Tag Archives: oki

Negara-negara Islam Kecam Rencana Israel Caplok Tepi Barat



Jakarta

Negara-negara Arab dan Islam termasuk yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengecam persetujuan yang diberikan Parlemen Israel atau Knesset untuk aneksasi Tepi Barat.

Dilansir Al Jazeera dan Al Arabiya, Jumat (25/7/2025), pemungutan suara pada Rabu waktu setempat yang disetujui oleh lebih dari 70 anggota Knesset menyerukan “penerapan kedaulatan Israel atas Yudea, Samaria, dan Lembah Yordan,” sebutan mereka untuk wilayah Tepi Barat.

Dikatakan, pencaplokan Tepi Barat akan “memperkuat negara Israel, keamanannya, dan mencegah pertanyaan apa pun soal hak dasar orang Yahudi untuk mendapatkan perdamaian dan keamanan di tanah air mereka.”

Mosi tersebut diajukan oleh koalisi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Menyusul keputusan tersebut, negara-negara Arab dan Islam dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan Arab Saudi, Bahrain, Mesir, Indonesia, Yordania, Nigeria, Palestina, Qatar, Turki, Uni Emirat Arab, negara-negara Liga Arab, dan OKI, mengecam keras upaya Knesset Israel.

“Mengutuk keras persetujuan Knesset Israel atas deklarasi yang menyerukan penerapan apa yang disebut “kedaulatan Israel” atas Tepi Barat yang diduduki,” demikian bunyi pernyataan bersama yang dibagikan Kementerian Luar Negeri Arab Saudi lewat X, Kamis (24/7/2025).

Para pihak itu menganggapnya sebagai pelanggaran hukum internasional terang-terangan dan tidak dapat diterima, melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.

Negara-negara Islam menegaskan lagi bahwa Israel tidak punya hak atas kedaulatan wilayah Palestina yang diduduki. “Tindakan Israel ini tidak punya kekuatan hukum dan tidak bisa mengubah status wilayah Palestina yang diduduki, terutama Yerusalem Timur, yang tetap menjadi bagian integral dari wilayah Palestina yang diduduki,” tegas pernyataan itu.

Mereka juga menegaskan usulan soal solusi dua negara berdasarkan legitimasi internasional dan Inisiatif Perdamaian Arab, dan untuk terwujudnya negara Palestina yang merdeka sesuai garis yang ditetapkan pada 4 Juni 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

OKI, seperti dilaporkan WAFA, turut menyeru masyarakat internasional untuk memenuhi tanggung jawabnya dan mengambil langkah-langkah politik serta hukum guna mendukung hak-hak rakyat Palestina.

Selain OKI, Liga Muslim Dunia (MWL) yang beranggotakan negara-negara Islam dari berbagai mazhab mengutuk keras persetujuan Knesset Israel atas pencaplokan Tepi Barat. MWL menilai upaya Israel telah merenggut hak-hak hidup dan bernegara rakyat Palestina.

“Pemerintah ekstremis ini (red-Israel), melalui perilaku kriminalnya, telah menjadi hambatan utama bagi tercapainya perdamaian yang adil dan komprehensif serta stabilitas yang dicita-citakan semua pihak di kawasan,” bunyi pernyataan yang dikeluarkan Sekretariat Jenderal MWL yang dibagikan dalam situsnya, Kamis (24/7/2025).

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Negara Arab dan Islam Kecam Menteri Israel Berdoa di Al-Aqsa



Jakarta

Negara-negara Arab dan Islam mengecam aksi Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa dan berdoa di sana. Aksi provokatif itu memicu kekhawatiran meningkatnya ketegangan yang tengah berlangsung.

Dilansir Arab News dan Saudi Gazette, Senin (4/8/2025), Kementerian Luar Negeri Arab Saudi dalam pernyataannya mengatakan “praktik provokatif” yang dilakukan Ben-Gvir memicu konflik di wilayah tersebut.

“Arab Saudi mengecam keras praktik provokatif berulang yang dilakukan oleh pejabat pemerintah pendudukan Israel terhadap Masjid Al-Aqsa dan menekankan praktik ini memicu konflik di kawasan tersebut,” kata Kementerian Luar Negeri Arab Saudi dalam pernyataannya di X pada Minggu (3/8/2025), menyusul aksi yang dilakukan Ben-Gvir di Masjid Al-Aqsa, Yerusalem.


