Tag Archives: perang mu

Strategi Jitu Khalid bin Walid pada Perang Mu’tah, Hadapi 100.000 Pasukan Musuh



Jakarta

Perang Mu’tah terjadi pada bulan Jumadil Awwal tahun ke-8 Hijriyah. Pertempuran ini disebut sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah Islam.

Menurut buku Perang Mu’tah Melawan Romawi dan Perang Fathu Makkah tulisan Muhammad Ridha dkk, Mu’tah merupakan suatu tempat yang terletak di wilayah Balqa’, sebuah tempat yang cukup populer di Syam.

Dikatakan, Rasulullah SAW tidak terjun langsung dalam Perang Mu’tah. Beliau mengutus Ja’far bin Abi Thalib sebagai komandan perang.


Dalam buku Kisah Nabi Muhammad SAW tulisan Ajen Dianawati, Rasulullah SAW berpesan kepada Ja’far bahwa jika terjadi sesuatu padanya maka kepemimpinannya digantikan oleh Zaid Haritsah. Lalu, jika Zaid gugur, maka Abdullah bin Ruwahid yang harus memimpin pasukan.

“Dan jika Abdullah bin Ruwahid juga menjadi syahid, maka kalian sendirilah yang harus memilih pemimpin,” kata Nabi SAW.

Pada perang Mu’tah, kehebatan Khalid bin Walid dibuktikan. Ketiga sahabat yang sebelumnya ditunjuk oleh Nabi SAW untuk memimpin tentara muslim justru wafat dalam medan perang, seperti dikutip dari buku Cahaya Abadi Nabi Muhammad SAW karya M Fethullah Gulen.

Kala itu, Khalid bin Walid baru memeluk Islam. Perang Mu’tah merupakan pertempuran pertama yang ia ikuti sebagai tentara muslim.

Dikisahkan dalam buku Sang Panglima Tak Terkalahkan ‘Khalid bin Walid’ karya Hanatul Ula Maulidya, Perang Mu’tah merupakan pertempuran pembuka jalan bagi kaum muslimin untuk menaklukan negara-negara Nasrani.

Tiga bulan setelah Khalid bin Walid menetap di Madinah, Nabi Muhammad SAW mengutus Harits bin Umar untuk menyampaikan surat dakwah dalam rangka mengajak pemimpin wilayah Basrah untuk masuk Islam. Sayangnya, di tengah perjalanan dari Mu’tah ke Baitul Maqdis, Harits bin Umair dihadang oleh Syurahbil bin Amr Al-Ghassani, seorang pemimpin dari wilayah Basrah.

Harits lalu ditangkap dan dibunuh. Kabar mengenai pembunuhan Harits terdengar oleh Rasulullah SAW dan sahabat-sahabat, hal ini pula yang jadi pemantik Perang Mu’tah.

Rasulullah SAW lalu menyiapkan 3.000 bala tentara muslim menuju Basrah, Irak. Perang Mu’tah dimulai dengan perlawanan antara pasukan muslim dengan 100.000 bala tentara gabungan Ghasan.

Pasukan Ghasan adalah kabilah yang berasal dari Yaman yang bermigrasi ke selatan Syam, Hauran. Perang Mu’tah terjadi di dusun Mu’tah sebelah timur sungai Yordania.

Peperangan dengan jumlah yang tak sebanding itu menyebabkan mental pasukan muslimin tertekan. Namun, sebelum peperangan Abdullah bin Ruwahid memberi semangat tentara muslim,

“Sesungguhnya apa-apa yang kalian benci justru itulah yang menjadi tujuan kalian, yaitu syahid di jalan Allah. Kita tidak berperang karena kekuatan dan jumlah mereka yang sangat banyak. Tetapi kita memerangi mereka karena Islam. Allah telah memuliakan kita, maka berangkatlah berperang, sesungguhnya perang kita kali ini hanyalah terdapat dua kebaikan, mendapat kemenangan atau mati syahid,”

Ucapan Abdullah membuat pasukan muslim bersemangat dalam perang itu, mereka melawan rasa takutnya. Namun, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa ketiga sahabat yang ditunjuk Nabi SAW, termasuk Abdullah justru syahid dalam Perang Mu’tah.

Pasukan muslim mulanya bingung menunjuk pemimpin perang, lalu salah seorang pasukan bernama Tsabit bin Arqam maju mengambil bendera Islam dan menunjuk Khalid bin Walid seraya berkata,

“Ambillah wahai Khalid. Sebab engkau yang lebih tahu mengenai strategi dalam perang dan tahu tentang muslihat peperangan. Dan demi Allah, aku tidak akan mengambilnya kecuali aku serahkan kepadamu!”

