Tag Archives: penerima zakat

Sebutan Bagi Orang yang Berhak Menerima Zakat, Apa Ya?



Jakarta

Orang yang berhak menerima zakat memiliki sebutan sendiri. Golongan penerima zakat ini disebutkan dalam Al-Qur’an surah At Taubah ayat 60,

۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ٦٠

Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah bagi orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang membutuhkan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,”


Berdasarkan firman Allah SWT pada ayat di atas, maka golongan penerima zakat terdiri atas 8 kelompok, yaitu fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharimin, fisabilillah, dan ibnu sabil. Lantas, apa sebutan yang disematkan bagi para penerima zakat?

Sebutan Bagi Orang yang Berhak Menerima Zakat

Orang yang berhak menerima zakat disebut dengan mustahik. Mengutip dari buku Berzakat Itu Mudah susunan Dr H Ahmad Tajuddin Arafat M S I, secara bahasa zakat diartikan sebagai pertumbuhan dan perkembangan, kesucian, keberkahan, banyaknya kebaikan, dan keberesan.

Singkatnya, zakat berarti tumbuh dan berkembang. Menurut istilah, zakat adalah pemberian hak kepemilikan atas sebagian harta tertentu kepada orang tertentu yang telah ditetapkan oleh syariat karena Allah SWT.

Syekh Mahmud Syalthut mendefinisikan zakat sebagai sebagian harta yang dikeluarkan oleh orang kaya untuk saudara-saudaranya yang fakir dan untuk kepentingan umum yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat. Zakat dapat menyucikan dosa dari orang yang mengeluarkannya, mengembangkan pahala, serta hartanya.

Hukum membayar zakat sendiri ialah wajib. Banyak ayat Al-Qur’an yang menegaskan terkait kewajiban membayar zakat, salah satunya surah Al Baqarah ayat 43,

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Arab latin: Wa aqīmuṣ-ṣalāta wa ātuz-zakāta warka’ụ ma’ar-rāki’īn

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk,”

8 Golongan Penerima Zakat

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya pada surah At Taubah ayat 60, setidaknya terdapat 8 golongan yang berhak menerima zakat. Fakir dan miskin disebutkan paling pertama pada ayat tersebut karena mereka sangat membutuhkan zakat jika dibanding dengan golongan yang lain.

Fakir dan miskin ialah golongan yang tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Sementara amil adalah petugas yang mengumpulkan dan mendistribusikan zakat.

Selain itu, ada juga mualaf. Arti dari mualaf ialah seseorang yang baru memeluk agama Islam dan membutuhkan bantuan untuk menguatkan tauhid serta syariahnya

Lalu, ada riqab atau budak yang ingin memerdekakan dirinya. Ibnu Abbas dan Al-Hasan menyebutkan bahwa tidak masalah jika budak dimerdekakan dari hasil harta zakat.

Kemudian ada gharimin, orang-orang yang berutang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Terakhir, fisabilillah.

Fisabilillah adalah orang-orang yang berjuang demi Allah SWT. Dahulu kala, golongan ini merupakan mereka yang terjun ke medan pertempuran atau jihad, saat ini diartikan sebagai berdakwah.

Etika Penerima Zakat yang Harus Diperhatikan

Menukil dari buku Kajian Fikih dalam Bingkai Aswaja oleh Ahmad Hawassy, hendaknya penerima zakat memiliki sejumlah sikap dan etika ketika mendapat zakat. Antara lain sebagai berikut:

  • Mengerti bahwa Allah mewajibkan memberikan zakat kepadanya agar mencukupi kepentingannya
  • Berterima kasih kepada pemberi zakat dan mendoakannya. Orang yang tidak berterima kasih sama seperti tidak bersyukur kepada Allah
  • Memperhatikan apa yang diberikan kepada dirinya, jika tidak halal maka jangan diambil
  • Menghindari terjadinya syubhat dengan cara menerima pemberian zakat secukupnya agar tidak menerima pemberian melebihi kebutuhan

Itulah pembahasan mengenai sebutan bagi orang yang menerima zakat beserta informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Apa Perbedaan Zakat, Infak, dan Sedekah dalam Islam?


