Tag Archives: pemimpin

Pemimpin Yang Melayani



Jakarta

Setiap dari kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya. Jika kita sebagai kepala rumah tangga, maka yang kita pimpin adalah keluarga. Jika kita sebagai pemimpin negeri, maka yang kita pimpin adalah warga yang berada di negeri tersebut. Paling tidak kita adalah pemimpin bagi diri kita sendiri. Baik buruknya pribadi tergantung bagaimana kita dalam memimpin diri.

Seorang pemimpin itu adalah pelayan terhadap rakyat/warga yang dipimpinnya. Salah satu ciri pemimpin sejati ialah melayani. Ibarat pelayan pada suatu restoran yang selalu rela melayani semua pengunjung tanpa terkecuali. Yang memenuhi kebutuhan pengunjung satu per satu dengan sigap dan rendah hati. Yang senantiasa mendengarkan berbagai keluhan dan saran sehingga kedepannya bisa lebih baik lagi.

Pelayanan kepada warganya yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. telah membuat hati Adi bin Hatim menancapkan keimanan. Dikisahkan, ia berjalan bersama Rasulullah Saw. Menuju rumah. Di tengah jalan ada seorang wanita lemah dan tua yang berjumpa dengan Rasulullah Saw. Wanita tua itu berkata, “Wahai Rasulullah, aku ingin berbicara denganmu! Adi berkata, Rasulullah Saw. berdiri lama menunggu wanita itu. Kala itulah aku berkata, “Demi Allah ini pasti bukan seorang raja!”


Tindakan tersebut betul-betul menunjukkan sebagai pemimpin yang melayani warganya. Hal ini susah kita temukan pada masa kini seorang pemimpin yang dengan sabar menanti seseorang yang ingin berbicara. Biasanya warga yang ada keperluan diminta hadir sebelumnya dan ada beberapa pembatasan.

Kisah ini berkaitan dengan semangat melayani warga, dikisahkan Amirul Mukminin Umar bin Khathab yang sangat dikenal di kalangan kaum muslim. Suatu malam, sebagaimana agenda rutinnya untuk turba -turun kebawah- khalifah Islam kedua itu berjalan menyusuri setiap lorong-lorong kota Madinah. Beliau mendengar tangis seorang anak yang kelaparan, tapi ibunya tidak memiliki sesuatu untuk dimakan. Dia terpaksa memasak batu untuk menghibur anak-anaknya sekadar menghentikan tangisannya. Sebagai pemimpin kaum Muslim, hati Umar bin Khathab merasa amat terpukul karena ada warganya yang tidak memiliki persediaan makanan sehingga anaknya menangis karena kelaparan. Maka, khalifah bergegas pergi mengambil bahan makanan dan mengantarkannya sendiri kepada keluarga janda yang sedang menderita. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, khalifah dengan senang hati bertindak menjadi pelayan ummat (khadimul ummah) dalam arti sebenar-benarnya.

Amirul Mukminin adalah sosok pemimpin yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Di antara ungkapan beliau yang terkenal adalah sayyidul qaumi khadimuhum (pemimpin kaum di antaranya diukur dari mutu pelayanannya). Bukan khadi’uhum (pandai menipu mereka). Bahkan, apabila ada salah seorang warganya yang mengeluhkan pola kepemimpinannya, beliau selalu bermuhasabah diri, hingga tidak bisa memejamkan mata semalam suntuk.

Adapun ciri-ciri atau karakter pemimpin yang suka melayani adalah :
1. Sebagai pemimpin pelayan, selalu menempatkan dirinya untuk bisa selalu membantu dan mendorong teamnya hingga mencapai kinerja tinggi.
2. Memberikan kewenangan sesuai dengan tingkatan, sehingga tidak semua hal harus melalui dirinya. Dengan demikian pemimpin telah menjadikan organisasi itu produktif yang mana di dalamnya ada kesiagaan kerja dan ketaatan.
3. Memiliki akhlak yang tinggi dan menunjukkan sikap penuh harapan ( optimis ).

Ihsan dalam kekuasaan merupakan perbuatan baik kepada rakyat dan menghilangkan keburukan dari mereka, membantu orang yang menderita, menolong orang yang terzalimi. Oleh karena itu orang-orang ( pemimpin ) yang adil berada diatas mimbar cahaya di sisi kanan Allah Swt.

Sebagaimana firman-Nya dalam surah Yusuf ayat 55 yang artinya, “Dia (Yusuf) berkata, “Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan.”
Maksud ayat ini adalah, Yusuf meminta kepada raja supaya semua urusan yang berhubungan dengan perekonomian negara diserahkan kepadanya agar dia dapat mengaturnya dengan sebaik-baiknya guna menghindari bahaya kelaparan, walaupun musim kemarau amat panjang. Selanjutnya Yusuf mengetengahkan rencana jangka panjangnya.

Seorang penguasa ( pemimpin ) akan mendapat pahala atas segala kebaikan yang ia datangkan kepada rakyatnya, juga atas usahanya menolak semua kejahatan yang mengancam atau berpotensi mengancam rakyatnya. Dalam firman-Nya pada surah al-Baqarah ayat 220 yang artinya, “Tentang dunia dan akhirat. Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, “Memperbaiki keadaan mereka adalah baik!” Dan jika kamu mempergauli mereka, maka mereka adalah saudara-saudaramu. Allah mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan. Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia datangkan kesulitan kepadamu. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

Akan lebih baik jika karakter seorang pemimpin pelayan juga berkarakter dan menjunjung amanah yang teguh, adil serta lemah lembut pada rakyat. Bersih tidak terlibat manipulasi maupun korupsi adalah syarat mutlak. Semoga Allah Swt. memberikan pemimpin negeri ini seorang pelayan dan bersih, berakhlak mulia serta lebih mementingan rakyatnya daripada dirinya, keluarga dan golongannya.

*)Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(nwk/nwk)



Sumber : www.detik.com

Raja yang Adil



Jakarta

Dikisahkan Anusyirwan sebagai pimpinan yang adil, bijaksana dan terus berupaya menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Dia adalah penguasa Kerajaan Persia Sassanid/Sassaniyah yang lahir tahun 501. Anusyirwan bertahta di tampuk kekuasaan Sassaniyah sejak 13 September 531 hingga 31 Januari 579 M. Ia menggantikan ayahnya, Raja Kavadh I.

Dia pernah menghukum petugas pajak bumi, karena petugas itu telah memungut lebih banyak yang seharusnya, meskipun kelebihan itu diserahkan pada kerajaan bukan dinikmati secara pribadi. Oleh sebab itu, setiap penguasa yang mengambil sesuatu dari rakyat dengan curang dan ghasab (mengambil sesuatu benda atau barang dengan cara zalim secara terang-terangan. Sedangkan menurut istilah syara’ ialah menguasai hak orang lain secara aniaya), tak ubahnya seperti seseorang yang membangun fondasi pagar, tetapi tidak sabar hingga fondasi selesai. Lalu ia meletakkan bangunan di atasnya, maka fondasi itu pun runtuh. Begitu juga bangunan di atasnya.


