Tag Archives: pedang

Ciri-Ciri Al-Jassasah Mata-Mata Dajjal dan Lokasi Tempatnya Bersembunyi


Jakarta

Keberadaan Al Jassasah diterangkan dalam sejumlah hadits Rasulullah SAW. Meski tak banyak riwayat yang menceritakannya, sejumlah pendapat mengaitkan makhluk misterius ini sebagai mata-mata Dajjal.

Salah satu hadits yang membahas Al Jassasah menceritakan tentang pertemuan sahabat Rasulullah SAW yang bernama Tamim dengan Dajjal. Dinukil dari Alaamat Al Qiyaamah Al Kubra susunan Syekh Mutawalli Sya’rawi terjemahan Masturi Irham dan Moh Asmuitaman, hadits pertemuan Tamim dan Dajjal terdapat dalam riwayat muslim pada bab Quissotul Jasasah.


Bunyi Hadits tentang Al Jassasah

Kala itu, Tamim tengah melakukan perjalanan pada suatu pulau. Di tengah perjalanan, Tamim melihat hewan aneh yang menyebut dirinya sebagai mata-mata bernama Al Jassasah.

Setelahnya, mereka bertemu makhluk yang berbulu lebat hingga tidak dapat dibedakan antara bagian depan dan belakang. Mereka pun bertanya, “Siapakah kamu ini hai makhluk berbulu?”

Makhluk berbulu itu menjawab, “Aku adalah Al Jassasah.”

Mereka bertanya lagi, “Apakah Jassasah itu?”

Bukannya menjawab, makhluk itu berkata, “Hai sekalian manusia, pergilah kalian kepada seorang laki-laki di suatu biara, karena ia sangat mengharapkan berita dari kalian.”

Setelah mendengar itu, rombongan mereka langsung pergi meninggalkan tempat tersebut karena mengira makhluk aneh itu adalah setan. Hingga akhirnya mereka masuk ke dalam pulau tersebut.

Tiba-tiba, mereka bertemu dengan seseorang yang sangat besar di suatu biara. Diakui oleh Tamim sendiri, ia belum pernah melihat orang yang sebesar dan sekekar itu. Makhluk inilah yang mengaku dirinya Dajjal.

Kedua tangan orang tersebut terbelenggu pada lehernya dan kedua kakinya dirantai dengan besi antara kedua lutut hingga kedua mata kakinya. Rombongan Tamim pun bertanya, “Siapakah kamu ini?”

Makhluk itu menjawab, “Bukankah kalian telah memperoleh sedikit informasi tentang diriku, maka sekarang beritahukanlah kepadaku siapakah kalian sebenarnya?”

Tamim dan kawanannya menjawab, “Kami adalah orang-orang yang berasal dari Arab. Kami berlayar mengarungi laut dengan menggunakan perahu. Kemudian kami terbawa ke tengah laut pada saat gelombang laut mulai membesar.”

Mereka pun menceritakan pertemuan dengan hewan aneh tersebut pada si makhluk raksasa.

Laki-laki di biara itu kemudian bertanya pada mereka, “Hai rombongan pengendara perahu, beritahukanlah kepadaku tentang kebun kurma Baisan?”

Dijawab oleh rombongan Tamim bertanya, “Tentang hal apakah yang akan kamu tanyakan kepada kami?”

Laki-laki itu menjawab, “Aku bertanya tentang pohon kurma kepada kalian, apakah ia telah berbuah?”

Kami menjawab, “Ya. Pohon kurma itu telah berbuah.” Laki-laki itu justru berkata bahwa pohon kurma tersebut sebentar lagi tidak akan berbuah. Ia lalu bertanya lagi, “Beritahukanlah kepadaku tentang telaga Thabariyyah?”

Rombongan Tamim balik bertanya, “Apakah yang akan kamu tanyakan kepada kami?”

Laki-laki itu berkata, “Apakah telaga tersebut ada airnya?”

Dijelaskan pada laki-laki biara tersebut bahwa air telaga ada sangat banyak. Namun, sang laki-laki kembali berkata bahwa air telaga itu akan habis.

Kemudian laki-laki itu bertanya lagi, “Beritahukanlah kepadaku tentang seorang nabi utusan Allah yang ummi, apa yang telah ia lakukan?”

Rombongan Tamim menjawab, “Nabi tersebut telah keluar dari Kota Makkah dan menetap di Kota Yatsrib (Madinah).”

Laki-laki itu bertanya lagi, “Apakah nabi itu dimusuhi oleh orang Arab?” Dan kemudian dijawab dengan, “Ya, ia selalu dimusuhi orang Arab.”

Laki-laki itu terus bertanya, “Bagaimana upaya nabi tersebut dalam menghadapi mereka?”

Kemudian dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW yang dimaksud tersebut telah berhasil dalam menyebarkan dakwahnya. Hingga lelaki biara itu menjawabnya dengan panjang lebar sembari menjelaskan siapa dirinya. Hal ini pun menjelaskan mengapa ia mengetahui tentang masa yang akan datang.

