Tag Archives: panglima perang

Perjuangan yang Gigih



Jakarta

Tanda-tanda kelemahan dan kejumudan kaum muslimin terjadi pada abad ke 6 Hijriyah. Setelah jatuhnya dinasti Saljuk, dunia Islam pecah menjadi beberapa kerajaan kecil di beberapa wilayah. Pada saat itu, dunia Nasrani menunjukkan keberaniannya dengan mencetuskan Perang Salib. Pada masa itu Allah SWT. melimpahkan rahmat karunia-Nya kepada umat Islam dengan munculnya beberapa pemimpin besar yang sanggup mempertahankan kemuliaan dan kejayaan Islam.

Para pemimpin Islam mampu memulihkan kehidupan Islam yang sedang dilanda kerusakan dan menuju keruntuhan. Kaum Nasrani menginginkan penguasaan tempat suci di Palestina. Dengan kekuatan senjata mereka menentang dan menyerang kaum muslimin. Mereka benar-benar mengancam keselamatan kota kelahiran Islam yaitu Mekah dan juga negeri sekitar Syam ( Syiria ). Kaum Salib berhasil menguasai Al-Quds ( Yerusalem ) dan benteng di semua wilayah Syam pada umumnya, kemudian mengarahkan serangan ke kota Rasulullah SAW. yaitu Madinah.

Ingatlah bahwa Allah SWT. akan menolong umat Islam yang saat itu kritis dan telah dilemahkan kaum Salib, hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surah Muhammad ayat 7 yang terjemahannya, “Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”


Maknah ayat di atas adalah : Allah SWT. menyeru orang mukmin, jika mereka membela dan menolong agama-Nya dengan mengorbankan harta dan jiwa, niscaya Ia akan menolong mereka dari musuh-musuhnya. Allah akan menguatkan hati dan barisan mereka dalam melaksanakan kewajiban mempertahankan agama Islam dengan memerangi orang-orang kafir yang hendak meruntuhkannya, sehingga agama Allah itu tegak dengan kokohnya.

Pada saat kritis itulah Allah SWT. mempercayakan kepada para pemimpin yang cakap seperti Imaduddin Atabik Zinki, Nuruddin Mahmud Zinki dan dilanjutkan oleh Shalahuddin Yusuf bin Ayub, Raja Mesir yang dikenal dengan Saladin. Ia adalah pemimpin yang dipersiapkan oleh Yang Kuasa untuk menunaikkan tugas besar dengan memiliki sifat-sifat utama seperti : tegas, kuat tekadnya, ikhlas, tanpa pamrih, berani mati untuk membela kebenaran Allah SWT. bersemangat melawan pembela kekufuran dan kedurhakaan, sanggup memimpin dengan baik, tekun beribadah, berakhlak luhur serta mampu berorganisasi.

Di bawah bendera Shalahuddin, dunia Islam dapat dipersatukan kembali. Islam bersatu dan berjuang melawan Eropa yang telah mengerahkan bala tentara sangat besar, termasuk raja dan para bangsawan, panglima besar untuk melawan dunia Islam. Ketahuilah bagi orang yang takwa seperti sosok Shalahuddin ini akan diberikan jalan keluar, sebagaimana dalam firman-Nya surah at-Thalaq ayat 2 yang terjemahannya, “Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya.”

Shalahuddin memanfaatkan penemuan teknologi peperangan yang saat itu telah dicapai umat Islam. Dengan keuletan, kecerdasan berpikir dengan strategi yang tepat, ia berhasil mengalahkan kaum Salib di Hathin pada tahun 583 Hijriyah. Setahun berikutnya Yerusalem jatuh kembali ke tangan kaum muslimin, yang disusul dengan jatuhnya seluruh wilayah Palestina. Itulah janji-Nya untuk memberikan jalan keluar bagi hamba yang bertakwa kepada-Nya.

Saat Paus menyerukan Perang Salib secara besar-besaran, maka seluruh Eropa menyerbu tanah suci. Semua raja dan bangsawan Eropa terjun dalam peperangan, seperti kaisar Frederick, para raja Inggris, Perancis, Sicilia, Leopard raja Austria, Duck von Burgand, Count von Flander, beratus-ratus panglima perang, pembesar pemerintahan Nasrani di Yerusalem dan Palestina, padukan berkuda pilihan. Mereka mengerahkan segala kekuatan dan kesanggupan untuk menguasai kota Yerusalem guna menjamin berkembangnya pemerintahan Nasrani di kota tersebut.