Tsabit bin Arqam lalu berteriak ke arah pasukan muslim, “Bersediakah kalian wahai pasukan muslimin berada di bawah pimpinan Khalid?”

Tentara muslim menyetujui keputusan itu. Khalid bin Walid dengan sigap mengatur dan menata kembali barisan pasukan muslim yang berantakan akibat serangan musuh dari arah depan dan samping.

Ia kemudian menyusun strategi dengan melakukan tipu muslihat setelah melihat medan pertempuran dari atas bukit menggunakan mata elangnya. Di pertengahan perang, Khalid memberi perintah agar barisan pasukan belakang berpindah ke depan, lalu pasukan sayap kiri berpindah ke sayap kanan, begitu sebaliknya.

Pasukan yang berada di barisan belakang terus menerus bergerak menuju bagian depan sehingga debu-debu berterbangan. Hal ini tentu mengganggu penglihatan pasukan musuh.

Strategi Khalid yang brilian itu mengakibatkan pasukan musuh mengira kaum muslimin mendapat tambahan bala tentara baru. Karenanya, pasukan musuh tidak berani berbuat gegabah dalam menggempur kaum muslimin.

Sementara itu, Qutbah bin Qatadah yang merupakan komandan sayap kanan tentara muslim bertemu dengan jenderal pasukan musuh, yaitu Ghasan Malik. Pertemuan itu menyebabkan duel dan Ghasan terbunuh.

Kematian Ghasan Malik memicu pasukan musuh menahan serangannya terhadap kaum muslimin, hal ini menjadi peluang bagi tentara muslim untuk melakukan konsolidasi. Secara perlahan dan tertata, pasukan muslimin berhasil mengundurkan diri dari peperangan akibat jumlah yang tak seimbang.

Pasukan musuh sama sekali tidak berani mengejar hingga memutuskan untuk menghentikan pertempuran. Strategi Khalid bin Walid menjadi kesuksesan besar bagi kaum muslimin.

Setibanya di Madinah setelah peperangan, Rasulullah SAW menyampaikan rasa bangganya kepada pasukan muslim karena telah berhasil mengalahkan musuh. Selain itu, kaum muslimin juga dapat membuktikan kekompakan untuk tetap berada dalam satu komando.

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

Kisah Masuk Islamnya Khalid bin Walid, Panglima Islam Tersohor pada Masanya



Jakarta

Dalam sejarah kemiliteran Islam, sosok Khalid bin Walid RA dikenal akan kehebatannya dalam panglima perang. Saking hebatnya Khalid RA, ia menyandang julukan Pedang Allah yang Terhunus.

Mengutip buku Ensiklopedia Sahabat Rasulullah oleh Wulan Mulya Pratiwi dkk, Khalid bin Walid RA lahir pada tahun 592 M. Ayahnya bernama Walid bin al-Mughirah, sementara ibunya ialah Lubabah binti al-Harith.

Khalid bin Walid RA termasuk kerabat Rasulullah SAW karena bibinya yang bernama Maimunah merupakan istri dari Nabi Muhammad. Selain itu, Khalid RA juga merupakan sepupu dari Umar bin Khattab RA, bahkan keduanya memiliki kemiripan wajah dan postur tubuh.


Mulanya, Khalid RA memusuhi Nabi SAW seperti suku Quraisy kebanyakan yang memegang teguh agama lama mereka. Bahkan dirinya turut serta dalam memerangi kaum muslimin, salah satunya ketika Perang Uhud.

Saat Perang Uhud, Khalid bin Walid RA sebagai panglima pasukan berkuda suku Quraisy berhasil mengalahkan pasukan muslim. Akibatnya, tentara Islam kalah telak.

Seiring berjalannya waktu, Allah SWT memberi hidayah pada Khalid bin Walid RA hingga akhirnya ia memeluk Islam. Dijelaskan dalam buku Para Panglima Perang Islam susunan Rizem Aizid, setelah masuk Islam Khalid RA menjadi juru tulis Nabi SAW yang bergelar Abu Sulaiman.

Melalui Kitab Al-Maghzi Muhammad karya Al-Waqidi, disebutkan Khalid RA mengatakan bahwa Allah SWT memberinya hidayah.

