Tag Archives: pernikahan

Apakah Resepsi Pernikahan Wajib dalam Islam?


Jakarta

Resepsi pernikahan menyajikan jamuan makanan yang dalam Islam disebut dengan walimah. Apakah acara perayaan ini wajib dalam Islam?

Menurut penjelasan dalam buku Fiqih Munakahat: Hukum Pernikahan dalam Islam tulisan Sakban Lubis dan Muhammad Yuan, pengertian walimah pernikahan berasal dari Arab yang artinya makanan pengantin atau makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan.

Walimah adalah istilah yang terdapat dalam literatur Arab yang secara arti kata berarti jamuan yang khusus untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk perhelatan di luar perkawinan.


Sedangkan walimatul ursy dijelaskan oleh Achmad Ngarifin dalam buku Fikih Pernikahan, secara bahasa “walimah” berarti hidangan, sedangkan “ursy” bermakna pernikahan, yang artinya adalah makanan dan yang dihidangkan karena ada sebuah acara pernikahan.

Menurut Imam As-Syafi’i walimah tidak hanya terkhusus pada pernikahan saja, akan tetapi setiap undangan yang dilaksanakan karena datangnya suatu kebahagiaan seperti khitan, dan juga kelahiran. Meskipun secara umum walimah hanya tertuju pada pernikahan saja.

Namun secara definisi, walimatul ‘ursy tidaklah jauh berbeda dengan acara resepsi yang biasa dilakukan oleh masyarakat karena di dalam acara tersebut pasti disediakan hidangan bagi para tamu yang hadir. Hanya saja kalau dalam acara resepsi pasti terdapat susunan acara sesuai dengan tradisi yang berkembang di berbagai kalangan.

Intinya selama di dalam acara tersebut terdapat hidangan yang disuguhkan bagi para tamu yang hadir sebagai bentuk rasa syukur atas datangnya suatu kebahagiaan maka hal itu sudah bisa dikatakan walimah.

Allah SWT berfirman dalam surah Ar-Rum ayat 21 tentang pernikahan yang berbunyi:

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةًۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Artinya: “Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Hukum Resepsi Pernikahan dalam Pernikahan Islam

Ada dalil yang mendasari resepsi pernikahan yang disebut jadi salah satu sunnah Rasulullah SAW karena beliau sendiri pernah mengadakan walimah setelah menikahi istri-istri beliau, seperti dalam riwayat:

أَنَّهُ أَوْلَمَ عَلَى بَعْضٍ نِسَائِهِ بِمُدَّيْنِ مِنْ شَعْيْرٍ وَأَنَّهُ أَوْلَمَ عَلَى صَفِيَّةَ بِتَمْرٍ وَسَمِنٍ وَأَقِطٍ

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW melaksanakan walimah atas sebagian istri-istri beliau dengan dua mud jagung, dan sesungguhnya Rasulullah juga melakukan walimah atas Shofiyah dengan kurma, samin dan aqith.” (HR Bukhari)

Hukum walimah menurut paham jumhur ulama adalah sunnah muakkad, bagi suami yang sudah rasyid, atau bagi wali dari suami yang belum rasyid jika harta diambil dari wali suami tersebut. Sedangkan jika harta tersebut diambil dari harta suami yang belum rasyid maka hukumnya haram mengadakan walimatul ‘ursy.

Adapun jika yang mengadakan walimatul ‘ursy dari pihak istri, hukumnya tetap sunnah selama atas izin dari suami. Seperti yang sering terjadi di sebagian kalangan masyarakat di mana prosesi akad nikah dilangsungkan di rumah mempelai wanita lalu dilanjutkan dengan acara resepsi. Kalau memang acara tersebut atas persetujuan dari mempelai pria maka sudah bisa dikatakan walimah dan mendapatkan kesunahannya dengan catatan acara yang dilangsungkan setelah prosesi akad nikah selesai.

Seseorang yang memiliki istri lebih dari satu walimah tersebut juga sunah dilakukan lebih dari satu kali, akan tetapi jika sang suami hanya mengadakan satu kali walimah untuk semua istrinya maka hukumnya boleh dan tetap mendapatkan kesunahan walimah.

Dalam melaksanakan walimah tidak ada batasan minimal untuk bisa mendapatkan kesunahan. Akan tetapi, jika mampu hendaknya minimal dengan satu ekor kambing karena satu ekor kambing adalah batas minimal kesempurnaan dalam kesunahan walimah.

Syarat Walimatul Urs’y

Ali Mansur dalam buku berjudul Hukum dan Etika Pernikahan dalam Islam menyebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan resepsi pernikahan, baik untuk orang yang akan menyelenggarakan (shahibul hajat) maupun bagi para undangannya:

1. Undangannya Harus Merata

Jika shahibul hajat termasuk orang yang mampu atau kaya, undangannya harus merata, terdiri dari semua lapisan masyarakat. Tidak boleh hanya orang-orang kaya yang diundang, tetapi orang-orang miskin juga harus diundang.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ : أَخْبَرَنَا مَالِكٌ: عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ : شَرَّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الْأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ، وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ . رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Artinya: “Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami: Malik telah mengabarkan kepada kami: Dari Ibnu Syihab, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah, sesungguhnya dia berkata: Seburuk-buruk makanan walimah ialah: Orang-orang kaya yang diundang, sedangkan orang-orang miskin ditinggalkan, dan barang siapa yang meninggalkan suatu undangan, maka sungguh dia telah meningkari Allah dan Rasul-Nya.” (HR Bukhari, no. 5177)

Adapun pemahaman penting yang bisa dipetik dari hadits tersebut, di antaranya:

  • Undangan tersebut bisa mempererat hubungan antar sesama muslim, yang terdiri dari berbagai strata dan status sosial, sehingga dapat mengurangi kesenjangan (gap) antara orang kaya dan orang miskin.
  • Jika ditinjau dari segi ekonomi, orang kaya itu secara materi sudah tercukupi semua kebutuhan pokoknya termasuk dalam perihal makanan, mereka setiap hari bisa makan makanan yang lezat dan bergizi, sedangkan bagi orang miskin belum tentu setiap hari bisa makan, apalagi untuk makan makanan yang lezat dan bergizi. Maka makanan yang dihidangkan dalam walimah tersebut bisa dinikmati oleh semua orang, sehingga tidak ada yang terbuang sia-sia (mubazir).
  • Dari segi komunikasi, agar pesan yang ingin disampaikan oleh shahibul hajat tentang adanya pernikahan bisa tercapai, karena dapat menjangkau semua lapisan masyarakat.
  • Doa orang miskin itu mustajab, sehingga kehadiran mereka di suatu acara walimah turut memberikan kontribusi doa kepada shahibul hajat, agar acara tersebut mendapatkan keberkahan dan keridhoan dari Allah Ta’ala.