“Kerajaan Arab Saudi terus menyerukan kepada masyarakat internasional untuk menghentikan praktik-praktik pejabat pendudukan Israel, yang melanggar hukum dan norma internasional serta melemahkan upaya perdamaian di wilayah tersebut,” tambah pernyataan itu.

Selain Arab Saudi, Yordania turut mengecam keras aksi Ben-Gvir. Kementerian Luar Negeri Yordania dalam pernyataannya mengatakan tindakan itu sebagai “pelanggaran berat terhadap hukum internasional dan hukum humaniter internasional, provokasi yang tidak dapat diterima dan eskalasi yang dikutuk.”

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Yordania Sufian Qudah juga menegaskan kembali penolakan Yordania atas serangan provokatif berulang yang dilakukan menteri ekstremis Israel terhadap Masjid Al-Aqsa.

“Tindakan-tindakan seperti itu merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap status quo masjid tersebut dan merupakan upaya memecah belah masjid tersebut secara temporal dan spasial, serta penodaan terhadap kesuciannya,” tegas Qudah.

Yordania sendiri memegang tanggung jawab atas urusan administratif di kompleks Masjid Al-Aqsa lewat Badan Waqf Yerusalem.

Kementerian Luar Negeri Palestina, seperti dilansir Anadolu Agency, menyebut serangan yang dipimpin Ben-Gvir ke Al-Aqsa “bukan insiden yang terisolasi”. Palestina menyebut penyerbuan berulang oleh pejabat Israel menegaskan kebijakan kolonial dan rasis untuk menghilangkan keberadaan Palestina di Yerusalem.

Kelompok jihad Palestina, Hamas, menyebut apa yang dilakukan Ben-Gvir sebagai “tindakan kriminal” yang mengancam perdamaian dan keamanan regional dan internasional.

Sejumlah organisasi negara-negara Islam seperti Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Arab mengeluarkan pernyataan terpisah yang menyebut aksi Ben-Gvir bersama ribuan pemukim Israel adalah “provokasi serius terhadap sentimen muslim”.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa pada Minggu (3/8/2025) pagi. Dilansir Reuters, Ben-Gvir mengaku berdoa di situs suci tersebut.

Dalam sebuah video yang dirilis organisasi Yahudi bernama Temple Mount Administration, terlihat Ben-Gvir memimpin sekelompok orang berjalan di kompleks tersebut. Video lain memperlihatkan Ben-Gvir sedang berdoa.

Laporan Departemen Wakaf Islam di Yerusalem, ada 1.251 pemukim yang ikut serta dalam penyerbuan ke kompleks Masjid Al-Aqsa. Mereka melakukan ritual Talmud, menari, dan berteriak hingga mengganggu kesucian masjid.

Masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem adalah situs suci ketiga bagi umat Islam. Ini juga menjadi tempat bersejarah umat Kristen dan disucikan oleh umat Yahudi. Aturan yang berlaku di tempat tersebut hanya mengizinkan umat Islam beribadah di sana.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Profesor Australia Kritik Negara Arab-Islam Banyak Bicara Gaza tapi Tak Bertindak



Jakarta

Sikap negara-negara Arab dan Islam melihat konflik berkepanjangan di Gaza membuat geram Profesor Emeritus Amin Saikal dari Sekolah Ilmu Sosial The University of Western Australia. Menurutnya, Dunia Muslim terlalu banyak bicara tapi kurang bertindak untuk itu.

Saikal melontarkan pernyataannya dalam sebuah tulisan opini yang diterbitkan di The Conversation pada 31 Juli 2025. Tulisan ini juga dipublikasikan di situs kampus tempatnya mengabdi.

Saikal melihat sikap Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang beranggotakan 57 negara mayoritas muslim “sangat tidak efektif”. Ia menilai OKI telah gagal menjalankan tugasnya.


“Dalam menghadapi dua krisis terbesar di dunia muslim saat ini–kehancuran Gaza dan kekejaman pemerintah Taliban di Afghanistan–negara-negara Arab dan Muslim sangat tidak efektif. Badan utama mereka, khususnya OKI, sangat kuat dalam retorika tapi sangat minim dalam tindakan serius dan nyata,” kata Saikal dikutip dari situs The University of Western Australia, Selasa (5/8/2025).

