembali istrinya. Lalu, Syam’un menarik rantai besi itu, maka terputuslah rantai besi itu.

Akhirnya Syam’un berkata kepada istrinya, “Wahai istriku, aku ini seorang wali Allah dari sekian banyak Waliyullah yang ada di muka bumi ini, tak ada seorang pun yang mampu mengalahkanku dalam perkara dunia, kecuali rambutku yang panjang ini”.

Istrinya pun memperhatikan setiap ucapan suaminya itu. Lalu, sewaktu Syam’un tertidur, istrinya segera memotong rambutnya sebanyak delapan potong rambut, yang panjangnya sampai terjurai ke tanah, dan mulailah istrinya mengikat kedua tangannya dengan empat gelung rambutnya, dan empat gelung lainnya diikatkan ke bagian kakinya. Ketika Syam’un terbangun, ia kembali bertanya, “Siapakah yang mengikatku ini?”

“Aku untuk sekedar menguji kekuatanmu,” jawab istrinya. Lalu, Syam’un menarik sekuat tenaga, tapi ia tak berdaya untuk melepaskan ikatan tersebut.

Kemudian, istrinya segera memberitahukan kepada musuh-musuh kafir, dan mereka pun segera datang, dan membawa Syam’un menuju tempat pembantaian.

Ia lalu diikat ke sebuah tiang, mereka mulai menyiksanya dengan memotong kedua telinganya, mencongkel kedua matanya, bibir, dan memotong kedua tangan dan kakinya, dan semua musuh-musuh kafirnya berkumpul di rumah pembantaian itu.

Kemudian Allah SWT memberi wahyu kepadanya, “Wahai Syam’un, apa yang kamu inginkan? Aku bakal mengabulkannya, dan bakal membalas mereka.”

Syam’un menjawab, “Ya Allah, aku hanya menginginkan Engkau memberi kekuatan kepadaku, hingga aku dapat menggerakkan tiang rumah ini, dan menghancurkan mereka semua.”

Kemudian, Allah SWT memberi kekuatan kepadanya, dan ia pun dapat menggerakan tubuhnya, seketika itu pula tiang itu hancur, dan hancur pula rumah itu, atapnya menimpa para kafir itu, semua binasa termasuk isterinya yang kafir itu.

Hanya Syam’un sendiri yang selamat berkat pertolongan Allah SWT, seluruh anggota tubuhnya kembali seperti semula. Syam’un pun kembali beribadah kepada Allah SWT selama 1000 bulan, di malam harinya ia menegakkan salat dan pada siang harinya ia berpuasa, dan kembali berjuang mengangkat senjata di jalan Allah SWT.

Dalam buku Quran Hadits karya Asep BR disebutkan bahwa, setelah mendengar kisah Syam’un tersebut, para sahabat Nabi Muhammad SAW menangis terharu.

Kemudian, Allah SWT menurunkan surah Al-Qadar melalui malaikat Jibril,

“Hai Muhammad, Allah SWT memberi Lailatul Qadar kepadamu dan umatmu, ibadah pada malam itu lebih utama dari pada ibadah 1.000 bulan”.

Bahkan ada salah seorang ulama yang menjelaskan,

“Allah SWT berseru, ‘Hai Muhammad, salat 2 rakaat pada Lailatul Qadr adalah lebih baik bagimu dan umatmu daripada mengangkat senjata/perang di zaman Bani Israil selama 1.000 bulan'”.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com