Namun jika orang yang mempunyai hajat itu orang miskin, atau tidak mampu secara materi, atau situasi dan kondisinya sedang sulit, yang diundang boleh dibatasi, misalnya keluarga, tetangga dan teman dekat saja.

2. Diutamakan dari Orang-orang yang Terdekat dan Kenalan

Diutamakan dari keluarga terdekat, tetangga dan teman-teman terdekat, serta siapa saja yang dikenal. Hal ini berdasarkan hadits:

حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ: حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ : عَنْ بَيَانٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسًا يَقُوْلُ : بَنَى
النَّبِيُّ عَ بِإِمْرَأَةٍ ، فَأَرْسَلَنِي فَدَعَوْتُ رِجَالًا إِلَى الطَّعَامِ. (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Artinya: “Malik bin Isma’il telah menceritakan kepada kami: Zuhair telah menceritakan kepada kami: Dari Bayan, dia berkata; Aku mendengar Anas berkata; Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menikahi seorang wanita, lalu beliau mengutusku, maka aku mengundang beberapa orang untuk makan-makan.” (HR Bukhari, no. 5170)

3. Hidangannya Halal dan Baik

Halal menyangkut pada semua bahan dan proses pengolahan, serta penyajiannya, sedangkan baik berkaitan dengan adat dan kemaslahatan (kesehatan) masyarakat.

Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surah Al-Maidah ayat 88,

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ تُؤْمِنُوْنَ (۸۸)

Artinya: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.”

4. Hidangannya Berupa Makanan Pokok Masyarakat Setempat

Hidangannya lebih baik berupa makanan pokok yang telah dimasak (siap makan), sehingga orang yang diundang bisa langsung memakannya.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ : حَدَّثَنَا سُفْيَانُ: عَنْ مَنْصُورِ بْنِ صَفِيَّةَ عَنْ أُمِّهِ صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ قَالَتْ: أَوْ لَمَ النَّبِيُّ عَلَى بَعْضٍ نِسَائِهِ بِمُدَّتَيْنِ مِنْ شَعِيرٍ. (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Artinya: “Muhammad bin Yusuf telah menceritakan kepada kami: Sufyan telah menceritakan kepada kami: Dari Manshur bin Shafiyah, dari Ibunya Shafiyah binti Syaibah, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengadakan walimah untuk sebagian istri-istrinya dengan dua mud gandum.” (HR Bukhari, no. 5172)

Bagi orang yang mampu, hendaknya memberikan hidangan masakan daging, namun jika tidak mampu, cukup seadanya, disesuaikan dengan kemampuan shahibul hajat. Hal ini berdasarkan hadits berikut:

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ: حَدَّثَنَا حَمَّادٌ: عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: مَا أَوْ لَمَ النَّبِيُّ هِ عَلَى شَيْءٍ مِنْ نِسَائِهِ مَا أَوْلَمَ عَلَى زَيْنَبٍ، أَوْلَمَ بِشَاةٍ. (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)

Artinya: “Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami: Hammad telah menceritakan kepada kami: Dari Tsabit, dari Anas, dia berkata: Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah mengadakan walimah yang lebih baik terhadap istri-istrinya sebagaimana beliau mengadakan walimah atas Zainab, beliau mengadakan walimah dengan seekor kambing.” (HR Bukhari, no. 5168)

5. Tidak Ada Hal-Hal yang Dilarang Syari’at

Meliputi segala aspek yang berkaitan dengan walimah secara umum, misalnya tidak ada unsur syirik dalam waktu penyelenggaraan walimah, dengan percaya terhadap ramalan dukun yang menetapkan pelaksanaanya berdasarkan weton. Sehingga terkadang waktu-waktu yang baik dalam Islam malah dianggap buruk, dan tidak boleh menyelenggarakannya.

Hal ini berdasarkan surah Al-Maidah ayat 2,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا شَهْرَ الْحَرَامِ … (۲)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram…”

6. Shahibul Hajat Harus Mempersiapkan Walimah dengan Baik

Penyelenggara hajat tentu harus mempersiapkan dengan baik. Meliputi berbagai hal yang diperlukan dalam acara walimatul ursy, sehingga bisa terlaksana dengan baik, misalnya hidangannya, tempatnya, perlengkapannya, dan yang lainnya.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ: حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ: عَنْ جَابِرٍ، عَنِ الشَّعْبِي، عَنْ مَشْرُوقٍ، عَنْ عَائِشَةَ وَأُمُّ سَلَمَةَ قَالَتَا أَمَرَ نَا رَسُوْلُ اللَّهِ ﷺ أَنْ نُجَهْزَ فَاطِمَةَ حَتَّى نَدْخُلَنَا عَلَى عَلِيّ. فَعَمَدْنَا إِلَى الْبَيْتِ. فَفَرَ شُنَاهُ تُرَابًا لَيْنَا مِنْ أَعْرَاضِ الْبَطْحَاءِ. ثُمَّ خَشَوْنَا مِرْ فَقَتَيْنِ لِيْفًا، فَنَفَشْنَاهُ بِأَيْدِيْنَا. ثُمَّ أَطْعَمْنَا تَمْرًا وَزَبِيْبًا وَسَقَيْنَا مَاءً عَذْبًا وَعَمَدْنَا إِلَى عُوْدٍ، فَعَرَضْنَاهُ فِي جَانِبِ الْبَيْتِ لِيُلْقَى عَلَيْهِ الثَّوْبُ وَيُعَلَّقُ عَلَيْهِ السِّقَاءُ فَمَا رَأَيْنَا عُرْسًا أَحْسَنَ مِنْ عُرْسِ فَاطِمَةَ. رَوَاهُ ابْنُ مَاجَةَ)

Artinya: “Suwaid bin Said telah menceritakan kepada kami: Al-Fadlal bin Abdullah telah mengabarkan kepada kami: Dari Jabir, dari Syu’bi, dari Masyruq, dari Aisyah dan Umu Salamah, keduanya berkata: Rasulullah memerintahkan kami untuk mempersiapkan Fathimah hingga kami mempertemukannya dengan Ali. kami pergi ke rumah dan membentangkan tanah lunak dari sisi saluran air, kemudian kami mengisi dua bantal dengan serabut dan kami ratakan dengan tangan-tangan kami. Setelah itu kami hidangkan kurma dan kismis, kami beri minum dengan air yang segar, lalu kami mengambil sebatang kayu dan kami pasang di sisi rumah untuk menyentelkan baju dan menggantungkan tempat air minum. Kami tidak pernah melihat pesta pernikahan yang seindah dari pesta pernikahan Fathimah.” (HR Ibnu Majah)

7. Waktu Penyelenggaraannya Tidak Melebihi Dua Hari

Karena dikhawatirkan menimbulkan sifat sum’ah bagi shahibul hajat, sehingga niatnya sudah bergeser menjadi ingin mendapat pujian dari orang lain. Sebaiknya waktu penyelenggaraan acara tidak melebihi dua hari.

