Tag Archives: penyebaran islam

Nama Ayah Sunan Ampel, Wali yang Dakwah di Tanah Jawa



Jakarta

Sunan Ampel adalah salah satu tokoh wali songo yang berdakwah di Pulau Jawa. Nama ayah Sunan Ampel adalah Sunan Maulana Malik Ibrahim atau biasa dikenal dengan Sunan Gresik.

Hal tersebut dijelaskan dalam buku Wali Sanga karya Masykur Arif. Sunan Gresik sendiri adalah tokoh wali songo pertama yang menyebarkan agama Islam di Jawa.

Pendapat mengenai nama ayah Sunan Ampel tersebut bersandar pada beberapa teks sejarah, seperti Babad Tanah Jawi, Sejarah Dalem, dan Silsilah Sunan Kudus.


Dikatakan, Sunan Ampel atau Raden Rahmat merupakan keturunan Ibrahim Asmarakandi, nama lain Sunan Gresik. Beberapa kitab turut menyebut bahwa jika dilihat dari silsilah ayahnya, Sunan Ampel bernasab dengan Nabi Muhammad SAW.

Dalam buku Sejarah Peradaban Islam Terlengkap Sunan Ampel karya Rizem Aizid diceritakan, pada masa kecilnya, Sunan Ampel dikenal dengan nama Raden Rahmat yang lahir di Campa pada tahun 1401 M.

Nama “Ampel” diidentikkan dengan nama tempatnya bermukim dalam waktu yang lama yaitu di Ampel atau Ampeldenta yang kini menjadi salah satu bagian wilayah di Surabaya.

Beberapa versi menyebutkan bahwa Sunan Ampel masuk ke Pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama dengan Sayyid Ali Mutadha yang merupakan adiknya. Sebelum ke Jawa mereka singgah terlebih dahulu di Palembang dan menetap selama tiga tahun.

Kedatangan Sunan Ampel menurut Babad Gresik yaitu ketika Kerajaan Majapahit sedang dilanda perang saudara dan kekacauan terjadi di mana-mana membuat Prabu Sri Kertawijaya penguasa Majapahit saat itu mengundang Raden Rahmat atau Sunan Ampel untuk mengajarkan agama kepada penduduk Jawa.

Di Kerajaan Majapahit, Sunan Ampel diberi kebebasan untuk mengajarkan agama Islam kepada penduduk Majapahit dengan syarat tanpa paksaan dan kekerasan. Selanjutnya, ia dinikahkan dengan Nyai Ageng Manila atau putri Tumenggung Arya Teja, Bupati Tuban. Sejak saat itulah, ia terkenal dengan sebutan Raden Rahmat.

Dalam versi yang lain ada pula yang mengatakan bahwa Sunan Ampel menikahi putri dari Adipati Tuban, Nyai Gede Nila.

Dakwah Sunan Ampel

Perjalanan Raden Rahmat atau Sunan Ampel menuju Ampeldenta yang saat ini masuk dalam wilayah Surabaya, mengandung banyak cerita sejarah dan dakwah.

Masih dalam sumber yang sama, rute perjalanan rombongan Sunan Ampel itu melalui Desa Krian Wonokromo, terus memasuki Kembangkuning. Selama dalam perjalanan, Raden Rahmat menyempatkan diri berdakwah kepada penduduk setempat yang dilaluinya.

Dakwah yang pertama kali dilakukannya cukup unik, yaitu membuat kerajinan berbentuk kipas yang terbuat dari akar tumbuh-tumbuhan tertentu yang dianyam bersama rotan.

Kipas-kipas itu diberikan dengan cuma-cuma kepada penduduk alias tidak perlu membelinya. Namun, para penduduk yang diberi kipas cukup menukarnya dengan kalimat syahadat.

Para warga yang menerima kipas itu merasa sangat senang. Lantaran kipas tersebut bukanlah sembarang kipas karena akar yang dianyam bersama rotan itu ternyata merupakan obat bagi mereka yang terkena penyakit batuk dan demam.

Dari situ lah, pengikut Sunan Ampel mulai banyak jumlahnya. Sunan Ampel juga terkenal sebagai orang yang ramah dan berbudi pekerti yang baik kepada orang lain. Selain itu, ia juga mudah beradaptasi dengan masyarakat setempat.

Ketika Sunan Ampel membangun tempat ibadah, ia menyesuaikan nama tempat tersebut dengan budaya dan kebiasaan orang Jawa. Ia tidak memberikan nama Arab pada tempat ibadah tersebut ia memberikan nama tempat ibadah tersebut dengan sebutan langgar.

Ketika menyebut menyembah Allah SWT, ia juga tidak menggunakan bahasa Arab seperti salat melainkan ia menyebutnya dengan sembahyang yang berasal dari kata sembah dan hyang (Tuhan).

Dengan demikian, di tangan Sunan Ampel Islam beradaptasi sesuai dengan kondisi masyarakat lingkungan setempat. Karena itulah, Islam mudah dimengerti dan gampang diterima oleh masyarakat.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

5 Pesantren yang Didirikan Wali Songo, Dirintis Sejak Wali Pertama


Jakarta

Penyebaran Islam di Indonesia tak lepas dari peran wali songo. Pesantren yang didirikan oleh wali songo menjadi salah satu bukti keberhasilan wali songo dalam menyebarkan agama Islam khususnya di Pulau Jawa.

Zulham Farobi dalam buku Sejarah Wali Songo menjelaskan bahwa hampir semua wali songo terlibat dalam segala perkembangan sejarah Islam di Nusantara. Sarana yang digunakan dalam dakwah salah satunya berupa pesantren-pesantren yang dipimpin oleh para wali songo.

Selain itu, wali songo menyebarkan Islam melalui media kesenian, seperti wayang. Para wali di tanah Jawa ini memanfaatkan pertunjukan tradisional sebagai media dakwah Islam.


Para wali songo ini menjadi pemimpin dalam menyebarkan agama Islam di daerah yang mereka tempati. Berkat perjuangan wali songo agama Islam menyebar ke seluruh penjuru Pulau Jawa.

Di dalam bidang pendidikan, peran wali songo terlihat dari didirikannya pesantren. Misalnya saja pesantren yang didirikan oleh Sunan Ampel di Ampel Denta yang dekat dengan Surabaya ini menjadi pusat penyebaran Islam pertama di Pulau Jawa.

Pesantren yang Didirikan Wali Songo

Mengutip buku Budaya Pesantren karya Ahmad Hariandi dkk, pesantren yang pertama kali didirikan adalah hasil rintisan Syekh Maulana Malik Ibrahim, tokoh wali songo paling awal yang dikenal dengan Sunan Gresik. Namun demikian, tokoh wali songo yang paling berhasil mendirikan dan mengembangkan pesantren dalam arti yang sesungguhnya adalah Raden Rahmat atau Sunan Ampel.