“Aku telah menyaksikan tiga perang, yang semuanya melawan Muhammad. Di setiap pertempuran yang kusaksikan, aku pulang dengan perasaan bahwa aku berada di sisi yang salah, dan bahwa Muhammad pasti akan menang,” ucapnya.

Hatinya semakin tersentuh setelah menerima surat dari saudaranya yang terlebih dulu masuk Islam, yaitu Walid bin Al Walid. Ia mengingatkan Khalid RA bahwa banyak kesempatan baik yang terlewat olehnya. Dengan demikian, Khalid RA memutuskan untuk memeluk Islam.

Ketika di bulan Safar 8 H, pada masa gencatan senjata setelah Perjanjian Hudaibiyah, Khalid RA bersama Amr bin Al Ash RA dan Utsman bin Thalhah RA menemui Nabi SAW untuk memeluk Islam.

Ia berkata kepada Rasulullah SAW untuk memohon ampunan kepada Allah SWT. Sang nabi lantas berdoa:

“Ya Allah, aku memohon agar Engkau mengampuni Khalid bin Al-Walid atas tindakannya menghalangi jalan-Mu pada masa lalu,”

Setelah masuk Islam, Khalid bin Walid RA banyak memimpin berbagai pertempuran antara lain Perang Mu’tah, Fathu Makkah, Pertempuran Hunain, Pengepungan Thaif, Pertempuran Tabuk, dan Haji Wada’.

Perang Mu’tah menjadi awal mula karier kemiliteran Khalid bin Walid RA setelah masuk Islam. Kala itu, ia melawan suku Ghassan.

Sebelumnya, Khalid RA tidak ditugaskan untuk memimpin Perang Mu’tah. Namun karena kematian para pemimpin perang, akhirnya Tsabit bin Arqam RA meminta Khalid RA untuk memimpin pasukan muslim.

Sebagai sosok yang dikenal hebat dalam pertempuran, Khalid RA lantas menyusun strategi untuk melakukan tipu muslihat. Khalid RA memberi perintah agar barisan pasukan belakang berpindah ke depan, lalu pasukan sayap kiri berpindah ke sayap kanan, begitu sebaliknya.

Pasukan yang berada di barisan belakang terus menerus bergerak menuju bagian depan sehingga debu-debu berterbangan. Hal ini tentu mengganggu penglihatan pasukan musuh.

Strategi Khalid RA yang brilian itu mengakibatkan pasukan musuh mengira kaum muslimin mendapat tambahan bala tentara baru. Karenanya, pasukan musuh tidak berani berbuat gegabah dalam menggempur kaum muslimin.

Taktik yang Khalid RA lakukan membuat pasukan muslim memenangkan perang tersebut. Begitu pula pada pertempuran-pertempuran lainnya yang diikuti Khalid RA setelah memeluk Islam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perang Mu’tah, Pertempuran Dahsyat Tentara Muslim dan Pasukan Heraklius



Jakarta

Perang Mu’tah adalah salah satu pertempuran dalam sejarah Islam. Perang ini terjadi pada 629 M pada Jumadil Awwal tahun ke-8 Hijriyah.

Menurut buku Para Panglima Perang Islam tulisan Rizem Aizid, Perang Mu’tah dilatarbelakangi dengan terbunuhnya utusan Rasulullah SAW oleh seseorang bernama Shurabhil bin Amr. Mendengar kabar itu, umat Islam yang sudah berada di Madinah marah. Nabi Muhammad SAW lantas mengirim sejumlah pasukan untuk menyerang pasukan Ghassanid.

Diterangkan dalam Jami’us Sirah oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah yang diterjemahkan Abdul Rosyad Shiddiq, utusan Rasulullah SAW itu bernama Al-Harits bin Umair Al-Azdi. Ia merupakan salah seorang dari keluarga besar bani Lahab yang pergi ke Syam.


Al-Harits mengantarkan sepucuk surat kepada penguasa Bushra yang tunduk kepada penguasa Romawi, seperti dikutip dari Ghazawat Ar-Rasul Durus Wa ‘Ibra Wa Fawa ‘Id karya Ali Muhammad Ash-Shallabi terjemahan Masturi Irham.

Sayangnya, ia dicegat dan diringkus oleh Syurahbil bin Amr Al-Ghassani, seorang gubernur Ghassanid di bawah Kekaisaran Bizantium kala itu. Menurut Sirah Nabawiyah oleh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri yang diterjemahkan Suchail Yuti, Syurahbil adalah penguasa yang mendapat mandat dari Kaisar atas Provinsi Balqa’, salah satu daerah Syam.