Menteri Yunan pembantunya, mengirim surat padanya (Anusyirwan) yang berisi pesan dan nasihat yang berbunyi, “Paduka raja yang mulia, empat hal yang harus bersama paduka. Yaitu akal, adil, sabar dan sifat malu. Sementara empat hal yang harus paduka jauhi yaitu, dengki, sombong, kikir dan permusuhan. Paduka raja, ketahuilah bahwa para raja sebelum Paduka, telah berlalu. Sedangkan raja mendatang setelah Paduka, belum hadir. Usahakan agar semua raja di sepanjang waktu tetap simpatik dan salut pada Paduka.

Keempat yang harus dimiliki seorang raja adalah:

1. Akal. Allah SWT. menciptakan manusia yang dilengkapi nafsu dan diimbangi dengan diciptakannya akal. Jika nafsu menguasai seseorang maka ia akan liar, disini fungsi akal untuk menyeimbangkan dan menghindarkan seseorang dari keburukan. Di dalam tumbuhan yang berupa daun, buah, biji, akar dan kadang batangnya bermanfaat untuk kesehatan bagi yang tahu (mempergunakan akalnya).

Tahukah kita bahwa energi itu berawal dari hijauan? Tentu bagi orang beriman yang berakal akan tahu. Hal ini sebagaimana dalam firman-Nya surah Yasin ayat 80 yang artinya,

“Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu.”Apabila diperhatikan ke belakang, sumber utama api atau energi yang dihasilkan oleh kayu hijau adalah energi matahari. Makhluk hidup pertama yang menangkap dan menyimpan energi matahari di Bumi ini adalah tumbuhan, utamanya mereka yang memiliki zat hijau daun atau klorofil. Peran berakal (bisa dikatakan berilmu) merupakan keharusan bagi seorang muslim. Tentu bagi seorang Pemimpin berilmu itu keniscayaan, bagaimana dia mengelola aset negara dan menjadikan rakyatnya makmur.

2. Adil. Alexander pernah bertanya kepada Aristoteles, “Mana yang lebih utama bagi para penguasa, sifat berani atau adil?”

Jawabnya, “Jika seorang penguasa adil, maka dia tak memerlukan keberanian.”

Islam telah perintahkan berbuat adil sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al-Maidah ayat 8, ” Berlaku adillah, karena adil itu dekat kepada takwa.” Yakni sikap adilmu lebih dekat kepada takwa daripada kamu meninggalkannya. Berlaku adil tidak boleh membedakan termasuk orang yang pernah menyakitimu. Benci bukanlah penghalang untuk berlaku adil. Sebagai contoh seorang pemimpin yang kurang lebih dua tahun berkuasa dapat menjadikan rakyatnya, susah dijumpai yang meminta-minta.

Dia memimpin dengan adil dan seluruh kemampuannya tercurah untuk melayani masyarakat. Dia bisa meninggalkan kehidupan yang bergelimang kesenangan dunia menjadi hidup sangat sederhana dan bersahaja. Ketika istrinya menanyakan apa mempunyai uang 1 dirham untuk membeli anggur, dijawabnya tidak ada. Dia adalah Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz. Model kepemimpinan seperti ini yang patut menjadi contoh.

3. Sabar. Sekitar 103 kali kata sabar beserta turunannya disebutkan dalam Al-Qur’an. Ini menunjukkan bahwa sabar merupakan sesuatu yang sangat penting. Lebih spesifik perbuatan sabar merupakan perintah Allah SWT dalam surah An Nahl ayat 127 yang artinya, “Bersabarlah. Kesabaranmu itu tak lain adalah berkat pertolongan Allah.”

Disusul dengan surah At Thur ayat 48 yang berbunyi, “Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Tuhanmu, karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika engkau bangun.”

Kedua ayat ini menerangkan pada kita sebagai perintah bersikap sabar dan itu merupakan karunia-Nya. Pemimpin sabar dalam melaksanakan kepemimpinannya akan efektif karena tindakannya tidak dilandasi emosi dan jauh dari nafsu.

4. Malu. Sifat malu yang dimiliki para Pemimpin menjadi penting. Malu saat melakukan kezaliman atau penyimpangan, sehingga sikap ini akan menjadi penghalang perbuatan munkar.

Sedangkan ada empat hal yang harus dijauhi yaitu sifat dengki, sombong, kikir dan permusuhan. Keempat sifat ini akan membuat seorang pemimpin tidak efektif, oleh karena itu jauhkan dan hindarkan. Saat pemilihan pemimpin negeri ini awal tahun depan, hati-hatilah dalam menggunakan hak pilih. Cermati khususnya keempat sifat tersebut diatas. Semoga Allah SWT. menurunkan kuasanya dengan memberikan petunjuk untuk memilih pemimpin yang dikehendaki-Nya.

***

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Modal Pemimpin



Jakarta

Bagi seorang pemimpin, modal awal dalam menjalankan amanahnya adalah mensyukuri nikmat. Sebagaimana dalam firman-Nya surah Ibrahim ayat 34 yang artinya, “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”

Allah SWT telah memberi kalian segala yang kalian butuhkan dan yang kalian minta berupa kenikmatan-kenikmatan yang tidak terhitung banyaknya. Sungguh manusia sangat zalim dan banyak melupakan kenikmatan-kenikmatan tersebut. Oleh sebab itu, sebagai pemimpin yang beriman bersyukurlah atas nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya. Dengan mensyukuri nikmat engkau sebagai pemimpin akan jauh dari serakah dan zalim. Ingatlah, Rasulullah SAW. bersabda, “Manusia yang paling Allah cintai dan paling dekat kepada-Nya, ialah pimpinan yang adil. Sedang yang paling Ia benci dan jauh kepada-Nya, ialah pimpinan yang culas.” (HR Tirmidzi).

Sesuai dengan hadis di atas, maka jadilah sebagai pemimpin yang adil dan engkau akan dicintai-Nya.


Dalam kontestasi biasanya para calon menyampaikan visi misi yang merupakan janji kepada rakyat. Mari kita simak firman-Nya dalam surah al-Fath ayat 10 yang artinya, “Sesungguhnya, orang-orang yang berjanji setia kepadamu sebenarnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka. Maka, barang siapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri. Dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar.”

Makna ayat di atas adalah: maka barang siapa yang merusak perjanjian (janjinya) itu maka akibatnya akan kembali pada dirinya sendiri, dan barang siapa memenuhi perjanjian itu (memenuhi janjinya) maka Allah SWT akan memuliakannya dengan surga. Maka menepati janji bagi seorang pemimpin yang beriman adalah keharusan. Menepati janji merupakan sifat orang beriman. Setiap janji adalah utang, sedangkan utang harus ditunaikan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa orang yang ingkar janji sama halnya dengan tidak membayar utang.

Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa salah satu tanda orang munafik adalah mengingkari janji. Ketahuilah orang yang berjanji itu tidak berdosa, akan tetapi orang yang melanggar janjinya akan dikenakan dosa besar. Maka dari itu, menepati janji hukumnya wajib. Hal ini diperkuat dengan firman-Nya dalam surah al-Isra’ ayat 34 yang artinya, “Dan sempurnakanlah (laksanakanlah) janji, karena janji itu akan ditanyakan.”

Adapun modal yang lain adalah dapat mengendalikan nafsu. Sedangkan cara yang paling efektif dan ampuh ialah dengan berpuasa, di samping dengan melakukan zikir, salat, sedekah dan sebagainya. Orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu berarti dapat memenangkan jihad al-akbar (jihad yang lebih besar). Adalah sangat berbahaya jika seorang pemimpin yang semua produk kebijakannya dilandasi hawa nafsu.

Sebagaimana dalam firman-Nya surah al-Khaf ayat 28 yang artinya, “Janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari ingat kepada Allah serta menuruti hawa nafsunya. Mengikuti hawa nafsu akan menghalangi seseorang untuk berbuat adil bahkan menjadi awal kerusakan,”

Makna ayat di atas adalah: Janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, sebab keengganannya mengikuti tuntunan yang Kami wahyukan serta menuruti keinginannya yang teperdaya oleh kesenangan duniawi dan keadaannya yang demikian itu sudah melewati batas. Inilah jelas sekali bahwa larangan untuk mengikuti seseorang/ hamba yang lalai dan mengutamakan hawa nafsunya. Ingatlah bahwa nafsulah yang melakukan kemaksiatan atas seruan setan. Seruan setan tidak berdampak dosa jika nafsu dikalahkan dan tidak melaksanakan seruan tersebut.

Adapun modal selanjutnya adalah Zikrul Maut (ingat mati). Banyak mengingat mati dan memikirkan apa yang bakal terjadi sesudahnya serta menyiapkan keperluan untuk menghadapinya. Maka janganlah berebut dunia dan seolah-olah ahli dunia itu kekal. Janganlah menukar yang berharga dan kekal (akhirat) dengan sesuatu yang murah dan tidak kekal (dunia). Jika hal itu terjadi laksana usaha/ bisnis itu mengalami kebangkrutan dan itu merupakan tindakan yang sia-sia. Sebagaimana hadis riwayat Athabrani: Seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, pesankan sesuatu kepadaku yang akan berguna bagiku dari sisi Allah.” Nabi SAW lalu bersabda: “Perbanyaklah mengingat kematian maka kamu akan terhibur dari (kelelahan) dunia, dan hendaklah kamu bersyukur.”

Jika seorang pemimpin yang beriman yang selalu bersyukur, bersikap adil, menepati janji, bisa mengendalikan hawa nafsu dan selalu mengingat mati, insyaallah kepemimpinannya akan membawa negeri yang Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Semoga Allah SWT. selalu melindungi negeri ini dari kerusakan dan memberikan hidayah pada pemimpin negeri.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Lima Hal Bagi Pemimpin



Jakarta

Menurut Imam Syafi’i ada lima hal ( karakter ) bagi seorang pemimpin yaitu, bicaranya jujur, pandai menyimpan rahasia, menepati janji, mengawali dalam nasihat, dan menjalankan amanah. Ini karakter pemimpin yang ideal, namun dalam kehidupan nyata seorang pemimpin untuk berbicara jujur saja sangatlah berat apalagi bisa menepati janji yang kadang diobral saat melakukan kampanye. Oleh karena itu, wahai pemimpin negeri maupun rakyat pemilih, selalu berzikirlah untuk mengingat Allah SWT. agar diberi bimbingan untuk menjalankan amanah menuju negeri yang aman, tenteram, damai dan harmonis, yang di dalamnya ada rasa saling menghormati dan saling membantu.

Jujur dalam Bicara. Secara umum, jujur adalah sebuah sifat yang membutuhkan kesesuaian antara perkataan yang diucapkan serta perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Itu artinya, seseorang kemudian dapat dikatakan jujur jika ia mengucapkan sesuatu yang sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi dan disertai dengan tindakan yang seharusnya. Pemimpin merupakan panutan masyarakat, kejujuran adalah keharusan karena dampak dari kejujurannya akan membawa atmosfir yang baik dalam kehidupan masyarakat.

Karena begitu pentingnya sikap jujur ini sampai Allah SWT. berfirman dalam Al-Qur`an surah at-Taubah ayat 119 yang artinya, “bahwa Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dan bertaqwa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya kemudian Allah perintahkan agar berteman bergaul dan bersama orang-orang yang jujur”
Adapun makna ayat ini adalah Allah SWT. berfirman kepada orang-orang beriman agar bertakwa kepada-Nya dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya, dan senantiasa jujur dalam janji, perkataan, dan perbuatan mereka.


Menepati Janji. Dalam Islam, sifat jujur dan menepati janji adalah hal yang harus dipupuk dalam diri. Jika berani mengucap janji, maka harus berani pula untuk menepati dan melaksanakannya sesuai kesepakatan. Sebaliknya, jika mengingkari janji, maka ada konsekuensi yang harus diterima.
Pada masa-masa kampanye biasanya sebagian para calon “memberikan banyak janji” maka pada saatnya hendaknya dipenuhi, jika tidak realisasi maka jatuhlah reputasinya. Sebaiknya para calon pemimpin tidak mengumbar janji, hal ini sama dengan mengumbar hutang.

Adapun perintah Allah SWT. agar setiap orang yang telah berjanji harus memenuhinya, sebagaimana dalam firman-Nya surah an-Nahl ayat 91 yang artinya, “Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar sumpah, setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”

Pandai Menyimpan Rahasia. Menyembunyikan rahasia merupakan perintah dalam ajaran Islam. Rahasia adalah penting, jika terbuka maka bisa terjadi keretakan dalam rumah tangga dan dalam sekala besar ( negara ) bisa terjadi peperangan karena bocornya rahasia negara kepada negara lainnya. Sebagaimana dalam firman-Nya surah at-Tahrim ayat 3 yang artinya, “Dan ingatlah ketika secara rahasia Nabi membicarakan suatu peristiwa kepada salah seorang istrinya (Hafsah). Lalu dia menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan peristiwa itu kepadanya (Nabi), lalu (Nabi) memberitahukan (kepada Hafsah) sebagian dan menyembunyikan sebagian yang lain. Maka ketika dia (Nabi) memberitahukan pembicaraan itu kepadanya (Hafsah), dia bertanya, “Siapa yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab, “Yang memberitahukan kepadaku adalah Allah Yang Maha Mengetahui, Mahateliti.”

Pemimpin hendaknya bisa menyimpan rahasia khususnya rahasia negara. Kebijakan yang akan dijalankan tidaklah boleh bocor atau sengaja dibocorkan untuk kepentingan suatu kelompok. Adapun kerahasiaan paling sensitif tentang pertahanan. Oleh sebab itu, pemimpin harus teguh dalam menyimpan kerahasiaan negara.