Hal ini berdasarkan hadits berikut:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى الْبَصْرِيُّ: أَخْبَرَنَا زِيَادُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ: أَخْبَرَنَا عَطَاءُ بنُ السَّائِبِ: عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله : طَعَامُ أَوَّلِ يَوْمٍ حَقٌّ وَطَعَامُ يَوْمِ الثَّانِي سُنَّةٌ وَطَعَامُ يَوْمِ الثَّالِثِ سُمْعَةٌ وَمَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ. رَوَاهُ التَّرْمِذِيُّ)

Artinya: “Muhammad bin Musa Al-Bashri telah menceritakan kepada kami: Ziyad bin Abdullah telah mengabarkan kepada kami: Atha’ bin Sa’ib telah mengabarkan kepada kami: Dari Abu Abdurrahman, dari Ibnu Mas’ud, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: Makanan walimah pada hari pertama adalah wajib, dan pada hari kedua adalah sunnah, dan pada hari ketiga adalah sumah (ingin didengar). Barang siapa yang sumah, maka Allah akan menjadikannya sumah.” (HR Tirmidzi)

(lus/kri)



Sumber : www.detik.com

Benarkah Suami Harus Izin Istri untuk Nikah Lagi? Ini Pandangan Ulama


Jakarta

Seorang suami boleh memiliki istri lebih dari satu. Namun, ada sejumlah ketentuan yang harus dipatuhi, termasuk terkait izin untuk menikah lagi.

Kebolehan poligami bersandar pada Al-Qur’an surah An Nisa’ ayat 3. Allah SWT berfirman,

وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ ٣


Artinya: “Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Akan tetapi, jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat zalim.”

Menurut Tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama RI, ayat tersebut membatasi poligami sampai empat orang. Seorang suami boleh memiliki istri dua, tiga, atau empat asal bisa memperlakukan mereka secara adil.

Syarat Poligami dalam Islam

Wahbah az-Zuhaili dalam Fiqhul Islam wa Adillatuhu (edisi Indonesia terbitan Gema Insani) mengatakan mayoritas ulama kecuali Syafi’i menyatakan suami yang memiliki lebih dari satu istri berkewajiban adil atau menyamaratakan hak-hak mereka seperti bermalam, nafkah, pakaian, dan tempat tinggalnya. Apabila khawatir tidak bisa berlaku adil, Allah SWT menekankan agar menikahi satu istri saja.

Dalam sebuah riwayat terdapat peringatan bagi orang yang tak bisa berlaku adil. Hukuman akan menanti di akhirat. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW yang bersabda,

مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ، يَمِيلُ لِإِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحُرُّ أَحَدَ شَقْيْهِ سَاقِطًا أَوْ مَائِلاً..

Artinya: “Barang siapa yang memiliki dua istri lalu ia condong kepada salah satunya maka ia akan datang pada hari kiamat nanti dalam keadaan satu sisi tubuhnya miring atau lumpuh.”

Apakah Suami Harus Izin Istri untuk Nikah Lagi?

M Quraish Shihab menjelaskan dalam M. Quraish Shihab Menjawab 101 Soal Perempuan yang Patut Anda Ketahui, dulu tidak digarisbawahi syarat bolehnya berpoligami kecuali sikap adil suami. Kini, para ulama atau pemerintah menetapkan syarat baru yang mengantarkan pada keadilan dalam pernikahan.

Salah satu yang ditetapkan dalam hal ini adalah adanya izin dari istri untuk menikah lagi. Kata Quraish Shihab, izin tersebut bukan harga mati. Hakim bisa melakukan penilaian terkait sikap istri apabila melarang. Jika sikapnya tak wajar dan suami dianggap wajar berpoligami, izin menikah lagi bisa diberikan tanpa harus mendapat persetujuan istri.

Para ulama lain sebagaimana disebutkan dalam berbagai pembahasan fikih menyarankan seorang suami perlu mempertimbangkan pendapat pihak perempuan apabila ingin berpoligami. Sebab, untuk menegakkan keadilan dalam pernikahan tak hanya ditentukan oleh pihak laki-laki saja.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Tata Cara Mandi Taubat dari Zina Lengkap dengan Bacaan Niatnya


Jakarta

Mandi taubat dari zina bisa diamalkan muslim sebelum melakukan sholat taubat. Sejatinya, kewajiban bertaubat disebutkan dalam sejumlah riwayat.

Rasulullah SAW bersabda,

“Setiap individu dari keturunan Adam pasti pernah melakukan kesalahan, dan orang yang terbaik adalah yang melakukan kesalahan namun kembali berbuat baik melalui taubat.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)


Sementara itu, zina adalah dosa besar yang harus dihindari setiap muslim. Diterangkan dalam buku Hadis Ahkam: Kajian Hadis Hadis Hukum Pidana Islam karya Fuad Thohari, zina artinya persetubuhan yang terjadi bukan karena ikatan pernikahan yang sah, syubhat, dan bukan pula karena kepemilikan terhadap budak perempuan.

Mengutip dari buku Cerdas Intelektual dan Spiritual dengan Mukjizat Puasa oleh Ustaz Yazid al Busthomi, taubat harus dilakukan dengan niat dan hati yang tulis. Untuk mengawali taubat, muslim bisa mengerjakan mandi taubat terlebih dahulu.

Tata Cara Mandi Taubat Zina

Mengacu pada sumber yang sama, berikut tata cara mandi taubat zina.

  1. Membaca niat mandi taubat
  2. Membasuh kedua telapak tangan
  3. Membasuh bagian kemaluan
  4. Membasuh seluruh tubuh
  5. Berwudhu seperti akan salat
  6. Membasuh sela-sela rambut dan kepala
  7. Mengguyur seluruh tubuh
  8. Membasuh dan membersihkan kaki

Niat Mandi Taubat Zina

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِتَوْبَتِي عَنْ جَمِيْعِ الذُّنُوْبِ لِلَّهِ تَعَالَى.