Jakarta

Zakat, infak, dan sedekah adalah tiga istilah yang sering di dengar dalam konteks agama Islam. Ketiganya merupakan bentuk ibadah yang melibatkan pengeluaran harta atau uang.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 265,

وَمَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ وَتَثْبِيْتًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍۢ بِرَبْوَةٍ اَصَابَهَا وَابِلٌ فَاٰتَتْ اُكُلَهَا ضِعْفَيْنِۚ فَاِنْ لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗوَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ ٢٦٥


Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan harta mereka untuk mencari rida Allah dan memperteguh jiwa mereka adalah seperti sebuah kebun di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, lalu ia (kebun itu) menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, hujan gerimis (pun memadai). Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Meskipun memiliki kesamaan dalam hal pengeluaran harta, namun ketiganya memiliki perbedaan yang mendasar. Apa saja perbedaannya?

Perbedaan Zakat, Infak, dan Sedekah

1. Definisi

Dikutip dari buku Edisi Indonesia Fikih Sunnah 2 karya Sayyid Sabiq, zakat adalah segala sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai kewajiban kepada Allah SWT, kemudian diserahkan kepada orang-orang miskin atau yang berhak menerimanya.

Sementara, infak menurut Siska Lis Sulistiani dalam buku Hukum Perdata Islam: Penerapan Hukum Keluarga dan hukum bisnis Islam di Indonesia adalah pengeluaran dari harta seseorang setiap kali ia mendapatkan rezeki sesuai dengan yang dikehendakinya. Lalu, sedekah didefinisikan sebagai pemberian sukarela dari seseorang kepada orang lain yang membutuhkan, baik berupa materi maupun nonmateri.

2. Hukum

Sayyid Sabiq berpendapat, hukum zakat adalah wajib, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan sunnah.

Dikutip dari buku Panduan Muslim Sehari-hari karya Hamdan Rasyid oleh Saiful Hadi El-Sutha, hukum infak tergantung kepada sasaran infak (wajib/sunnah/haram).

Berbeda dengan sedekah, menurut buku Sedekah: Hidup Berkah Rezeki Melimpah karya Candra Himawan dan Neti Suriana, hukum sedekah pada dasarnya adalah sunnah. Namun, sedekah akan menjadi wajib jika terdapat seseorang yang sangat membutuhkannya karena mengancam jiwanya dan ketika terdapat nazar untuk bersedekah.Sedekah juga akan menjadi haram jika yang bersedekah mengetahui bahwa orang yang menerima sedekahnya akan berbuat maksiat.

3. Penerima

Terdapat 8 golongan orang yang berhak menerima zakat seperti yang disebutkan Sayyid Sabiq, yaitu fakir, miskin, amil zakat, muallaf, budak, orang-orang yang berhutang (gharimin), jalan Allah (sabilillah), dan Ibnu Sabil. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 215,

يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ۗ قُلْ مَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ٢١٥

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan (dan membutuhkan pertolongan).” Kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.”

Dikutip dari buku Ekonomi dan Manajemen ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, Wakaf) karya Tika Widiastuti, dkk, tidak ada ketentuan dalam penerima infak dan sedekah (bebas).

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Doa Menerima Zakat, Muslim Sudah Tahu?


Jakarta

Zakat merupakan salah satu dari lima rukun Islam. Setiap muslim wajib mengeluarkan zakat, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, Sunnah rasul-Nya, dan kesepakatan ulama kaum muslimin.

Salah satu ayat yang menjelaskan tentang kewajiban zakat yaitu dalam surah At Taubah ayat 71,

وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاُولٰۤىِٕكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ٧١


Artinya: “Orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) makruf dan mencegah (berbuat) munkar, menegakkan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”

Ketika menerima zakat, hendaknya seseorang membaca doa. Berikut doa menerima zakat.

Doa Menerima Zakat

Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang memberikan kebaikan kepadamu, maka balaslah kebaikannya. Jika kalian tidak sanggup membalasnya, doakanlah dia.”

Dikutip dari buku Doa dan Dzikir Sepanjang Tahun oleh Adi Tri Eka, berikut adalah doa menerima zakat,

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِمْ

Bacaan latin: Allaahumma shalli ‘alaihim

Artinya: “Ya Allah, berilah rahmat/berkah atas mereka.” (HR Bukhari)

Doa Menerima Zakat Secara Langsung Berhadapan

Mengutip dari sumber sebelumnya, berikut merupakan doa menerima zakat secara langsung berhadapan,

آجَرَكَ اللَّهُ فِيْمَا أعْطَيْتَ وَجَعَلَهُ لَكَ طَهُورًا وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا أَبْقَيْتَ

Bacaan latin: Ajarakallahu fiima a’thaita wa ja’alahuu laka thahuuraa wa baaraka laka fiima abqaita

Artinya: “Semoga Allah memberikan pahala dari apa yang engkau berikan, dan menjadikannya suci bagimu, dan ia memberikan keberkahan mengenai hartamu yang tinggal.”