Berikut selengkapnya.

1. Pesantren Ampel Denta

Mengutip buku Sejarah Kebudayaan Islam karya Abu Achmadi dan Sungarso, Sunan Ampel memulai merintis dakwahnya dengan mendirikan Pesantren Ampel Denta. Sunan Ampel kemudian dikenal sebagai Pembina Pondok Pesantren di Jawa Timur. Hingga pada akhirnya, seorang keturunan Sunan Ampel menjadi penerus dakwahnya.

2. Pesantren Giri

Merujuk dari buku Sejarah Kebudayaan Islam karya Yusak Burhanudin dan Ahmad Fida bahwa Sunan Giri mendirikan pesantren di sebuah dataran tinggi yang terletak di Desa Sidomukti, sebuah desa di wilayah Gresik, Jawa Timur.

H. Abu Achmadi dan Sungarso dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam menjelaskan bahwa dalam berdakwah materi yang disampaikan oleh Sunan Giri adalah mengenai akidah dan ibadah dengan pendekatan fikih yang disampaikan secara lugas.

Pesantren yang didirikan Sunan Giri pada mulanya tidak hanya digunakan sebagai sarana pendidikan, tetapi juga dijadikan sebagai pusat pengembangan masyarakat. Pesantren ini tumbuh dan berkembang sangat pesat. Hal tersebut dikarenakan banyaknya santri yang berdatangan dari berbagai daerah.

3. Pondok Pesantren Sunan Drajat

Sunan Drajat merupakan tokoh wali songo yang mengajarkan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat sebagai pengamalan agama Islam.

Ia juga mendirikan Pondok Pesantren Sunan Drajat yang dijalankan secara mandiri sebagai wilayah pendidikan yang bertempat di Desa Drajat (sekarang masuk wilayah Kecamatan Paciran, Lamongan, Jawa Timur).

Tanah yang didirikan pesantren oleh Sunan Drajat merupakan hadiah pemberian Sultan Demak kepada Sunan Drajat atas jasanya menyebarkan agama Islam dan memerangi kemiskinan.

4. Pesantren Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati merupakan salah satu tokoh wali songo yang dikenal dengan jiwanya yang begitu mudah berbaur dengan masyarakat, sebagaimana dijelaskan Wawan Hermawan dan Ading Kusdiana dalam buku Biografi Sunan Gunung Djati: Sang Penata Agama di Tanah Sunda.

Ia dikenal dengan keluhuran akhlaknya, terlebih dengan penguasaan berbagai masalah keagamaan. Pendidikan yang diajarkan oleh Sunan Gunung Jati yakni menggabungkan antara keagamaan dengan seni.

Oleh karena itu, dengan pendidikan tersebut gagasan pendidikan pesantren Sunan Gunung Jati sangat mudah untuk diterima oleh masyarakat.

5. Pesantren Sunan Bonang

Sunan Bonang merupakan salah satu wali songo yang juga mendirikan pesantren. Sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Cakrawala Budaya Islam oleh Abdul Hadi Wiji Muthari, Sunan Bonang mendirikan pesantren di sebuah desa kecil dekat kota Lasem, Jawa Tengah.

Di atas sebuah bukit gersang nan sunyi, Watu Layar, Sunan Bonang pernah membangun sebuah tempat tafakkur, dan zawiyah.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Sosok Wali Songo yang Ajarkan Falsafah Moh Limo



Jakarta

Wali songo memiliki pengaruh besar dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Dalam dakwahnya, ada salah satu tokoh wali songo yang mengajarkan falsafah Moh Limo.

Wali songo yang mengajarkan falsafah Moh Limo adalah Sunan Ampel atau yang memiliki nama Raden Rahmat. Ia merupakan putra dari Sunan Gresik, tokoh wali songo pertama.

Mengutip buku Wali Songo karya Noer Al, Raden Rahmat bersama dengan ayahnya Sunan Gresik menginjakkan kaki di tanah Jawa atas undangan Raja Majapahit.


Prabu Brawijaya yang saat itu merupakan penguasa Majapahit menyambut hangat kedatangan Raden Rahmat bersama sang ayah. Prabu Brawijaya memberikan tugas untuk memperbaiki kehidupan masyarakat yang suka hidup bermewah-mewahan dan selalu berpesta pora kepada Raden Rahmat.

Atas kesabaran dan kewibawaannya, Raden Rahmat berhasil mengatasi situasi Kerajaan Majapahit tersebut, sehingga ia diberikan hadiah oleh Raja Brawijaya.

Akhirnya, Raden Rahmat dinikahkan dengan salah seorang putrinya yang bernama Dewi Condrowati. Ia pun menjadi seorang pangeran karena menjadi menantu Prabu Brawijaya.

Kemudian, Raden Rahmat pun melanjutkan mendidik dan menyadarkan para bangsawan dan adipati menuju ke jalan yang benar. Setelah berbagai cara dilakukan, akhirnya Raden Rahmat berhasil dan melanjutkan niatnya untuk berdakwah dalam masyarakat.

Tentu Raden Rahmat diterima dengan baik oleh masyarakat. Di mana saat melaksanakan dakwah Raden Rahmat atau biasa dikenal dengan Sunan Ampel ini melakukannya dengan sangat singkat dan cepat.

Salah satu ajaran falsafah yang diajarkan oleh Sunan Ampel adalah falsafah Moh Limo. Falsafah Moh Limo ini artinya tidak melakukan lima hal tercela. Falsafah Moh Limo ini menjadi salah satu kunci utama atau akar permasalahan merosotnya moral warga Majapahit ketika itu.

Falsafah Moh Limo di antaranya,

1. Moh Main (tidak mau berjudi)

2. Moh Ngombe (tidak mau minum arak atau mabuk-mabukan)

3. Moh Maling (tidak mau mencuri)

4. Moh Madat (tidak mau menghisap candu seperti narkoba, ganja, dan lain-lain)

5. Moh Madon (tidak mau berzina atau main perempuan yang bukan istrinya)

Sunan Ampel dikenal memiliki kepekaan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan sosial budaya setempat. Caranya dengan menerima siapa pun baik bangsawan maupun rakyat jelata untuk nyantri di Ampel Denta.

Dalam kehidupan pesantren, meskipun Sunan Ampel menganut mazhab Hanafi, namun Sunan Ampel sangat toleran pada penganut mazhab yang lain.

Para santrinya dibebaskan untuk mengikuti mazhab apa saja. Dengan cara pandang yang netral ini, tak heran bila pesantren di Ampel Denta mendapatkan banyak pengikut yang luas dari berbagai lapisan masyarakat.

