Tag Archives: perang islam

Perang Khandaq dan Strategi Parit



Jakarta

Salah satu peristiwa bulan Syawal dalam sejarah Islam adalah meletusnya Perang Khandaq. Perang ini melibatkan kaum muslimin dan pasukan gabungan dari Quraisy, Yahudi, dan Ghathafan.

Menurut Sirah Nabawiyah yang disusun oleh Ibnu Hisyam, Perang Khandaq terjadi pada bulan Syawal tahun 5 H atau 627 M. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Kitab Tarikh-nya menyebut ini adalah pendapat yang shahih karena Perang Uhud terjadi pada bulan Syawal tahun 3 H.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan, seusai Perang Uhud, orang-orang musyrik berjanji kepada Rasulullah SAW untuk menemui beliau pada tahun ke-4. Namun, mereka melanggar karena kegersangan tahun tersebut dan pada tahun ke-5 baru mereka datang.


Pada saat itu, kaum Yahudi bani Nadhir yang pindah ke Khaibar menghasut kabilah-kabilah Arab di sekitar Khaibar agar memerangi kaum muslimin, sebagaimana diceritakan dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW II karya Moenawar Chalil.

Dikutip dari buku Sejarah Terlengkap Peradaban Islam karya Abul Syukur al-Azizi, berikut adalah keterangan dan kisah mengenai Perang Khandaq selengkapnya.

Latar Belakang Perang Khandaq

Perang Khandaq adalah perang antara kaum muslimin melawan pasukan gabungan dari kaum Quraisy, Yahudi, serta Ghathafan. Perang ini disebut juga Perang Ahzab, yang artinya Perang Gabungan.

Dinamakan perang Khandaq yang berarti parit karena kaum muslimin menggali parit di sekeliling kota Madinah sebagai mekanisme pertahanan agar mencegah kaum kafir agar tidak bisa menerobos kota Madinah. Perang ini dimulai karena beberapa kaum dan pihak merasa tidak terima setelah diusir dari Madinah lantaran telah melanggar perjanjian yang telah disepakati bersama.

Selain itu, penyebab lain terjadinya perang ini adalah karena ketakutan kaum kafir Makkah akan kekuatan kaum muslimin di Madinah yang semakin berkembang. Perang Khandaq sangat terkenal di kalangan muslim di berbagai masa, lantaran perang ini merupakan adu strategi dan perang urat saraf.

Strategi Parit dalam Perang Khandaq

Terdapat tiga figur utama yang menjadi faktor utama dalam perang ini. Selain Nabi Muhammad SAW sebagai panglima perang dari pihak muslimin, aktor utama lain dalam Perang Khandaq adalah Ali bin Abi Thalib, Salman al-Farisi, serta Nu’aim bin Mas’ud yang setia dan loyal menjalankan tugas dan perannya masing-masing.

Kisah luar biasa dalam Perang Khandaq bermula dari ide brilian Salman al Farisi yang kepada nabi untuk membangun parit. Ide itu sesungguhnya didasari dari kebiasaan orang-orang di kampung halamannya, Persia.

Mereka akan membangun parit pertahanan ini dilakukan jika sedang dalam situasi takut diserang, terutama oleh pasukan berkuda. Kondisi seperti itulah pula yang dialami oleh kaum muslimin pada saat itu.

Pembangunan parit seperti itu sebenarnya tidak dikenal dalam strategi perang orang Arab. Hal ini dikarenakan mereka sebelumnya hanya mengenal teknik seperti gerilya, yaitu maju, mundur, gempur, atau lari.

Meskipun demikian, Nabi Muhammad SAW yang mendengarkan strategi “unik” ini kemudian sepakat dengan usul Salman. Bahkan, beliau pulalah yang membuat peta penggalian, memanjang dari ujung utara hingga ke selatan.

Waktu itu, setiap sepuluh orang pasukan persiapan kaum muslim diwajibkan menggali parit sepanjang 40 meter (lebar 4,62 meter dan dalam 3,234 meter). Setelah enam hari (dalam riwayat lain, 10 hari), panjang parit yang berhasil digali adalah mencapai 5.544 meter.

Kisah heroik ditunjukkan oleh Nu’aim bin Mas’ud yang ditugaskan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai pemecah belah kaum kafir Quraisy, bani Ghathafan, dan kaum Yahudi yang bersekongkol. Sementara itu, Ali bin Abi Thalib juga memiliki pengalaman yang tak kalah menarik.

