Tag Archives: pertanda

Telinga Berdenging Tanda Dipanggil Nabi? Ini Penjelasan Buya Yahya


Jakarta

Pernahkah Anda tiba-tiba mendengar suara berdenging di telinga? Di masyarakat, fenomena ini sering dikaitkan dengan berbagai mitos, mulai dari pertanda ada yang membicarakan kita, hingga disebut sebagai panggilan dari Nabi Muhammad SAW.

Namun, bagaimana pandangan Islam mengenai telinga berdenging? Apakah hal ini benar-benar memiliki makna spiritual? Simak penjelasan lengkap dari Buya Yahya.

Mitos Telinga Berdenging yang Beredar di Masyarakat

Dalam sebuah kajian yang diunggah di channel YouTube Al-Bahjah TV, Buya Yahya menjelaskan bahwa telinga berdenging atau tinnitus adalah sebuah fenomena medis. Jika sering mengalaminya, Buya Yahya, menyarankan periksa ke dokter. Telinga berdenging bisa jadi disebabkan oleh masalah kesehatan, seperti tekanan di dalam telinga atau gangguan pada saraf pendengaran.


Maka dari itu, sangat tidak tepat jika kondisi fisik ini dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat metafisika, apalagi dengan pertanda dipanggil oleh Nabi.

Buya Yahya menanggapi beberapa kepercayaan umum tentang telinga berdenging, yaitu:

  • Tanda amal tidak diterima: Ada yang meyakini bahwa telinga berdenging adalah sinyal bahwa ibadah yang kita lakukan tidak diterima oleh Allah SWT.
  • Panggilan dari Nabi Muhammad SAW: Mitos ini menyebutkan bahwa jika telinga berdenging, berarti Nabi Muhammad SAW sedang memanggil kita.
  • Pertanda akan ada yang meninggal: Sebagian masyarakat juga percaya bahwa telinga berdenging merupakan firasat buruk, seperti akan ada kerabat yang meninggal dunia.

Menurut Buya Yahya, semua mitos tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Islam. Ia menegaskan menghubung-hubungkan telinga berdenging dengan hal-hal spiritual seperti itu adalah hal yang tidak benar.

Karena sejatinya, Nabi Muhammad SAW memanggil umatnya setiap hari melalui syariat yang beliau tinggalkan. Panggilan itu nyata dan jelas, yaitu melalui seruan salat, anjuran beribadah, dan ajakan untuk beramal kebaikan.

Sangat keliru jika menunggu telinga berdenging sebagai panggilan dari Nabi. Sebab panggilan yang sebenarnya jauh lebih jelas dan tidak ambigu. Buya Yahya menekankan kita harus berpegang teguh pada petunjuk yang nyata, yaitu Al-Qur’an dan hadits.

“Nabi memanggil kita setiap saat, dengan hadits-haditsnya. Tidak usah nunggu ada denging telinga ya. Kita ingin yang nyata, yang jelas, hadits-hadits Nabi. Ilmu-ilmu Nabi SAW,” kata Buya Yahya dalam video yang berjudul Benarkah Telinga Berdenging itu Tanda Amal Ibadah Ditolak & Panggilan Nabi Muhammad?.

detikHikmah telah mendapatkan izin untuk mengutip isi ceramah tersebut.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Ringan Menyenangkan, Terapi Lisan!



Jakarta

“Start”, teriak seorang driver di dalam mobil yang akan dikendarainya. Tiba-tiba mobil yang diteriaki menyalakan mesin tanda siap berangkat. Sesampainya di lokasi tujuan, driver tadi berucap lagi, “stop.” Mobilnya pun menurut dengan mematikan suara mesin. Tanda mobil benar-benar berhenti.

Start-stop bisa dilakukan cukup hanya dengan menggunakan perintah kata. Luar biasa. Era digital yang barangkali mendekati suasana surga? Tak perlu daya, tak perlu upaya, tinggal berkata semua bisa berubah sesuai makna perintahnya.

Andai sebagian penduduk bumi ada yang belum mengenal adanya perkembangan teknologi masa kini. Perkembangan bagaimana hanya dengan kata suatu kondisi bisa menjadi sebaliknya (start dari stop, mulai hidup dari posisi berhenti atau mati). Boleh jadi mereka mengira, bahwa peristiwa hidupnya mesin mobil hanya melalui perintah kata adalah peristiwa supra natural. Perbuatan yang hanya bisa dilakukan penduduk angkasa luar.


Namun itulah makna kata, begitu dahsyat merubah segala. Dari satu sisi ke sisi lain yang bersebelahan. Start-stop, on-off, mundur-maju, belakang-depan, buruk-baik, dst.

Lalu, jangan-jangan kata ini bisa juga diguna untuk mengubah sakit menjadi sehat. Memangnya bisa? Lah, apa bedanya?
Mungkin jika setiap orang paham kemajuan ilmu dan teknologi. Mudah bagi siapa pun menerima bukti kemampuan kata dalam mengubah sakit menjadi sehat.