Nawaitul ghusla lit tobati ‘an jami’idz dzunuubi lillaahi ta’aala.

Artinya: “Saya berniat mandi besar untuk bertaubat dari semua dosa kepada Allah Yang Maha Tinggi.”

Cara Bertaubat dari Dosa Zina

Muhammad Nasrullah melalui bukunya Ibadah-Ibadah Paling Terhormat Bagi Pelaku Maksiat Agar Taubat Nasuha menjelaskan cara taubat dari dosa zina.

  1. Berhenti dari perbuatan yang menyebabkan dosa dan mulai melaksanakan perintah Allah SWT. Dalam urusan salat dan puasa, setelah bertaubat bisa mulai di-qadha jika sebelumnya sempat melalaikannya.
  2. Melakukan salat taubat dan berdoa memohon ampunan kepada Allah SWT.
  3. Menyesali sepenuhnya perbuatan dosa yang telah dilakukan.
  4. Berjanji untuk tidak mengulanginya kembali dengan sungguh-sungguh.
  5. Salat taubat dilakukan sebanyak 2, 4 rakaat dan seterusnya. Salat taubat dilakukan seperti salat biasa dan dapat dilakukan kapan saja, tetapi lebih baik dilakukan pada tengah malam setelah salat Isya.

Wallahu a’lam.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Apa Hukum Suami yang Jarang Pulang? Ini Penjelasan Fikih Keluarga


Jakarta

Keharmonisan dalam rumah tangga tidak hanya ditentukan oleh terpenuhinya kebutuhan materi, tetapi juga oleh kehadiran dan perhatian antara suami dan istri. Dalam ajaran Islam, suami memiliki tanggung jawab besar sebagai pemimpin keluarga.

Salah satu bentuk tanggung jawab itu adalah hadir dalam kehidupan rumah tangga, baik secara fisik maupun emosional. Namun, bagaimana pandangan Islam terhadap suami yang jarang pulang? Apakah hal tersebut dibenarkan secara syariat?

Suami Sebagai Pemimpin dalam Keluarga

Islam menetapkan suami sebagai pemimpin dalam keluarga. Peran ini tidak hanya bersifat simbolis, tetapi mengandung tanggung jawab besar dalam menjaga, membimbing, dan memperhatikan seluruh anggota keluarga. Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisa ayat 34,


اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ

Ar-rijālu qawwāmūna ‘alan-nisā’i bimā faḍḍalallāhu ba’ḍahum ‘alā ba’ḍiw wa bimā anfaqū min amwālihim…

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya…”

Sebagai pemimpin, suami diharapkan hadir dalam kehidupan rumah tangga, memberikan perhatian, dan menjaga keharmonisan. Jika seorang suami jarang pulang tanpa alasan yang jelas, apalagi hingga mengabaikan kebutuhan lahir dan batin keluarganya, maka hal itu bertentangan dengan tanggung jawab yang disebut dalam ayat di atas.

Kewajiban Suami untuk Berlaku Baik kepada Istri

Salah satu prinsip penting dalam Islam adalah keharusan bagi suami untuk memperlakukan istri dengan baik. Sebagaimana dijelaskan dalam buku Akhlaq dan Muamalah karya Ahmad Muslich, M.Si, dkk, Allah berfirman dalam surah An-Nisa ayat 19, disebutkan,

“Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah), karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Menurut Tafsir Tahlili, ayat ini menjelaskan bahwa suami wajib memperlakukan istri dengan cara yang baik dan wajar. Suami tidak boleh kikir dalam memberi nafkah, tidak boleh memarahinya secara berlebihan, memukul, atau bersikap dingin seperti selalu bermuka masam.

Jika suami merasa tidak menyukai istrinya karena suatu kekurangan, sifat yang tidak disukai, atau karena hatinya sudah tertarik pada wanita lain, maka Islam menganjurkan untuk bersabar dan tidak terburu-buru mengambil keputusan untuk menceraikan.

Bisa jadi, apa yang tampak tidak menyenangkan justru membawa kebaikan dan kebahagiaan di kemudian hari. Sikap seperti inilah yang disebut sebagai pergaulan yang patut, sebagaimana diperintahkan dalam ayat tersebut.

Karena itu, suami yang jarang pulang, menjauh tanpa alasan yang sah, atau bersikap acuh terhadap istri, berarti telah mengabaikan kewajiban dasar dalam rumah tangga. Tindakan seperti ini tidak dibenarkan dalam Islam apabila dilakukan tanpa uzur syar’i.

Teladan Rasulullah dalam Kehidupan Keluarga

Selain tuntunan dari Al-Qur’an, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menjadi teladan utama dalam membina rumah tangga. Dalam Al-Qur’an surah Al Ahzab ayat 21 disebutkan pula:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

Arab latin: Laqad kāna lakum fī rasūlillāhi uswatun ḥasanatul liman kāna yarjullāha wal yaumal ākhira wa żakarallāha kaṡīrā(n).

Artinya: Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.

Dalam buku Akhlaq dan Muamalah karya Ahmad Muslich, M.Si, dkk., dijelaskan bahwa salah satu ciri suami yang baik adalah kehadirannya dan kasih sayangnya terhadap keluarga. Penjelasan ini merujuk pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku adalah orang yang paling baik bagi keluargaku.” (HR. At-Tirmidzi)

Dalam riwayat lain, disebutkan pula:

“Tidak pernah aku melihat seseorang yang lebih pengasih kepada keluarganya melebihi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam.” (HR. Muslim)

Dua hadits ini memperkuat bahwa keberadaan dan kasih sayang suami sangat penting dalam kehidupan rumah tangga. Rasulullah sendiri menjadi teladan terbaik dalam memperlakukan keluarga dengan cinta, perhatian, dan kelembutan.

Oleh karena itu, jika seorang suami jarang pulang tanpa alasan yang dibenarkan dalam Islam, tidak peduli pada istri dan anak-anaknya, atau bersikap cuek terhadap keluarga, maka ia sudah meninggalkan kewajiban sebagai suami.

Perilaku ini bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dan contoh yang diberikan Nabi Muhammad SAW. Dalam fikih keluarga, sikap seperti ini termasuk bentuk kelalaian yang tidak boleh dibiarkan dan harus segera diperbaiki.