Hal ini lantaran ia harus berduel dengan Amr bin Abdi Wudd, yakni salah satu pimpinan pihak musuh yang terkenal jago pedang. Pada awalnya Rasulullah SAW tidak ingin untuk memberikan tanggung jawab kepada Ali untuk menghadapi Amr karena ia dianggap masih terlalu muda.

Rasulullah SAW ingin memilih sosok sahabat yang lebih tua dan dianggap sepadan. Namun, di luar perkiraan Rasulullah SAW ternyata Ali bersikeras.

Sebenarnya, nabi cukup khawatir terhadap keselamatan Ali. Hal ini bukan tanpa dilandasi alasan yang jelas, melainkan pada perang sebelumnya di Uhud, beliau telah kehilangan sang paman, yaitu Hamzah yang tewas secara mengenaskan.

Berkat pertolongan Allah SWT, Ali berhasil memenangkan pertarungan. Kemudian Amr bin Abdi Wudd tewas di tangan Ali yang masih tergolong muda pada saat itu.

Peristiwa inilah yang menjadi titik puncak yang mengakibatkan pasukan musuh mundur dari lokasi perang meskipun jumlah mereka berjumlah lebih dari 10.000 tentara. Selain itu, mundurnya kaum kafir dari lokasi peperangan karena kondisi kota Madinah saat itu cuaca sangatlah dingin.

Kaum kafir musuh umat muslim yang masih tertahan di tenda-tenda karena tidak bisa memasuki kota Madinah. Banyak di antara mereka yang mati kedinginan dan terserang penyakit malaria dalam peristiwa bulan Syawal tersebut.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perang Uhud pada Bulan Syawal yang Gugurkan Banyak Kaum Muslim



Jakarta

Perang Uhud termasuk perang besar dalam Islam. Menurut sejumlah riwayat, perang melawan kaum kafir Quraisy ini terjadi pada bulan Syawal.

Perang Uhud pada bulan Syawal ini merupakan salah satu dari tiga perang besar yang pernah terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW.

Ibrahim Al-Qurabi dalam Tarikh Khulafa, menjelaskan mengenai kapan terjadinya Perang Uhud. Menurut Ibnu Katsir, yang valid adalah pendapat mayoritas ulama bahwa Perang Uhud terjadi pada bulan Syawal tahun ketiga.


Turut diceritakan pula dalam Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfuri, Perang Uhud ini terjadi dilatarbelakangi kebencian yang begitu besar dari kaum kafir Quraisy terhadap orang-orang muslim karena kekalahannya di Perang Badar.

Dalam Perang Badar banyak sekali pemimpin dan bangsawan Quraisy terbunuh. Hati mereka membara dibakar keinginan untuk menuntut balas.

Bahkan, kaum Quraisy melarang semua penduduk Makkah meratapi korban Perang Badar dan tidak perlu terburu-buru menebus tawanan. Hal tersebut bertujuan supaya kaum Muslimin tidak merasa di atas angin karena mengetahui kesedihan hati mereka.

Setelah Perang Badar selesai, semua orang Quraisy sepakat untuk melancarkan serangan habis-habisan terhadap orang-orang Muslim, agar kebencian mereka bisa terobati dan dendam mereka bisa tersuapi.

Setelah genap setahun, persiapan Quraisy pun sudah matang, prajurit yang dipersiapkan mencapai 3000 dan sudah berhimpun bersama dengan sekutu-sekutu serta kabilah kecil.

Mereka juga membawa 3000 unta, 200 penunggang kuda, dan 700 baju besi. Setelah dirasa cukup mereka bergerak menuju Madinah.

Sementara itu, dari pihak Nabi Muhammad SAW sudah mengetahui rencana dari kaum Quraisy dan mempersiapkan pasukannya pula. Setiap pintu gerbang di Madinah pasti terdapat sekumpulan penjaga.

Ada pula sekumpulan orang Muslim yang bertugas memata-matai, mereka berputar-putar di setiap jalur yang bisa dilalui oleh kaum Quraisy.

Namun, Abdullah bin Ubay yang semula menjadi bagian dari pasukan Muslim mendadak membelot dengan alasan karena Rasulullah SAW tidak mendengarkan alasannya. Oleh karena itu, sisa pasukan dari Nabi Muhammad SAW hanya 700 prajurit.