Bagaimana kesudahan atas serangan yang besar tersebut ? Kaisar Frederick mati, Raja-raja Inggris dan Perancis pulang kandang, sedangkan bangsawan dan para panglima perang mereka banyak yang mati dalam peperangan dan mayat mereka dikuburkan di Elia. Kota suci Yerusalem tetap dalam kekuasaan Shalahuddin seperti sediakala. Ingatlah bahwa dunia Nasrani bergerak serentak dan bersatu dalam menghadapi kaum muslimin, namun mereka tidak dapat menggoyahkan kedudukan Shalahuddin. Padahal pasukan Shalahuddin sudah terlampau letih akibat perjuangan yang sangat lama dan banyak menghadapi kesulitan besar, itulah pertolongan Allah SWT.

Kaum muslimin berjuang bertahun-tahun bahu membahu melawan musuh yang amat kuat. Tiada seorang pun dari mereka mengeluh maupun merintih. Mereka tidak pernah absen dan tidak pernah memikirkan keuntungan harta dan kekayaan, jiwa, raga dan lainnya bila mereka mendengar seruan Shalahuddin untuk bertempur di medan perang. Kenapa itu terjadi ? Bagi pasukan muslim yang beriman, tujuan mereka bertempur adalah menggapai syahid. Sehingga pasukan muslimin menjadi berani mati, tanpa lelah, tidak pernah berpikir untuk menyelamatkan diri. Hal ini berbeda dengan mental pasukan lawan. Namun demikian, semua ini adalah skenario dari Yang Maha Kuasa.

Kepatriotan Shalahuddin tidak diragukan karena Ia sosok yang bisa mempersatukan kelompok-kelompok yang berlainan secara ajaib, sekalipun mereka itu terdiri atas berbagai jenis kebangsaan dan ras. Faktor inilah yang menjadikan pasukan kaum muslimin kokoh dan kuat. Makna dari kisah perjuangan kaum muslimin yang dipimpin Shalahuddin adalah :

1. Tetap taat menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
2. Mempunyai keyakinan yang kokoh bahwa kehidupan akhirat menjadi tujuannya, sehingga dalam bertempur tidak takut mati. Mereka sama sekali tidak berebut harta rampasan apalagi memanipulasi agar memperoleh keuntungan pribadi.

Ya Allah, bimbinglah para pemimpin kami saat ini agar mereka tidak silau dengan pesona maupun gemerlapnya dunia. Berilah cahaya-Mu agar para pemimpin menjalankan amanahnya seperti semangat yang dicontohkan Shalahuddin.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Sosok Panglima Perang Islam yang Berhasil Taklukan Andalusia



Jakarta

Thariq bin Ziyad adalah salah satu panglima perang Islam yang paling tersohor pada masanya. Bahkan, namanya diabadikan sebagai nama selat yang memisahkan Maroko dan Spanyol (Selat Gibraltar dalam bahasa Spanyol).

Mengutip buku Para Panglima Perang Islam susunan Rizem Aizid, Thariq termasuk panglima terkuat Islam. Ia berasal dari Kerajaan Umawiyah atau Bani Umayyah dan dikenal sebagai penakluk Andalusia.

Nama lengkapnya adalah Thariq bin Abdullah bin Wanamu Az-Zanati. Ada juga yang menyebut namanya Thariq bin Ziyad bin Abdullah bin Wwalghu bin Warfajum bin Nabarghasan bin Walhas bin Yatufat bin Nafzaw.


Thariq bin Ziyad lahir pada 50 H atau 670 M di Khenchela, Aljazair dari kabilah Nafzah. Pendapat lain mengatakan Thariq berasal dari kabilah Barbar yang tinggal di Maroko. Ada juga yang menyebut Thariq keturunan Bani Hamdan di Persia hingga bangsa Vandals.

Meski demikian, Thariq bin Ziyad bukan berasal dari Arab Saudi. Namanya dikenal sebagai panglima perang Islam pada masa Kekhalifahan Umayyah.

Thariq bin Ziyad memimpin perang ekspansi ke Andalusia, Spanyol. Pada ekspansi itu, Thariq tampil sebagai pahlawan Islam yang sukses menaklukan Andalusia.