“Sungguh lebih baik apabila orang Arab itu mematuhinya. Sekarang, baiklah aku akan memberitahukan kepada kalian tentang diriku! Sesungguhnya aku ini adalah al Masih Dajjal dan sebentar lagi aku telah diizinkan untuk keluar. Setelah itu, aku akan menjelajahi dunia hingga tidak ada satu kampung pun yang tidak aku singgahi dalam jangka waktu empat puluh malam, kecuali Kota Makkah dan Thaybah (Madinah).

Aku dihalangi untuk memasuki kedua kota tersebut. Setiap kali aku berupaya untuk memasuki salah satunya, maka seorang malaikat akan menghadangku yang siap sedia dengan pedang di tangannya. Sementara itu, di setiap penjuru Kota Makkah dan Madinah ada beberapa malaikat yang menjaganya.”

Ciri-ciri Al Jassasah Berdasarkan Hadits

Mengacu pada hadits di atas, ciri-ciri Al Jassasah adalah memiliki bulu kasar dan melata. Namun, tidak ditemukan penjelasan apakah Al Jassasah termasuk kelompok melata yang muncul pada akhir zaman atau bukan.

Umar Sulaiman Al Asyqar dalam Qashash Al Ghaib Fii Shahih Al Hadits An Nabawi yang diterjemahkan Drs Asmuni, Al Jassasah adalah makhluk yang memata-matai berita tentang Dajjal.

Lokasi Al Jassasah Bersembunyi

Ibnu Manzur mengatakan bahwa Al Jassasah berada di suatu pulau di tengah laut. Mereka memata-matai sambil mencari berita yang diberikan kepada Dajjal.

Brilly El Rasheed dalam bukunya Ad Dabbah Misteri Mutan Akhir Zaman menukil pendapat Imam Nawawi dalam Shahih Muslim bahwa penamaan Jassasah disebabkan makhluk tersebut bertugas untuk tajassus atau memata-matai berbagai berita yang akan dikirim ke Dajjal.

Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

5 Hadits tentang Sakaratul Maut, Sakitnya Ibarat Ditusuk Ratusan Pedang


Jakarta

Sakaratul maut adalah kondisi yang akan dialami oleh setiap makhluk hidup yang bernyawa. Menurut hadits, rasanya sangat sakit.

Datangnya sakaratul maut dijelaskan dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam surah Qaf ayat 19,

وَجَاۤءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ۗذٰلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيْدُ


Artinya: “(Seketika itu) datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak engkau hindari.”

Menukil dari buku Makna Kematian Menuju Kehidupan Abadi oleh Muhammad Sholikhin, sakaratul maut adalah peristiwa yang menyertai proses kematian, baik itu mendadak maupun normal melalui proses penuaan. Cara kedatangan sakaratul maut berbeda-beda dan tidak akan ada yang bisa lari dari kematian.

Dalam beberapa hadits disebutkan terkait gambaran sakaratul maut. Berikut beberapa di antaranya.

5 Hadits tentang Sakaratul Maut

1. Dahsyatnya Sakaratul Maut

Menurut Ma’ar-Rasul SAW fi Sakaraatil-Maut oleh Muhammad Abdul Hadi yang diterjemahkan Abdul Hayyie Al-Kattani dan Masturi Irham, sakitnya sakaratul maut sangat dahsyat. Dari Anas RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Malaikat memeluk hamba (yang sedang menghadapi sakaratul maut) dan menahannya. Karena jika tidak demikian, ia akan lari dari gurun dan daratan karena dahsyatnya sakaratul maut.”

2. Sendi-sendi Mengucap Salam ketika Sakaratul Maut

Diceritakan oleh Anas RA, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Seorang hamba akan merasakan kepayahan dalam menghadapi sakaratul maut. Dan sungguh, sendi-sendinya akan mengucapkan salam atas bagian yang lain. Ia berkata, ‘Keselamatan atasmu, engkau berpisah dariku dan aku memisahkan diri dari kamu sampai hari kiamat.” (HR Abu Hudaibah)

3. Sakaratul Maut yang Paling Ringan

Diterangkan dalam At-Tadzkirah Jilid 1 oleh Imam Syamsuddin Al-Qurthubi terjemahan Anshori Umar Sitanggal, sakitnya sakaratul maut yang paling ringan diibaratkan seperti rumput berduri yang ada di dalam wol. Dari Syahr bin Hausyab, Nabi SAW bersabda,

“Sesungguhnya maut yang paling ringan ialah seperti rumput berduri yang ada dalam wol. Dapatkah rumput itu keluar dari wol tanpa menyangkut bulu-bulu wol?” (HR Ibnu Abi Ad-Dunia)

4. Sakitnya seperti Ditusuk 300 Pedang

Sakitnya sakaratul maut juga diibaratkan seperti 300 pedang. Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya,

“Sakaratul maut itu sakitnya sama dengan tusukan 300 pedang.” (HR Tirmidzi)

5. Orang yang Masih Merasakan Sakaratul Maut Meski Mati 100 Tahun Lalu

Dari Jabir bin Abdulullah berkata bahwa Nabi Muhammmad SAW bersabda,

“Berceritalah tentang bani Israil, sesungguhnya pada (diri dan keajaiban yang mereka alami) mereka terdapat beberapa keajaiban.” Kemudian Rasulullah bercerita kepada kami, “Pada suatu hari, mereka keluar menuju ke sebuah kuburan. Mereka berkata, ‘Kalau kita salat dua rakaat dan berdoa kepada Allah agar mengeluarkan orang mati untuk memberitahu kita tentang (bagaimana) kematian’.