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

Eks Menteri Agama Suryadharma Ali Akan Dimakamkan di Ponpes Miftahul Ulum Cikarang


Jakarta

Eks Menteri Agama Suryadharma Ali meninggal dunia. Jika tak ada halangan, almarhum akan dimakamkan di Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Cikarang Barat, setelah salat Zuhur.

“Akan dimakamkan di Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Jl. KH. Ahmad. Kampung Mariuk, RT 002/008, Desa Gandasari. Kec. Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Ba’da Zuhur,” tulis pesan berantai yang diterima oleh detikHikmah, Kamis (31/7/2025).

Kini, jenazah disemayamkan di rumah duka, Jl. Cipinang Cempedak I No.30, Cipinang Cempedak, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Ia menghembukkan napas terakhir di RS Mayapada Kuningan, Jakarta Selatan, hari ini pukul 04.25 WIB.


“Kami dari segenap keluarga Almarhum, memohon doa dan keikhlasan dari Bapak/Ibu/Saudara/i agar Almarhum diampuni segala dosa-dosanya, diterima amal ibadahnya, dan diberikan tempat terbaik di sisi Allah SWT,” tukas pesan tersebut.

Profil Suryadharma Ali

Suryadharma Ali adalah seorang politikus yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama Indonesia. Ia menjabat posisi tersebut selama lima tahun pada 2009-2014.

Beliau lahir pada tanggal 19 September 1956. Artinya, ia wafat diusia 68 tahun.

Suryadharma Ali adalah Alumni dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarief Hidayatullah. Ia lulus dan mendapat gelar Sarjana pada 1984.

Semasa kuliah, Suryadharma Ali aktif di organisasi mahasiswa. Ia pun mulai menjadi aktivis pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), cabang Ciputat. Pada 1985, Suryadharma Ali menjadi ketua umum PB PMII hingga tahun 1988.

Setelah lulus Suryadharma mengawali karirnya dengan bekerja di PT. Hero Supermarket. Ia menjadi Deputi Direktur pada 1985 hingga tahun 1999.

Setelah itu Suryadharma Ali terjun ke politik. Ia menduduki jabatan Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Jabatan tersebut akhirnya mengantarkannya menjadi wakil rakyat. Suryadharma Ali terpilih menjadi anggota DPR dua periode, 1999-2004 dan 2004-2009.

Karir Suryadharma Ali semakin meroket. Beliau pernah juga menjabat sebagai Bendahara Fraksi PPP MPR RI.

Belum tuntas menjadi wakil rakyat, Ia diminta oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Menteri Negara Koperasi dan UKM RI, periode 2004-2009.

Presiden SBY kemudian memintanya untuk menjadi Menteri Agama periode 2009-2014.

Di sisi lain, Suryadharma Ali berkesempatan menjadi Ketua Umum PPP yang sebelumnya diduduki oleh Hamzah Haz dua periode, 2007-2011 dan 2011-2015.

Suryadharma Ali meninggalkan satu orang istri yang bernama Wardatul Asriah. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai empat orang anak yang bernama Kartika Yudistira Suryadharma, Sherlita Nabila Suryadharma, Abdurrahman Sagara Prakasa dan Nadia Jesica Nurul Wardani.

(hnh/erd)



Sumber : www.detik.com

Hukum Nikah dengan Sepupu Menurut Syariat Islam dan Dalilnya


Jakarta

Pernikahan adalah salah satu ibadah terpenting dalam Islam yang menyempurnakan separuh agama. Namun, dalam masyarakat, sering muncul pertanyaan tentang hukum menikahi sepupu.

Pertanyaan ini wajar, apalagi jika ada perasaan cinta yang tumbuh di antara mereka. Lantas, bagaimana syariat Islam memandang pernikahan dengan sepupu?


Sepupu Bukan Mahram dan Boleh Dinikahi

Menurut mayoritas ulama dan pandangan syariat Islam, menikah dengan sepupu hukumnya diperbolehkan. Sepupu, baik dari pihak ayah maupun ibu, tidak termasuk dalam daftar orang-orang yang diharamkan untuk dinikahi atau yang disebut mahram.

Dalil utama yang menjadi landasan adalah Surah An-Nisa ayat 23. Dalam ayat tersebut, Allah SWT secara jelas merinci siapa saja perempuan yang haram dinikahi.

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاۤىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ۔ ٢٣

Artinya: Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa: 23).

Dari daftar tersebut, sepupu tidak termasuk di dalamnya. Oleh karena itu, hubungan pernikahan antara dua orang sepupu tidak melanggar ketentuan syariat.

Pandangan Lain tentang Pernikahan dengan Sepupu

Meskipun diperbolehkan, ada beberapa pandangan yang menyebutkan bahwa menikahi sepupu adalah khilafu al-aula, yang berarti ‘menyalahi yang lebih utama’. Pandangan ini didasarkan pada beberapa alasan, salah satunya terkait kesehatan keturunan.

Dalam buku Taudhihul Adillah 6 karya KH. M. Syafi’i Hadzami, disebutkan bahwa pernikahan dengan kerabat dekat dapat berisiko menghasilkan keturunan yang kurang kuat atau kurang sehat. Pendapat ini juga didukung oleh riwayat yang menganjurkan untuk menikahi orang yang bukan kerabat dekat agar keturunan tidak lemah.

Namun, pendapat tersebut tidak bersifat mutlak. Ada banyak contoh pernikahan sepupu dalam sejarah Islam yang melahirkan keturunan yang sehat dan kuat.

Siapa Saja yang Termasuk Mahram?

Sebagai pedoman, berikut adalah daftar orang-orang yang haram dinikahi (mahram) sesuai dengan Al-Qur’an:

  • Ibu kandung
  • Anak-anak perempuan
  • Saudara-saudara perempuan (sekandung, seayah, atau seibu)
  • Bibi dari pihak ayah dan ibu
  • Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan)
  • Anak perempuan dari saudara perempuan (keponakan)
  • Ibu susu dan saudara perempuan sesusuan
  • Ibu mertua
  • Anak tiri perempuan yang ibunya sudah digauli
  • Menantu perempuan (istri dari anak kandung)

Dengan memahami dalil dan pandangan ini, diharapkan umat muslim bisa membuat keputusan yang tepat dalam memilih pasangan hidup, termasuk jika ingin menikahi sepupu.

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Surah Ar-Rum Ayat 21 Arab, Latin dan Arti: Manusia Diciptakan Berpasangan


Jakarta

Menjalani hidup bersama pasangan adalah bagian dari fitrah manusia sebagaimana dijelaskan dalam surah Ar-Rum ayat 21. Rasa tenang, cinta, dan kasih sayang yang hadir dalam pernikahan menjadi anugerah yang sangat berarti.