Amanah dan Bernasihat. Seorang pemimpin yang amanah adalah seseorang yang jujur dan terbuka dalam segala hal. Mereka tidak menyembunyikan informasi penting dari publik dan selalu memegang prinsip kejujuran dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Pemimpin yang amanah selalu bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan yang mereka ambil. Memangku jabatan sebagai pimpinan, berarti ada amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Pada hakikatnya, dalam Islam kepemimpinan adalah amanat, kepercayaan dari Allah SWT. yang diberikan kepada hamba-Nya untuk membawa kebaikan, hidup sejahtera dan keberkahan.

Di samping seorang pemimpin mengawali sesuatu dengan nasihat. Dalam memberikan nasihat, sebaiknya dengan bertutur lemah lembut seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. dengan memperhatikan waktu dan kondisi yang ada. Beliau sangat memperhatikan kondisi audiens yang akan diberikan nasihat, memberikan rentang waktu yang tepat agar pendengar tidak merasa terbebani dengan nasihat yang baru.m

Semoga Allah SWT. memberikan cahaya-Nya agar para pemimpin negeri dapat menjalan lima karakter di atas.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

5 Kriteria Pemimpin yang Ideal Menurut Rasulullah SAW



Jakarta

Kriteria pemimpin ideal pernah dijelaskan Rasulullah SAW dalam beberapa hadits. Tentu sebagai umat Islam, harus mengikuti kriteria tersebut agar bisa menjadi pemimpin yang adil serta bertanggung jawab.

Dalam ajaran Islam, pemimpin terbaik sepanjang masa tentu saja Rasulullah SAW. Beliau menjadi suri tauladan dan sosok panutan dalam memimpin umat.

Melalui Al-Qur’an, Allah SWT berfirman tentang perintah menaati Ulil Amri atau pemimpin. Sebagaimana termaktub dalam surat An-Nisa Ayat 59,


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Mengutip buku Al-Ahkam As-Sulthaniyyah: Hukum-Hukum Penyelenggaraan Negara dalam Syariat Islam oleh Imam Al Mawardi dijelaskan bahwa pada ayat di atas, Allah SWT mewajibkan umat Islam mentaati ulil amri di antara kita dan ulil amri yang dimaksud adalah para imam (khalifah) atau pemimpin yang memerintah.

Hisyam bin Urwah meriwayatkan dari Abu Shalih dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Sepeninggalku akan datang kepada kalian pemimpin-pemimpin, kemudian akan datang kepada kalian pemimpin yang baik dengan membawa kebaikannya, kemudian akan datang kepada kalian pemimpin jahat dengan membawa kejahatannya. Maka dengarkan mereka, dan taatilah apa saja yang sesuai dengan kebenaran. Jika mereka berbuat baik, maka kebaikan tersebut untuk kalian dan mereka, dan jika berbuat jahat, maka kalian mendapat pahala dan mereka mendapat dosa.”

Setiap calon pemimpin diperbolehkan untuk berusaha dan berkompetisi memperebutkan posisi sebagai pemimpin. Jumhur ulama dan fuqaha’ berpendapat, bahwa memperebutkan jabatan imamah (kepemimpinan) bukan merupakan sesuatu yang tercela dan terlarang.

Pemimpin yang Ideal Menurut Rasulullah SAW

Pemimpin ideal dalam sejarah Islam adalah Nabi Muhammad SAW. Dalam masa kepimpinannya, Rasulullah SAW memiliki beberapa sifat yakni siddiq (jujur), amanah (dipercaya) dan fathanah (cerdas). Sifat ini dapat menjadi landasan kriteria pemimpin yang baik.

1. Pemimpin yang Jujur

Rasulullah SAW pernah menegaskan salah satu sahabatnya untuk tidak meminta jabatan, ucapan ini terekam dalam hadis riwayat al-Bukhari:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا وَإِذَا حَلَفْتَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَكَفِّرْ عَنْ يَمِينِكَ وَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ

Artinya: “Dari Abdurrahman bin Samurah, beliau mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku: “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan dengan tanpa meminta, maka kamu akan ditolong, dan jika kamu diberinya karena meminta, maka kamu akan ditelantarkan, dan jika kamu bersumpah, lantas kamu lihat ada suatu yang lebih baik, maka bayarlah kafarat sumpahmu dan lakukanlah yang lebih baik.” (Hadis riwayat Imam al-Bukhari).

Melansir laman NU Online, al-Wallawi dalam Dzahirah al-‘Uqba berpendapat, “Makna hadits tersebut adalah siapa pun yang meminta kepemimpinan dan dikabulkan, maka Allah akan menghilangkan pertolongan karena kerakusannya. Adapun lafaz hadits [Dan jika kamu diberikan kepemimpinan tanpa diminta, maka kamu akan mendapatkan pertolongan], maksudnya adalah Allah SWT akan menolongmu dan mengilhamimu dengan kebenaran, sehingga kamu dapat bahagia di dunia dan akhirat.” (Muhammad ibn ‘Ali al-Wallawi, Dazhirah al-‘Uqba fi syarh Sunan al-Nasa’i al-Mujtaba, Dar al-Mi’raj al-Dauliyah, juz 39, halaman 235)

2. Pemimpin yang Amanah

Seorang pemimpin haruslah bersikap amanah dan tidak curang. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa pemimpin yang curang tidak Allah masukkan ke dalam surga.

ماَ مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيْهِ اللَّهُ رَعِيَّةً، يَمُوْتُ يَوْمَ يَمُوْتُ، وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ، إِلاَّ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

Artinya: “Tidaklah seorang hamba yang diserahi Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia meninggal dunia dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, kecuali Allah mengharamkannya masuk surga.” (Hadis riwayat Imam al-Bukhari)

3. Pemimpin yang Bertanggung Jawab

Sifat bertanggung jawab merupakan sifat mendasar yang harus ada pada seorang pemimpin. Sifat amanah dan bertanggung jawab ini akan berpengaruh pada putusan yang diambilnya.

Rasulullah SAW bersabda,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya: “Dari ‘Abdullah bin Umar radliallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketahuilah setiap dari kalian adalah seorang pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin orang banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan isteri pemimpin terhadap keluarga suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, budak juga seorang pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.”

4. Pemimpin yang Ahli dan Cerdas

Seorang pemimpin haruslah orang yang ahli dan cerdas. Keahlian ini meliputi berbagai hal, termasuk menata kewarganegaraan yang akan membawa negara dan rakyat pada kestabilan di berbagai bidang, baik kemananan, ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.

Memberikan kepercayaan kepada yang bukan ahlinya merupakan suatu tanda kehancuran, sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda:

فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ، قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ: إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظَرْ السَّاعَةَ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ

Artinya: “Apabila sifat Amanah sudah hilang, maka tunggulah terjadinya kiamat”. Orang itu bertanya, “Bagaimana hilangnya amanah itu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat”. (Hadis riwayat Imam al-Bukhari).