Turut diceritakan dalam buku Peradaban Islam di Eropa dari Penaklukan Andalusia hingga Runtuhnya Kekhalifahan Umayyah oleh Ari Ghorir Atiq, penaklukan Andalus telah lama direncanakan dalam pemerintahan Islam. Musa bin Nushair lalu memerintahkan Thariq untuk berangkat ke Andalus.

Pada 711 M, Thariq menjadi pemimpin dalam penaklukan atas wilayah Al-Andalus. Ia beserta pasukannya mendarat di gunung yang disebut Jabal Thariq.

Sebelum peperangan bermula, Thariq memerintahkan pasukannya membakar kapal setelah pendaratan. Tujuannya agar tidak ada pilihan baginya dan pasukannya untuk mundur.

Setelahnya, Thariq berpidato di depan bala tentaranya. Pidato itu membuat pasukannya semakin semangat dan menggebu-gebu untuk menaklukan Andalusia.

Akhirnya, ia membagi para tentara menjadi beberapa kelompok dan menuju ke tempat yang telah ditentukan. Walau jumlah pasukannya kalah besar dengan musuh yang dihadapi, mereka yakin kemenangan berpihak pada mereka.

Strategi yang ia gunakan untuk penaklukan Andalusia cukup menarik. Thariq membagi pasukannya menjadi empat kelompok yaitu pasukan pemanah yang berada di garda depan, pasukan berkuda yang bertugas menggempur musuh dari sayap kiri, pasukan pejalan kaki yang menyebrang dari sayap kanan dan pasukan yang dipimpin oleh Thariq.

Benar saja, peperangan itu dimenangkan oleh pasukan Thariq dan Andalus berhasil ditaklukan. Thariq bin Ziyad menorehkan sejarah monumental yang belum pernah terjadi di tanah Andalus maupun negeri-negeri Maghribi atau lima negara di Afrika Utara.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Ikut 100 Perang, Panglima Islam Ini Menangis karena Tak Syahid di Medan



Jakarta

Seorang panglima perang Islam menangis karena tak syahid di medan pertempuran. Ia dikenal sebagai panglima besar tersohor pada masanya.

Sosok panglima Islam yang menangis karena tidak syahid di medan perang adalah Khalid bin Walid. Khalid bahkan menyandang gelar Pedang Allah yang Terhunus atau Saifullah al-Maslul. Menukil dari buku Para Panglima Perang Islam susunan Rizem Aizid, saking hebatnya ia dapat menyatukan Arabia untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Khalid lahir pada 592 M. Ayahnya berasal dari bani Makhzhum, salah satu marga terkemuka di suku Quraisy pada masa itu.


Semasa hidupnya, Khalid bin Walid terus memimpin pasukan Islam menuju kemenangan dan melakukan perluasan wilayah. Bahkan, tentara Romawi dan Persia dibuat kalang kabut olehnya.

Meski waktunya dihabiskan dalam peperangan, Khalid tidak mengalami syahid di medan tempur. Dikatakan dalam buku Khalid bin Walid: Panglima Islam Termasyhur susunan Indah Julianti, panglima perang besar Islam itu wafat karena sakit di atas ranjangnya.

Kala itu, wabah epidemik menyebar di Syria dan menyerang penduduk termasuk Khalid. Penyakit ini juga menewaskan anak-anak beliau.

Dikisahkan dalam buku Dahsyatnya Ibadah, Bisnis, dan Jihad Para Sahabat Nabi yang Kaya Raya karya Ustaz Imam Mubarok bin Ali, jelang wafatnya Khalid bin Walid menangis karena harus meninggal di atas tempat tidur. Padahal, ia berharap dirinya bisa syahid di medan perang, terlebih sepanjang hidupnya ia habiskan untuk jihad di jalan Allah SWT.

Khalid berkata, “Aku telah turut serta dalam 100 perang atau kurang lebih demikian. Tidak ada satu jengkal pun di tubuhku, kecuali terdapat bekas luka pukulan pedang, hujaman tombak, atau tusukan anak panah. Namun lihatlah aku sekarang, akan wafat di atas tempat tidurku. Maka janganlah mata ini terpejam (wafat) sebagaimana terpejamnya mata orang-orang penakut. Tidak ada suatu amalan yang paling aku harapkan daripada laa ilaaha illallaah, dan aku terus menjaga kalimat tersebut (tidak berbuat syirik).”