Nabi kemudian berkata, ‘Lalu mereka melakukannya. Dan saat itulah muncul (dari dalam kubur) seorang laki-laki dengan rambut putih, berkulit hitam, dan antara kedua matanya terdapat bekas sujud yang kemudan (dia) berkata, ‘Wahai kalian, apa yang kalian inginkan dariku? Aku telah mati sejak seratus tahun yang lalu, sampai sekarang rasa kematian masih terasa dan belum hilang dariku, berdoalah kepada Allah agar mengembalikan aku sebagaimana kalian’.” (HR Ibnu Abi Syaibah)

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Ikut 100 Perang, Panglima Islam Ini Menangis karena Tak Syahid di Medan



Jakarta

Seorang panglima perang Islam menangis karena tak syahid di medan pertempuran. Ia dikenal sebagai panglima besar tersohor pada masanya.

Sosok panglima Islam yang menangis karena tidak syahid di medan perang adalah Khalid bin Walid. Khalid bahkan menyandang gelar Pedang Allah yang Terhunus atau Saifullah al-Maslul. Menukil dari buku Para Panglima Perang Islam susunan Rizem Aizid, saking hebatnya ia dapat menyatukan Arabia untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Khalid lahir pada 592 M. Ayahnya berasal dari bani Makhzhum, salah satu marga terkemuka di suku Quraisy pada masa itu.


Semasa hidupnya, Khalid bin Walid terus memimpin pasukan Islam menuju kemenangan dan melakukan perluasan wilayah. Bahkan, tentara Romawi dan Persia dibuat kalang kabut olehnya.

Meski waktunya dihabiskan dalam peperangan, Khalid tidak mengalami syahid di medan tempur. Dikatakan dalam buku Khalid bin Walid: Panglima Islam Termasyhur susunan Indah Julianti, panglima perang besar Islam itu wafat karena sakit di atas ranjangnya.

Kala itu, wabah epidemik menyebar di Syria dan menyerang penduduk termasuk Khalid. Penyakit ini juga menewaskan anak-anak beliau.

Dikisahkan dalam buku Dahsyatnya Ibadah, Bisnis, dan Jihad Para Sahabat Nabi yang Kaya Raya karya Ustaz Imam Mubarok bin Ali, jelang wafatnya Khalid bin Walid menangis karena harus meninggal di atas tempat tidur. Padahal, ia berharap dirinya bisa syahid di medan perang, terlebih sepanjang hidupnya ia habiskan untuk jihad di jalan Allah SWT.

Khalid berkata, “Aku telah turut serta dalam 100 perang atau kurang lebih demikian. Tidak ada satu jengkal pun di tubuhku, kecuali terdapat bekas luka pukulan pedang, hujaman tombak, atau tusukan anak panah. Namun lihatlah aku sekarang, akan wafat di atas tempat tidurku. Maka janganlah mata ini terpejam (wafat) sebagaimana terpejamnya mata orang-orang penakut. Tidak ada suatu amalan yang paling aku harapkan daripada laa ilaaha illallaah, dan aku terus menjaga kalimat tersebut (tidak berbuat syirik).”

Mengacu pada karya Rizem Aizid yang bertajuk Dua Pedang Pembela Nabi SAW, perkataan perkataan Khalid bin Walid ini dikutip dari Kitab Khulashah Tadzhib Tahdzibul Kamal oleh Shafiyuddin al-Anshari.

Wafatnya Khalid bin Walid ini sekitar empat tahun setelah diberhentikan dari jabatannya oleh Khalifah Umar bin Khattab. Panglima perang Islam tersohor itu meninggal pada usia 57 tahun, tahun 642 M dan dimakamkan di Homs, Suriah, tempat tinggalnya sejak pemecatannya dari karir militernya.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Syam’un Al-Ghazi yang Menjadi Latar Belakang Malam Lailatul Qadar


Jakarta

Nabi Syam’un Al-Ghazi merupakan salah seorang nabi yang diutus oleh Allah SWT ke muka bumi, khususnya kepada Bani Israil.

Meskipun nama Nabi Syam’un tidak termasuk ke dalam 25 nabi yang wajib diimani, tapi sosok beliau tetap patut diketahui umat Islam, bahkan disebutkan bahwa beliau lah yang melatarbelakangi malam Lailatul Qadar. Simak kisah Nabi Syam’un selengkapnya berikut ini.

Siapa Itu Nabi Syam’un Al-Ghazi?

Nabi Syam’un adalah nabi yang berasal dari Bani Israil dan diutus oleh Allah SWT di tanah Romawi. Nabi Syam’un adalah seorang pahlawan berambut panjang yang memiliki senjata seperti pedang yang terbuat dari tulang rahang unta.