5. Pemimpin yang Mencintai dan Dicintai Rakyat

Kemudian kriteria pemimpin selanjutnya yaitu yang dicintai dan mencintai rakyatnya. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

خِيارُ أئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ ويُحِبُّونَكُمْ، ويُصَلُّونَ علَيْكُم وتُصَلُّونَ عليهم، وشِرارُ أئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ ويُبْغِضُونَكُمْ، وتَلْعَنُونَهُمْ ويَلْعَنُونَكُمْ

Artinya: “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian cintai dan mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian benci dan membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (Hadits riwayat Imam Muslim).

Demikian 5 kriteria pemimpin ideal menurut Rasulullah SAW. Semoga para pemimpin memiliki tanggung jawab dalam mengemban amanah.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

4 Hadits tentang Pemimpin yang Baik, Salah Satunya Mencintai dan Dicintai Rakyat


Jakarta

Dalam Islam, pemimpin terbaik sepanjang masa ialah Nabi Muhammad SAW. Sebagai utusan Allah SWT, beliau menjadi suri tauladan sekaligus sosok panutan memimpin umat.

Allah SWT berfirman dalam surah An Nisa ayat 59,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Dalam buku Al-Ahkam As-Sulthaniyyah: Hukum-Hukum Penyelenggaraan Negara dalam Syariat Islam tulisan Imam Al Mawardi, ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT mewajibkan kaum muslimin mentaati ulil amri di antara kita. Maksud dari ulil amri adalah para imam, khalifah atau pemimpin yang memerintah.

Hadits tentang Pemimpin yang Baik

Mengutip buku Kepemimpinan dalam Perspektif Islam karya Ari Prasetyo, berikut sejumlah hadits yang membahas terkait pemimpin yang baik.

1. Hadits Pemimpin Harus Bersikap Amanah

Amanah merupakan akhlak mulia yang artinya dapat dipercaya. Sifat ini dimiliki oleh Nabi SAW dalam melaksanakan perintah Allah SWT dan menyiarkan agama Islam.

Karenanya, seorang pemimpin yang baik harus memiliki sifat amanah. Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadits yang berbunyi,

“Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” (HR Muslim)

2. Hadits Pemimpin Harus Bertanggung Jawab

Dari ‘Abdullah bin Umar RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Ketahuilah setiap dari kalian adalah seorang pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin orang banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan isteri pemimpin terhadap keluarga suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, budak juga seorang pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.”

3. Hadits Pemimpin yang Mencintai dan Dicintai Rakyat

Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadits,

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian cintai dan mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian benci dan membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (Hadits riwayat Imam Muslim).

4. Hadits Mematuhi Aturan Pemimpin yang Baik

Kaum muslimin juga diminta untuk taat dan patuh pada pemimpin yang baik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:

“Patuh dan taat itu (pada pemimpin) adalah wajib bagi seseorang dalam hal apa yang ia suka atau benci, selama tidak diperintah berbuat maksiat. Jika diperintah maksiat, maka tidak wajib patuh dan taat.” (HR Bukhari)

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

5 Doa sebelum Coblos Surat Suara Pemilu 2024 agar Tidak Pilih Pemimpin Zalim


Jakarta

Doa jelang pemilihan umum (pemilu) 2024 yang dapat diamalkan salah satunya adalah doa sebelum melakukan pencoblosan surat suara. Doa tersebut dapat dipanjatkan dengan harapan agar pemimpin yang dipilih maupun terpilih kelak dijauhkan dari perbuatan zalim.

Mengutip buku Al-Qur’an Hadis Madrasah Tsanawiyah Kelas VII oleh H. Aminudin, zalim adalah perbuatan tercela yang harus dihindari setiap muslim. Perbuatan zalim dapat merugikan diri sendiri dan juga orang lain, baik di dunia maupun di akhirat.

Bahkan, Rasulullah SAW pernah menjelaskan dalam haditsnya terkait ganjaran bagi pemimpin zalim. Disebutkan, mereka termasuk dalam golongan pertama yang akan masuk neraka. Dari Abu Hurairah RA yang mengutip sabda Rasulullah SAW,


“Telah ditampakkan pada diriku tiga golongan pertama yang akan masuk ke dalam neraka, yaitu seorang pemimpin yang berbuat durhaka, orang kaya yang tidak mau menunaikan hak-hak Allah, dan orang miskin yang congkak.” (HR Ibnu Hibban dan ‘Uyainah)

Syamsul Rizal Hamid dalam buku 1500++ Hadis & Sunah Pilihan menjelaskan, konteks kezaliman pemimpin dalam hadits di atas bisa merujuk pada ketidakmampuan seorang pemimpin dalam berlaku adil baik terhadap diri sendiri maupun sesama warganya.

Ganjaran lain yang disebutkan Rasulullah SAW bagi pemimpin zalim adalah neraka Jahanam. Mereka akan ditempatkan di sumur Habhab pada sebuah lembah neraka tersebut. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya di dalam neraka Jahanam itu terdapat lembah, dan di lembah itu terdapat sumur yang bernama Habhab. Allah pasti akan menempatkan setiap penguasa yang sewenang-wenang dan menentang kebenaran di dalamnya.” (HR Ath Thabrani, Al Hakim, dan Adz Dzahabi)

Adapun bacaan doa yang dapat diamalkan sebelum melakukan pencoblosan pada Pemilu 2024 yang digelar 14 Februari 2024 di antaranya sebagai berikut dari Ustaz Enjang Burhanudin Yusuf dalam buku Panduan Lengkap Shalat, Doa, Zikir & Shalawat dan publikasi Sistem Informasi Manajemen Bimas Islam (Simbi) Kemenag.

5 Doa sebelum Coblos Calon Pemimpin pada Pemilu 2024

1. Doa Versi Pertama

اللهم إني أعوذبك من إمارةِ الصبيان والسفهاء

Bacaan latin: Allahumma inni a’udzubika min imratisshibyan was sufaha’

Artinya: “Ya Allah, sungguh kami berlindung kepada-Mu dari pemimpin yang kekanak-kanakan dan dari pemimpin yang bodoh.”

2. Doa Versi Kedua

اللَّهُمَّ لَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لَا يَخَافُكَ فِيْنَا وَلَا يَرْحَمُنَا

Bacaan latin: Allahumma laa tusallith ‘alainaa bidzunubinaa man laa yakhafuka fiinaa wa laa yarhamunaa

Artinya: “Ya Allah dikarenakan dosa-dosa kami janganlah Engkau kuasakan (beri pemimpin) orang-orang yang tidak takut kepada-Mu atas kami dan tidak pula bersikap rahmah kepada kami.”