Rasulullah SAW lalu pergi menuju bukit Uhud, hingga tiba di kaki bukit Uhud pasukan Muslimin mengambil tempat dengan posisi menghadap ke arah Madinah dengan memunggungi Uhud. Dengan posisi ini, pasukan musuh berada di tengah antara mereka dan Madinah.

Rasulullah SAW lalu membagi tugas pasukannya dan membariskan mereka sebagai persiapan untuk menghadapi pertempuran. Di bagian depan ia menempatkan para pemanah ulung dan Rasulullah SAW juga melarang semua pasukan untuk melancarkan serangan kecuali atas perintah beliau.

Meskipun kaum Quraisy sempat untuk menghasut para kaum Muslimin sebelum peperangan dimulai dengan cara mengirim surat, namun hal itu tidak mempan dan tidak membuat pasukan Muslimin merasa goyah.

Hingga akhirnya perang pun pecah, secara bergantian orang-orang bani Abdid-Dar yang menjadi bagian pasukan Quraisy bertugas membawa bendera. Hingga 10 kali semua yang membawa bendera berhasil di bunuh oleh orang Muslimin. Hingga tidak ada lagi yang mau untuk membawa bendera.

Di sisi lain pertempuran juga terjadi di beberapa titik, Abu Dujanah merupakan orang Muslimin yang dengan gagah berani maju ke depan menuju pasukan Quraisy. Siapa pun orang musyrik yang berpapasan dengannya pasti dibabatnya hingga meninggal.

Abu Dujanah berhasil menyusup hingga ke tengah barisan kaum Quraisy, ketika hendak mengayunkan pedangnya ia berhenti ketika mengetahui bahwa yang dihadapinya adalah seorang wanita. Ia menganggap bahwa pedang yang diberikan Rasulullah SAW terlalu mulia untuk membunuh seorang wanita.

Di lain sisi Hamzah bin Abdul Muthalib bertempur bagaikan singa yang sedang mengamuk, ia menyusup ke tengah barisan tanpa mengenal rasa takut. Dia terus menerjang dan mengejar tokoh-tokoh musuh, hingga akhirnya dia terbunuh di barisan paling depan. Ia terbunuh layaknya orang baik-baik yang terbunuh di tengah kegelapan malam.

Perang ini menjadi salah satu perang yang besar dan banyak menelan korban. Disebutkan dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad II karya Moenawar Chalil, menurut Ibnu Hisyam pasukan kaum Muslimin yang gugur dalam Perang Uhud ada 70 orang. Adapun, menurut Ibnu Ishaq jumlahnya ada 70. Mereka terdiri dari golongan Anshar dan Muhajirin.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perang Sawiq Bulan Zulhijah di Pinggiran Kota Madinah



Jakarta

Salah satu perang yang pernah dialami oleh Rasulullah SAW adalah Perang Sawiq. Perang ini terjadi pada bulan Zulhijah di pinggiran Kota Madinah.

Menurut Ibnu Ishaq, dinamakan Perang Sawiq (Tepung) karena mayoritas perbekalan yang dibuang orang-orang Quraisy pada saat itu adalah tepung. Kemudian, kaum muslimin mengambil tepung yang banyak itu. Oleh karena itu, perang ini dinamakan Sawiq atau As-Sawiq, sebagaimana dijelaskan dalam Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam.

Merangkum dari Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri bahwa terjadi persekongkolan dan konspirasi dengan orang-orang Yahudi serta munafik. Hal tersebut juga dilakukan oleh Abu Sufyan dari golongan Yahudi, dan kaum munafikin secara intensif menggalang konspirasi.


Abu Sufyan mulai merancang suatu tindakan yang berisiko kecil tetapi berdampak nyata. Bahkan, ia sudah bernadzar untuk tidak membasahi rambutnya dengan air sekalipun junub. Hingga. ia dapat menyerang Rasulullah SAW.

Lalu, ia bersama dengan 200 orang pergi untuk melaksanakan sumpahnya, hingga ia tiba di suatu jalan terusan di sebuah gunung yang bernama Naib. Jaraknya dari Madinah kira-kira 12 mil. Namun, mereka tidak berani datang secara langsung melainkan mengendap-endap masuk Madinah pada malam hari yang gelap dan mendatangi rumah Huyay bin Akhtab.