Doa Menerima Zakat Fitrah

Dikutip dari buku Tuntunan Doa & Zikir Sehari-hari oleh Redaksi QultumMedia, berikut adalah bacaan doa menerima zakat fitrah,

اجَرَكَ /كِ فِيْمَا أَعْطَيْتَ/ تِ وَبَارَكَ اللهُ فِيْمَا أَبْقَيْتَ/ تِ وَجَعَلَ اللَّهُ لَكَ/ كِ طَهُورًا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.

Bacaan latin: Aajaraka/ki fiimaa a’thaita/ti wa baarakallaahu fiimaa abqaita/ti wa ja’alallaahu laka/laki thahuuran birahmatika yaa arhamar raahimiin.

Artinya: “Semoga Allah memberi pahala kepadamu atas apa yang telah kami serahkan, memberi keberkahan untuk apa yang telah kamu tetapkan, dan semoga Allah menjadikanmu bersih, dengan rahmat-Mu, wahai Zat Yang Pengasih di antara para pengasih.”

Golongan Penerima Zakat

Terdapat delapan golongan penerima zakat. Delapan golongan zakat tersebut telah dijelaskan Allah SWT dalam surah At Taubah ayat 60,

۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ٦٠

Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”

Berikut golongan penerima zakat seperti yang tertera dalam buku Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq,

1. Fakir dan miskin

Yang termasuk fakir miskin adalah orang yang hidup dalam kekurangan dan tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya. Dalam hadits Mu’adz disebutkan, “(Zakat) diambil dari orang-orang kaya dari kalangan mereka kemudian diberikan kepada orang-orang fakir di antara mereka.”

2. Amil Zakat

Amil zakat adalah orang yang diberi tugas sebagai pemimpin, kepala pemerintahan, atau wakilnya untuk mengambil zakat dari orang kaya, meliputi pemungut zakat, penanggung jawab, petugas penyimpanan, penggembala ternak, dan pengurus administrasinya.

3. Muallaf

Muallaf adalah orang yang dilunakkan hatinya agar mereka tertarik pada agama Islam karena keimanan mereka belum mantap, atau untuk menghindari petaka yang mungkin mereka lakukan terhadap kaum muslimin, atau mengambil keuntungan yang mungkin dimanfaatkan untuk kepentingan mereka.

4. Budak

Terdapat dua golongan budak, yaitu budak murni dan budak yang berada dalam proses pemerdekaan. Budak yang berada dalam proses pemerdekaan harus dibantu dengan harta zakat untuk membebaskan mereka dari belenggu perbudakan. Sedangkan budak murni herus dibeli dengan harta tersebut, setelah itu ia dimerdekakan.

5. Gharimin

Gharimin adalah orang-orang yang berhutang dan menghadapi kesulitan untuk melunasinya.

6. Fi sabilillah

Fi sabilillah adalah orang yang berperang di jalan Allah SWT, ia menggapai ridha Allah SWT dengan mencari ilmu atau dan beramal.

7. Ibnu Sabil

Menurut kesepakatan para ulama, ibnu sabil atau musafir yang kehabisan perbekalan hingga tidak dapat meneruskan perjalanan pulang menuju negaranya berhak mendapat zakat.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kriteria Gharim, Golongan yang Berhak Menerima Zakat



Jakarta

Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim. Dalam zakat, terdapat beberapa golongan yang berhak menerimanya.

Gharim adalah salah satu golongan yang berhak menerima zakat. Gharim terdiri dari dua jenis. Berikut pengertian dan jenis gharim dalam zakat.

Pengertian Gharim

Gharim adalah orang-orang yang berhutang dan menghadapi kesulitan untuk melunasinya, ungkap Sayyid Sabiq dalam buku Fiqh Sunnah. Gharim merupakan salah satu golongan yang berhak menerima zakat.


Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri RA, dia berkata, seorang laki-laki di masa Rasulullah SAW mengalami kendala besar berupa kerugian ketika meniagakan buah-buahan, hingga utangnya banyak. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Keluarkanlah zakat untuknya.”