3. Doa Versi Ketiga

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ

Bacaan latin: Allahuma ‘aslih wulat ‘umurina, aallahuma wafiqhum lima fih salahuhum wasalah al’iislam walmuslimina, aallahuma ‘aeinhum ealaa alqiam bimahamihim kama ‘amartahum ya rabbal alamin. Allahuma ‘abid ‘anhum bitanatassu’i walmufsidin waqarib ‘iilayhim ‘ahl alkhayr walnaasihin ya rabbal alamin, Allahuma ‘aslih wulat ‘umur almuslimin fi kuli makanin.

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah pemimpin kami orang yang baik. Berikanlah taufik kepada mereka untuk melaksanakan perkara terbaik bagi diri mereka, bagi Islam, dan kaum muslimin. Ya Allah, bantulah mereka untuk menunaikan tugasnya, sebagaimana yang Engkau perintahkan, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jauhkanlah mereka dari teman dekat yang jelek dan teman yang merusak. Juga dekatkanlah orang-orang yang baik dan pemberi nasihat yang baik kepada mereka, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jadikanlah pemimpin kaum muslimin sebagai orang yang baik, di mana pun mereka berada.”

4. Doa Versi Keempat

اللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَواتِ السَّبْعِ، وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، كُنْ لِي جَاراً مِنْ فُلَانِ بْنِ فُلانٍ، وَأَحْزَابِهِ مِنْ خَلَائِقِكَ، أَنْ يَفْرُطَ عَلَيَّ أَحدٌ مِنْهُمْ أَوْ يَطْغَى عَزَّ جَارُكَ، وَجَلَّ ثَنَاؤُكَ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

Bacaan latin: Allahumma rabbis samaawaati wa rabbil ‘arsyil adziim, kun lii jaaram min fulaanibni fulaan, wa ahzabihi min kholaa- iq, ay yafrutho ‘alayya ahadum minhum aw yathghoo, ‘azza jaaruka wa jalla tsanaa- uka wa laa ilaaha illaa anta.

Artinya: “Ya Allah, Tuhan tujuh lapis langit dan Tuhan Arasy yang agung, jadilah pelindungku dari Fulan bin Fulan (sebutkan nama), dan kelompoknya dari makhluk-Mu yang ingin bertindak jahat ke atasku. Sangat mulia pelindungan-Mu dan sangat tinggi pujian-Mu, tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Engkau.”

5. Doa Versi Kelima

اللَّهُمَّ يَا سَلَامُ يَامُؤْمِنُ سَلِّمْنَا وَأَمِّنَا وَسَلَّمْ وَامِّنْ شُعْبَ إِنْدُوْنِيْسِيَا وَزُعَمَائِهِمْ اللَّهُمَّ يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ بِرَحْمَتِكَ نستغيث

Bacaan latin: Allahumma ya salam yamu’minu sallimna wa’ammina wasallam wammin syu’aiba ‘iindunisiya wazu’amayihim, allahumma ya hayyu ya qayum birahmatika nastaghitsi.

Artinya: “Ya Allah, ya Tuhan kami Yang Maha Penyelamat dan Pemberi aman, berikanlah keselamatan dan keamanan kepada kami dan bangsa Indonesia serta para pemimpin kami. Ya Allah, ya Tuhan kami Yang Maha Pengatur, atas belas kasihan-Mulah kami mengharap pertolongan.”

Menurut Ustaz Enjang Burhanudin Yusuf, doa berikut dapat diamalkan sebanyak-banyaknya. Tujuannya agar orang yang memanjatkan dan masyarakat luas diberi perlindungan oleh Allah dari pemimpin yang zalim.

(rah/erd)



Sumber : www.detik.com

6 Doa Memohon Pemimpin yang Baik, Dibaca agar Dijauhkan dari Pemimpin Zalim



Jakarta

Doa merupakan media komunikasi antara seorang hamba dengan Allah SWT. Doa juga bisa menjadi amalan ketika hendak memohon segala sesuatu, termasuk meminta diberikan pemimpin yang baik.

Dalam Islam, seorang pemimpin memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia. Menjadi pemimpin yang baik, adil dan dicintai rakyatnya merupakan sebuah kedudukan yang istimewa. Sayangnya, tidak semua pemimpin bisa berlaku adil dan bersikap bijak.

Masriyah Amva dalam bukunya yang berjudul Indahnya Doa Rasulullah Bagiku, disebutkan seorang pemimpin yang adil akan mendapatkan tempat khusus di sisi Allah SWT. Pemimpin yang bertanggung jawab dalam mengemban amanah merupakan salah satu sosok yang dicintai Allah SWT.


Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” (HR Muslim)

Dengan demikian, pemimpin harus dipilih sesuai dengan sikap dan sifatnya. Dan juga sudah menjadi kewajiban bagi seorang pemimpin untuk menjalankan tanggung jawab dengan adil dan bijak.

Doa Memohon Pemimpin yang Baik

Setiap orang tentu menginginkan berada di bawah kepemimpinan yang baik. Selain berikhtiar memilih pemimpin yang terbaik, upayakan juga dengan berdoa kepada Allah SWT agar dijauhkan dari pemimpin yang zalim, bodoh dan tidak bertanggung jawab.

Seorang Ulama Fudhail bin ‘Iyadh berkata bahwa:

“Seandainya aku memiliki doa yang mustajab, maka akan aku tujukan doa tersebut kepada pemimpin.”

Ada yang bertanya pada Fudhail, “Mengapa bisa demikian?” Ia menjawab, “Jika aku tunjukkan doa tersebut pada diriku saja, maka itu hanya bermanfaat untukku. Akan tetapi kalau aku tunjukkan untuk pemimpinku, maka rakyat dan negara akan menjadi baik.

Berikut beberapa doa yang bisa dibaca untuk memohon pemimpin yang baik:

1. Doa memohon pemimpin yang suka menolong

Doa ini sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 80

وَقُل رَّبِّ أَدْخِلْنِى مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِى مُخْرَجَ صِدْقٍ وَٱجْعَل لِّى مِن لَّدُنكَ سُلْطَٰنًا نَّصِيرًا

Arab-Latin: Wa qur rabbi adkhilnī mudkhala ṣidqiw wa akhrijnī mukhraja ṣidqiw waj’al lī mil ladungka sulṭānan naṣīrā

Artinya: Dan katakanlah: “Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.

2. Doa memohon pemimpin yang baik

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah pemimpin kami orang yang baik. Berikanlah taufik kepada mereka untuk melaksanakan perkara terbaik bagi diri mereka, bagi Islam, dan kaum muslimin. Ya Allah, bantulah mereka untuk menunaikan tugasnya, sebagaimana yang Engkau perintahkan, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jauhkanlah mereka dari teman dekat yang jelek dan teman yang merusak. Juga dekatkanlah orang-orang yang baik dan pemberi nasihat yang baik kepada mereka, wahai Rabb semesta alam. Ya Allah, jadikanlah pemimpin kaum muslimin sebagai orang yang baik, di mana pun mereka berada.”