Ia lalu meminta izin untuk masuk rumah, namun Huyay menolaknya karena ia merasa takut. Maka, dia beranjak pergi dan mendatangi rumah Sallam bin Misykam, pemimpin Bani Nadhir.

Abu Sufyan meminta agar kedatangannya ini dirahasiakan dari siapa pun setelah dijamu dan disuguhi arak. Pada akhir malam, Abu Sufyan lalu keluar rumah dan kembali lagi menemui rekan-rekannya.

Ia lalu mengutus beberapa orang pilihan di antara tentaranya agar pergi ke arah Madinah dan berhenti di Al-Uraidh. Di sana mereka membabati pohon dan membakar pagar-pagar kebun kurma.

Mereka menemukan seorang Anshar dan rekannya di kebun itu, lalu mereka membunuh keduanya. Setelah itu mereka semua kembali lagi ke Makkah.

Rasulullah SAW yang mendengar kabar ini segera pergi untuk mengejar Abu Sufyan dan rekan-rekannya. Namun, mereka terburu-buru pergi dan meninggalkan tepung makanan yang mereka bawa sebagai bekal dan bahan-bahan makanan lainnya, agar tidak terlalu memberatkan.

Tetapi mereka tidak terkejar lagi, sehingga Rasulullah SAW mengejar mereka hingga tiba di Qarqaratul Kadar. Setibanya di sana beliau kembali lagi dan orang-orang muslim membawa Sawiq (tepung gandum) yang ditinggalkan Abu Sufyan dan pasukannya, sehingga peperangan ini disebut perang as-Sawiq.

Perang ini terjadi pada bulan Zulhijah tepatnya dua bulan setelah Perang Badar. Urusan Madinah selanjutnya diserahkan oleh Rasulullah SAW ke tangan Abu Lubabah bin Abdul Mundzir.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kekalahan Pasukan Muslim di Perang Uhud, Apa Penyebabnya?


Jakarta

Pasukan muslim sempat menelan kekalahan ketika Perang Uhud. Peristiwa yang terjadi pada Syawal 3 H itu berlangsung di kaki Bukit Uhud, tepatnya sebelah utara Kota Madinah.

Perang Uhud termasuk ke dalam salah satu peperangan besar dalam Islam. Rasulullah SAW memimpin langsung pasukan muslim pada perang ini.

Menurut buku Sang Panglima Tak Terkalahkan Khalid Bin Walid karya Hanatul Ula Maulidya, kala itu jumlah pasukan muslim hanya 1.000, sementara tentara kafir Quraisy mencapai 3.000 pasukan. Rincian pasukan muslim terdiri atas gabungan masyarakat Makkah dan Madinah.


Sementara itu, pasukan Quraisy mencakup 200 tentara berkuda, 700 pasukan berkendara unta, dan sisanya pasukan pemanah serta pejalan. Namun, ketika dalam perjalanan menuju Gunung Uhud, Abdullah bin Ubah yang merupakan pemimpin bani terbesar di kaum Quraisy membelot, ia lantas membawa 300 pasukan muslimin.

Dengan demikian, prajurit muslim hanya tersisa 700 orang. Dengan jumlah yang sedikit itu, kaum muslimin tetap harus mengalahkan pasukan kafir Quraisy.

Perang Uhud dilatarbelakangi kekalahan pasukan kafir Quraisy dalam Perang Badar yang menyebabkan munculnya dendam terhadap kaum muslimin. Menurut As-Sirah An-Nabawiyah susunan Ibnu Hisyam, ketika kaum Quraisy kalah pada Perang Badar, tentara yang tewas dimasukkan ke dalam sebuah sumur sedangkan sisanya yang hidup kembali ke Makkah.

Karenanya, pada Perang Badar ini kafir Quraisy merencanakan serangan besar-besaran kepada pasukan muslim. Bahkan, Abu Sufyan dan para saudagar mengumpulkan harta bersama dengan golongan Ahabisy, yaitu kabilah-kabilah Arab di luar Quraisy yang telah sepakat menyerah Nabi Muhammad SAW.

Lantas, apa penyebab kekalahan pasukan muslim di Perang Uhud?