Mendengar hal itu, para sahabat bergegas memberikan zakat untuknya, namun ternyata belum cukup untuk melunasi utangnya. Rasulullah SAW bersabda kepada orang-orang yang memberikan utang kepadanya, “Terimalah apa yang kalian dapatkan, dan kalian tidak mendapatkan selain itu.” (HR Muslim dan lainnya)

Dalam hadits Qubaishah bin Mukhariq, dia berkata, “Aku memikul beban utang yang menyulitkan, karena usahaku untuk mendamaikan sengketa. Aku lantas menemui Rasulullah SAW untuk meminta pertimbangan beliau. Beliau bersabda, ‘Bersabarlah hingga kami mendapatkan zakat lantas kami menyuruh agar engkau diberi bagian zakat’.” (HR Muslim dan lainnya)

Gharim yang Berhak Menerima Zakat

Terdapat dua jenis gharim yang berhak menerima zakat. Dikutip dari buku Edisi Indonesia: Fikih Ibadah Madzhab Syafi’i karya Syaikh Alauddin Za’tari, dua jenis gharim tersebut yaitu,

– Orang fakir yang berhutang untuk kepentingan dirinya sendiri yang digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan syariat Islam, dan bisa juga dikarenakan ada bencana atau musibah yang menimpanya.

Mengutip dari buku Syarah Riyadhus Shalihin karya Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, jika orang yang berhutang untuk dirinya sendiri karena dia tidak mempunyai uang sewa rumah, maka orang seperti ini berhak diberi zakat sebesar uang sewa rumah itu karena dia termasuk orang-orang yang berhutang. Begitu juga untuk orang yang terkena musibah.

– Orang muslim yang berhutang untuk digunakan mendamaikan perselisihan demi meredakan fitnah yang dikhawatirkan bisa terjadi di kalangan kaum muslimin, atau untuk menyumbang musibah dan bencana yang menimpa kaum muslimin. Dalam konteks ini tidak disyaratkan harus fakir.

Mengutip dari sumber sebelumnya, para ulama berpendapat bahwa orang itu harus diberi zakat untuk membebaskan utangnya, walaupun dia kaya karena dia berhutang bukan untuk dirinya sendiri, melainkan demi kemaslahatan orang lain.

Gharim yang Tidak Boleh Menerima Zakat

Gharim berhak menerima zakat jika utangnya tidak digunakan untuk keperluan maksiat. Masih mengutip dari sumber yang sama, beberapa gharim yang tidak boleh menerima zakat yaitu,

– Mampu membayar hutangnya sendiri

Jika orang yang berhutang tersebut mampu membayarnya, maka beban pembayaran utang itu ditangguhkan kepadanya, yang bersangkutan tidak berhak menerima zakat sebagai gharim.

– Digunakan untuk berbuat maksiat

Tidak boleh memberikan harta zakat kepada gharim yang digunakan untuk kepentingan dirinya sendiri untuk berbuat maksiat seperti membeli khamar, berjudi, melakukan praktik riba,dan sebagainya, kecuali jika ia benar-benar sudah bertaubat.

– Masih memiliki penghasilan dari hasil kerjanya

Bagi orang yang memiliki penghasilan dari hasil kerjanya, maka tidak sepatutnya ia berhutang untuk mendirikan tempat usaha atau membuka ladang pertanian atau tempat tinggal dengan mengandalkan pembayarannya pada harta zakat.

Sesungguhnya harta zakat diberikan untuk menutupi kebutuhan orang fakir atau untuk memberikan pemasukan kepada mereka demi menutupi kebutuhan-kebutuhan mereka. Bukan diberikan kepada orang yang sudah memiliki harta yang cukup untuk menambah kekayaan.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kata Muhammadiyah dan PBNU soal Usulan Dana Zakat untuk Makan Bergizi Gratis



Jakarta

Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin mengusulkan penggunaan dana zakat untuk melaksanakan program makan bergizi gratis (MBG). Usulan ini menuai tanggapan dari sejumlah pihak, termasuk ormas Islam.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menilai usulan dana zakat untuk membiayai program makan bergizi gratis perlu dibicarakan dengan pengelola lembaga zakat, infak, dan sedekah. Pembicaraan ini penting lantaran zakat memiliki unsur syar’i terkait golongan yang berhak menerimanya.

“Sebaiknya dibicarakan dengan Badan Amil Zakat Nasional, kemudian lembaga-lembaga zakat yang dikelola oleh ormas,” kata Haedar di sela-sela forum Tanwir Aisyiah di Hotel Tavia Heritage, Jakarta, Rabu (15/1/2025), dikutip dari CNN Indonesia.