Mengacu pada karya Rizem Aizid yang bertajuk Dua Pedang Pembela Nabi SAW, perkataan perkataan Khalid bin Walid ini dikutip dari Kitab Khulashah Tadzhib Tahdzibul Kamal oleh Shafiyuddin al-Anshari.

Wafatnya Khalid bin Walid ini sekitar empat tahun setelah diberhentikan dari jabatannya oleh Khalifah Umar bin Khattab. Panglima perang Islam tersohor itu meninggal pada usia 57 tahun, tahun 642 M dan dimakamkan di Homs, Suriah, tempat tinggalnya sejak pemecatannya dari karir militernya.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Abdullah ibn Jubair, Komandan Pasukan Pemanah yang Syahid Tepati Janji ke Nabi


Jakarta

Abdullah ibn Jubair adalah salah satu sahabat nabi yang berasal dari kalangan Anshar keturunan suku Aus. Sebelum meletusnya Perang Uhud, Rasulullah SAW memilih 50 pemanah yang dipimpin oleh Abdullah ibn Jubair.

Melansir buku Fikih Sirah yang ditulis Dr. Said Ramadhan Al-Buthy, Perang uhud terjadi karena beberapa tokoh Quraisy yang tidak terbunuh dalam perang Badar Kurba sepakat menuntut balas atas kematian teman-teman mereka. Untuk memerangi Rasulullah SAW mereka menggalang kekuatan dengan barang-barang berharga yang dulu dibawa kafilah pimpinan Abu Sufyan.

Abdullah Ibn Jubair Selalu Menjaga Janji

Abdullah ibn Jubair telah berjanji untuk selalu taat kepada Nabi Muhammad SAW, karena taat kepada Rasulullah SAW berarti taat kepada Allah.


Sedikit pun tidak ada keraguan dalam hatinya, apalagi niat untuk menggantikan rasa cintanya kepada beliau. Ia selalu mendahulukan kepentingan Nabi SAW dalam segala urusan dibanding kepentingan dirinya sendiri.

Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi yang ditulis Muhammad Raji Hasan Kinas menjelaskan bahwa sebelum perang berkecamuk, Rasulullah SAW telah berpesan kepada pasukan pemanah, “Jangan pernah meninggalkan posisi kalian ketika kalian melihat kami terdesak oleh serangan musuh!”

Perintah Nabi SAW itu sangat jelas dan mudah dipahami. Terlebih lagi, perintah itu keluar dari lisan seorang nabi yang tidak akan berbicara kecuali dengan petunjuk Allah.

Saat perang mulai berkecamuk, pasukan muslim berada di atas angin. Mereka dapat mendesak dan menghancurkan barisan musuh.

Saat itu, semua muslim merasa yakin, mereka akan segera meraih kemenangan besar seperti yang didapatkan di Badar. Tak sedikit pasukan musyrik lari menjauhi medan perang, meninggalkan berbagai perlengkapan dan perbekalan mereka.

Menyaksikan keadaan itu, kaum muslim menyangka bahwa perang telah usai dan mereka meraih kemenangan. Maka, nyaris semua orang berlari ke sana kemari memperebutkan harta rampasan dengan wajah yang ceria seraya meneriakkan pekik kemenangan.

Saat yang sama, pasukan pemanah memperhatikan dari atas apa yang terjadi di bawah. Mereka mengira, perang telah usai ketika melihat kawan-kawan mereka berlarian mengambil rampasan perang.

Mereka khawatir tidak kebagian barang yang ditinggalkan pasukan musyrik atau dari korban yang tewas. Semakin lama semakin gelisah. Sementara, mereka tak juga menerima perintah baru dari Rasulullah SAW tidak mau menunggu lebih lama, mereka membubarkan diri dan berlari menuruni bukit.

Mereka tak menghiraukan komandan mereka, Abdullah ibn Jubair, yang berteriak mengingatkan mereka agar bertahan di atas bukit. Mereka tak peduli meskipun Ibn Jubair mengingatkan mereka akan perintah Rasulullah SAW. Mereka seolah-olah tuli karena pikiran mereka dipenuhi keinginan untuk mendapatkan rampasan perang. Mereka lupa, sesungguhnya harta dunia pasti akan sirna dan akhirat merupakan pilihan yang terbaik dan abadi.