Nabi Muhammad SAW pun menempatkan pernikahan sebagai bagian penting dalam kehidupan, dan menjadikannya contoh yang layak diikuti oleh umatnya.

Dikutip dari buku Seri Fikih Kehidupan susunan Ahmad Sarwat, Rasulullah SAW bersabda,


“Menikah itu bagian dari sunnahku, maka siapa yang tidak beramal dengan sunnahku, bukanlah ia dari golonganku.” (HR Ibnu Majah)

Hadits ini memperkuat kedudukan pernikahan sebagai jalan hidup yang dicontohkan Nabi, dan sejalan dengan nilai-nilai yang dijelaskan dalam Al-Qur’an. Salah satu ayat yang menyoroti makna pernikahan secara mendalam adalah surah Ar-Rum ayat 21.

Bacaan Surah Surah Ar-Rum ayat 21

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Arab latin: Wa min āyātihī an khalaqa lakum min anfusikum azwājal litaskunū ilaihā wa ja’ala bainakum mawaddataw wa raḥmah, inna fī żālika la`āyātil liqaumiy yatafakkarụn.

Artinya: “Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Tafsir Surah Ar-Rum ayat 21

Dari Tafsir Al Azhar susunan Buya Hamka, berikut tafsir dari surah Ar-Rum ayat 21:

Salah satu tanda kebesaran Allah adalah penciptaan pasangan bagi manusia dari jenis yang sama, yakni laki-laki dan perempuan, agar hidup menjadi tenteram. Dalam penafsiran ini, dijelaskan bahwa pasangan hidup diciptakan bukan hanya untuk Adam, tetapi untuk seluruh keturunannya, dari satu jenis manusia.

Hanya Nabi Adam yang diciptakan dari tanah, dan Hawa diciptakan dari tulang rusuknya. Sementara manusia setelahnya berasal dari mani, bukan lagi dari bagian tubuh manusia lain.

Allah menyeru seluruh manusia bahwa pasangan yang diciptakan untuk mereka berasal dari diri mereka sendiri, bukan dari makhluk lain. Hal ini menjadi bukti bahwa manusia diciptakan berpasangan, dari jenis yang sama, agar dapat saling melengkapi dan melanjutkan keturunan.

Dalam sebuah hadits disebutkan:

“Sesungguhnya Allah telah menugaskan seorang malaikat di dalam rahim. Malaikat itu berkata: ‘Wahai Tuhanku, nutfahkah ini? ‘Alaqahkah ini? Mudhghahkah ini?’ Maka jika Allah menghendaki untuk menciptakannya, malaikat itu berkata lagi: ‘Apakah dia akan celaka atau bahagia? Laki-laki atau perempuan? Bagaimana rezekinya? Bagaimana ajalnya?’ Maka semuanya itu dituliskan ketika ia masih dalam rahim ibunya.” (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad)

Hadits ini menegaskan bahwa manusia berasal dari satu jenis, dan dari jenis itulah Allah tentukan siapa yang menjadi laki-laki dan siapa yang menjadi perempuan, agar dapat dipasangkan secara seimbang.

Pasangan diciptakan untuk memberi ketenangan. Tanpa pasangan, hidup terasa kosong dan sepi. Laki-laki mencari perempuan, dan perempuan menanti laki-laki. Pertemuan keduanya melahirkan keutuhan dan kesinambungan kehidupan.

Hubungan ini juga dilengkapi dengan cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah). Mawaddah tumbuh dari ketertarikan dan kebersamaan, termasuk dalam hubungan suami istri. Islam tidak memandang hal ini sebagai sesuatu yang tabu, bahkan menganjurkan agar suami istri saling menjaga penampilan dan membina kemesraan.

Namun cinta fisik tidak berlangsung selamanya. Seiring bertambahnya usia, dorongan syahwat akan menurun. Saat itulah rahmah mengambil peran lebih besar, kasih sayang yang tumbuh dari kedekatan batin, pengalaman bersama, dan kebersamaan membesarkan anak serta cucu. Semakin tua usia pernikahan, semakin dalam rahmah yang terbangun.

Islam tidak menganggap hubungan laki-laki dan perempuan sebagai aib atau akibat dosa. Islam mengajarkan bahwa hubungan tersebut merupakan bagian dari sistem penciptaan, dan termasuk dalam tanda-tanda kekuasaan Allah.

Karena itulah, Islam hadir untuk menjaga keteraturan hidup manusia melalui lima prinsip utama:

1. Menjaga agama, dengan melarang kemurtadan dan menegakkan pemerintahan yang adil.
2. Menjaga akal, dengan perintah mencari ilmu dan larangan atas hal-hal yang merusaknya.
3. Menjaga jiwa, dengan larangan membunuh dan aturan perlindungan nyawa.
4. Menjaga harta, dengan pengakuan hak milik dan larangan pencurian serta korupsi.
5. Menjaga keturunan, dengan perintah menikah dan larangan hubungan di luar nikah.

Manusia adalah makhluk yang dimuliakan Allah. Maka dari itu, martabatnya perlu dijaga, termasuk dengan menjaga kehormatan keturunan. Hubungan suami istri adalah bagian dari tatanan fitrah dan petunjuk Allah bagi mereka yang mau berpikir.

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

8 Doa Pernikahan Islami sesuai Sunnah agar Rumah Tangga Berkah



Jakarta

Islam mengajarkan banyak doa kepada para umatnya, karena doa memiliki kedudukan tinggi dan termasuk ibadah paling mulia di sisi Allah SWT. Di antara doa yang bisa dipanjatkan kaum muslim adalah doa saat dan selama pernikahan.

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani dalam bukunya Tuntunan Pernikahan Islami yang diterjemahkan oleh Ahmad Dzulfikar, melampirkan Surat Ar-Rum ayat 21:

“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”


Menukil Tafsir Tahlili Kementerian Agama (Kemenag), ayat di atas menerangkan bukti kekuasaan Allah SWT yaitu penciptaan manusia yang berpasangan, laki-laki dan perempuan. Kemudian di antara mereka akan terjalin hubungan yang didasari dengan perasaan dan daya tarik masing-masing. Puncak dari jalinan tersebut adalah pernikahan antara keduanya, yaitu antara pria dan wanita.