Haedar tidak mempersoalkan adanya usulan tersebut selama untuk kepentingan bangsa dan negara. Namun, kata dia, perlu pembicaraan lebih jauh terkait manajemen dan capaiannya jika usulan itu mau ditindaklanjuti.

“Badan Amil Zakat punya regulasi sendiri untuk dana yang digunakan. Karena menyangkut pertanggungjawaban dana umat. Jadi soal seperti itu tidak cukup dengan gagasan, tapi dibicarakan lewat berbagai pihak yang terkait. Nah itu yang harus dibicarakan,” kata dia.

Tanggapan PBNU

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf turut merespons usulan pendanaan makan bergizi gratis dengan uang zakat. Menurutnya, hal ini perlu kajian lanjut karena penerima zakat sudah ada aturannya dalam syariat.

“Zakat harus dikaji lagi yang nerima siapa dulu nih? Kalau dikhususkan untuk anak-anak miskin itu bisa, kalau umum dan untuk semua orang nah ini untuk zakat ini harus lebih hati-hati,” katanya usai jumpa pers penandatanganan nota kesepahaman pendirian Pusat Komunitas Tangguh dan Kewirausahaan Sosial di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Senin (13/1/2025), dilansir NU Online.

Gus Yahya, sapaannya, memandang pemerintah perlu mengkaji secara serius target penerima manfaat dari lembaga zakat, infak, dan sedekah untuk program makan bergizi gratis.

“Ini harus diterima oleh kelompok-kelompok spesifik yang di dalam wacana MBG sebagai asnaf (penerima zakat) yang menjadi target yang diperbolehkan menerima zakat,” jelasnya.

Selain zakat, Gus Yahya melihat adanya potensi penggunaan infak dan sedekah untuk membiayai program tersebut, mengingat aturan infak dan sedekah lebih longgar ketimbang zakat.

Pihaknya sendiri telah menginstruksikan kepada Lembaga Amil, Zakat, Infak, dan Shodaqoh NU (LAZISNU) untuk ikut serta mengembangkan program pemanfaatan dana yang tujuannya kurang lebih seperti makan bergizi gratis.

Terkait kerja sama, Gus Yahya mengaku masih menjalin komunikasi intens dengan pihak penyedia makan bergizi gratis, seperti Badan Gizi Nasional dan pihak pemerintah terkait.

“Nanti ada dua area kerja yang bisa kita tangani, tentu pengadaan makan gratis itu sendiri, artinya masaknya (dan) membaginya kepada siswa dan santri. Dan juga (Penyediaan) mulai dari bahan-bahannya yang melibatkan UKM di lingkungan NU,” terangnya.

Diberitakan sebelumnya, Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin mendorong pendanaan makan bergizi gratis melibatkan masyarakat. Dia mengusulkan menggunakan dana zakat untuk membiayai program tersebut.

“Saya sih melihat ada DNA dari negara kita, DNA dari masyarakat Indonesia itu kan dermawan, gotong royong. Nah, kenapa nggak ini justru kita manfaatkan juga,” Sultan kepada wartawan di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2025), dilansir detikNews.

“Contoh, bagaimana kita menstimulus agar masyarakat umum pun terlibat di program makan bergizi gratis ini. Di antaranya adalah saya kemarin juga berpikir kenapa nggak ya zakat kita yang luar biasa besarnya juga kita mau libatkan ke sana, itu salah satu contoh,” katanya.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa Ijab Qobul Zakat: Arab, Latin dan Terjemahannya


Jakarta

Doa ijab qobul zakat dapat dibacakan sebelum penyerahan zakat. Doa ini sangat penting untuk dipahami oleh kaum muslimin.

Mengutip buku Fikih Zakat Indonesia karangan Nur Fatoni, kata zakat adalah bentuk masdar yang berasal dari kata zakka yang memiliki arti tumbuh, bertambah, bersih, suci, menjadikan sesuatu lebih patut. Arti kata zakat menurut istilah adalah nama untuk kadar harta yang khusus diberikan kepada kelompok penerima (asnaf) dengan ketentuan syarat tertentu.

Maksud penggunaan istilah tersebut adalah penegasan bahwa harta bertambah barakah jika mengeluarkan sebagian harta untuk zakat. Perintah menunaikan zakat terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an, salah satunya dalam surah Al-Baqarah ayat 43 yang berbunyi:


وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Artinya: “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”

Jamhari bin Kasman dalam bukunya Cara Mudah Bertasawuf mengatakan, proses serah terima zakat oleh Amil zakat melibatkan orang yang menyerahkan (ijab) atau ucapan penyerahan serta orang yang menerima (qobul) atau ucapan penerima zakat. Sebab, di dalam berzakat harus ada ijab qobul agar pelaksanaan ibadah zakat sempurna.