OKI yang menyebut dirinya “suara kolektif Dunia Muslim” menurut Saikal terbukti tak berdaya menghadapi serangan Israel terhadap Gaza yang merespons serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

“OKI memang piawai dalam mengeluarkan pernyataan. Namun, pendekatan ini tidak jauh berbeda dari pendekatan komunitas global yang lebih luas. Sebagian besar masih bersifat verbal, dan tanpa langkah-langkah praktis apa pun,” kritiknya.

Negara Arab-Islam Harusnya Bisa Berbuat Banyak

Menurut Saikal, negara-negara Arab dan Islam, khususnya yang tergabung di OKI, seharusnya bisa berbuat lebih banyak dalam menghadapi apa yang terjadi di Gaza. Seperti membujuk negara tetangga Israel khususnya Mesir dan Yordania untuk membuka jalur masuk bantuan kemanusiaan atau bisa memaksa Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko menangguhkan hubungan mereka dengan Israel hingga menyetujui solusi dua negara. Namun, hal tersebut gagal dilakukan oleh OKI.

Saikal juga menyoroti peluang pemanfaatan sumber daya dari negara-negara kaya minyak (Arab Saudi dan UEA) untuk menekan Amerika Serikat dalam memasok amunisi ke Israel. Namun, hal ini tak juga dilakukan OKI.

Sikap OKI yang dinilai tak efektif itu memang bukan tanpa alasan. Menurut Saikal, perbedaan politik, sosial, budaya, dan ekonomi negara-negara anggota OKI menjadi salah satu alasan di balik ini.

Namun, Saikal melihat satu alasan penting terkait ini karena anggota OKI belum berfungsi sebagai “pembangun jembatan” dalam merumuskan strategi untuk mengatasi perbedaan geopolitik dan sektarian.

“Sudah saatnya melihat fungsi OKI dan menentukan bagaimana ia dapat lebih efektif menyatukan umat,” tandas Saikal.

Kondisi di Gaza makin memprihatinkan, ditambah krisis kelaparan yang melanda belakangan ini. Sumber-sumber medis di Gaza, seperti dilansir WAFA, Senin (4/8/2025), melaporkan jumlah korban tewas sejak 7 Oktober 2023 melonjak menjadi 60.939. Mayoritas adalah perempuan dan anak-anak.

Selain itu, lebih dari 150 ribu orang dilaporkan luka-luka akibat agresi brutal Israel di daerah kantong tersebut. Tim ambulans masih kesulitan menjangkau korban yang terjebak di bawah reruntuhan atau jalan-jalan akibat bombardir yang terus berlanjut.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Malaysia Gelar WITEX & WCAF 2025, Pertemukan Pelaku Pariwisata Muslim 10 Negara



Jakarta

Malaysia akan menggelar ajang internasional bergengsi, World Islamic Tourism & Trade Expo (WITEX) edisi ke-3 dan peluncuran perdana World Cultural & Arts Festival (WCAF) 2025. Acara ini akan berlangsung dari 22 hingga 25 Agustus 2025 di Sunway Resort Hotel, Bandar Sunway, Malaysia.

Dalam keterangan tertulis yang diterima detikHikmah, ajang berskala internasional ini diselenggarakan oleh Malaysia Tourism Agency Association (MATA) yang bekerja sama dengan mitra global utama di bidang pariwisata dan perdagangan. Acara ini juga akan menjadi magnet pertemuan para pelaku pariwisata muslim dari lebih dari 10 negara, termasuk Indonesia.

Dengan diselenggarakannya WITEX & WCAF 2025, Malaysia mempertegas posisinya sebagai pusat pariwisata halal dan perdagangan Islam yang terus berkembang di Asia Tenggara dan dunia.


Lebih dari 10 Negara Islam Siap Berkolaborasi

Acara ini akan melibatkan negara-negara dengan basis muslim yang kuat, antara lain: Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam, Tiongkok, Zambia, Vietnam, Thailand, Spanyol, Kazakhstan, Azerbaijan, dan Tajikistan.

Ribuan pelaku industri dari berbagai sektor, mulai dari biro perjalanan, dewan pariwisata, institusi keuangan Islam, hingga merek gaya hidup halal, akan berkumpul untuk menjalin kemitraan baru dan memperluas jaringan lintas negara. Kolaborasi ini membuka peluang strategis dalam penguatan ekosistem pariwisata Islam global yang ramah, inklusif, dan berkelanjutan.