Masykur Arif dalam buku Wali Sanga: Menguak Tabir Kisah hingga Fakta Sejarah menambahkan mengenai kisah Sunan Ampel. Bahwa dalam berdakwah agar agama Islam mudah dimengerti oleh masyarakat Jawa, Sunan Ampel kemudian menciptakan huruf pegon atau tulisan Arab berbunyi bahasa Jawa.

Melalui huruf pegon inilah, ia menyampaikan ajaran-ajarannya kepada murid-muridnya, huruf pegon yang diciptakan pertama kali oleh Sunan Ampel sampai sekarang masih tetap dipakai sebagai bahan pelajaran agama Islam di kalangan pesantren.

Selain itu, Sunan Ampel juga terkenal dengan orator ulung dalam menyampaikan dakwah. Sesuatu yang disampaikannya dapat memikat orang yang mendengarnya. Ia pandai membuat aforisme yang mudah diingat dan menjadi pegangan hidup.

Masykur Arif juga menyebutkan beberapa aforisme yang pernah diajarkan oleh Sunan Ampel, di antaranya:

1. Sapa kang mung ngakoni barang kang kasat mata wae, iku durung weruh jatining Pangeran (Barang siapa hanya mengakui sesuatu yang terlihat oleh mata saja, itu berarti belum mengerti hakikat Tuhan).

2. Yen sira kasinungan ngelmu kang marakake akeh wong seneng, aja sira malah rumangsa pinter jalaran manawa Gusti mundhut bali ngelmu kang marakake sira kaloka iku, sira uga banjur kaya wong sejene, malah bisa aji godhong jati aking (Jikalau engkau mempunyai ilmu yang menyebabkan banyak orang suka padamu, janganlah engkau merasa paling pandai. Sebab, kalau Tuhan mengambil kembali ilmu yang menyebabkan engkau tersohor, engkau menjadi tak berbeda seperti yang lain, bahkan nilainya menjadi di bawah nilai daun jati yang sudah kering).

3. Sing sapa gelem gawe seneng marang liyan, iku bakal oleh welas kang luwih gedhe katimbang apa kang wis ditindakake (Barang siapa suka membuat senang orang lain, ia akan mendapat balasan yang lebih banyak daripada yang ia lakukan).

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Penyebab Kota Pesisir Berperan Penting dalam Penyebaran Islam


Jakarta

Islam diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-7 melalui jalur perdagangan maritim, menurut teori Maritim N.A. Baloch. Kota pesisir memiliki peranan penting dalam penyebaran Islam.

Lokasi mereka yang sangat strategis di tepi laut, kota-kota pesisir menjadi pusat segala aktivitas. Para pedagang muslim dari berbagai negara datang ke kota-kota pesisir di berbagai benua untuk berdagang sekaligus menyebarkan agama Islam.

Teori Masuknya Islam Lewat Perdagangan Maritim

Masuknya Islam ke Nusantara lewat perdagangan maritim atau yang kemudian dikenal sebagai teori Maritim dikenalkan oleh sejarawan Pakistan bernama N.A. Baloch. Menurut buku Api Sejarah yang ditulis oleh Ahmad Mansur Suryanegara, teori ini menyebut bahwa masuk dan berkembangnya Islam ke Nusantara akibat umat Islam memiliki navigator atau mualim dan wirausaha yang menguasai maritim dan pasar.


Aktivitas tersebut kemudian membawa Islam ke sepanjang jalan laut perdagangan di pantai-pantai yang menjadi tempat persinggahan pada abad ke-1 H atau abad ke-7 M.

N.A. Baloch dalam The Advent of Islam in Indonesia mengatakan, hal tersebut menjadi langkah awal dalam sejarah pengenalan Islam di pantai-pantai Nusantara hingga China Utara yang dibawa oleh wirausahawan Arab.

Proses penyebaran Islam lewat jalur perdagangan maritim menurut teori ini berlangsung selama lima abad, yakni abad pertama hingga 5 H atau abad 7-12 M.

Peranan Kota Pesisir dalam Penyebaran Islam

Kota pesisir memegang peranan penting dalam penyebaran Islam. Berikut di antaranya.

1. Jadi Akses Rute Perdagangan Internasional

Menurut artikel berjudul Peranan Pesisir dalam Proses Islamisasi di Nusantara karya Andriyanto dan Muslikh yang dipublikasikan dalam Journal of History Education and Culture Vol. 1 No.1 edisi Juni 2019, kota pesisir memiliki peranan penting dalam penyebaran Islam karena menjadi akses ke rute perdagangan internasional.

Selain itu, pesisir juga berperan dalam memberikan fasilitas pelabuhan-pelabuhan yang aman. Sumber daya alam juga tersedia di wilayah tersebut.

2. Tempatnya Strategis untuk Berdakwah

Banyak pedagang dari negara-negara muslim singgah untuk berdagang dan menyebarkan Islam. Sehingga, kota pesisir menjadi tempat yang strategis untuk berdakwah.

Merangkum dari buku Penyebaran Islam Nusantara terbitan NUSWANTARA bahwa para pedagang muslim ini menemukan kesempatan dengan berdakwah dan menyemaikan benih-benih Islam. Mereka juga membangun masjid dan sarana pendidikan Islam serta mengajak penduduk setempat untuk mengikuti dan belajar tentang syariat Islam.

3. Mudah Dijangkau Para Ulama dan Mubaligh

Para ulama dari berbagai negara memiliki kemudahan untuk memberikan ceramah, pengajian, dan fatwa tentang Islam karena kota pesisir menjadi tempat berlabuhnya pendatang. Mereka juga dapat membantu para pedagang Muslim dalam menyebarkan Islam dengan cara yang lebih strategis dan terorganisir.

4. Memiliki Potensi Ekonomi Besar

Para pedagang muslim yang singgah tersebut mendapatkan keuntungan dari perdagangan dengan negara-negara lain. Mereka juga dapat membantu penduduk setempat dalam meningkatkan kesejahteraan mereka dengan cara memberikan pinjaman, bantuan, atau pekerjaan. Dengan demikian, mereka dapat menarik simpati dan kepercayaan penduduk setempat untuk memeluk Islam.

5. Jadi Tempat Pertemuan Berbagai Budaya dan Agama

Para pedagang muslim tersebut berinteraksi dengan penduduk setempat dan saling bertukar informasi termasuk tentang agama Islam. Mereka juga dapat menunjukkan akhlak dan perilaku yang baik sebagai contoh bagi penduduk setempat.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Wali Songo dan Wilayah Penyebarannya di Pulau Jawa


Jakarta

Islam masuk dan berkembang di Indonesia melalui berbagai cara. Salah satu kelompok yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Indonesia adalah Wali Songo.

Siapa saja Wali Songo? Di mana saja wilayah penyebarannya? Simak uraian berikut ini.

