Tag Archives: penyakit autoimun

Tanda-tanda Awal Menopause Dini pada Wanita, Termasuk Vagina Kering


Jakarta

Menopause adalah kondisi berakhirnya sirlukasi ovulasi dan menstruasi pada wanita. Umumnya, kondisi ini mulai dialami ketika wanita memasuki usia 40 hingga 50 tahun.

Namun, tak sedikit juga wanita yang mengalaminya di usia yang lebih dini, yaitu pada usia 30 tahun atau bahkan sebelum berusia 30 tahun. Inilah yang disebut sebagai menopause dini.

Dikutip dari NHS, penyebab dari kondisi menopause dini belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini bisa dipicu oleh berbagai faktor, seperti riwayat atau keturunan keluarga, kelainan kromosom, penyakit autoimun, hingga sejumlah infeksi tertentu.


Berikut adalah sejumlah gejala yang umum dialami oleh wanita yang mengalami menopause dini.

1. Hot flashes

Hot flashes adalah sensasi atau rasa panas yang muncul secara tiba-tiba pada tubuh, terutama tubuh bagian atas. Umumnya, rasa panas ini paling banyak dirasakan di area wajah dan leher.

2. Night sweat

Night sweat atau sering berkeringat saat malam hari bisa menjadi salah satu tanda-tanda seseorang mulai memasuki fase menopause. Hot flashes yang timbul saat tidur seringkali disebut juga dengan sebutan night sweat atau keringat malam.

3. Vagina kering

Vagina kering dapat menimbulkan berbagai gejala lainnya, seperti rasa gatal, rasa terbakar, iritasi, dan rasa sakit ketika berhubungan seksual. Kondisi ini seringkali disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon ketika tubuh mulai memasuki masa menopause.

4. Ketidakstabilan emosi

Selain gejala pada kesehatan fisik, menopause juga bisa berdampak pada kesehatan mental. Salah satunya adalah gangguan tidur. Hal ini juga seringkali berkaitan dengan gangguan kecemasan dan depresi yang banyak dialami oleh wanita ketika memasuki masa menopause.

Ketidakseimbangan hormon turut mempengaruhi kestabilan emosi seseorang. Selain itu, menopause juga bisa membuat seseorang jadi lebih sulit untuk berkonsentrasi dan menjadi lebih mudah lupa atau sulit untuk mengingat.

5. Penurunan gairah seksual

Kadar hormon estrogen dalam tubuh akan mengalami penurunan yang cukup drastis ketika mulai memasuki fase menopause. Bahkan, penurunan ini sudah dimulai sejak beberapa tahun sebelum benar-benar memasuki fase menopause.

Penurunan kadar hormon seks ini akan berdampak besar pada hilangnya gairah seksual dan kesulitan untuk terangsang atau orgasme pada wanita.

(kna/kna)

Sumber : health.detik.com

Image : unsplash.com/ Spacejoy

Sering Bikin Bingung, Bulu Kemaluan Lebih Baik Dicukur atau Dibiarkan Saja Sih?


Jakarta

Beberapa orang memilih untuk membiarkan rambut kemaluan tumbuh alami tanpa perlu dicukur secara rutin. Namun rupanya, ada juga yang beranggapan bahwa kebiasaan itu bisa memicu pertumbuhan bakteri dan kuman yang bisa menyebabkan masalah pada area genital.

Meski banyak perdebatan, mencukur atau tidak mencukur bulu kemaluan sebenarnya sah-sah saja. Hal tersebut tergantung pada pilihan masing-masing orang asalkan tetap menjaga kebersihan kulit.

Rambut kemaluan dianggap sebagai pelumas alami karena membantu mengurangi gesekan kontak antar kulit selama aktivitas seksual. Adapun fungsinya termasuk melindungi area sensitif dari mikroba dan mengikat keringat serta feromon yang dikeluarkan dari tubuh.


Sejumlah faktor internal dan eksternal bisa menyebabkan tubuh memproduksi rambut tubuh berlebih, seperti genetik, penyakit autoimun, dan efek samping obat resep yang menyebabkan rambut tumbuh lebih cepat.

Manfaat Mencukur Bulu Kemaluan

Jika sudah tumbuh lebat, orang-orang bisa melakukan perawatan di rumah atau pergi ke salon khusus untuk mencukur bulu kemaluan. Tak jarang, wanita melakukan tindakan mandiri dengan mencabut atau mengoleskan krim perontok bulu. Alasan utamanya karena tidak higienis.

Dalam survei 2013 yang melibatkan 7.580 orang, 59 persen wanita dan 61 persen pria memilih menghilangkan rambut kemaluan dengan tujuan kebersihan. Selain itu, 31,5 persen wanita melaporkan vagina yang ‘polos’ membuat penampilannya lebih menarik.

Di samping itu, keuntungan lainnya adalah meningkatkan sensasi saat berhubungan seks. Sebab, pelaku oral seks mengaku merasa tidak nyaman jika rambut kemaluan pasangannya tumbuh terlalu lebat. Pasalnya, rambut dapat menjadi tempat berkumpulnya keringat dan bakteri sehingga menimbulkan bau.

Namun, hal ini masih diperdebatkan dan perlu penelitian lebih lanjut untuk memahami hubungan antara bulu kemaluan dan sensasi seksual.

Apakah Membiarkannya Saja Bisa Timbul Masalah Lebih Besar?

Nah, ada pula yang beranggapan pencabutan bulu kemaluan tidak dituntut secara medis sehingga untuk tak perlu alasan khusus untuk menghilangkannya.

Selain itu, pencabutan bulu terkadang dapat menyebabkan masalah kulit, seperti folikulitis, selulitis, rambut tumbuh ke dalam, dan iritasi. Bagi orang-orang yang peka terhadap kondisi ini, mencukur bulu kemaluan mungkin tidak sebanding dengan dampaknya. Dikutip dari Healthline, berikut risiko yang terjadi jika rambut kemaluan dicukur habis:

  • Infeksi Saluran Kemih (ISK)
  • vaginitis atau infeksi jamur
  • Infeksi karena luka cukuran
  • Bisul yang dimulai benjolan merah di bawah permukaan kulit yang dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan kemerahan
  • Penyakit Menular Seksual, seperti klamidia, herpes, dan HIV

Bagi sebagian orang, menghilangkan rambut kemaluan hanyalah masalah preferensi pribadi. Orang-orang yang lebih suka menghilangkan rambut kemaluan umumnya memiliki pertimbangan faktor kenyamanan, rutinitas, dan kepercayaan diri. Sedangkan lainnya membiarkan begitu saja tanpa alasan khusus.

Hal terpenting untuk diingat, jagalah kebersihan area kelamin dengan mencuci dan menjaganya agar tetap kering serta gunakan pakaian dalam yang menyerap keringat.

(Fadilla Namira/vyp)

Sumber : health.detik.com

Image : unsplash.com/ Spacejoy