WITEX 2025: Pusat Integrasi Pariwisata, Perdagangan, dan Teknologi

Dengan mengusung tema integrasi antara perdagangan, pariwisata, dan investasi, WITEX 2025 dirancang untuk menghubungkan para profesional industri melalui:

  • Pameran produk pariwisata halal dan gaya hidup muslim
  • Pertemuan bisnis (B2B) terkurasi
  • Forum investasi dan solusi digital
  • Kolaborasi teknologi dalam sektor perjalanan dan layanan

Ruang pameran yang dinamis akan menjadi tempat pertemuan strategis antara para pengambil keputusan, investor, dan inovator, memperkuat rantai nilai ekonomi Islam.

WCAF 2025: Perayaan Budaya Islam Dunia

Untuk pertama kalinya, WITEX 2025 akan diperkaya dengan peluncuran World Cultural & Arts Festival (WCAF), sebuah platform budaya global yang menghadirkan pertunjukan seni tradisional dan kontemporer, fesyen Islami dari berbagai negara, pameran kuliner halal internasional hingga kerajinan tangan dan seni visual bernuansa Islami

WCAF bertujuan menampilkan keindahan dan keragaman warisan budaya dunia Islam, sekaligus memperkuat diplomasi budaya lintas negara.

Dialog Global: Konferensi Pariwisata Islam & KTT Menteri dan CEO

Sebagai bagian dari agenda strategis, Konferensi Pariwisata Islam akan berlangsung pada 22-23 Agustus 2025, menghadirkan lebih dari 15 pembicara internasional, termasuk pemikir industri, akademisi, dan tokoh transformasi digital. Adapun topik yang dibahas mencakup transformasi digital dalam pariwisata halal, destinasi ramah muslim, tren wisata berkelanjutan hingga penerapan teknologi AI dalam industri perjalanan.

Kemudian pada 24 Agustus 2025, akan diadakan KTT Menteri dan CEO, menghimpun pemimpin negara anggota OKI, menteri pariwisata, dan CEO industri strategis. Forum ini akan menjadi ajang pembahasan arah kebijakan baru dalam pengembangan pariwisata Islam global.

Malam Penghargaan WITA 2025: Apresiasi untuk Inovator Muslim

Acara akan mencapai puncaknya pada malam 25 Agustus dengan digelarnya World Islamic Tourism & Trade Awards (WITA) 2025. Bertempat di Grand Ballroom Sunway Resort, gala ini akan memberikan 30 penghargaan bergengsi kepada tokoh dan institusi berprestasi dalam bidang pariwisata halal, perdagangan syariah, inovasi digital, media dan pelayanan publik.

Panggung penghargaan juga akan dimeriahkan dengan penampilan artis ternama dari Malaysia dan mancanegara, serta pertunjukan budaya bernuansa Islam.

Terbuka untuk Umum: Wisata Edukasi dan Hiburan Keluarga

WITEX & WCAF 2025 terbuka bagi publik dengan akses gratis setiap hari mulai pukul 10:00 pagi hingga 8:00 malam. Pengunjung dapat menikmati berbagai promosi paket wisata, pertunjukan langsung, hadiah dan souvenir eksklusif hingga kesempatan memenangkan tiket gratis.

Acara ini dirancang sebagai pengalaman wisata edukatif dan keluarga yang menyenangkan, memadukan nilai spiritual, budaya, dan peluang bisnis.

WITEX & WCAF 2025 diprakarsai oleh Malaysia Tourism Agency Association (MATA), bekerja sama dengan World Islamic Tourism Council, Global Islamic Tourism Organisation, dan ASEAN Federation of Umrah & Hajj (AFUH). Acara ini juga mendapat dukungan penuh dari Kementerian Pariwisata, Seni dan Budaya Malaysia dan Malaysia Convention & Exhibition Bureau (MyCEB)

Kehadiran pelaku pariwisata Muslim dari lebih dari 10 negara dalam WITEX & WCAF 2025 mencerminkan optimisme baru terhadap masa depan pariwisata Islam global. Di tengah tantangan dan perubahan dunia, acara ini menjadi simbol persatuan, inovasi, dan kolaborasi lintas bangsa dengan landasan nilai-nilai syariah.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Lawan Rencana Israel Ambil Alih Gaza, Turki Ajak Negara-negara Muslim Bersatu



Jakarta

Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan mendesak agar negara-negara muslim bersatu dan memberi dukungan internasional dalam menentang rencana Israel menguasai Gaza yang berada di bagian utara Jalur Gaza. Hal ini disampaikan pada Sabtu (9/8/2025) kemarin usai perundingan di Mesir bersama Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi.