Mengutip buku 99 Pemuas Intelektual dan Keimanan Remaja karya Wulan Mulya Pratiwi, suatu ketika Rasulullah SAW berkumpul dengan para sahabat saat bulan suci Ramadan. Rasulullah SAW tiba-tiba tersenyum sendiri, dan para sahabat bertanya apa yang membuat Rasulullah SAW tersenyum, beliau pun menjawab,

“Diperlihatkan padaku di hari akhir, ketika seluruh manusia dikumpulkan di Padang Masyar, ada seorang nabi yang membawa pedang dan tak mempunyai satu pengikut pun, masuk ke dalam surga, dia adalah Syam’un.”

Nabi Syam’un dikenal sebagai pahlawan yang gagah dan berani. Ia dikaruniai mukjizat melunakkan besi dan merobohkan istana.

la mampu membunuh musuh-musuh kafir dengan seorang diri. Ribuan orang kafir telah berhasil ia lumpuhkan seorang diri dan tentunya atas izin Allah SWT.

Ibnu abbas RA dari Rasulullah SAW menegaskan, “Bahwa malaikat Jibril meriwayatkan mengenai kisah seseorang terdahulu yang bernama Syam’un Al-Ghazi kepada Rasul SAW. Ia telah berperang melawan kaum kafir selama 1000 tahun, yang hanya bersenjatakan rambut jenggot unta. Sekalipun hanya menggunakan rambut jenggot unta, apabila ia menyabetkannya kepada musuh kafir, maka tewaslah mereka yang tidak terhitung jumlahnya. Apabila ia merasa haus, Syam’un cukup minum air segar yang keluar dari sela-sela gusinya, dan apabila ia lapar, tumbuhlah daging dari tubuhnya, dan ia memakannya.”

Kekuatan Nabi Sya’um Al-Ghazi ini juga merupakan latar belakang diturunkannya malam Lailatul Qadar, yang juga merupakan asbabun nuzul surah Al-Qadr.

Kisah Nabi Syam’un Al-Ghazi yang Melatarbelakangi Lailatul Qadar

Dikisahkan dalam buku Hikayat Kearifan karya Bahrudin Achmad, bahwa keadaan Syam’un dalam peperangan di jalan Allah SWT mampu bertahan setiap hari sepanjang usianya yang 1000 bulan atau 83 tahun 4 bulan.

Musuh-musuh kafir pun tidak berdaya menghadapi serangan Syam’un ini. Sehingga, mereka berusaha untuk membujuk istri Syam’un untuk menjebaknya.

“Kami akan menghadiahkan kepadamu sejumlah harta kalau kamu dapat membunuh suamimu,” kata mereka yang berusaha membujuk istri Syam’un.

“Aku seorang wanita, mana mampu untuk membunuhnya?” jawab istri Syam’un.

“Kami akan memberimu tali (tambang) yang kuat, ikatlah kedua kaki dan tangan suamimu di saat ia sedang tidur, nanti sesudah itu kamilah yang akan membunuhnya,” ucap mereka.

Kemudian, istrinya itu mengikat Syam’un pada waktu ia tertidur, dan ketika Syam’un terbangun, ia terkejut. Syam’un berkata, “Siapakah yang mengikatku dengan tali (tambang) ini?”

“Aku yang mengikatmu untuk sekedar menguji sejauh mana kekuatanmu,” jawab istri Syam’un. Lalu Syam’un segera menarik tangannya dan tali tambang itupun langsung terpotong.

Setelah itu, musuh-musuh kafir itu kembali lagi membawakan istri Syam’un rantai besi, lalu ketika Syam’un tertidur, istrinya kembali mengikat Syam’un dengan rantai besi itu, ketika Syam’un terbangun, ia kembali bertanya, “Siapakah yang mengikat aku dengan rantai besi ini?”

“Aku yang mengikatmu, sekedar untuk mengetahui sejauh mana kekuatanmu,” jawab kembali istrinya. Lalu, Syam’un menarik rantai besi itu, maka terputuslah rantai besi itu.

Akhirnya Syam’un berkata kepada istrinya, “Wahai istriku, aku ini seorang wali Allah dari sekian banyak Waliyullah yang ada di muka bumi ini, tak ada seorang pun yang mampu mengalahkanku dalam perkara dunia, kecuali rambutku yang panjang ini”.

Istrinya pun memperhatikan setiap ucapan suaminya itu. Lalu, sewaktu Syam’un tertidur, istrinya segera memotong rambutnya sebanyak delapan potong rambut, yang panjangnya sampai terjurai ke tanah, dan mulailah istrinya mengikat kedua tangannya dengan empat gelung rambutnya, dan empat gelung lainnya diikatkan ke bagian kakinya. Ketika Syam’un terbangun, ia kembali bertanya, “Siapakah yang mengikatku ini?”

“Aku untuk sekedar menguji kekuatanmu,” jawab istrinya. Lalu, Syam’un menarik sekuat tenaga, tapi ia tak berdaya untuk melepaskan ikatan tersebut.

Kemudian, istrinya segera memberitahukan kepada musuh-musuh kafir, dan mereka pun segera datang, dan membawa Syam’un menuju tempat pembantaian.