Penyebab Kalahnya Prajurit Muslim pada Perang Uhud

Mengutip dari buku Islam at War yang ditulis oleh George F Nafziger, meski jumlah antara pasukan muslim dan kafir Quraisy berbanding terbalik, ketika peperangan berlangsung kaum muslimin sempat unggul. Bahkan pasukan Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan terlihat kewalahan.

Keunggulan ini disebabkan strategi Rasulullah SAW yang menempatkan 150 pasukan pemanah di atas bukit untuk melindungi pasukan yang berada di bawah bukit. Nabi Muhammad SAW menginstruksikan pasukan pemanah dalam Perang Uhud untuk tidak berpindah dari posisi mereka dan selalu waspada, apapun yang terjadi.

Sayangnya, imbauan beliau tidak dihiraukan. Ketika pasukan Quraisy kewalahan dan korban berjatuhan, pemanah muslimin justru berbondong-bondong turun dari bukit dan berebut harta rampasan perang. Padahal, Rasulullah SAW sudah menginstruksikan mereka untuk tetap pada posisi.

Hal tersebut lantas mengakibatkan pasukan Quraisy yang sebelumnya sudah mundur menjadi kembali karena aman dari ancaman pemanah. Korban dalam Perang Uhud tercatat menjadi yang terbanyak selama Rasulullah SAW masih hidup, yaitu 72 orang.

Dalam Perang Uhud, sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib ikut gugur. Ia dibunuh oleh Wahsyi bin Harb, seorang budak Quraisy yang kemudian masuk Islam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perang Hunain, Saat Pasukan Muslim Nyaris Menelan Kekalahan



Jakarta

Perang Hunain menjadi salah satu bentuk teguran dan peringatan bagi kaum muslimin. Pertempuran itu terjadi setelah peristiwa Fathu Makkah, tepatnya pada bulan Syawal tahun ke-8 Hijriyah.

Menurut buku Manhaj Dakwah Rasulullah karya Prof Dr Muhammad Amahzun, pada awal perang berlangsung kaum muslimin sempat mengalami kekalahan. Mereka lari dan mundur seribu langkah ke belakang tiap kali berhadapan dengan kaum musyrikin yang bersenjata lengkap dengan strategi jitu.

Namun, atas pertolongan Allah SWT maka kaum muslimin berhasil mengalahkan mereka. Dijelaskan dalam buku Para Panglima Perang Islam oleh Rizem Aizid, Perang Hunain juga disebut kebalikan dari Perang Uhud.


Pada Perang Uhud, kaum muslimin sempat mengalami kemenangan dan diakhiri dengan kekalahan. Sebaliknya, di Perang Hunain justru banyak pasukan muslim yang terbunuh karena kepanikan dan keraguan mereka sendiri.

Peristiwa Perang Hunain diabadikan dalam surat At Taubah ayat 25-27 yang berbunyi,

لَقَدْ نَصَرَكُمْ اللّٰهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئاً وَضَاقَتْ عَلَيْكُمْ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ (٢٥) ثُمَّ أَنزَلَ اللّٰهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنزَلَ جُنُوداً لَمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ (٢٦) ثُمَّ يَتُوبُ اللّٰهُ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللّٰهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٢٧)

Artinya, “Sungguh, Allah telah menolong kamu (mukminin) di banyak medan perang, dan (ingatlah) perang Hunain, ketika jumlahmu yang besar itu membanggakan kamu, tetapi (jumlah yang banyak itu) sama sekali tidak berguna bagimu, dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu, kemudian kamu berbalik ke belakang dan lari tunggang-langgang. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Dia menurunkan bala tentara (para malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menimpakan azab kepada orang-orang kafir. Itulah balasan bagi orang-orang kafir. Setelah itu Allah menerima tobat orang yang Dia kehendaki. Allah maha Pengampun, Maha Penyayang” (QS At Taubah: 25-27)

Ketika perang berlangsung, Nabi Muhammad SAW mengirim pasukan sebanyak 12.000 orang. Dari 12.000 itu, sebanyak 2.000 tentara merupakan kaum Quraisy yang baru masuk Islam setelah peristiwa Fathu Makkah.

Rasulullah SAW menunjuk Khalid bin Walid menjadi pimpinan pasukan garis depan yang bertugas sebagai pasukan pengintai. Sayangnya, Khalid gagal menjalankan tugas, hampir seluruh prajuritnya melarikan diri.