Nama-nama Wali Songo

Dikutip dari buku Wali Songo: 9 Sunan karya Noer Al, sembilan nama dari Wali Songo ini adalah Maulana Malik Ibrahim (Syekh Maghribi atau Sunan Gresik), Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati.


Peran Wali Songo di Indonesia

Dikutip dari buku Sejarah Wali Songo karya Zulham Farobi, Wali Songo memiliki peran yang sangat penting dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa. Peranan Wali Songo cukup dominan di bidang dakwah, baik dakwah melalui lisan.

Para Wali Songo ini berkeliling dari satu daerah ke daerah lain dalam menyebarkan Islam. Mereka juga berhasil mendirikan pesantren sebagai pusat pendidikan dan dakwah.

Selain dengan dakwah, para Wali ini juga menyebarkan Islam menggunakan pendekatan budaya dengan cara menyerap seni budaya lokal yang dipadukan dengan ajaran Islam, seperti wayang, tembang Jawa, gamelan, upacara-upacara adat yang digabungkan dengan makna-makna Islam dan sebagainya.

Syekh Maulana Malik Ibrahim

Masih mengutip dari buku Wali Songo: 9 Sunan karya Noer Al, Syekh Maulana Malik Ibrahim atau yang juga disebut Syekh Maghribi atau Sunan Gresik ini merupakan yang tertua dari sembilan wali.

Syekh Maulana Malik Ibrahim menyebarkan Islam di wilayah Gresik, Jawa Timur. Beberapa desa yang ditujunya antara lain Desa Sembalo, Desa Tanggulangin, dan Leran.

Ia menyebarkan ajaran Islam dengan cara mendekati masyarakat dengan budi bahasa yang santun dan akhlak mulia, tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan penduduk asli, serta adat istiadat mereka.

Syekh Maulana Malik Ibrahim merupakan seorang tabib yang menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Selain itu, ia juga mengajarkan cara-cara baru dalam bercocok tanam.

Sunan Ampel

Sunan Ampel atau Sayyid Ali Rahmatullah (Raden Rahmat) ini merupakan raja dari Kerajaan Majapahit. Dikutip dari buku Walisongo: Sebuah Biografi karya Asti Musman, Sunan Ampel menyebarkan Islam di wilayah Ampel (Surabaya).

Sunan Ampel berdakwah dengan mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Ia juga menginginkan agar masyarakat menganut keyakinan yang murni, dan adat istiadat Jawa dihilangkan karena merupakan bagian dari bid’ah.

Sunan Bonang

Sunan Bonang atau Raden Maulana Makdum Ibrahim menyebarkan Islam di daerah Tuban, Jawa Timur.

Ia menyebarkan ajaran Islam dengan cara berdakwah, mendirikan pondok pesantren, menyesuaikan diri dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa, serta menyisipkan Islam ke dalam cerita wayang dan musik gamelan.

Sunan Giri

Sunan Giri atau Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Giri (Gresik, Jawa Timur). Cara menyebarkan ajaran Islam oleh Sunan Giri yaitu dengan berdakwah, mendirikan pesantren, dan menjadi penasihat.

Sunan Drajat

Sunan Drajat atau Raden Qasim menyebarkan Islam di daerah Lamongan, Jawa Timur. Ia terkenal dengan jiwa sosial dan tema-tema dakwahnya yang selalu berorientasi pada gotong royong.

Sunan Kalijaga

Wilayah penyebaran ajaran Islam oleh Sunan Kalijaga atau Raden Mas Syahid ini tidak terbatas, Ia suka berkeliling dan memperhatikan keadaan masyarakat. Beliau menyebarkan ajaran Islam di sejumlah wilayah di Jawa Tengah.

Beliau berdakwah menggunakan berbagai media seni seperti wayang kulit, gamelan, suara, ukir, pahat, busana, dan kesusastraan.

Sunan Kudus

Sunan Kudus atau Ja’far Shadiq menyebarkan ajaran Islam di daerah Kudus, Jawa Tengah dengan berdakwah dan menciptakan cerita keagamaan yang berjudul Gending Maskumambang dan Mijil.

Sunan Muria

Sunan Muria atau Raden Umar Said ini menyebarkan ajaran Islam di daerah Gunung Muria, Kudus dan desa-desa terpencil lainnya. Objek dakwah yang digunakannya yaitu pedagang, nelayan, dan rakyat biasa. Beliau juga menciptakan tembang Sinom dan Kinanthi.

Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah ini menyebarkan ajaran Islam di sejumlah wilayah di daerah Jawa Barat seperti Cirebon dan Banten.

Cara berdakwahnya dilakukan dengan pendekatan struktural. Selain mendirikan pesantren, Sunan Gunung Jati juga mendirikan dan memimpin Kesultanan Cirebon dan Banten.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Sulitnya Perjuangan Nabi Muhammad saat Dakwah di Makkah



Jakarta

Perjuangan Nabi Muhammad SAW ketika berdakwah tidak pernah luput dari berbagai penolakan dari kaum kafir. Mereka tak segan untuk mengejek, menyiksa, dan bahkan berusaha membunuh umat Islam dan Nabi Muhammad SAW.

Penentangan yang dibarengi dengan kekerasan lebih banyak terjadi ketika dakwah Nabi Muhammad SAW dilakukan secara terang-terangan atas perintah Allah SWT, sebagaimana diceritakan dalam buku Pendidikan Agama Islam: Sejarah Kebudayaan Islam karya Murodi.

Saat itu kafir Quraisy menganggap ajaran yang dibawa oleh Nabi muhamamd SAW tidak ada dasarnya dan tidak jelas karena mereka pikir apa yang mereka kerjakan adalah peninggalan dari nenek moyang dan tidak boleh ditinggalkan. Sehingga mereka tidak peduli dan berusaha menentangnya habis-habisan agar beliau berhenti berdakwah.


Perjuangan Nabi Muhammad SAW menghadapi halangan orang-orang kafir sangatlah berat. Penentangan itu datang dari dengan berbagai macam bentuk dan metode.

Abu Lahab adalah salah satu tokoh Quraisy yang selalu menghalangi dan menentang dakwah Nabi Muhammad SAW dengan cara menebarkan fitnah, menebar terror, mengejek, dan selalu menghalangi beliau.

Banyak cara yang kaum kafir Quraisy lakukan untuk menghentikan perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah, termasuk percobaan pembunuhan.

Salah satu percobaan yang dilakukan pimpinan Quraisy adalah tawaran kepada Abu Thalib untuk mengganti Nabi Muhammad SAW dengan seorang pemuda tampan bernama Amrah Ibn al-Walid al-Mughirah yang usianya sama dengan beliau agar bisa membunuh keponakannya.