Tak semua pemanah beranjak meninggalkan posisi mereka. Ada sepuluh orang yang bertahan di puncak bukit, termasuk komandan mereka, Abdullah ibn Jubair. Mereka berdiri kukuh, mematuhi perintah Nabi SAW, panglima perang tertinggi. Sedikit pun tak terlintas di hati mereka untuk menukar ketaatan kepada Rasulullah SAW dengan harta dunia.

Ketidaktaatan pasukan pemanah harus dibayar mahal. Divisi kavaleri Quraisy, di bawah komando Khalid ibn al-Walid, wira perang yang sangat cakap, menantikan saat-saat itu di balik bukit. Mereka menunggu kaum muslim lengah.

Saat menyaksikan bukit tak lagi terjaga dengan baik, Khalid menyerbu dari balik bukit, lalu menyerang tangkas pasukan pemanah yang tersisa dan menumbangkan mereka semua.

Kavaleri Quraisy itu kemudian berderap menuruni bukit, menebas kaum muslim yang berlari serabutan karena tak menduga musuh berbalik menyerang. Abdullah ibn Jubair, komandan pasukan pemanah, yang setia pada perintah, gugur sebagai syahid.

Semoga Allah merahmatinya

(lus/erd)



Sumber : www.detik.com

Salahuddin Al-Ayyubi, Panglima Islam yang Menangkan Perang Salib



Jakarta

Salahuddin Al-Ayyubi merupakan satu dari sekian banyak muslim yang berjasa dalam sejarah penyebaran Islam. Sebagai seorang pahlawan, jasanya pada medan perang sangat berarti.

Saking berjasanya, Salahuddin Al-Ayyubi mendapat gelar al-Malik al-Nashir yang berarti penguasa bijaksana. Pria yang juga dikenal sebagai Yusuf bin Ayyub itu lahir di Tikrit, Irak pada 532 H/1137 M.

Menukil dari buku Sejarah Islam tulisan Mahayudin Hj Yahaya, Salahuddin Al-Ayyubi merupakan putra dari seorang Gubernur Baalbek yaitu Najm ad-Din Ayyub. Ia menghabiskan masa kecilnya di Damaskus dengan belajar.


Tak hanya mempelajari Islam, Salahuddin Al-Ayyubi juga menempuh pembelajaran militer dari pamannya yang bernama Asaddin Syirkuh, panglima perang Turki Saljuk. Bersama sang paman, Salahuddin menguasai Mesir dan mendeposisikan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimiyah.

Keberhasilan Salahuddin itu membuatnya diangkat sebagai panglima perang pada 1169 M. Ia merupakan sosok yang cerdas dalam menyusun strategi peperangan dan pemerintahan.

Salahuddin tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memimpin Mesir dengan baik. Ia bahkan mendirikan dua sekolah besar untuk mengajarkan tentang Islam dengan benar. Kala itu, Salahuddin bertujuan menghapus ajaran Syi’ah yang menyebar di Mesir.

Sosok Salahuddin juga dikenal dengan kemenangannya dalam Perang Salib. Menurut buku 55 Tokoh Dunia yang Terkenal dan Paling Berpengaruh Sepanjang Waktu karya Wulan Mulya Pratiwi, Salahuddin Al-Ayyubi membutuhkan waktu panjang untuk mempersiapkan Perang Salib.

Persiapan itu mencakup fisik, strategi jitu serta rohani. Ia bahkan membangun benteng-benteng pertahanan yang kuat, perbatasan-perbatasan yang jelas, markas-markas perang dan kapal-kapal terbaik.

Salahuddin juga mendirikan rumah sakit serta menyuplai obat-obatan. Meski dirinya sedang sakit keras saat itu, ia tidak pernah menyurutkan niat untuk memperjuangkan tanah Nabi, Jerusalem.

Tekad Salahuddin bahkan makin kuat di tengah kondisinya yang seperti itu. Perjuangan pertama disebut dengan Perang Hathin atau perang pembuka.

Pasukan Salahuddin yang berjumlah 63.000 membunuh 30.000 pasukan salib dan menahan 30.000 lainnya.

Lalu, pada perjuangan selanjutnya di Kota Al-Quds dan Jerusalem banyak pasukan Salahuddin yang syahid. Ketika pasukan Salib memasang salib besar pada batu Shakharkh, hal ini membuat pasukan semakin bersemangat dan akhirnya berhasil memenangkan Perang Salib.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com