Tag Archives: pondok pesantren

Pengakuan Dokter yang Amputasi Korban Selamat dari Reruntuhan Ponpes Al Khoziny


Jakarta

Haikal (13) merupakan salah satu santri yang selamat dari maut di balik reruntuhan Pondok Pesantren Al Khoziny. Santri tersebut harus kehilangan kaki kirinya yang diamputasi dokter demi keselamatan hidupnya.

Amputasi dilakukan di RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo hingga Sabtu (4/10) dini hari sekitar pukul 00.30 WIB. Tindakan ini diambil setelah tim dokter menilai kondisi Haikal sudah masuk fase darurat medis.


Spesialis ortopedi dan traumatologi RSUD R.T Notopuro Sidoarjo, dr Larona Hydravianto menjelaskan alasan medis mengapa amputasi harus dilakukan. Menurutnya, hal ini berdasarkan indikasi medis lantaran Haikal mengalami dead limb.

“Kali kita sudah menyebutnya kaki kirinya atau tungkai bawah kirinya ini sudah sampai pada fase dead limb,” ujar Larona, Sabtu (4/10/2025), dikutip dari detik Jatim.

Dead limb berarti, kaki Haikal dianggap mati. Sebab, tak ada aliran darah ke tungkai bawah. Selain itu, kondisi jari-jari Haikal sudah membiru, keriput, dan tidak bisa digerakkan. Pemeriksaan USG Doppler juga memperkuat hasil tersebut.

“Artinya, dalam tanah kutip, kakinya ini sudah mati. Ya, itu ditandai juga sudah tidak adanya flow atau aliran darah ke tungkai bawah. Terus kemudian sudah teraba dingin, kemudian kulitnya juga sudah muncul bola-bola atau gelembung-gelembung air di permukaan kulit,” jelasnya.

Larona menegaskan, kondisi ini saja sudah merupakan indikasi amputasi. Namun ada hal lain yang lebih mengharuskan, yakni adanya sepsis atau infeksi sistemik.

Lanjutkan membaca di sini

(elk/suc)



Sumber : health.detik.com

Sound Horeg Bikin Resah Warga, Kemenag Minta Jangan Ganggu Ketertiban Umum



Jakarta

Sound Horeg kerap membuat resah masyarakat. Pasalnya, kehadiran sistem audio berukuran besar dengan suara sangat keras dan bergetar itu sering menimbulkan masalah.

Kementerian Agama RI (Kemenag) pun angkat bicara mengenai hal tersebut. Sekretaris Jenderal Kemenag, Kamaruddin Amin, meminta masyarakat untuk saling menghormati dan tidak mengganggu ketertiban umum.

“Kementerian Agama tentu menginginkan masyarakat, warga bangsa dari semua agama untuk kita bersama-sama berikhtiar menciptakan suasana sosial keagamaan yang kondusif,” ujar Kamaruddin Amin saat ditemui di acara “Kick Off Musabaqah Qira’atil Kutub” di Kantor Kemenag, Jakarta, Selasa (8/7/2025).


Kamaruddin menekankan pentingnya silaturahim dan interaksi sosial yang beradab. Menurutnya, setiap warga negara memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi dalam menciptakan suasana yang harmonis dan tertib.

“Jangan men-create masalah untuk orang lain, lah. Kira-kira intinya semua warga bangsa dituntut untuk meningkatkan kualitas silaturahimnya, interaksinya, agar masyarakat tidak mendapatkan masalah karena kita,” tegas Kamaruddin.

Sebagai institusi yang memiliki peran strategis dalam kehidupan beragama di Indonesia, Kemenag terus berupaya mendorong semua pihak untuk mengedepankan nilai-nilai Islam yang damai. Hal ini dilakukan melalui berbagai instrumen kelembagaan yang dimiliki.

“Kemenag punya banyak instrumen, seperti penyuluh, penghulu, guru, kiai, ulama, termasuk mitra-mitra seperti ormas keagamaan. Kami secara kelembagaan mendorong semua pihak untuk bersama-sama menghadirkan Islam yang damai,” jelasnya.

Oleh karena itu, Kemenag terus mengajak seluruh elemen masyarakat, dari berbagai latar belakang agama, untuk bersatu menciptakan suasana sosial keagamaan yang sejuk, tertib, dan saling menghormati. Tujuannya adalah agar agama benar-benar dapat menjadi instrumen positif dalam meningkatkan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara.

Seperti diketahui, dampak negatif dari penggunaan Sound Horeg kerap beredar di media sosial. Beberapa diantaranya adalah kerusakan fasilitas umum seperti pagar pembatas jembatan dan rumah warga.