Ia lalu diikat ke sebuah tiang, mereka mulai menyiksanya dengan memotong kedua telinganya, mencongkel kedua matanya, bibir, dan memotong kedua tangan dan kakinya, dan semua musuh-musuh kafirnya berkumpul di rumah pembantaian itu.

Kemudian Allah SWT memberi wahyu kepadanya, “Wahai Syam’un, apa yang kamu inginkan? Aku bakal mengabulkannya, dan bakal membalas mereka.”

Syam’un menjawab, “Ya Allah, aku hanya menginginkan Engkau memberi kekuatan kepadaku, hingga aku dapat menggerakkan tiang rumah ini, dan menghancurkan mereka semua.”

Kemudian, Allah SWT memberi kekuatan kepadanya, dan ia pun dapat menggerakan tubuhnya, seketika itu pula tiang itu hancur, dan hancur pula rumah itu, atapnya menimpa para kafir itu, semua binasa termasuk isterinya yang kafir itu.

Hanya Syam’un sendiri yang selamat berkat pertolongan Allah SWT, seluruh anggota tubuhnya kembali seperti semula. Syam’un pun kembali beribadah kepada Allah SWT selama 1000 bulan, di malam harinya ia menegakkan salat dan pada siang harinya ia berpuasa, dan kembali berjuang mengangkat senjata di jalan Allah SWT.

Dalam buku Quran Hadits karya Asep BR disebutkan bahwa, setelah mendengar kisah Syam’un tersebut, para sahabat Nabi Muhammad SAW menangis terharu.

Kemudian, Allah SWT menurunkan surah Al-Qadar melalui malaikat Jibril,

“Hai Muhammad, Allah SWT memberi Lailatul Qadar kepadamu dan umatmu, ibadah pada malam itu lebih utama dari pada ibadah 1.000 bulan”.

Bahkan ada salah seorang ulama yang menjelaskan,

“Allah SWT berseru, ‘Hai Muhammad, salat 2 rakaat pada Lailatul Qadr adalah lebih baik bagimu dan umatmu daripada mengangkat senjata/perang di zaman Bani Israil selama 1.000 bulan'”.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Sa’ad bin Abi Waqqash, Sahabat Nabi SAW yang Doanya Tajam Laksana Pedang



Jakarta

Sa’ad bin Abi Waqqash adalah salah satu sahabat nabi yang dijamin masuk surga. Ia berasal dari bani Zuhrah suku Quraisy.

Mengutip dari buku Biografi 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga oleh Suja’i Fadil, Sa’ad adalah paman Rasulullah SAW dari pihak ibu. Seperti diketahui, Aminah binti Wahhab berasal dari suku yang sama dengan Sa’ad yaitu bani Zuhrah.

Sa’ad dilahirkan dari keluarga yang kaya raya dan terpandang. Ia merupakan pemuda serius dengan pemikiran cerdas.


Sosok Sa’d bin Abi Waqqash digambarkan bertubuh tegap, tidak terlalu tinggi dan memiliki potongan rambut pendek.

Doa Sa’ad bin Abi Waqqash Selalu Dikabulkan

Dikisahkan dalam Rijal Haula Rasul oleh Khalid Muhammad Khalid terjemahan Kaserun, Sa’ad adalah salah satu kesatria umat Islam yang paling pemberani. Ia memiliki dua senjata, yaitu panah dan doa.

Ketika ia memanah musuh dalam satu peperangan maka dapat dipastikan panahnya tepat sasaran. Begitu pun ketika ia berdoa kepada Allah SWT yang langsung diijabah oleh sang Khalik.

Menurut Sa’ad bin Abi Waqqash, hal tersebut disebabkan doa Nabi Muhammad SAW untuk Sa’ad. Suatu ketika, Rasulullah melihat sesuatu yang menggembirakan dan menenangkan beliau dari Sa’ad. Lalu, sang nabi berdoa dengan doa yang makbul, “Ya Allah, tepatkanlah lemparan panahnya dan kabulkanlah doanya.”

Di tengah para saudara dan sahabat, Sa’ad bin Abi Waqqash dikenal memiliki doa yang tajam laksana pedang. Salah satu kisah kemanjuran doa Sa’ad bin Abi Waqqash diceritakan dalam riwayat Amir bin Sa’ad. Ia berkata,

“Sa’ad melihat seorang laki-laki mengumpat Ali, Thalhah, dan Zubair. Sa’ad melarangnya, tetapi laki-laki itu tidak menghiraukan. Sa’ad lantas berkata, ‘Kalau begitu akan kudoakan (keburukan) padamu!’

Laki-laki tersebut menjawab, ‘Engkau mengancamku seolah dirimu seorang nabi.’

Sa’ad pun beranjak untuk mengambil wudhu kemudian salat dua rakaat. Sesudah salat, ia mengangkat kedua tangannya dan berdoa,

“Ya Allah, jika menurut ilmu-Mu laki-laki ini telah mengumpat orang-orang yang telah mendapat anugerah (kebaikan) dari-Mu dan umpatan itu membuat-Mu murka, jadikanlah ia sebagai pertanda dan suatu pelajaran.”

Tidak lama setelahnya, muncullah seekor unta liar dari sebuah pekarangan rumah. Tidak ada sesuatu pun yang bisa merintanginya sampai ia harus masuk ke dalam kerumunan manusia seakan sedang mencari sesuatu.

