Tag Archives: PISS

Apa Itu Bulan Haram? Ini Penjelasan dan Hikmahnya


Jakarta

Beberapa bulan dalam kalender hijriah disebut sebagai bulan haram. Dinamakan bulan haram karena peperangan diharamkan pada bulan-bulan tersebut dan hal ini sudah dikenal sejak zaman jahiliyah. Bahkan sejak zaman Nabi Ibrahim AS.

Dalam buku Tanya Jawab Islam susunan Tim PISS-KTB, Al Qodhi Abu Ya’la RA menyebut dinamakan bulan haram karena dua makna.

Pertama, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan, orang-orang jahiliyyah pun memiliki keyakinan serupa.


Kedua, pada bulan haram itu dilarang melakukan perbuatan haram karena saking mulianya bulan tersebut. Sebab, bulan tersebut merupakan waktu yang tepat dan baik untuk melakukan berbagai amalan hingga para salaf sangat suka mengerjakan puasa di bulan haram.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menjelaskan:

يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلشَّهْرِ ٱلْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ ۖ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ ۖ وَصَدٌّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ وَكُفْرٌۢ بِهِۦ وَٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِۦ مِنْهُ أَكْبَرُ عِندَ ٱللَّهِ ۚ وَٱلْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ ٱلْقَتْلِ ۗ وَلَا يَزَالُونَ يُقَٰتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَن دِينِكُمْ إِنِ ٱسْتَطَٰعُوا۟ ۚ وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِۦ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُو۟لَٰٓئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَٰلُهُمْ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

Dalam buku Dakwah Kreatif: Muharram, Maulid Nabi, Rajab dan Sya’ban tulisan Udji Asiyah disebutkan bahwa dinamakan bulan haram dikarenakan besarnya kehormatan dan keagungan bulan-bulan tersebut.

Abdullah bin Abbas RA, berkata: “Allah mengkhususkan empat bulan yang dijadikannya sebagai bulan-bulan haram, kehormatannya sangat agung, dosa-dosa pada bulan tersebut lebih besar (dari bulan-bulan lainnya) dan Dia menjadikan amal saleh dan pahalanya (di bulan-bulan lainnya) dan Dia menjadikan amal saleh dan pahalanya (di bulan tersebut) juga lebih besar.

4 Bulan Haram dalam Islam

Terkait bulan haram ini dijelaskan dalam hadits dari Abu Bakrah RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Zaman berputar seperti hari Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu terdiri dari 12 bulan, di antaranya 4 bulan Haram, tiga bulan berurutan, Zulkaidah, Zulhijjah, dan Muharram. Adapun Rajab yang juga merupakan bulannya kaum Mudhr, berada di antara Jumadil Akhir dan Sya’ban.” (HR Bukhari Muslim)

Hikmah Bulan Haram

Dari Ibnu Abbas RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:

Artinya: “Tidak ada amal yang lebih afdal dibanding amal pada hari-hari ini,” Mereka bertanya, “Tidak juga jihad?” Beliau menjawab, “Tidak pula oleh jihad, kecuali seseorang yang keluar untuk mengorbankan jiwa dan hartanya, lalu dia tidak kembali dengan sesuatu apapun.” (HR Bukhari)

Selain itu, bulan-bulan haram juga menjadi momentum pelipatgandaan amalan yang dikerjakan kaum muslimin sebagaimana termaktub dalam hadits yang berbunyi:

“Maka sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian semua haram (mulia) atas kalian seperti mulianya hari ini, di negeri ini, dan di bulan ini. Dan sesungguhnya kalian akan menghadap Tuhanmu sekalian dan Dia akan bertanya kepada kalian tentang amal perbuatkan kalian.” (HR Bukhari dan Muslim)

Imam Fakhruddin ar-Razi menjelaskan dalam tafsirnya bahwa bulan-bulan haram ini memiliki kekhususan di mana perbuatan baik mendapat pahala lebih besar, dan perbuatan buruk mendapat siksa lebih berat. Oleh karena itu, dalam tradisi Islam, bulan-bulan haram tetap diistimewakan dengan berbagai amalan dan ibadah yang dianjurkan.