“Tidak ada yang ingin menanggung beban moral dengan mendukung Israel lagi. Seluruh dunia kini tahu bahwa Israel dipimpin dengan mentalitas fasis,” ungkap Fidan seperti dilaporkan oleh Al Jazeera.


Fidan menyebut bahwa jumlah negara yang mengakui Palestina kian bertambah. Hal ini menunjukkan perkembangan positif dan menjanjikan.

“Palestina adalah milik rakyat Palestina. Setiap upaya untuk mengusir mereka dari tanahnya sendiri adalah tidak sah dan batal demi hukum,” tegasnya.

Selain itu, Fidan juga menyoroti terkait pentingnya pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza serta menegaskan komitmen Turki untuk bekerja sama dengan Mesir agar bantuan bisa menjangkau warga Palestina yang membutuhkan.

Melansir dari Alarabiya English, kekuatan regional Mesir dan Turki sama-sama mengecam rencana pengambil alihan Gaza oleh Israel. Sebab, hal itu menandai dimulainya fase baru genosida dan tindakan ekspansi Israel.

Fidan juga menyebut bahwa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) telah dipanggil untuk menghadiri pertemuan darurat. Kebijakan Israel menurutnya bertujuan untuk memaksa warga Palestina keluar dari tanah mereka, menyebabkan kelaparan serta menginvasi Gaza secara permanen. Menurutnya tak ada lagi alasan yang bisa dibenarkan bagi negara-negara lain untuk terus mendukung Israel.

Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty mengatakan bahwa rencana Israel tak dapat diterima. Ia menyebut terdapat koordinasi penuh dengan Turki mengenai Gaza dan merujuk pada pernyataan yang dikeluarkan pada hari Sabtu oleh Komite Menteri OKI yang mengecam rencana Israel.

Komite OKI mengatakan rencana Israel menandai eskalasi yang berbahaya dan tidak dapat diterima, pelanggaran berat terhadap hukum internasional, dan upaya untuk memperkuat pendudukan ilegal, serta memperingatkan bahwa hal itu akan menghilangkan setiap peluang perdamaian.

OKI juga mendesak negara-negara adidaya dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memikul tanggung jawab hukum dan kemanusiaan mereka serta mengambil tindakan segera untuk menghentikan rencana Israel di Gaza. Hal tersebut dilakukan sekaligus memastikan akuntabilitas segera atas apa yang disebutnya sebagai pelanggaran hukum internasional oleh Israel.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Gila! Netanyahu Mau Bikin ‘Israel Raya’ Caplok Negara-negara Islam



Jakarta

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan berkomitmen mewujudkan visi ‘Israel Raya’. Rencana tersebut meliputi pencaplokan sejumlah negara Arab yang mayoritas muslim.

Dilansir Middle East Eye dan Times of Israel, pernyataan Netanyahu itu dilontarkan saat wawancara dengan i24 News yang disiarkan pada Selasa (12/8/2025) petang. Netanyahu menjawab pertanyaan pembawa acara, Sharon Gal, terkait visi ‘Israel Raya’ dan dia menyebut “sangat” terhubung dengan itu.


Rencana ‘Israel Raya’ mencakup wilayah Palestina yang tengah diduduki dan sebagian wilayah Mesir, Yordania, Suriah, dan Lebanon. Menurut versi lain, ini juga mencakup wilayah Arab Saudi.

Negara-negara Arab Meradang

Pernyataan Netanyahu membuat negara-negara Arab meradang. Arab Saudi melalui Kementerian Luar Negeri mengecam apa yang disebut ‘Israel Raya’ dan menolak tegas rencana pembangunan pemukiman dan perluasan yang diadopsi otoritas pendudukan Israel.

“Kementerian Luar Negeri menyatakan kecaman keras Kerajaan Arab Saudi terhadap pernyataan Perdana Menteri pemerintah pendudukan Israel mengenai apa yang disebut “Visi Israel Raya’ dan penolakan tegas terhadap rencana pembangunan pemukiman dan ekspansionis yang diadopsi otoritas pendudukan Israel,” bunyi pernyataan itu, dilansir kantor berita SPA, Rabu (13/8/2025).