Sesuai dengan start-stop, on-off, bukankah sakit-sehat juga sepasang keadaan yang berpasangan sebagaimana start-stop. Wajar kalau kata, harus juga mampu mengubah sakit menjadi sehat, atau sebaliknya.

Kata start, memang bisa diganti on, bisa diganti mulai, bisa menggunakan kata hidup, dst. tergantung kode perintah yang di-install-kan ke dalam software komputer mobil. Tapi semua bermakna memulai aktifitas.

Kelompok kata hanya dibagi ke dalam sepasang golongan. Sesuai contoh pada komputer mobil di atas, kelompok start dan kelompok stop.
Kata yang sejenis masuk dalam satu kelompok. Kata jenis sebaliknya masuk kelompok satunya.

Kata yang satu kelompok dengan kata sehat jumlahnya hampir tak terbatas. Kata yang segolongan dengan makna sehat misalnya, baik, indah, benar, jujur, sempurna, cantik, senang, bahagia, awet muda, dst. Sedang kata yang satu kelompok dengan makna sakit adalah, buruk, patah hati, sulit, sengsara, bohong, payah, melarat, kesal, rugi, dll.

Bukti empiris pengaruh sepasang makna kata ini ditemukan oleh Prof. John Bargh dari Universitas Yale. Beliau pakar psikologi negeri Paman Sam. Eksperimennya menghasilkan teori yang memiliki tingkat kepercayaan sempurna, 100 prosen, Bargh Hallway Theory.

Sesuai teori itu, orang-orang yang memilih berkata-kata sesuai dengan kelompok kata sehat, kulit mereka terlihat terang, wajahnya ceria, auranya menyenangkan. Pertanda sehat dan bahagia. Banyak orang yang ingin mendekati mereka.

Di tempat yang berbeda, pakar kata-kata berkebangsaan Jepang menemukan hasil yang serupa. Ia adalah Dr. Masaru Emoto. Risetnya sangat fenomenal. Doctor Emoto melakukan eksperimen menggunakan tiga backer glass.

Masing-masing backer glass diisi sejumlah beras. Lalu ditambah air putih sampai air menutup seluruh beras itu. Ketiga gelas diisi beras dan air dalam jumlah yang sama persis. Kemudian ketiganya menerima perlakuan yang berbeda.

Gelas pertama setiap pagi diucapkan kata terima kasih kepadanya. Gelas kedua disapa dengan ucapan kamu bodoh. Sedang gelas ketiga Dr. Emoto sama sekali mengacuhkannya.

Setelah satu bulan dilakukan pengamatan. Beras di dalam gelas pertama mengalami fermentasi. Mengeluarkan aroma yang menyenangkan. Wangi.

Beras pada gelas kedua berubah menjadi hitam.
Beras di gelas yang diacuhkan, gelas ketiga, berubah mengeras dan membatu.

Bargh melakukan riset self-talk, bicara pada diri sendiri. Menghasilkan bukti yang mengagumkan.
Terbayang jika masing-masing orang selalu menggunakan kata-kata dalam kelompok sehat. Bukankah mereka menjadi lebih sempurna sehat. Lebih sulit sakit.

Demikian penting kata yang diproduksi lidah atau lisan ini. Sampai-sampai ada nasehat yang menyebutkan, “Selamatlah manusia jika dia pandai menjaga lisannya.”

Orang-orang yang selalu berusaha mengucapkan kata-kata baik dari lisannya, sesuai teori Bargh, dia pasti mendapati dirinya awet muda, wajah cemerlang, kulit terang, banyak disenangi orang. Kalau sesuai eksperimen Emoto, maka kata-kata baik, masuk kelompok kata sehat, antara lain kata terimakasih.

Maka orang yang demikian akan awet muda. Bahkan tubuhnya bisa terhindar dari aroma yang dijauhi orang. Bagaimana tidak. Beras saja yang dicelupkan dalam air, dibiarkan selama satu bulan. Terus menerus dikatakan kepadanya terimakasih, hanya mengalami fermentasi. Tidak menghitam, atau membatu sebagaimana beras di dua backer glass yang lain.

Disamping hanya mengalami fermentasi, beras di backer glass pertama, yang selalu diucapkan kata-kata baik kepadanya mengeluarkan aroma menyenangkan.

Jika siapa saja, pandai menjaga lisan ini dari berkata buruk. Bisa dipastikan siapa pun orang itu, ia akan awet muda. Tubuhnya tidak banyak terpapar radikal bebas, tubuh terhindar dari aroma yang dijauhi.
Keadaan yang pasti tidak hanya diimpikan oleh para perempuan mulia, para lelaki bijaksana, tetapi sangat diimpikan oleh seluruh insan. Terutama muda-mudi.

Semoga setiap kita bisa menjauhi kata-kata buruk produksi lisan. Tubuh sehat menawan, awet muda disenangi banyak kawan. Upaya ringan yang menyenangkan!

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya.

Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih-Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com