Abu Thalib lantas menjawabnya dengan suara keras dan lantang, “Hai orang kasar! silakan dan berbuatlah sesukamu, aku tidak takut.” Kemudian Abu Thalib mengundang keluarga Bani Hasyim agar mau membantu melindungi Nabi Muhammad SAW.

Percobaan selanjutnya adalah mengutus Uthbah bin Rabi’ah untuk membujuk Nabi Muhammad SAW untuk menghentikan perjuangan dakwahnya. Ia menawari Rasulullah SAW apa pun, termasuk menjadikan beliau menjadi raja agar mau berhenti menyebarkan Islam.

Tentu saja itu tidak akan membuat perjuangan Nabi Muhammad SAW terhenti. Beliau menjawabnya dengan membacakan surah Fussilat ayat 13 yang berbunyi,

فَاِنْ اَعْرَضُوْا فَقُلْ اَنْذَرْتُكُمْ صٰعِقَةً مِّثْلَ صٰعِقَةِ عَادٍ وَّثَمُوْدَ

Artinya: Jika mereka berpaling, katakanlah, “Aku telah memperingatkan kamu (azab berupa) petir seperti petir yang menimpa (kaum) ‘Ad dan (kaum) Samud.”

Perjuangan Nabi Muhammad SAW tidak berhenti sampai di sana. Kaum kafir tetap menentang dan berusaha menghentikan dakwah beliau. Penyiksaan yang tak manusiawi terhadap mukminin tidak bisa lagi dihindarkan.

Di antara sahabat nabi yang mendapat siksaan dari kafir Quraisy adalah Bilal bin Rabbah yang dengan kejamnya dijemur di terik matahari dan di atasnya ditimpa dengan batu besar.

Ibunda Yasir yang bernama Sumaiyah dibunuh oleh Abu Jahal dengan tusukan tombak secara sadis hingga dirinya wafat. Sahabat-sahabat lain yang mendapat siksaan adalah Amr bin Yasir, Ummu Ubais, Zinnirah, Abu Fukaihah, Al-Nadyah, Amr bin Furairah, dan Hamamah. Mereka mendapat siksaan berupa pukulan, cambukan, dan tidak diberi makan dan minum.

Perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah menghadapi penentangan kaum kafir terus berlanjut hingga mereka berbondong-bondong memboikot Rasulullah SAW dan seluruh pengikutnya.

Boikot itu di antaranya berisi tentang larangan menikahi orang-orang Islam, larangan jual beli dengan orang Islam, larangan berkomunikasi dengan orang Islam, dan perintah menyerahkan Nabi Muhammad SAW kepada kaum kafir agar bisa dibunuh.

Selama kurang lebih tiga tahun, pemboikotan yang menyengsarakan umat Islam itu akhirnya berhenti ketika para pemimpin Quraisy yang masih memiliki hati nurani dan ada hubungan kekeluargaan dengan Bani Hasyim dan Bani Muthalib merobek piagam tersebut.

Setelah kondisi umat Islam perlahan pulih, perjuangan Nabi Muhammad SAW untuk mendakwahkan agama Islam akhirnya berlanjut dengan memerintahkan para sahabat untuk hijrah ke Habasyah (Ethiopia). Rasulullah SAW tetap tinggal di Makkah untuk mengatur strategi agar bisa pindah ke tempat lain untuk mengembangkan dakwahnya.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Wilayah Dakwah Sunan Ampel yang Tersebar sampai Luar Pulau Jawa


Jakarta

Sunan Ampel merupakan salah satu wali songo yang berperan dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa. Wilayah dakwah Sunan Ampel tersebar sampai ke luar Pulau Jawa.

Terdapat sembilan wali songo yang berperan dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa. Mereka adalah Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Bonang, dan Sunan Drajat.

Sunan Ampel atau Raden Rahmat adalah salah satu wali songo yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa.


Biografi Sunan Ampel

Dikutip dari Buku Intisari SKI (Sejarah Kebudayaan Islam) karya Siti Wahidoh, Sunan Ampel atau Raden Rahmat merupakan putra dari Sunan Gresik yang lahir di Campa, Aceh tahun 1401. Sunan Ampel adalah penerus perjuangan Sunan Gresik.

Beliau mendirikan Pesantren Ampel Denta di Jawa Timur dan mendidik para pemuda Islam untuk menjadi da’i.

Dakwah Sunan Ampel dan Wilayah Penyebarannya

Yoyok Rahayu Basuki dalam buku Sunan Amel (Raden Rahmat) mengatakan bahwa pesantren Sunan Ampel tersebut telah menjadi pusat dakwah Islam. Pesantren Ampel Denta telah melahirkan kader Sunan Ampel, yaitu Raden Patah (Raja Demak), Sunan Kalijaga, Raden Paku (Sunan Giri), Raden Makdum (Sunan Bonang), Syarifudin (Sunan Drajat), dan Maulana Ishaq.

Sunan Ampel berhasil mendidik santrinya menjadi ahli agama dan berdedikasi tinggi dalam memperjuangkan Islam. Dari Sunan Giri, dakwah Sunan Ampel tersebar sampai ke luar Pulau Jawa, yaitu di wilayah timur Nusantara di antaranya Sulawesi, Maluku, Ternate, dan Tidore.

Pesantren Ampel Denta yang menjadi pusat dakwah tersebut menjadi pintu gerbang Majapahit, sehingga Sunan Ampel menjadikan pusat Majapahit sebagai sasaran dakwah utama.

Dalam penyebaran Islam kepada Majapahit, Sunan Ampel membagi wilayah inti Majapahit sesuai hierarki pembagian wilayah negara bagian saat itu ke dalam beberapa wilayah yang di koordinir oleh para kader Ampel Denta dan sahabatnya.

Kader dan sahabat Sunan Ampel yang mengkoordinir wilayah Majapahit tersebut di antaranya:

  • Raden Ali Murtadho, diberi gelar Raden Santri, ditempatkan di daerah Gresik untuk mempertahankan Islam di sana.
  • Raden Burereh (Abu Hurairah), diberi gelar Pangeran Majagung, ditempatkan di Majagung.
  • Maulana Ishak, diberi gelar Syekh Maulana Ishak, ditempatkan di Blambangan.
  • Maulana Abdullah, diberi gelar Syekh Suta Maharaja, ditempatkan di daerah Pajang
  • Usman Haji, diberi gelar Pangeran Ngundung, ditempatkan di Kerajaan Matahun dan bertempat di Ngundung.

Dikutip dari buku sebelumnya, Sunan Ampel menginginkan masyarakat menganut Islam murni pada awal penyiaran Islam di Pulau Jawa. Ia tidak setuju dengan kebiasaan yang sering dilakukan oleh masyarakat Jawa yang berbau ritual animisme dan dinamisme.