Perang Hunain sempat kacau karena pasukan muslim termakan sifat sombong. Mereka merasa tidak akan kalah karena berjumlah banyak ketimbang musuhnya, karenanya banyak pasukan yang lari tunggang langgang dari medan perang.

Walau begitu, Perang Hunain diakhiri dengan kemenangan pasukan muslim. Hal ini juga disebutkan oleh Anas bin Malik dalam sebuah riwayat.

Anas bin Malik berkata,

“Pada Perang Hunain, musuh Islam terdiri atas Hawazin, Ghathfan, dan suku lainnya. Mereka datang dengan membawa harta dan budak-budak mereka. Sedangkan Rasulullah SAW membawa 10.000 pasukan ditambah dengan orang-orang Makkah yang baru masuk Islam. Pada perang itu, para sahabat melarikan diri meninggalkan Rasulullah SAW sendirian. Akhirnya beliau menengok ke arah kanan, dan berkata, ‘Wahai muslimin Anshar!’ Mereka menjawab, ‘Bergembiralah, wahai Rasulullah, kami selalu bersamamu,’ Kemudian, beliau menengok ke arah kiri, dan berkata, ‘Wahai muslimin Anshar!’ Yang dipanggil menjawab, ‘Bergembiralah, wahai Rasulullah, kami selalu bersamamu,’ Lalu, beliau turun dari bagal putihnya, dan berkata, ‘Aku ini hamba Allah dan Rasul-Nya,” (HR Bukhari)

Situasi saat itu terbilang genting. Nabi Muhammad SAW bersama sekelompok muslimin yang salah satunya Ali bin Abi Thalib tetap bertahan di barisan depan. Lalu, beliau berteriak memanggil para pasukannya yang lari kocar-kacir itu, “Akulah Rasulullah, mari bergabung bersamaku!”

Kemudian, Nabi SAW memerintahkan pamannya yang bernama Abbas untuk menyeru kaum muslimin, karena suaranya lantang. Maka, Abbas berseru, “Wahai kelompok Anshar, wahai mereka yang berbaiat di bawah pohon! Rasulullah bersama orang-orang beriman yang benar sedang bertempur dengan dahsyat,”

Demikianlah, kaum muslimin menepis rasa takut yang menghantui mereka. Setelahnya, prajurit muslim berkumpul mengelilingi Nabi SAW yang berhasil mengubah kekalahan mereka menjadi kemenangan.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Sosok Panglima Perang Termuda dalam Sejarah Islam, Diangkat pada Usia 18 Tahun



Jakarta

Usamah bin Zaid merupakan salah satu panglima perang Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW. Sosoknya juga disebut sebagai sahabat dekat Rasulullah SAW.

Dalam sejarah Islam, Usamah bin Zaid adalah panglima termuda dan terakhir yang ditunjuk langsung oleh Nabi SAW. Ia lahir pada tahun ke-7 sebelum Hijriyah dan merupakan anak dari Zaid bin Haritsah, seperti dinukil dari buku Jika Sungguh-sungguh Pasti Berhasil susunan Amirullah Syarbini M Ag dkk.

Saat diangkat sebagai panglima usia Usamah masih 18 tahun. Karena usianya yang muda, banyak sahabat Rasulullah yang tidak yakin akan kemampuan Usamah bin Zaid.


Bahkan, mereka meragukan keputusan sang rasul sampai akhirnya desas-desus itu sampai ke telinga Umar bin Khattab.

Mengutip buku Para Panglima Perang Islam oleh Rizem Aizid, Umar RA lalu menemui Nabi SAW dan menyampaikan permasalahan itu. Hal tersebut membuat Rasulullah SAW sangat marah, ia menemui para sahabat yang tidak puas akan keputusan beliau. Nabi Muhammad berusaha meyakinkan para sahabat untuk meredak ketidakpuasan mereka.

Meski menjadi panglima termuda, tugas yang diberikan kepada Usamah bin Zaid pada kali pertamanya cukup berat. Nabi SAW memerintahkan Usamah untuk mengusir pasukan Romawi yang mengancam keutuhan masyarakat muslim kala itu.

Pada pasukan tersebut, ada sejumlah sahabat senior seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan lain-lainnya. Rasulullah SAW mengangkat Usamah bin Zaid memimpin seluruh pasukan tersebut.