Doa Ijab Qobul Zakat

Bersumber dari buku Zakat Fitrah dan Zakat Profesi oleh Hafidz Muftisany, berikut ini doa ijab qobul zakat:

1. Doa Ijab Zakat

Ketika seorang Muslim menunaikan zakatnya, ia dapat mengucapkan ijab dengan lafaz sebagai berikut.

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاة الفِطْر فَرْضًا لله تَعَالى

Arab latin: Nawaitu an akhrija zakaatal fithri fardhan lillahi ta’ala

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat harta atau zakat fitrah fardhu karena Allah Ta’ala.”

2. Doa Qobul Zakat

Sedangkan orang yang menerima zakat dapat mengucapkan doa qobul dengan lafaz sebagai berikut:

آجَرَكَ اللَّهُ فِيْمَا أعْطَيْتَ وَجَعَلَهُ لَكَ طَهُورًا وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا أَبْقَيْتَ

Arab latin: Ajarakallahu fima a’thaita waja’alahu laka thahuran wabaraka laka fima abqaita

Artinya: “Semoga Allah memberikan pahala atas apa yang engkau berikan, dan menjadikannya pembersih bagimu, dan semoga Allah memberikan berkah atas harta yang kau simpan.”

Syarat Harta yang Menjadi Sumber Zakat

Harta yang dikeluarkan tidak boleh sembarangan, ada syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi. Menukil Zakat dalam Perekonomian Modern oleh Didin Hafidhuddin, adapun persyaratan harta menjadi sumber atau objek zakat sebagai berikut:

1. Harta Diperoleh dengan Cara Halal

Harta tersebut harus diperoleh melalui cara yang baik dan halal. Artinya harta yang haram baik substansi bendanya maupun mendapatkannya jelas tidak dikenakan kewajiban zakat, karena Allah SWT tidak akan menerimanya.

Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 188:

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْن

Artinya: Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.

2. Harta yang Berkembang

Harta tersebut harus berkembang atau memiliki potensi untuk dikembangkan, seperti melalui usaha, perdagangan, pembelian saham, atau ditabung, baik secara mandiri maupun bersama pihak lain. Syarat ini sebenarnya mendorong setiap Muslim untuk memproduktifkan harta yang dimilikinya.

3. Milik Penuh

Yaitu harta tersebut berada di bawah kontrol atau dalam kekuasaan pemiliknya, di dalamnya tidak tersangkut hak orang lain dan ia dapat menikmatinya. Adapun yang menjadi alasan penetapan syarat ini adalah penetapan pemilik yang jelas dalam berbagai surat di Al-Qur’an. Misalnya, firman Allah dalam surat Al-Ma’arij ayat 24-25:

وَالَّذِيۡنَ فِىۡۤ اَمۡوَالِهِمۡ حَقٌّ مَّعۡلُوۡمٌۙ‏ ٢٤ لِّلسَّآٮِٕلِ وَالۡمَحۡرُوۡمِۙ‏ ٢٥

Artinya: dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta

4. Harta Harus Mencapai Nishab

Yaitu jumlah minimum yang menyebabkan harta terkena kewajiban zakat. Adapun yang menjadi alasan jumhur ulama adalah berbagai hadits yang berkaitan dengan standar minimal kewajiban zakat.

Misalnya hadits riwayat Imam Bukhari dan Abi Said bahwa Rasulullah bersabda:

“Tidak wajib zakat pada tanaman kurma yang kurang dari lima ausaq. Tidak wajib zakat pada perak yang kurang dari lima awaq. Tidak wajib zakat pada unta yang kurang dari lima ekor.”

5. Sumber-sumber Zakat Tertentu

Hal tersebut, seperti perdagangan, peternakan, emas, dan perak, harus sudah dimiliki atau diusahakan oleh muzakki selama jangka waktu setahun. Sedangkan zakat pertanian tidak terkait dengan ketentuan haul, ia harus dikeluarkan pada saat panen.

6. Terpenuhinya Kebutuhan Pokok

Zakat diwajibkan setelah terpenuhinya kebutuhan pokok seseorang. Adapun yang menjadi alasannya adalah firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 219 sebagai berikut:

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ

Artinya: ” Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka infakkan. Katakanlah, “(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa yang diperlukan).”

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com