Namun para wali-wali lainnya berpendapat bahwa karena masyarakat belum bisa meninggalkan kebiasaan tersebut, maka kebiasaan tersebut harus dibiarkan untuk beberapa waktu.

Sunan Ampel pun menyetujuinya. Namun, ia tetap khawatir jika adat istiadat seperti upacara-upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa tidak bisa dihilangkan.

Upaya Dakwah Sunan Ampel

Dikutip dari buku Metode Dakwah Masyarakat Multikultur karya Rosidi, upaya yang dilakukan Sunan Ampel dalam dakwahnya yaitu:

  • Meneruskan perjuangan Malik Ibrahim. Sunan Ampel mendirikan pendidikan bagi masyarakat khususnya para kader ulama dan dai yang berupa pesantren.
  • Mendirikan Masjid Ampel. Masjid tersebut menjadi pusat ibadah masyarakat muslim.
  • Mempersiapkan kader dai. Dalam dakwahnya, Sunan Ampel memilih para pemuda dengan kecerdasan tinggi dan kemampuan fisik yang baik untuk dijadikan kader dai.
  • Kader tersebut yaitu Raden Patah (Raja Demak), Sunan Kalijaga, Raden Paku (Sunan Giri), Raden Makdum (Sunan Bonang), Syarifudin (Sunan Drajat), dan Maulana Ishaq.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Metode Dakwah Sunan Muria yang Mudah Diterima Masyarakat


Jakarta

Wali songo adalah sembilan ulama penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Setiap dari mereka memiliki metode dakwah yang khas, begitu pula dengan Sunan Muria.

Daerah dakwah Sunan Muria cukup luas dan tersebar mulai lereng-lerang Gunung Muria, pelosok Pati, Kudus, Juwana, sampai pesisir utara Jawa Tengah.

Metode Dakwah Sunan Muria

Dirangkum dari buku Sejarah Islam Indonesia karya Rizem Aizid dan buku Seri Jejak Para Wali: Sunan Kalijaga karya Lilis Suryani, Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra dari Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh. Sunan Muria mengikuti jejak ayahnya sebagai juru dakwah di tanah Jawa. Ia juga adalah penyokong Kerajaan Demak Bintara yang setia dan juga berpartisipasi dalam pembangunan Masjid Agung Demak.


Sunan Muria berdakwah dengan cara yang halus. Cara tersebut digunakannya dalam menyiarkan Islam di sekitar Gunung Muria.

Metode dakwah Sunan Muria yaitu dengan menggunakan kesenian dan tradisi kebudayaan Jawa. Misalnya adat kenduri pada hari-hari tertentu setelah kematian anggota keluarga, seperti nelung dina (tiga harian), sampai nyewu (seribu hari) yang tidak diharamkannya. Hanya tradisi yang berbau klenik seperti membakar kemenyan atau menyuguhkan sesaji diganti dengan doa atau sholawat.

Sunan Muria juga berdakwah dengan menggunakan gamelan dan wayang. Hal ini dilakukan oleh Sunan Muria sebagai upaya mempertahankan metode dakwah ayahnya terdahulu.

Selain itu, Sunan Muria juga menciptakan beberapa tembang. Tembang Sunan Muria yang terkenal adalah tembang Sinom dan Kinanthi. Melalui lagu-lagu inilah Sunan Muria mengajak masyarakat untuk mengamalkan ajaran Islam.

Cara dakwah yang dilakukan Sunan Muria tersebut membuatnya dikenal sebagai sunan yang suka berdakwah “tapa ngeli”, yaitu dengan “dengan menghanyutkan diri” dalam masyarakat.

Keterampilan Sunan Muria

Disebutkan dalam buku Seri Jejak Para Wali: Sunan Kalijaga, Sunan Muria adalah wali yang sakti dan kuat. Keterampilan yang dimiliki oleh Sunan Muria adalah bercocok tanam, berdagang, dan melaut.

Sunan Muria sering kali diminta menjadi penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak. Ia juga dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan permasalahan yang sangat rumit sekalipun.

Ajaran Sunan Muria yang Masih Dilestarikan

Dirangkum dari buku Walisongo: Sebuah Biografi karya Asti Musman, ajaran Sunan Muria masih dilestarikan hingga saat ini. Beberapa di antaranya yaitu:

1. Bidang Kesenian

Sunan Muria menciptakan beberapa tembang. Di antara tembangnya yang terkenal yaitu tembang Kinanthi dan Sinom.

2. Tradisi Bancakan

Sunan Muria tidak menghilangkan tradisi masyarakat Jawa sebelumnya, justru ia memberikan warna Islam pada tradisi tersebut. Tradisi bancakan dan tumpeng yang biasa dipersembahkan ke tempat-tempat yang angker diubah menjadi kenduri, yaitu mengirim doa kepada leluhur.

3. Tradisi Syukuran

Colo Muria adalah salah satu tradisi syukuran sebagai bentuk rasa syukur kepada alam dan Tuhannya yang secara massal dilaksanakan oleh masyarakat Colo Muria. Tradisi tersebut ditujukan untuk menghormati dan mensyukuri dengan apa yang ada di bumi, khususnya untuk masyarakat sekitar Muria.

4. Pantangan Bekerja Tiap Kamis Legi

Pantangan bekerja setiap Kamis Legi merupakan tradisi dari masyarakat Colo yang masih berlaku hingga saat ini. Jika masyarakat Colo ingin melakukan pekerjaan atau hajat tertentu, maka mereka harus ziarah ke makam Sunan Muria dan melakukan selamatan agar tidak mendapatkan malapetaka maupun sesuatu yang tidak baik.

5. Melestarikan Lingkungan

Sunan Muria meninggalkan situs yang dikeramatkan seperti buah parijoto, kayu pakis haji, air gentong yang terdapat di lokasi pemakaman, ngebul bulusan, pohon kayu adem ati, serta pohon jati keramat.

Sampai saat ini, situs tersebut masih dipercayai oleh masyarakat. Pengeramatan situs ini sebenarnya merupakan upaya Sunan Muria untuk mendukung kelestarian lingkungan.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

3 Strategi Dakwah Sunan Gunung Jati saat Sebarkan Islam


Jakarta

Sunan Gunung Jati adalah satu dari sembilan wali songo yang berdakwah di wilayah Jawa. Setidaknya ada tiga strategi dakwah Sunan Gunung Jati yang pada akhirnya berhasil menarik minat masyarakat untuk masuk Islam.

Sunan Gunung Jati memiliki nama asli Maulana Syarif Hidayatullah. Selain itu, Sunan Gunung Jati juga memiliki nama lain yang terkenal seperti Fatahillah, Syekh Nuruddin Ibrahim bin Maulana Ismail, Said Kamil, dan Maulana Syekh Makhdum Rahmatullah, sebagaimana disebutkan dalam buku Metode Dakwah Masyarakat Multikultur karya Rosidi.