Arab Saudi juga menegaskan dukungannya terhadap berdirinya negara Palestina dan hak-hak rakyatnya. Pihaknya juga memperingatkan masyarakat internasional soal “pelanggaran berat” yang terus dilakukan Israel.

Yordania dalam pernyataannya yang dirilis di situs resmi pemerintah pada Rabu (13/8/2025) menolak keras pernyataan Benjamin Netanyahu tentang “Visi Israel Raya”. Petra menyebutnya sebagai “delusi palsu dan retorika tak berdasar”.

Mesir, seperti dilansir Anadolu Agency, minta klarifikasi soal pernyataan Benyamin Netanyahu terkait ‘Israel Raya’. Mereka menilai pernyataan tersebut “memicu ketidakstabilan dan menunjukkan penolakan terhadap perdamaian di kawasan.”

Kecaman keras juga datang dari negara-negara Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Dalam pernyataan terpisah, Liga Arab menganggap pernyataan Benjamin Netanyahu soal ‘Israel Raya’ merupakan pengabaian terhadap kedaulatan negara-negara Arab dan merusak keamanan dan stabilitas regional.

“Pernyataan-pernyataan ini merupakan ancaman serius terhadap keamanan kolektif Arab dan tantangan nyata terhadap hukum internasional dan prinsip-prinsip legitimasi internasional,” tegas Sekretariat Jenderal Liga Arab dalam pernyataannya, Rabu (13/8/2025).

Sementara OKI dalam pernyataannya menyebut apa yang dikatakan Benjamin Netanyahu soal ‘Israel Raya’ adalah retorika ekstremisme, hasutan, dan agresi. OKI juga menilai pernyataan Israel mengabaikan kedaulatan negara dan melanggar hukum internasional.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Turki Desak Negara Islam Kompak Boikot Israel di Sidang PBB



Jakarta

Turki mendesak negara-negara Islam menangguhkan partisipasi Israel dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September mendatang. Hal ini buntut genosida yang terus berlanjut di Gaza.

Desakan itu disampaikan Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan saat berbicara di forum Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Riyadh, Senin (25/8/2025) kemarin. Fidan mengatakan Palestina butuh tindakan kolektif untuk mengakhiri genosida Israel di Gaza dan kekerasan pemukim di Tepi Barat.

“Pertemuan ini akan berfokus pada tiga hal mendesak: menghentikan perang, mendorong respons persatuan umat Islam, dan memobilisasi komunitas internasional,” kata Fidan dikutip dari Middle East Eye.


Fidan menekankan kondisi yang tengah berlangsung di Gaza dan menyoroti pernyataan PBB yang secara resmi mengumumkan kelaparan di wilayah tersebut. Ia juga mengkritik Israel yang masih berupaya menghapus Palestina.

“Oleh karena itu, kita harus kompak mempertahankan dan memperluas momentum pengakuan Palestina, sekaligus meluncurkan inisiatif di PBB untuk keanggotaan penuh Palestina dan mempertimbangkan penangguhan Israel dari tugas Majelis Umum,” tambahnya.

Dalam pertemuan pada Senin kemarin, para menteri luar negeri OKI mengeluarkan pernyataan yang mendesak negara-negara anggota OKI mengkaji lebih lanjut keanggotaan Israel di PBB. Mereka menilai Israel melanggar syarat keanggotaan dan tidak mematuhi resolusi-resolusi PBB.

“Selain itu, upaya harus dikoordinasikan untuk menangguhkan keanggotaan Israel di PBB,” serunya.

Terpisah, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dilansir WAFA, mengecam tindakan “kejam tanpa henti” Israel yang dipimpin Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Erdogan mengatakan hal itu usai rapat kabinet menyusul pembantaian 20 warga Palestina termasuk 5 jurnalis di Khan Younis, Gaza selatan.

Laporan terbaru Al Jazeera total 21 orang tewas dalam serangan militer Israel pada Senin (25/8/2025) kemarin. Juru kamera Al Jazeera, Mohammad Salama, menjadi korban dalam serangan brutal itu.

Al Jazeera menyebut pembunuhan Israel terhadap para jurnalis itu sebagai upaya sistematis untuk membungkam kebenaran. Pihaknya menyebut serangan itu sebagai “kejahatan perang”.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Merumuskan Ulang Posisi Islam Indonesia dalam Kancah Global



Jakarta

Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar Dr. Ahmed Muhammad Ahmed El-Tayeb untuk ketiga kalinya ke Indonesia, pada 8 hingga 11 Juli 2024, yang merupakan bagian dari lawatannya ke Asia Tenggara, patut mendapat sambutan istimewa karena beberapa alasan. Kunjungan ini bertujuan untuk menggaungkan Piagam Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia, yang ditandatangani oleh pemimpin tertinggi Universitas Al-Azhar dan Paus Fransiskus di Abu Dhabi pada tahun 2019, sebagaimana dijelaskan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (balitbangdiklat.kemenag.go.id 26/6/2024).