Melalui ayat Al-Qur’an di atas pula, Allah SWT mengisyaratkan perkawinan sebagai salah satu dari perintah-Nya. Selain itu, utusan-Nya yakni Nabi Muhammad SAW turut menganjurkan umatnya agar menikah.

Dikatakan bahwa pernikahan merupakan sunnah Rasul. Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Ayyub, di mana Nabi SAW bersabda:

أَرْبَعٌ مِنْ سُـنَنِ الْمُرْسَلِيْنَ: اَلْحَيَـاءُ، وَالتَّعَطُّرُ، وَالسِّوَاكُ، وَالنِّكَاحُ

Artinya: “Ada empat perkara yang termasuk sunnah para Rasul; rasa-malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah.” (HR Tirmidzi)

Dengan perkawinan yang menjadi perintah Allah SWT sekaligus sunnah para nabi, hendaknya kaum muslim berharap memiliki pernikahan yang rukun, langgeng, hingga berlimpah keberkahan. Di antara cara meraihnya yakni dengan senantiasa berdoa kepada-Nya, baik saat dan selama pernikahan itu sendiri.

Syariat Islam melalui Rasulullah SAW mengajarkan berbagai doa yang dapat diamalkan kaum muslim. Doa apa saja? Dan bagaimana bacaannya?

Doa Pernikahan Islami sesuai Hadits: Arab, Latin & Arti

Masih dari buku Tuntunan Pernikahan Islami dan kitab Al-Adzkar karya Imam Nawawi, disebutkan sejumlah doa terkait pernikahan dan bagi pengantin atau pasangan suami istri, berikut bacaan doanya:

1. Doa untuk Pengantin Pria Setelah Akad Nikah

بَارَكَ اللهُ لَكَ

Latin: Baarakallahu laka

Artinya: “Semoga Allah memberkahimu.” (HR Bukhari & Muslim, dari Anas bin Malik)

2. Doa untuk Masing-masing Pengantin

بَارَكَ اللهُ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْكُمَا فِي صَاحِبِهِ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ

Latin: Baarakallaahu likulli wahidin min kumaa fii shaahibihi wa jama’a bainakumaa fii khairin

Artinya: “Semoga keberkahan Allah atas tiap-tiap dari kalian dalam perjodohannya dan semoga Allah mengumpulkan antara kalian berdua dalam kebaikan.”

3. Doa untuk Kedua Mempelai

بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي الْخَيْرِ

Latin: Baarakallahu laka wa baaraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fil khairi

Artinya: “Semoga Allah memberkahimu, semoga Allah memberkahi engkau dan semoga Allah mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ad-Darimi, Ahmad, Baihaqi & Hakim, dari Abu Hurairah)

4. Doa bagi Pengantin Laki-laki

اللّهُمَّ بَارِكْ فِيهِمَا وَبَارَكَ لَهُمَا فِي بِنَائَهِمَا

Latin: Allahumma baarik fiihimaa wa baarik lahumaa fi binaaihima

Artinya: “Ya Allah, berkahilah mereka berdua dan berkahilah keduanya dalam pernikahannya.” (HR Ibnu Sa’ad, Thabari & Ibnu Asakir, dari Buraidah)

5. Doa bagi Pengantin Perempuan

عَلَى الْخَيْرِ َوالْبَرَكَةِ، وَعَلَى خَيْرٍ طَائِرٍ

Latin: ‘Alal khairi wal barakati wa ‘ala khairin thaairin

Artinya: “Semoga kau selalu dalam kebaikan dan penuh keberkahan, dan senantiasa mendapat keberuntungan.” (HR Bukhari, Muslim & Baihaqi, dari Aisyah)

6. Doa saat Suami Meletakkan Tangan di Kepala Istrinya

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ

Latin: Allaahumma innii as-aluka kharahaa wa khaira maa jabaltahaa ‘alaihi, wa a’uudzubika in syarrihaa wa syarri maa jabaltahaa ‘alaih

Artinya: “Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan yang Engkau tentukan kepadanya, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan dari keburukan yang Engkau tentukan kepadanya.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah & Ibnu Sunni, dari Amru bin Syu’aib)

7. Doa ketika Suami Menemui Istrinya di Malam Pertama

بَارَكَ اللَّهُ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنَّا فِي صَاحِبِهِ

Latin: Baarakallaahu likulli waahidin minnaa fii shaahibihi

Artinya: “Semoga Allah memberkahi masing-masing di antara kita terhadap teman hidupnya.”

8. Doa sebelum Berhubungan Intim (Jima)

بِسْمِ اللَّهِ ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

Latin: Bismillaahi, Allahumma jannibnaasy syaithaana wa jannibisy syaithaana maa razaqtanaa

Artinya: “Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang engkau rezekikan kepada kami.” (HR Bukhari & Muslim, dari Ibnu Abbas)

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa Walimatul Ursy untuk Pengantin Baru agar Pernikahan Penuh Berkah



Jakarta

Walimatul Ursy biasanya menjadi rangkaian acara pernikahan. Kebahagiaan pasangan pengantin baru ini akan semakin lengkap dengan doa walimatul ursy yang dipanjatkan agar rumah tangga dipenuhi keberkahan.

Mengutip buku Fikih Munakahat oleh Dr. M. Dahlan R, MA dijelaskan bahwa walimatul atau walimah ursy terdiri dari dua suku kata yakni al walimah dan al ursy.

Walimah adalah al-jam’u yaitu berkumpul, walimah disebut juga dengan tha’âmu al ursy artinya makanan dipersiapkan untuk acara berkumpul. Sedangkan Ursy memiliki makna al jifaf wa al tazwiz artinya nikah.


Dengan demikian dapat dipahami bahwa walimatul ursy adalah makanan yang disediakan khusus dalam acara syukuran pesta pernikahan. Bisa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau lainnya.

Walimah adalah istilah yang terdapat dalam literatur Arab yang secara arti kata berarti jamuan yang khusus untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk perhelatan di luar perkawinan. Karena itulah secara umum, walimatul ursy diartikan dengan pesta dalam rangka mensyukuri nikmat Allah atas terlaksananya akad perkawinan dengan menghidangkan makanan.

Doa Walimatul Ursy bagi Pengantin Baru

Doa untuk pengantin baru adalah hadiah terindah yang bisa diberikan oleh keluarga ataupun kerabat. Doa ini dipanjatkan langsung kepada Allah SWT agar pasangan pengantin bisa menjalani rumah tangga yang penuh dengan keberkahan.