Unta itu lalu menerjang laki-laki yang sebelumnya mengumpat dan membantingnya di antara kaki-kakinya. Lalu, hewan tersebut menginjak-injaknya sampai lelaki tersebut berjumpa dengan ajalnya.

Wafatnya Sa’ad bin Abi Waqqash

Mengutip dari Shifatush-Shafwah oleh Ibnu Al Jauzi terjemahan Wawan Djunaedi Soffandi, Sa’ad wafat di rumahnya yang berada di kawasan ‘Aqiq, sekitar 10 mil dari Madinah. Jenazahnya dikebumikan di komplek pemakaman Baqi’.

Sa’ad bin Abi Waqqash wafat di usia 70 tahun lebih. Ada yang berpendapat tahun meninggalnya yaitu 55 H, sebagian mengatakan pada 50 H.

Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Seperti Apa Hewan Penjaga Dajjal yang Pernah Dikisahkan Rasulullah?


Jakarta

Hewan penjaga Dajjal adalah salah satu topik yang menarik dalam eskatologi Islam. Kemunculannya pernah disinggung dalam riwayat hadits Rasulullah SAW.

Menurut sejumlah riwayat, Dajjal, sebagai fitnah terbesar menjelang akhir zaman, memiliki makhluk atau hewan yang bertugas sebagai penjaga atau pengiringnya. Hewan ini disebut Al Jassasah dan digambarkan memiliki ciri-ciri yang luar biasa.

Untuk lebih mendalami kisah dan peran hewan tersebut, simak artikel berikut yang akan mengulas hadits dan penjelasan tentang kisah bertemunya sahabat Rasulullah SAW dengan hewan penjaga Dajjal.


Pengertian Al Jassasah

Tidak banyak hadits atau dalil yang membahas wujud Al Jassasah secara detail. Adapun hadits yang dijadikan sandaran mengenai hal ini adalah tentang kisah sahabat Rasulullah SAW yang terdampar di suatu pulau dan bertemu dengan hewan penjaga Dajjal.

Disebutkan dalam buku Dajjal Fitnah Besar Akhir Zaman yang ditulis oleh Muhammad Abduh Tuasikal, hadits ini diriwayatkan oleh Muslim pada hadits No.2942 bab Qishshah Al-Jassasah.

Dalam Tafsir Al Qurthubi, Al Jassasah secara etimologis diartikan sebagai “mata-mata” karena tugasnya yang selalu mengintai informasi di dunia untuk dilaporkan kepada Dajjal.

Hewan ini bukanlah binatang melata yang disebut-sebut akan muncul di akhir zaman, tetapi dipahami sebagai peliharaan yang bertindak sebagai hewan penjaga Dajjal. Tafsir ini menekankan bahwa peran Al Jassasah lebih terkait dengan pengumpulan informasi atau pengintai saja.

Kisah Sahabat Nabi Bertemu Hewan Penjaga Dajjal

Menurut hadits riwayat Muslim, sahabat nabi yang dikisahkan bertemu Dajjal adalah Tamim Ad-Dari. Tamim adalah sahabat yang mulia, ia dahulu beragama Nasrani lalu memeluk Islam setelah Rasulullah SAW menetap di Madinah.

Diceritakan, saat itu Rasulullah SAW sedang melakukan salat di masjid dan menyuruh jemaahnya tetap berada di tempat salatnya. Lalu beliau duduk di mimbar dan mulai menceritakan kisah Tamim Ad-Dari yang pernah bertemu dengan hewan penjaga Dajjal dan Dajjal itu sendiri.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya demi Allah, tidaklah aku kumpulkan kalian untuk sesuatu yang menggembirakan atau menakutkan kalian, tetapi aku kumpulkan kalian karena Tamim Ad-Dari.”

“Dahulu ia seorang Nasrani yang kemudian datang berbaiat (memberikan sumpah setia) dan masuk Islam serta mengabariku sebuah kisah yang kisah itu sesuai dengan apa yang pernah aku kisahkan kepada kalian tentang Al-Masih Ad-Dajjal.”

“Ia memberitakan bahwa ia naik kapal bersama tiga puluh orang dari kabilah Lakhm dan Judzam. Di tengah perjalanan, mereka dipermainkan badai ombak hingga berada di tengah laut selama satu bulan sampai mereka terdampar di sebuah pulau di tengah lautan tersebut saat tenggelam matahari mereka pun duduk di perahu-perahu kecil. Mereka pun memasuki pulau tersebut hingga menjumpai binatang yang berambut sangat lebat dan kaku hingga mereka tidak tahu mana kubul mana dubur karena demikian lebat bulunya.”

Mereka pun berkata, “Celaka, kamu ini apa?”

Ia menjawab, “Aku adalah Al-Jassasah.”

Mereka berkata, “Apakah Al-Jassasah itu?”

Ia malah berkata, “Wahai kaum pergilah kalian kepada seorang lelaki yang ada dalam rumah ibadah itu sesungguhnya ia sangat merindukan berita kalian!”