3. Doa memohon pemimpin terbaik

اللَّهُمَّلَاتُسَلِّطْعَلَيْنَا-بِذُنُوْبِنَا-مَنْلَايَخَافُكَوَلَايَرْحَمُناَ

Arab Latin: Allahumma lâ tusallith ‘alainâ-bidzunübinâ-man lâ yakhâfuKa walâ yarhamunâ.

Artinya: “Ya Allah ya Tuhan kami, janganlah Engkau kuasakan (jadikan pemimpin) atas kami-karena dosa-dosa kami-orang yang tidak takut kepadaMu dan tidak mempunyai belas kasihan kepada kami.

4. Doa agar terhindar dari pemimpin yang bodoh

اللهم إني أعوذبك من إمارةِ الصبيان والسفهاء

Arab Latin: Allahumma inni a’udzubika min imratisshibyan was sufaha’

Artinya: Yaa Allah, sungguh kami berlindung kepada-Mu dari pemimpin yang kekanak-kanakan dan dari pemimpin yang bodoh.”

5. Doa agar terhindar dari pemimpin yang tidak takut Allah SWT

اللَّهُمَّ لَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لَا يَخَافُكَ فِيْنَا وَلَا يَرْحَمُنَا

Arab Latin: Allahumma laa tusallith ‘alainaa bidzunubinaa man laa yakhafuka fiinaa wa laa yarhamunaa

Artinya: “Yaa Allah dikarenakan dosa-dosa kami janganlah Engkau kuasakan (beri pemimpin) orang-orang yang tidak takut kepada-Mu atas kami dan tidak pula bersikap rahmah kepada kami.”

6. Doa Nabi Muhammad SAW

Dalam satu hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Rasulullah SAW berdoa agar dilindungi dari pemimpin yang zalim. Berikut bacaan doanya,

اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ هَذِهِ أُمَّتِي شَيْئاً فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ. وَمَنْ شَقَّ عَلَيْهَا فَاشْفُقْ عَلَيْهِ. رواه مسلم

Artinya: “Ya Allah, siapa saja yang memimpin (mengurus) urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah dia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia”. (HR. Muslim)

Itulah beberapa doa yang bisa dipanjatkan untuk memohon dan mengharapkan pemimpin yang baik, adik serta bijak.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Pemimpin Akhir Zaman Akan Bicara Tanpa Ilmu, Ini Haditsnya


Jakarta

Rasulullah SAW menyebutkan sejumlah tanda kiamat dan beberapa di antaranya barangkali sudah terjadi. Salah satu tanda kiamat ini adalah diserahkannya urusan bukan pada ahlinya.

Hal tersebut mengacu pada sejumlah hadits yang termuat dalam kitab An Nihayah Fitan wa Ahwal Akhir az Zaman (Mukhtashar Nihayah al Bidayah) karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan Anshori Umar Sitanggal dan Imron Hasan. Rasulullah SAW bersabda,

إِذَا وُسدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ


Artinya: “Apabila segala urusan telah diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah datangnya kiamat.”

Dalam hadits lain dikatakan,

لا تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَسُودَ كُلَّ قَبيْلَةٍ رَدَالُهَا

Artinya: “Kiamat tidak akan terjadi sebelum tiap-tiap kabilah dipimpin oleh orang-orang yang hina di antara mereka.”

Menurut sebuah hadits yang terdapat dalam Al-Masih Al-Muntazhar wa Nihayah Al-Alam karya Abdul Wahab Abdussalam Thawilah yang diterjemahkan oleh Subhanur, para pemimpin akhir zaman disebut berasal dari kalangan orang-orang bodoh yang berbicara tanpa ilmu. Diriwayatkan dari Abdullah bin Ash RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Allah SWT tidaklah mengangkat ilmu dengan mencabutnya dari diri manusia, tetapi ilmu diangkat dengan cara mewafatkan para ulama sehingga tidak ada seorang ulama pun, lalu manusia mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Jika mereka ditanya (tentang suatu urusan), mereka menjawab tanpa ilmu, akhirnya mereka sesat dan menyesatkan.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban)

Hadits tentang orang bodoh yang menjadi pemimpin ini turut diriwayatkan Abu Umayyah Al-Jahmi RA. Ia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda, “Di antara tanda-tanda kiamat–dalam riwayat lain ada tiga, salah satunya–(yaitu) ilmu diperoleh dari orang-orang lebih rendah (ilmunya).” (HR Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath)

Abdul Wahab Abdussalam Thawilah menjelaskan, maksud orang-orang yang lebih rendah ilmunya dalam hadits tersebut adalah para penuntut ilmu yang belum kapabel. Sehingga ketika ditanya tentang suatu masalah mereka menjawab tanpa berlandaskan ilmu bahkan ia tidak mengetahui apa yang ia bicarakan.

Hilangnya Amanah Para Pemimpin Akhir Zaman

Dalam Shahih Bukhari terdapat riwayat dari Abu Hurairah RA yang menyebut kiamat akan terjadi ketika amanah disia-siakan atau hilang. Hal tersebut terjadi ketika urusan diserahkan bukan pada ahlinya. Berikut bunyi haditsnya,

أَنْ أَعْرَابِيًّا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ مَتَى السَّاعَةُ؟ فَقَالَ إِذَا ضُيِّعَتِ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ أَوْ قَالَ مَا إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا تَوَسَّدَ الْأَمْرَ غَيْرُ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

Artinya: “Bahwasanya seorang Badui bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘Kapankah terjadinya kiamat?’ Rasul menjawab, ‘Apabila amanat telah disia-siakan, maka tunggulah terjadinya kiamat.’ Badui itu bertanya juga, ‘Ya Rasul Allah, bagaimanakah disia-siakannya amanat itu?’ Rasul menjawab, ‘Apabila segala urusan telah diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat’.”

Imam an-Nawawi menjelaskan dalam kitab Syarah-nya, hadits tersebut menjelaskan di antara tanda-tanda kiamat adalah orang-orang bodoh menjadi pemimpin umat Islam, baik dalam salat maupun dalam kehidupan sehari-hari.

“Kalau mereka menjalankan ibadah dengan benar, mereka memperoleh pahala dan juga orang-orang yang mengikuti mereka. Tetapi jika mereka keliru, maka mereka saja yang menanggung dosa yang mereka lakukan,” jelas Imam an-Nawawi seperti disyarah oleh Musthafa Dib al-Bugha dkk dan diterjemahkan oleh Misbah.

Wallahu a’lam.

(kri/rah)



Sumber : www.detik.com

Hadits Larangan Meminta Jabatan, Pemimpin Harus yang Dicintai dan Mencintai Rakyat



Jakarta

Larangan meminta jabatan dijelaskan dalam beberapa hadits Rasulullah SAW. Seorang calon pemimpin dilarang untuk meminta jabatan karena hal tersebut dapat membawa pada kesesatan.