Lebih dari itu, kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar kali ini memiliki arti penting bukan saja bagi penguatan hubungan historis yang mendalam antara Indonesia dan Mesir, tetapi juga bagi upaya Indonesia untuk memperkuat posisi strategisnya dalam kancah global. Indonesia dan Mesir dapat bergandengan tangan berdiri di depan untuk menyuarakan perdamaian dan persaudaraan sambil melawan segala bentuk ekstremisme, radikalisme dan kekerasan. Ditopang Al-Azhar, Mesir dikenal sebagai benteng nilai-nilai moderasi dan toleransi. Begitu juga Indonesia. Dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar, Indonesia masyhur dengan model keislaman yang inklusif dan damai.

Dalam lanskap dunia kontemporer, interaksi antara agama, politik, dan identitas menjadi semakin kompleks. Di antara dinamika ini, konsep “decentring Islam” (mendesentrisasi Islam) muncul sebagai paradigma signifikan. Decentring Islam berupaya untuk mengalihkan dari perspektif tradisional yang berpusat pada Arab mengenai identitas dan praktik Islam, ke arah keragaman dan pluralitas dalam dunia Muslim. Indonesia, sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim terbanyak dan satu negeri Asia besar, menawarkan sudut pandang unik untuk mengeksplorasi konsep ini dan implikasinya terhadap geopolitik global, wacana keagamaan, dan pertukaran budaya.


Secara historis, pemikiran dan praktik Islam sangat dipengaruhi oleh budaya Arab, mengingat asal-usul agama ini di Jazirah Arab. Pandangan yang berpusat pada Arab ini sering kali menutupi kekayaan keragaman tradisi Islam di berbagai wilayah, termasuk Indonesia yang sering masih dipandang pinggiran (peripheral). Decentring Islam bertujuan memperluas pemahaman tentang identitas Islam dengan mengakui dan menghargai berbagai ekspresi Islam yang dipraktikkan oleh Muslim non-Arab. Pendekatan ini menekankan pentingnya konteks lokal, kekhasan budaya, dan perkembangan historis yang membentuk praktik keagamaan Muslim di berbagai belahan dunia.

Decentring Islam bukan berarti mengurangi pentingnya kontribusi Arab terhadap peradaban Islam, tetapi mengakui bahwa Islam adalah agama global dengan berbagai macam ekspresi dan perubahan budaya. Ini bertujuan membongkar representasi Islam yang monolitik, dengan mendorong pemahaman yang lebih inklusif dan representatif yang mencerminkan realitas kehidupan Muslim di seluruh dunia.

Indonesia: Model Pluralisme Islam

Indonesia, rumah bagi lebih dari 270 juta Muslim, mewujudkan prinsip-prinsip decentring Islam melalui perpaduan khas antara iman Islam dan budaya lokal. Sejarah kepulauan ini ditandai oleh sintesis berbagai pengaruh budaya dan agama, termasuk Hindu, Buddha, dan kepercayaan adat, yang telah berjalin dengan tradisi Islam. Mosaik budaya ini melahirkan Islam khas Indonesia yang berakar kuat pada konteks lokal yang melahirkan berbagai keragaman di dalam Islam Indonesia itu sendiri. Kecuali Islam di Jawa yang terepresentasi dengan baik dalam berbagai kajian kesarjanaan, sebenarnya mosaik keragaman di berbagai kepulauan lain, termasuk wilayah Indonesia Timur, masih sangat menarik dieksplorasi untuk mendapatkan gambaran lebih utuh tentang Islam Indonesia.

Islam Indonesia ditandai oleh sifatnya yang moderat dan pluralistik. Falsafah dasar bangsa, Pancasila, yang mempromosikan toleransi dan inklusivitas beragama, memastikan bahwa semua komunitas agama dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Pancasila menjadi falsafah antarbudaya (intercultural philosophy) yang sangat relevan dengan kemajemukan. NU dan Muhammadiyah mendukung interpretasi Islam yang kontekstual dan progresif yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, demokrasi dan hak asasi manusia. Model pluralistik dan inklusif ini menawarkan narasi alternatif tentang Islam, dengan menunjukkan bahwa agama ini dapat berkembang dalam lingkungan budaya dan politik yang beragam.