(lus/aeb)



Sumber : www.detik.com

Hadits Para Nabi Masih Hidup di Alam Kubur, Apa Maksudnya?



Jakarta

Salah satu riwayat shahih menyebutkan bahwa para nabi masih hidup di dalam kubur mereka. Para Nabi tersebut disebutkan sedang dalam keadaan mengerjakan salat.

Hadits yang menjelaskan hal itu bersumber dari sahabat Anas bin Malik RA yang mengutip sabda Rasulullah SAW. Berikut bacaan hadits yang kemudian dishahihkan oleh Syekh Al-Albani dalam Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah,

الأنبياء أحياء في قبورهم يصلون


Artinya: “Para nabi itu hidup di dalam kubur mereka dalam keadaan mengerjakan salat.” (HR Abu Ya’ala dalam Kitab Masma’u Al Zawa’id)

Dalam riwayat lain juga disebutkan hal serupa sebagaimana Nabi Musa AS pernah disaksikan oleh Rasulullah SAW sedang mengerjakan salat dalam kuburnya. Dari sahabat Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda,

مَرَرْتُ عَلَى مُوسَى لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي قَبْرِهِ

Artinya: “Aku melewati Musa AS pada malam Isra di samping bukit pasir yang berwarna merah dalam keadaan berdiri mengerjakan salat dalam kuburnya.” (HR Muslim)

Berkenaan dengan amalan yang dilakukan para nabi tersebut, Anas bin Malik RA juga meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW yang pernah berkata pada sahabatnya, “Para nabi tidak dibiarkan di dalam kubur mereka setelah empat puluh hari, tetapi mereka bersembah sujud di hadapan Allah SWT hingga saat sangkakala ditiup (pada hari kiamat).”

Al Baihaqi berpendapat seperti diterjemahkan A. Shihabuddin dalam buku Membongkar Kejumudan bahwa hadits-hadits di atas bersanad shahih. Ia berkata bahwa kehidupan para nabi setelah wafat memang sudah banyak diberitakan oleh hadits shahih.

Selain itu, Ibnu Taimiyah menambahkan, Nabi Musa AS yang dilihat Rasulullah SAW mengamalkan salat di dalam kubur dan saat melewati lapisan langit ketika Isra Mi’raj bukanlah suatu fakta yang bertentangan. Sebab, sosok yang dilihat Rasulullah SAW itu adalah roh dari Nabi Musa AS yang disetarakan dengan keadaan malaikat.

“Roh itu kondisinya sama halnya dengan malaikat yang dalam sekejap dapat naik dan turun, kondisi roh itu tidaklah sama dengan kondisi badan,” terang Ibnu Taimiyah.

Senada dengan itu, dalam buku Tanya Jawab Islam yang disusun oleh Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah KTB (PISS-KTB) menjelaskan, roh yang mendominasi keadaan para nabi di alam kubur sebagaimana jasad yang mendominasi saat dalam keadaan hidup di dunia. Mereka dapat berpindah dengan cepat seperti kasus Nabi Musa AS yang dilihat oleh Rasulullah SAW.

Lebih lanjut, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam buku Ibrahim menjelaskan, sudah sepatutnya bagi muslim cukup mengimani sabda Rasulullah SAW dalam hadits tersebut tanpa mempertanyakan caranya. Namun, keimanan tersebut perlu diiringi dengan keyakinan bahwa kehidupan para nabi yang dimaksud adalah kehidupan alam barzakh bukan alam dunia.

Sebab itu pula, Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi menegaskan, tidak dibenarkan bila muslim meminta bantuan atau segala bentuk permintaan apapun kepada para nabi tersebut di dalam kubur. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Yunus ayat 106,

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۚفَاِنْ فَعَلْتَ فَاِنَّكَ اِذًا مِّنَ الظّٰلِمِيْنَ

Artinya: “Janganlah engkau sembah selain Allah, sesuatu yang tidak memberi manfaat kepadamu dan tidak (pula) memberi mudarat kepadamu, sebab jika engkau lakukan (yang demikian itu), sesungguhnya engkau termasuk orang-orang zalim.”

(rah/kri)



Sumber : www.detik.com