Tamim menceritakan, “Ketika dia menyebutkan untuk kami seorang laki-laki, kami menjadi khawatir kalau-kalau binatang itu ternyata setan. Kami pun bergerak menuju kepadanya dengan cepat sehingga kami masuk ke tempat ibadah itu.”

“Ternyata di dalamnya ada orang yang paling besar yang pernah kami lihat, dan paling kuat ikatannya. Kedua tangannya terikat dengan leher, antara dua lutut dan dua mata kaki terikat dengan besi.”

Kami katakan kepadanya, “Celaka, kamu ini apa?”

Ia menjawab, “Kalian telah mampu mengetahui tentang aku, maka beritakan kepadaku siapa kalian ini.”

Rombongan Tamim menjawab, “Kami ini orang-orang Arab. Kami menaiki kapal ternyata kami bertepatan mendapati laut sedang bergelombang luar biasa sehingga kami dipermainkan ombak selama satu bulan sampai terdampar di pulaumu ini. Kami pun naik perahu-perahu kecil memasuki pulau ini dan bertemu dengan binatang yang sangat lebat dan kaku rambutnya tidak diketahui mana kubul dan mana dubur karena lebat rambutnya.”

Kami pun mengatakan, “Celaka kamu, kamu ini apa?”

Ia menjawab, “Aku adalah Al-Jassasah.”

Kami pun bertanya, “Apa itu Al-Jassasah?” Ia malah berkata, “Wahai kaum pergilah kalian kepada laki-laki yang ada dalam rumah ibadah itu sesungguhnya ia sangat merindukan berita kalian.”

Kami pun segera menuju kepadamu, kami khawatir kalau binatang itu ternyata setan.

Lalu orang itu mengatakan, “Kabarkan kepadaku tentang pohon-pohon kurma di Baisan.”

Kami mengatakan, “Apa maksud engkau bertanya berita tersebut?”

Dia berkata, “Aku bertanya kepada kalian tentang pohon kurma apakah masih berbuah.”

Kami menjawab, “Ya.”

Ia mengatakan, “Sesungguhnya hampir-hampir dia tidak akan mengeluarkan buahnya.”

“Kabarkan pula kepadaku tentang Danau Thabariyah”, tanya orang ini.

Kami menjawab, “Apa maksud engkau bertanya berita tersebut?”

“Apakah masih ada airnya?” tanyanya.

Mereka menjawab, “Danau itu melimpah ruah airnya.”

Dia mengatakan, “Sesungguhnya hampir-hampir airnya akan habis.”

“Kabarkan kepadaku tentang mata air Zughar,” tanya orang ini.

Mereka mengatakan, “Apa maksud engkau bertanya berita tersebut?”

“Apakah di mata air itu masih ada airnya? Dan apakah penduduk masih bertani dengan airnya?” tanya orang itu.

Kami menjawab, “Ya, mata air itu deras airnya dan penduduknya bertani dengannya.”

Ia berkata, “Kabarkan kepadaku tentang Nabi ummiyyin apa yang dia lakukan?”

Mereka menjawab, “Ia telah muncul dari Makkah dan tinggal di Yatsrib (Madinah).”

Ia mengatakan, “Apakah orang-orang Arab memeranginya?”

Kami menjawab, “Ya.”

Ia mengatakan lagi, “Apa yang ia lakukan terhadap orang-orang Arab?”

Maka kami beritakan bahwa ia telah menang atas orang-orang Arab dan mereka taat kepadanya.

Ia mengatakan, “Itu sudah terjadi?”

Kami katakan, “Ya.”

Ia mengatakan, “Sesungguhnya amat baik bila mereka menaatinya.”

“Sekarang aku akan beritakan kepada kalian tentang aku. Sesungguhnya aku adalah Al-Masih dan sudah hampir dekat aku diberi izin untuk keluar, hingga aku keluar lalu berjalan di bumi dan tidak kutinggalkan satu negeri pun kecuali aku akan turun padanya dalam waktu 40 malam kecuali Makkah dan Thaibah (Madinah), keduanya diharamkan bagiku. Setiap kali aku akan masuk pada salah satu kota ini, malaikat menghadangku dengan pedang terhunus di tangan menghalangiku darinya dan sesungguhnya pada tiap celah ada para malaikat yang menjaganya.”

Fatimah mengatakan, “Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sambil menusukkan tongkat di mimbar lalu bersabda, “Inilah Thaibah, Inilah Thaibah, Inilah Thaibah, yakni Kota Madinah.”

Apakah aku telah beritahukan kalian tentang hal itu?

Orang-orang menjawab, “Ya.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya cerita Tamim menakjubkanku, kisahnya sesuai dengan apa yang aku ceritakan kepada kalian tentang Dajjal serta tentang Makkah dan Madinah.”

Kemudian beliau bersabda, “Ketahuilah bahwa ia berada di lautan Syam atau lautan Yaman,” Oh, tidak! Bahkan dari arah timur! Tidak, dia dari arah timur. Tidak, dia dari arah timur, dan beliau mengisyaratkan dengan tangan ke arah timur.” (HR Muslim)

Ciri-ciri Hewan Penjaga Dajjal

Mengacu hadits tersebut, ciri-ciri hewan penjaga Dajjal memiliki rambut atau bulu yang lebat dan kaku, tidak bisa dibedakan antara bagian depan dan belakangnya. Ciri lainnya, Al Jassasah disebut bisa menggunakan bahasa manusia pada umumnya.