Peran NU dan Muhammadiyah sangat penting dan tidak tergantikan dalam memosisikan Islam Indonesia dalam kancah global. Terutama melalui inisiatif pendidikan, sosial, dan politik mereka, NU dan Muhammadiyah berkontribusi pada pemahaman Islam yang lebih pluralistik dan inklusif, baik di Indonesia maupun di dunia Muslim yang lebih luas. Konsistensi mereka dalam inisiatif-inisiatif fundamental ini akan menentukan trayektori masa depan mereka dalam decentring Islam.

NU mengoperasikan jaringan luas pendidikan keagamaan (pesantren) di seluruh Indonesia, dari tingkat dasar sampai universitas, yang mendorong pendekatan holistik terhadap pembelajaran. Kurikulum sering kali mencakup pengajaran tentang toleransi beragama, demokrasi, dan hak asasi manusia. Demikian pula, Muhammadiyah telah membangun jaringan pendidikan yang komprehensif, yang menekankan pemikiran ilmiah dan rasional di samping pendidikan agama, mendorong pemikiran kritis dan inovasi. Lembaga-lembaga pendidikan yang mereka kelola perlu didorong tampil di kancah global, melalui pembukaan cabang-cabangnya di berbagai kawasan dunia Islam.

Reformulasi di Kancah Global

Posisi strategis Indonesia dalam kancah global bersifat multifaset, mencakup dimensi politik, ekonomi, dan budaya. Sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan anggota G20, Indonesia memainkan peran krusial dalam urusan ekonomi regional dan global. Model pemerintahan demokratisnya dan identitas Islam moderatnya memberikan narasi alternatif terhadap persepsi Islam yang sering terpolarisasi dalam politik global.

Di panggung internasional, Indonesia aktif mempromosikan dialog dan kerja sama antaragama melalui kebijakan luar negerinya. Upaya diplomatik negara ini dalam mempromosikan perdamaian dan stabilitas di wilayah konflik, terutama di dunia Muslim, menunjukkan komitmennya terhadap tatanan global yang didasarkan pada saling menghormati dan pengertian. Kepemimpinan Indonesia dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan partisipasinya dalam misi perdamaian PBB semakin menegaskan perannya sebagai mediator dan advokat perdamaian.
Secara budaya, Indonesia berkontribusi terhadap pemahaman global tentang Islam melalui warisan seni, sastra, dan praktik keagamaannya yang kaya. Peringatan tahunan hari raya Islam, perayaan musik dan tarian tradisional Islam, serta lembaga pendidikan Islam yang berkembang pesat semuanya mencerminkan budaya Islam Indonesia yang dinamis. Dengan membagikan aset budaya ini di panggung global, Indonesia membantu mendesentrisasi narasi yang berpusat pada Arab dan menyoroti keragaman dalam dunia Muslim.

Singkatnya, decentring Islam adalah kerangka kerja yang krusial untuk memahami sifat multifaset dari dunia Islam, dan posisi Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim utama mencerminkan keragaman ini. Perpaduan unik antara iman Islam dan praktik budaya lokal, komitmennya terhadap pluralisme dan demokrasi, serta peran aktifnya dalam diplomasi global, semuanya berkontribusi pada pemahaman yang lebih bernuansa dan inklusif tentang Islam.

Seiring dunia terus bergumul dengan isu-isu identitas keagamaan dan koeksistensi, contoh Indonesia menawarkan wawasan berharga tentang bagaimana Islam dapat dipraktikkan dan dipahami dalam cara yang beragam dan dinamis. Dengan merangkul prinsip-prinsip decentring Islam, komunitas global dapat bergerak menuju apresiasi yang lebih komprehensif dan adil terhadap keragaman dunia Muslim yang sangat kaya. Dalam lingkup praktisnya, dengan memberdayakan segenap kemampuan ekonomi-politik dan modal kultural keislaman di kawasan, di Asia khususnya, dan global melalui prinsip co-production of peace, pemerintah dan warga Indonesia bisa lebih berperan untuk ikut menawarkan secercah harapan baru.

Noorhaidi Hasan
Guru Besar Islam dan Politik, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com