Sunan Gunung Jati memiliki jasa yang sangat besar untuk agama Islam dan Indonesia. Namanya diabadikan sebagai nama salah satu universitas, yakni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


Perjalanan Hidup Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati merupakan seorang ulama dan kesatria yang memasuki kawasan Jawa Barat. Ia berhasil menaklukkan kerajaan Hindu Pajajaran dan mendirikan dua kerajaan Islam, yaitu Banten dan Cirebon.

Sunan Gunung Jati juga adalah pendiri dari Jayakarta, yang kini menjadi Jakarta. Ia membentuk kerajaan itu demi melawan bangsa Portugis yang menjajah Indonesia.

Saat sudah menginjak usia dewasa, Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah pergi ke Makkah untuk menimba ilmu agama Islam secara detail selama tiga tahun.

Tiga tahun kemudian, Ia merantau ke tanah Jawa, tepatnya di daerah Demak. Ia menikah dengan adik kandung Sultan Trenggono yang saat itu berkuasa dari 1521-1546.

Kala itu, Belanda berniat untuk menginvasi Jawa Barat dan melancarkan rencana ekspansinya. Hal ini pun membuat Sultan Trenggono marah. Saat itulah, Sunan Gunung Jati diutus untuk membendung pasukan Portugis.

Sunan Gunung Jati berhasil mengendalikan Sunda Kelapa pada tahun 1527. Kemudian beliau memindahkan Sunda Kelapa ke Cirebon. Kerajaan Banten diserahkan kepada putranya, Sultan Maulana Hasanuddin.

Sunan Gunung Jati kemudian menetap di Cirebon untuk berdakwah menyiarkan agama Islam hingga akhir hayatnya. Ia meninggal pada tahun 1570 di Gunung Jati. Makanya, ia dijuluki sebagai Sunan Gunung Jati.

Metode Dakwah Sunan Gunung Jati

Terdapat beberapa macam metode dakwah yang dilakukan oleh Sunan Gunung Jati. Berikut adalah metode dakwah Sunan Gunung Jati.

1. Pendekatan Budaya

Metode dakwah Sunan Gunung Jati yang pertama adalah dengan pendekatan kultural dan menghormati budaya lokal. Hal ini sebagaimana yang telah dilakukan oleh Sunan Kudus dan murid-muridnya.

Penghormatan terhadap budaya lokal dipraktikkan dengan membuat menara masjid yang menggabungkan seni arsitektur Islam dengan arsitektur budaya Jawa.

Tak hanya dari segi arsitektur, metode dakwah Sunan Gunung Jati juga merambah pada pemanfaatan kesenian tradisional seperti wayang dan gamelan sebagai salah satu sarana menyentuh hati masyarakat sehingga mereka mau menerima ajaran Islam.

Sunan Gunung Jati juga menciptakan tembang-tembang yang berisi nasihat agama yang bersumber dari kitab suci dan hadits nabi. Ada juga nasihat yang berisi etika kehidupan untuk menuju keselamatan dunia dan akhirat serta ridha Allah SWT.

Penggunakan seni budaya sebagai wasilah atau media dakwah Islam bertujuan agar masyarakat bisa menyerap ajaran Islam dengan lebih mudah dan akhirnya bisa digunakan sebagai pedoman kehidupan.

2. Toleransi Tinggi terhadap Agama Lain

Metode dakwah Sunan Gunung Jati yang kedua adalah dengan meninggikan toleransi dengan agama lain yang ada di lingkungan masyarakat. Di mana saat itu mayoritas orang Jawa beragama Hindu atau Buddha.

Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Sunan Kudus dan murid-muridnya, Sunan Gunung Jati juga menerapkan sikap toleransi yang tinggi terhadap ajaran atau hukum-hukum yang dianut oleh agama Hindu-Buddha.

Toleransi ini ditunjukkan dengan perilaku tidak menyembelih dan memakan sapi karena sapi adalah binatang yang dihormati oleh para pemeluk Hindu.

3. Dimulai dari Lingkup Terdekat lalu Meluas

Metode dakwah Sunan Gunung Jati yang ketiga adalah dengan memulai dakwah dari lingkup terkecil hingga meluas sampai luar daerah.

Disebutkan dalam buku Islam Abangan & Kehidupannya karya Rizem Aizid, proses dakwah Sunan Gunung Jati di tanah Pasundan membutuhkan waktu yang lama.

Pada periode awal, Sunan Gunung Jati memulai dakwahnya di kawasan tempat tinggalnya saja, yakni Cirebon. Ia menyebarkan agama Islam sekaligus menjadi guru agama.

Saat itu, Sunan Gunung Jati menggantikan Syekh Datuk Kahfi sebagai guru agama dan mengambil tempat di Gunung Sembung, Pasambangan (dekat Giri Amparan Jati).

Setelah sukses, Sunan Gunung Jati pun melanjutkan dakwahnya yang berjarak sekitar tiga kilometer dari sana, yakni di Dukuh Babadan. Kemudian meluas lagi sampai daerah Banten.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

4 Metode Dakwah Sunan Gresik dalam Menyebarkan Islam di Tanah Jawa


Jakarta

Pada masa penyebaran Islam di tanah Jawa, para Wali Songo memiliki metode tersendiri dalam memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat. Mereka menggunakan berbagai cara yang bijaksana dan menyesuaikan budaya setempat untuk menarik perhatian orang-orang agar menerima Islam. Salah satu tokoh yang juga berperan penting dalam hal ini adalah Sunan Gresik.

Simak metode dakwah yang digunakan Sunan Gresik dalam menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa berikut ini.

Profil Singkat Sunan Gresik

Dalam buku Sejarah Islam Nusantara yang disusun oleh Rizem Aizid dijelaskan bahwa Sunan Gresik diyakini sebagai Wali Songo pertama yang menyebarkan Islam di tanah Jawa. Nama aslinya adalah Maulana Malik Ibrahim, yang juga dikenal dengan julukan Syekh Maghribi atau Maulana Maghribi.


Selain itu, Sunan Gresik memiliki gelar lain, seperti Sunan Tandhes, Sunan Raja Wali, Wali Quthub, Mursyidul Auliya’ Wali Sanga, Sayyidul Auliya Wali Sanga, Ki Ageng Bantal, dan Maulana Makdum Ibrahim I. Karena dianggap sebagai Wali Songo pertama yang datang ke Jawa, Sunan Gresik dipandang sebagai wali yang paling senior di antara anggota Wali Songo.

Dalam berdakwah, Sunan Gresik menggunakan pendekatan yang bijaksana dan strategi yang tepat. Ia dikenal sebagai pribadi yang lemah lembut, penuh kasih sayang, dan ramah tamah kepada semua orang, baik yang seagama maupun yang berbeda keyakinan.