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pohon Kurma Berpindah dari Halaman Orang Munafik



Jakarta

Di zaman Rasulullah SAW banyak kisah yang membuktikan kebesaran kuasa Allah SWT. Salah satunya melalui kisah pohon kurma yang berpindah.

Rasulullah SAW selalu mengajarkan kepada keluarga, sahabat dan seluruh umat Islam untuk memakan rezeki yang halal dan menjauhi segala hal yang haram. Hal ini sebagaimana perintah Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 114,

فَكُلُوا۟ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ حَلَٰلًا طَيِّبًا وَٱشْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ


Artinya: Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.

Dalam sebuah kisah yang dikutip dari buku 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW karya Fuad Abdurahman, diceritakan seorang sahabat Rasulullah SAW bernama Abu Dujanah, ia adalah orang yang menyaksikan pindahnya pohon kurma dari halaman rumah orang munafik, ke halaman rumahnya,

Abu Dujanah memiliki nama asli Samak ibn Kharsyah. Ia adalah sang pemilik ikat kepala merah dan pemegang pedang Rasulullah SAW pada Perang Uhud. Setiap kali usai berjamaah salat Subuh, Abu Dujanah buru-buru keluar dan tidak mengikuti doa Rasulullah SAW.

Suatu hari Rasulullah SAW menegurnya, “Apakah kau tidak butuh kepada Allah?”

“Tentu saja, ya Rasulullah,” jawab Abu Dujanah. “Tetapi, mengapa kau tidak diam dulu sampai tuntas doaku?”

“Maafkan aku, wahai Rasulullah, aku ada keperluan.” jawab Abu Dujanah. “Apa keperluanmu?” kata Rasulullah SAW.

Sejenak Abu Dujanah terdiam, lalu menuturkan, “Ya Rasulullah, rumahku berdekatan dengan rumah tetanggaku. Di rumahnya ada sebatang pohon kurma yang condong ke rumahku. Jika angin berhembus di malam hari, buah kurma yang matang berjatuhan di halaman rumahku.

Bila anak-anakku bangun pagi dan merasa lapar, mereka akan makan apa yang mereka lihat di halaman rumah. Karena itulah, aku bergegas pulang sebelum mereka bangun untuk mengumpulkan kurma-kurma itu dan memberikannya ke tetanggaku.

Suatu hari, aku melihat seorang anakku memasukkan kurma ke mulutnya. Aku mengeluarkannya dengan jariku dan kukatakan kepadanya, “Hai Anakku, jangan membuka aib ayahmu kelak di akhirat!’ Ia menangis karena merasa sangat lapar. Aku berkata kepadanya, ‘Aku tidak akan membiarkan barang haram memasuki perutmu!’ Lalu, aku segera memberikan kurma-kurma itu kepada pemiliknya.”

Mendengar penjelasannya, mata Rasulullah tampak berlinang dan beliau bertanya tentang siapa pemiliknya. Abu Dujanah mengatakan bahwa kurma itu milik seorang munafik. Maka, Rasulullah SAW memanggilnya dan berkata, “Juallah pohon kurma di rumahmu itu dengan sepuluh kurma di surga yang akarnya berupa intan berlian putih beserta bidadari sebanyak bilangan kurma yang matang.”

Orang munafik itu menjawab, “Aku bukan pedagang. Aku mau menjual pohon kurma itu jika kau membayarnya dengan harga yang tinggi dan kontan.”

Abu Bakar menawarnya, “Maukah pohon kurmamu itu ditukar dengan sepuluh pohon kurma di tempat lain?”

Ternyata itu adalah pohon kurma terbaik di seluruh Madinah. Si pemilik mau menjualnya karena ditukar dengan sepuluh pohon kurma. Ia berkata, “Kalau begitu, baiklah, aku mau menukarnya.”

Abu Bakar berkata lagi, “Ya, aku membelinya!” Lalu,pohon kurma itu diberikan kepada Abu Dujanah.

Rasulullah bersabda, “Aku akan menanggung penggantinya, hai Abu Bakar.” Tentu saja Abu Bakar dan Abu Dujanah merasa senang mendengar ucapan beliau.

Orang munafik itu pulang ke rumah dan berkata kepada istrinya, “Sungguh kita telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar hari ini!”

Lalu ia menceritakan apa yang baru saja terjadi, “Aku mendapat sepuluh pohon kurma yang ditukar dengan satu pohon kurma di samping rumah ini untuk selama-lamanya. Kita masih bisa makan kurma yang jatuh dari pohon kurma itu dan aku tidak akan mengembalikan sedikitpun kepada pemiliknya.”

Malam harinya, ketika Abu Dujanah tidur, dengan kuasa Allah, pohon kurma itu pindah ke samping rumah Abu Dujanah. Keesokan harinya, orang munafik itu terkejut heran melihat pohon kurma itu tidak lagi ada di samping rumahnya.

Wallahu a’lam

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com