Menjabat posisi sebagai pemimpin bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan sosok yang cerdas, kuat, bijaksana serta adil agar dapat menjalankan tanggung jawabnya secara amanah.

Seorang pemimpin hendaknya memiliki rasa cinta kepada rakyatnya, demikian pula sebaliknya. Hal ini sebagaimana dijelaskan Rasulullah SAW dalam sebuah hadits,


“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian cintai dan mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian benci dan membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (HR Muslim).

Hadits Larangan Meminta Jabatan

Rasulullah SAW pernah bersabda tentang larangan meminta jabatan. Dari Abdurrahman bin Samurah mengatakan, Nabi SAW berkata,

عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا وَإِذَا حَلَفْتَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَكَفِّرْ عَنْ يَمِينِكَ وَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ

Artinya: “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan dengan tanpa meminta, maka kamu akan ditolong, dan jika kamu diberinya karena meminta, maka kamu akan ditelantarkan, dan jika kamu bersumpah, lantas kamu lihat ada suatu yang lebih baik, maka bayarlah kafarat sumpahmu dan lakukanlah yang lebih baik.” (HR. Bukhari).

Dalam buku 100 Hadits Pilihan (Materi Hafalan, Kultum dan Ceramah Agama) karya Muhammad Yunan Putra, Lc., M.HI. hadits ini memiliki kandungan bahwa pemimpin adalah orang yang diberikan amanah dan menaungi kehidupan orang banyak, tidak hanya bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup masyarakatnya (kemakmuran) tapi juga melindungi dari segala yang membahayakan mereka. Seorang pemimpin adalah orang yang menempakan kaki kanannya berada di surga dan kaki kirinya berada di neraka; artinya sedikit saja ia tergelincir maka neraka adalah tempat mereka namun apabila mereka adil terhadap rakyatnya, maka surgalah tempatnya.

Maka dari hadits tersebut dapat diambil beberapa kandungan, diantaranya:

1. Larangan meminta untuk ditunjuk atau dipilih menjadi seorang pemimpin, namun larangan ini tidak bersifat mutlak; artinya seseorang boleh saja meminta meminta namun dengan syarat hendaknya ia benar-benar mampu dalam segala hal sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi Yusuf ketika ia meminta untuk ditunjuk menjadi seorang bendahara negara.

2. Terdapat juga kisah seorang sahabat yang meminta jabatan, namun ditolak oleh Rasulullah SAW karena dianggap tidak mampu dan Rasulullah mengkhawatirkan akan menjerumuskannya dalam neraka.

Ia adalah Abu Dzar RA, seorang sahabat yang meminta jabatan kepada Nabi SAW, lalu nabi menolaknya:

يَا رسول الله، ألا تَسْتَعْمِلُني؟ فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى مَنْكِبي، ثُمَّ قَالَ: ((يَا أَبَا ذَرٍّ، إنَّكَ ضَعِيفٌ، وإنّها أمانةٌ، وَإنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ، إلا مَنْ أخَذَهَا بِحَقِّهَا، وَأدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا)). رواه مسلم.

Dari Abu Dzar dia berkata, saya berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah anda menjadikanku sebagai pegawai (pejabat)?” Abu Dzar berkata, “Kemudian beliau menepuk bahuku dengan tangan beliau seraya bersabda: “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar.” (Muslim)

3. Pemimpin yang diangkat bukan karena meminta maka akan ditolong oleh Allah SWT, berbeda dengan pemimpin yang ditunjuk karena meminta jabatan, mereka akan ditelantarkan oleh Allah SWT.

4. Ketika seorang pemimpin tidak mampu menunaikan janji yang mereka ucapkan, maka wajib membayar kafarat sumpah (kafaratul yamin). Kafarat sumpah ini bersifat umum, tidak hanya sumpah atau janji yang dilakukan oleh para pemimpin namun kepada siapa saja yang telah melakukan sumpah, janji atau bernazar terhadap sesuatu.

Dalam hadits lain disebutkan bahwa Al-Abbas pernah meminta kepada Rasulullah SAW jabatan sebagai gubernur Makkah dan Thaif atau Yaman, maka beliau bersabda kepadanya, “Hai paman, satu jiwa yang engkau selamatkan lebih baik dari kekuasaan yang tidak dapat engkau pertanggungjawabkan.”

Rasulullah SAW bersabda, “Hai Abbas pamanku, dan Shafiyah bibiku, serta Fatimah binti Muhammad, aku sama sekali tidak dapat menjadi jaminan keselamatan bagi kalian di hadapan Allah nanti. Bagiku mal ibadahku dan bagi kalian amal ibadah kalian.”

Hadits Pemimpin yang Memberikan Jabatan pada Orang yang Tidak Amanah

Mengutip buku 500 Kisah Orang Saleh Penuh Hikmah karya Imam Ibnul Jauzi, jabatan bisa menjadi sebuah cobaan, jika pemimpin tidak amanah maka langit dan bumi serta gunung, niscaya semuanya enggan menerimaya dan merasa berat.

Yazid bin Jabir meriwayatkan dari Abdurrahman bin Abi Amrah Al-Anshari, bahwa Umar bin Khattab mempekerjakan seorang lelaki dari Anshar untuk mengurus sedekah, kemudian dia melihatnya setelah beberapa hari berdiam dir rumah. Dia pun berkata kepadanya, “Apa yang membuatmu tidak pergi ke tempat kerjamu? Apakah engkau tidak tahu bahwa dengan bekerja engkau akan mendapatkan pahala sebagai mujahid di jalan Allah?”

Dia menjawab, “Saya tidak tahu. Mengapa bisa seperti itu?”

Lalu dia melanjutkan, “Saya mendengar kabar bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja pemimpin yang memegang suatu jabatan mengurus urusan manusia, niscaya dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan terikat tangannya ke lehernya. Kemudian dia dihentikan di jembatan neraka, dan jembatan itu pun bergerak keras sehingga seluruh bagian tubuh orang itu terlepas dari tempatnya. Kemudian bagian-bagian tubuhnya itu dikembalikan ke tempatnya. Dam, dia pun diperhitungkan perbuatannya. Jika dia berbuat baik, maka dia selamat dengan perbuatan baiknya itu. Sedangkan jika dia berbuat buruk, maka jembatan itu akan terbakar membakar dirinya, dan dia pun jatuh ke neraka yang dalamnya tujuh puluh tahun.”

Mendengar hadits ini, Umar RA yang memberikan jabatan kepada orang yang tidak amanah tersebut lantas berucap, “Duhai malangnya Umar, bukankah ia adalah orang yang memegang tampuk kekuasaan umat dengan segala tanggung jawabnya?”

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda, “Seburuk-buruk pemimpin adalah al huthamah.” Dia adalah orang yang binasa.

Al-huthamah adalah pemimpin yang tegas dan keras terhadap pegawainya, namun memberikan kelonggaran bagi dirinya sendiri untuk bertindak korupsi.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com