Pada saat itu, Usamah bin Zaid diperintahkan untuk berhenti di Balqa’ dan Qal’atut Darum dekat Gazzah, termasuk wilayah kekuasaan Rum (Romawi). Dalam perang itu, Usamah berhasil membawa kemenangan bagi kaum muslimin.

Kemenangan yang diraihnya menjadi bukti bagi orang-orang yang sebelumnya meragukan Usamah bin Zaid. Selama 40 hari, mereka kembali ke Madinah dengan perolehan harta rampasan perang yang besar tanpa satu korban jiwa.

Dari kemenangan itu pula, Usamah bin Zaid menjadi sosok yang disegani oleh para sahabat. Diceritakan dalam buku Kisah-kisah Pilihan Muslim Cilik Teladan karya M Kholiluddin, Usamah bahkan berhasil mendesak mundur pasukan Romawi dari negeri Syam, Palestina, serta Mesir.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Sosok Panglima Perang Islam yang Berhasil Taklukan Andalusia



Jakarta

Thariq bin Ziyad adalah salah satu panglima perang Islam yang paling tersohor pada masanya. Bahkan, namanya diabadikan sebagai nama selat yang memisahkan Maroko dan Spanyol (Selat Gibraltar dalam bahasa Spanyol).

Mengutip buku Para Panglima Perang Islam susunan Rizem Aizid, Thariq termasuk panglima terkuat Islam. Ia berasal dari Kerajaan Umawiyah atau Bani Umayyah dan dikenal sebagai penakluk Andalusia.

Nama lengkapnya adalah Thariq bin Abdullah bin Wanamu Az-Zanati. Ada juga yang menyebut namanya Thariq bin Ziyad bin Abdullah bin Wwalghu bin Warfajum bin Nabarghasan bin Walhas bin Yatufat bin Nafzaw.


Thariq bin Ziyad lahir pada 50 H atau 670 M di Khenchela, Aljazair dari kabilah Nafzah. Pendapat lain mengatakan Thariq berasal dari kabilah Barbar yang tinggal di Maroko. Ada juga yang menyebut Thariq keturunan Bani Hamdan di Persia hingga bangsa Vandals.

Meski demikian, Thariq bin Ziyad bukan berasal dari Arab Saudi. Namanya dikenal sebagai panglima perang Islam pada masa Kekhalifahan Umayyah.

Thariq bin Ziyad memimpin perang ekspansi ke Andalusia, Spanyol. Pada ekspansi itu, Thariq tampil sebagai pahlawan Islam yang sukses menaklukan Andalusia.

Turut diceritakan dalam buku Peradaban Islam di Eropa dari Penaklukan Andalusia hingga Runtuhnya Kekhalifahan Umayyah oleh Ari Ghorir Atiq, penaklukan Andalus telah lama direncanakan dalam pemerintahan Islam. Musa bin Nushair lalu memerintahkan Thariq untuk berangkat ke Andalus.

Pada 711 M, Thariq menjadi pemimpin dalam penaklukan atas wilayah Al-Andalus. Ia beserta pasukannya mendarat di gunung yang disebut Jabal Thariq.

Sebelum peperangan bermula, Thariq memerintahkan pasukannya membakar kapal setelah pendaratan. Tujuannya agar tidak ada pilihan baginya dan pasukannya untuk mundur.

Setelahnya, Thariq berpidato di depan bala tentaranya. Pidato itu membuat pasukannya semakin semangat dan menggebu-gebu untuk menaklukan Andalusia.

Akhirnya, ia membagi para tentara menjadi beberapa kelompok dan menuju ke tempat yang telah ditentukan. Walau jumlah pasukannya kalah besar dengan musuh yang dihadapi, mereka yakin kemenangan berpihak pada mereka.

Strategi yang ia gunakan untuk penaklukan Andalusia cukup menarik. Thariq membagi pasukannya menjadi empat kelompok yaitu pasukan pemanah yang berada di garda depan, pasukan berkuda yang bertugas menggempur musuh dari sayap kiri, pasukan pejalan kaki yang menyebrang dari sayap kanan dan pasukan yang dipimpin oleh Thariq.

Benar saja, peperangan itu dimenangkan oleh pasukan Thariq dan Andalus berhasil ditaklukan. Thariq bin Ziyad menorehkan sejarah monumental yang belum pernah terjadi di tanah Andalus maupun negeri-negeri Maghribi atau lima negara di Afrika Utara.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com