Ketika sepasang pengantin baru menggelar walimatul ursy atau resepsi pernikahan dengan mengundang beberapa kerabat maka hukumnya wajib untuk menghadiri acara tersebut. Kehadiran kerabat sekaligus turut menjadi doa bagi pasangan pengantin dan keluarga.

Rasulullah SAW bersabda :

إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيْمَةِ فَلْيَأْتِهَا

“Jika salah seorang diantara kalian diundang menghadiri acara walimah, maka datangilah” (HR. Bukhari no. 5173).

Mengutip buku Kitab Induk Doa dan Zikir Terjemah Kitab al-Adzkar Imam an-Nawawi’ karya Imam an-Nawawi, ada beberapa doa yang bisa dipanjatkan oleh dan untuk pengantin baru.

1. Doa untuk Pengantin yang Dibaca Suami

Ada doa untuk pengantin yang dibaca setelah akad nikah. Doa untuk pengantin ini dibaca oleh mempelai laki-laki setelah mengucapkan akad nikah.

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا وَخَيْرِ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا

Arab latin: Allaahumma innii as’aluka khairahaa wa khaira maa jabaltahaa ‘alaihi, wa a’uudzubika min syarrihaa wa syarri maa jabaltahaa ‘alaihi

Artinya: “Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan yang Engkau tentukan kepadanya, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan dari keburukan yang Engkau tentukan kepadanya.”

2. Doa untuk Pengantin Baru

Surat Ar Rum ayat 21 bisa juga menjadi doa yang dibaca oleh pasangan pengantin baru. Doa ini sebagai penenang bahwa pasangan pengantin ini bisa menjalani rumah tangga dengan baik.

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ – ٢١

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya yang Agung, Dia menciptakan bagimu berpasang-pasangan dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan tenteram dengannya, dan Dia menjadikan di antara kamu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.”

3. Doa Memohon Berkah Bagi Pengantin Baru

Pernikahan yang dijalani untuk mencari ridho Allah SWT tentu akan dilimpahi keberkahan. Ada doa untuk memohon berkah bagi pasangan pengantin baru.

Doa ini termaktub dalam surat Al Mumtahanah ayat 12 yang berbunyi:

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِذَا جَاۤءَكَ الْمُؤْمِنٰتُ يُبَايِعْنَكَ عَلٰٓى اَنْ لَّا يُشْرِكْنَ بِاللّٰهِ شَيْـًٔا وَّلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِيْنَ وَلَا يَقْتُلْنَ اَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِيْنَ بِبُهْتَانٍ يَّفْتَرِيْنَهٗ بَيْنَ اَيْدِيْهِنَّ وَاَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِيْنَكَ فِيْ مَعْرُوْفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Wahai Nabi! Ketika wanita yang beriman datang kepada Anda untuk melakukan Bai’at (janji setia), bahwa mereka tidak akan menyekutukan Allah; Tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak mereka, tidak akan berdusta bahwa mereka mengarang antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakai Anda dalam urusan yang baik, maka terimalah janji kesetiaan mereka dan mintalah ampunan bagi mereka dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

4. Doa Rasulullah SAW

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah SAW mendoakan bagi pengantin yang baru menikah:

بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ

Artinya: “Semoga Allah memberkahimu di waktu bahagia dan memberkahimu di waktu susah, serta semoga Allah mempersatukan kalian berdua dalam kebaikan” (HR. Abu Dawud no. 2130).

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa setelah Akad Nikah dalam Arab, Latin, dan Artinya


Jakarta

Setelah akad nikah, di dalam budaya Islam, disunnahkan untuk mengucapkan doa kepada pengantin pria. Doa ini memiliki tujuan untuk memohon keberkahan Allah SWT bagi pengantin pria dan mengharapkan agar Allah SWT menyatukan keduanya dalam kebaikan.

Pada pembahasan kali ini kita akan membahas doa-doanya serta merujuk kepada hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan dan tuntunan doa untuk pengantin pria setelah akad nikah.

Doa setelah Akad Nikah dalam Islam

Dikutip dari Kitab Induk Doa dan Zikir Terjemah: Kitab al-Adzkar oleh Imam an-Nawawi, doa yang disunnahkan untuk diucapkan kepada pengantin pria setelah akad nikah adalah sebagai berikut,


بَاركَ اللهُ لَكَ أَوْ بَارَكَ اللهُ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ

Arab Latin: “Baarakallaahu laka, atau baarakallaahu ‘alaika wa jama’a baina-kumaa fii khair,”

Artinya: “Semoga keberkahan Allah untukmu, atau semoga keberkahan Allah untukmu dan semoga Dia mengumpulkan antara kalian berdua dalam kebaikan.”

Selain itu, disunnahkan juga untuk mengucapkan doa pada tiap-tiap mempelai dengan bacaan berikut.

بَارَكَ اللهُ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْكُمَا فِي صَاحِبِهِ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي خَيْرٍ

Arab latin: “Baarakallaahu likulli wahidin min kumaa fii shaahibihi wa jama’a bainakumaa fii khair,”

Artinya: “Semoga keberkahan Allah atas tiap-tiap dari kalian dalam perjodohannya, dan semoga Allah menyatukan kalian berdua dalam kebaikan.”

Dalam Kitab Shahih Bukhari-Muslim, ada hadits yang diriwayatkan dari Anas RA. Hadits tersebut menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda kepada Abdurrahman bin Auf RA,

بَارَكَ اللهُ لَكَ

Arab Latin: “Baarakallaahu laka,”

Artinya: “Semoga keberkahan Allah untukmu.”

Dalam riwayat yang sama, Nabi Muhammad SAW juga bersabda kepada Jabir RA. Saat itu, dia memberitahu Rasulullah SAW tentang pernikahannya. Rasulullah SAW mengatakan,

بَارَكَ اللهُ عَلَيْكَ

Arab Latin: “Baarakallaahu ‘alaika,”

Artinya: “Semoga keberkahan Allah atas kamu.”

Dalam Kitab-kitab Sunan Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lainnya, diriwayatkan dari Abu Hurairah RA. Diceritakan bahwa ketika ada seseorang yang menikah, Rasulullah SAW mengucapkan,

بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِي الْخَيْرِ

Arab Latin: “Baarakallaahu laka wa baraka ‘alaika wa jama’a bainakumaa fil khair,”

Artinya: “Semoga keberkahan Allah untukmu, semoga Dia memberikan keberkahan-Nya atasmu, dan semoga Dia menyatukan kalian berdua dalam kebaikan.”

Demikian pembahasan mengenai doa setelah akad nikah. Semoga bermanfaat ya, detikers!

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com