Al-Harits diborgol dan dihadapkan kepada Kaisar yang kemudian menebas batang lehernya. Padahal, pembunuhan terhadap utusan atau delegasi termasuk bentuk kriminal paling keji dan melebihi pernyataan kondisi perang pada saat itu.

Dalam Perang Mu’tah, Nabi Muhammad SAW menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai komandannya. Namun, sebelum pasukannya berangkat ia berpesan,

“Kalau nanti terjadi sesuatu pada Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib yang akan menggantikan posisinya sebagai komandan pasukan. Dan jika terjadi sesuatu kepada Ja’far, maka kan diambil alih Abdullah bin Rawahah.”

Sebanyak 3.000 pasukan muslim siap berperang. Mereka bergerak sampai berhenti di daerah Ma’an. Di situlah tentara muslim mendengar informasi bahwa Heraklius yang merupakan kaisar tertinggi Byzantium Romawi sudah berada di daerah Balqa’ dengan membawa 100.000 pasukan Romawi.

Selain itu, orang-orang dari suku Lakham, suku Jadzam, suku Balqin, suku Bahra’, dan suku Billi ikut bergabung dengan pasukan Heraklius yang jumlahnya 100.000. Secara total, tentara Heraklius ini berjumlah 200.000 yang mana sangat jauh berbeda dengan pasukan umat Islam.

Mengetahui hal itu, pasukan umat Islam memilih tinggal di daerah Ma’an selama dua hari untuk menunggu perkembangan apa yang akan terjadi. Salah seorang dari mereka mengatakan,

“Kita harus menulis surat kepada Rasulullah SAW untuk melaporkan besarnya pasukan musuh. Kita berharap beliau mengirimkan tambahan pasukan, dan kita tunggu apa perintahnya lebih lanjut kepada kita.”

Singkat cerita, pada Perang Mu’tah sahabat-sahabat yang diamanahkan Nabi Muhammad SAW untuk memimpin semuanya wafat. Pasukan muslim awalnya bingung menunjuk pemimpin perang, lalu seorang tentara muslim bernama Tsabit bin Arqam maju mengambil bendera Islam dan menunjuk Khalid bin Walid sambil berkata,

“Ambillah wahai Khalid. Sebab engkau yang lebih tahu mengenai strategi dalam perang dan tahu tentang muslihat peperangan. Dan demi Allah, aku tidak akan mengambilnya kecuali aku serahkan kepadamu!”

Tsabit bin Arqam kemudian berteriak ke arah pasukan muslim, “Bersediakah kalian wahai pasukan muslimin berada di bawah pimpinan Khalid?”

Mendengar hal itu, para tentara muslim menyetujui penunjukkan Khalid bin Walid untuk memerangi tentara Heraklius. Sebagaimana diketahui, Khalid adalah salah satu panglima ternama dan selalu memenangi peperangan.

Waktu itu, Perang Mu’tah adalah pertempuran pertama yang diikuti Khalid setelah memeluk Islam. Dengan sigap ia menata barisan pasukan muslim dan menyusun strategi dengan melakukan tipu muslihat.

Khalid bin Walid memerintahkan tentara muslim di barisan belakang agar pindah ke depan dan pasukan sayap kiri berpindah ke sayap kanan, begitu sebaliknya. Pasukan di belakang terus bergerak menuju depan sampai debu-debu berterbangan dan mengganggu penglihatan musuh.

Akibatnya, musuh pada Perang Mu’tah mengira tentara muslim sebagai pasukan mereka. Oleh sebab itu, tentara Heraklius tidak gegabah menggempurnya.

Akhirnya Perang Mu’tah dimenangkan oleh pasukan muslim. Qutbah bin Qatadah yang merupakan komandan sayap kanan tentara membunuh jenderal pasukan musuh yaitu Ghasan Malik. Kematiannya menyebabkan tentara Heraklius menahan serangan, ini jadi peluang pasukan tentara muslim melakukan konsolidasi. Secara perlahan dan tertata, pasukan muslim mengundurkan diri dari peperangan akibat jumlah yang tak seimbang.

Pasukan musuh tidak berani mengejar sampai memutuskan untuk menghentikan pertempuran. Setibanya di Madinah, Rasulullah SAW menyampaikan rasa bangganya kepada pasukan muslim karena telah berhasil mengalahkan musuh.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com