Sifat-sifat ini membuatnya dihormati dan disegani sebagai tokoh masyarakat. Kepribadiannya yang baik menarik perhatian penduduk setempat, yang kemudian berbondong-bondong memeluk Islam dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, serta menjadi pengikut setia dakwahnya. Dalam hal akidah, Sunan Gresik menganut Islam Ahlusunnah wal Jamaah dan mengikuti mazhab Syafi’i dalam masalah fiqh.

Selama menyebarkan agama Islam, Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) merupakan pembimbing dari sembilan tarekat mu’tabarah yang diikuti oleh Wali Songo, yaitu Tarekat ‘Alawiyah, Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naqsyabandiyah, Tarekat Syadziliyah, Tarekat Sanusiyah, Tarekat Maulawiyah, Tarekat Nur Muhammadiyah, Tarekat Khidiriyah, dan Tarekat Al-Ahadiyah.

Di tengah kuatnya pengaruh agama Hindu dan Buddha, Sunan Gresik berhasil membawa dan menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Pada masa itu, Jawa masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit, kerajaan Buddha terbesar di Nusantara.

Dengan pendekatan dakwah yang bijaksana, Sunan Gresik mampu meruntuhkan dominasi Hindu-Buddha di Jawa dan berhasil mengislamkan masyarakat Jawa, khususnya di daerah-daerah yang menjadi pusat dakwahnya.

Metode Dakwah Sunan Gresik

Berikut adalah metode dakwah yang digunakan Sunan Gresik, sehingga Islam berhasil menyebar luas di tanah Jawa. Metode-metode ini dirangkum dari buku Sunan Gresik susunan Masykur Aarif dan sumber sebelumnya.

1. Pendekatan Pribadi Melalui Adat Istiadat

Metode dakwah Sunan Gresik yang digunakan pertama adalah pendekatan secara pribadi, melalui pergaulan dengan masyarakat. Dalam metode ini, Sunan Gresik senantiasa menunjukkan sifat-sifat mulia, seperti ramah-tamah, kasih sayang, dan suka menolong.

Dengan sifat-sifat baik tersebut, ia berhasil menarik perhatian masyarakat, yang kemudian menjadi dekat dengannya dan menghormatinya. Bahkan, banyak dari mereka yang akhirnya memeluk Islam dengan sukarela, karena melihat budi pekerti luhur yang ditunjukkan oleh Sunan Gresik.

Meskipun pada waktu itu mayoritas masyarakat beragama Hindu, Sunan Gresik tidak secara langsung menentang agama atau kepercayaan yang mereka anut, melainkan lebih kepada menunjukkan keindahan dan kebaikan ajaran Islam.

Melalui metode ini, Sunan Gresik juga mempelajari bahasa Jawa, mengenal adat istiadat setempat, dan belajar memahami kehidupan masyarakat, termasuk mata pencaharian dan pandangan hidup mereka. Ini menunjukkan bahwa Sunan Gresik sangat berhati-hati dalam menjalankan dakwah, dan berusaha untuk tidak membuat kesalahan yang bisa menyebabkan penolakan dari masyarakat.

2. Perdagangan

Metode dakwah Sunan Gresik kedua yang dilakukan dalam rangka menyiarkan Islam adalah melalui jalan perdagangan. Dalam metode ini, Sunan Gresik berprofesi sebagai pedagang di pelabuhan terbuka, yang sekarang dikenal dengan nama desa Romo, Manyar.

Melalui perdagangan, Sunan Gresik dapat berinteraksi dengan berbagai lapisan masyarakat. Selain itu, kegiatan perdagangan juga melibatkan raja dan para bangsawan yang turut serta sebagai pelaku jual beli, pemilik kapal, atau pemodal.

Setelah cukup dikenal dan dihormati oleh masyarakat, Sunan Gresik melakukan kunjungan ke ibu kota Majapahit di Trowulan. Meskipun kunjungannya untuk menyebarkan agama Islam tidak berhasil karena raja Majapahit tidak memeluk Islam, Sunan Gresik berhasil menarik perhatian raja Majapahit.

Sebagai hasilnya, sang raja memberikan sebidang tanah di pinggiran kota Gresik, yang kini dikenal dengan nama desa Gapura.

3. Pertanian dan Pengobatan

Cara lain yang digunakan Sunan Gresik dalam menyiarkan agama Islam adalah melalui jalur pertanian dan pengobatan. Berdasarkan literatur sejarah, Sunan Gresik dikenal sebagai seorang ahli di bidang pertanian dan pengobatan.

Sejak ia berada di Gresik, hasil pertanian masyarakat meningkat pesat. Sunan Gresik mampu memanfaatkan kesuburan tanah Jawa untuk menanam berbagai kebutuhan sehari-hari, seperti padi, umbi-umbian, dan tanaman lainnya. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa ia adalah orang pertama yang mengusulkan untuk mengalirkan air dari gunung untuk mengairi lahan pertanian masyarakat.

Selain itu, Sunan Gresik juga dikenal mampu menyembuhkan berbagai penyakit menggunakan ramuan dari daun-daunan tertentu. Dalam praktik pengobatannya, ia tidak memungut biaya sepeser pun. Ia dengan ikhlas membantu masyarakat yang sakit dan membutuhkan kesembuhan.

Melalui cara ini, Sunan Gresik berhasil mendapatkan simpati dari masyarakat, yang akhirnya mempermudah penyebaran agama Islam di kalangan mereka.

4. Mendirikan Masjid dan Pesantren

Setelah para pengikut Islam semakin banyak, metode dakwah Sunan Gresik yang ia lakukan selanjutnya adalah dengan mendirikan masjid sebagai tempat ibadah, sarana dakwah, serta untuk mengajarkan agama Islam kepada masyarakat. Pada masa itu, masyarakat Jawa sudah terbiasa tinggal di sekitar tempat guru mereka yang mengajarkan ilmu.

Ada tempat-tempat khusus yang disediakan oleh para guru untuk menampung murid yang ingin belajar.

Sunan Gresik yang memahami kebiasaan ini, kemudian mendirikan pesantren sebagai tempat untuk menampung santri yang ingin belajar ilmu agama darinya. Pesantren yang didirikannya tercatat sebagai lembaga pendidikan Islam pertama di Tanah Jawa.

Itulah empat metode dakwah Sunan Gresik dalam upaya menyebarkan Islam di Jawa, khususnya di wilayah Gresik. Setelah Islam diterima oleh masyarakat setempat dan pesantren selesai dibangun, Sunan Gresik pun menghadap Allah SWT (wafat). Kini, makam beliau menjadi salah satu tempat ziarah umat Islam di Indonesia, yang terletak di Desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com