Kondisi ini bahkan memicu beberapa ulama di daerah menyatakan keharaman Sound Horeg karena dinilai banyak menimbulkan mudharat. Fatwa haram tersebut dikeluarkan oleh Forum Satu Muharram 1447 Hijriah Pondok Pesantren (Ponpes) Besuk, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), penyelesaian masalah sound horeg tidak cukup hanya dengan fatwa. Melainkan perlu ditindaklanjuti secara kolaboratif oleh pemerintah dan aparat kepolisian.

“Polisi tentunya ya atau Satpol PP. Dan itu tidak bisa diselesaikan dengan fatwa saja, karena fatwa tidak mengikat pada dasarnya. Jadinya tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk melarang aktivitas yang mengganggu di masyarakat,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, dikutip dari laman MUI.

Kendati demikian, MUI belum mengeluarkan fatwa haram terkait fenomena sound horeg. Fatwa pengharaman yang beredar merupakan hasil dari bahtsul masail (diskusi masalah keagamaan) forum pesantren di Pasuruan, Jawa Timur.

“MUI Jawa Timur besok Rabu baru menyidangkan perkara ini dan mendatangkan pihak-pihak terkait, baik itu pelaku sound horeg, tokoh masyarakat, ahli THT. Jadi belum ada fatwa terkait hal tersebut,” tegasnya.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Menag Bicara Soal Penyebab Masih Maraknya Kekerasan terhadap Anak



Jakarta

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyoroti penyebab maraknya kekerasan pada anak. Ia menilai, hal ini berkaitan dengan kematangan orang tua.

Persoalan tersebut tak bisa hanya dibebankan kepada anak, melainkan juga menyangkut peran orang tua.

“Sebetulnya yang perlu diperbaiki bukan hanya anak, tetapi orang tuanya juga bertanggung jawab, ada orang tua dewasa secara umur tetapi childish secara kepribadian. Ada juga anak-anak masih muda kepribadiannya matang,” ungkap Menag usai menghadiri acara Hari Anak Nasional di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (20/7/2025).


Pria yang juga menjabat sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal itu juga mengklaim bahwa sarana pendidikan anak yang paling aman adalah pondok pesantren (Ponpes). Bukan tanpa alasan, ia berpendapat bahwa kehidupan di Ponpes lebih teratur.

Hal tersebut dapat dilihat dari segi statistik. Pola hidup anak di Ponpes juga cenderung lebih terkontrol.

“Maka kami mengimbau anak anak yang paling aman saat ini di pondok pesantren. Ponpes secara statistik anak yang lebih teratur, disiplin pola hidupnya lahir dan batin terpelihara, terkontrol saya kira ini yang sangat penting,” terang Menag Nasaruddin.

Selengkapnya mengenai respons Menag soal maraknya kekerasan anak bisa dibaca DI SINI.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Menag Resmikan Dapur MBG Pertama di Bone, Jadi Penggerak Ekonomi Warga



Jakarta

Menteri Agama Nasaruddin Umar meresmikan Dapur Makan Bergizi Gratis (Dapur MBG), di Pondok Pesantren Al-Ikhlas, Desa Ujung, Kabupaten Bone. Peresmian yang berlangsung pada Minggu (27/7/2025) ini menandai dimulainya program strategis pemenuhan gizi yang inovatif, sekaligus menjadi yang pertama di Kabupaten Bone.

“Kami berharap dapur ini dapat menjadi model layanan gizi yang tidak hanya sehat, tetapi juga berkelanjutan. Ini langkah penting dalam memperkuat sistem dukungan sosial dan pendidikan di lingkungan pesantren,” kata Menag Nasaruddin, dikutip dari laman Kemenag.


Selain itu, dapur MBG ini diharapkan bisa menjadi penggerak ekonomi lokal. Karena dapur akan memasok bahan pangan langsung dari masyarakat sekitar, termasuk nelayan, petani, dan peternak di Kabupaten Bone.

“Ikannya dari nelayan setempat, sayur-mayur dari pedagang lokal, ayam dan daging juga dari peternak di sekitar sini. Jadi, selain menyuplai makanan bergizi, dapur ini juga menjadi penggerak ekonomi warga. Manfaatnya akan dirasakan langsung oleh masyarakat,” paparnya.

Dalam kesempatan tersebut, Menag Nasaruddin mengapresiasi Badan Gizi Nasional dan Presiden RI atas inisiatif program ini. Menyebut pemilihan Kabupaten Bone sebagai lokasi perdana sebagai wujud nyata kehadiran negara di tengah masyarakat.

“Atas nama warga Desa Ujung dan sekitarnya, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Presiden dan BGN. Kami merasa sangat bangga dan gembira karena Bone dipilih menjadi tempat penyelenggaraan program ini,” tuturnya.

Kementerian Agama berkomitmen menjadikan Dapur MBG di Bone ini sebagai model percontohan nasional. Fasilitas yang ada akan terus dilengkapi agar kualitasnya melampaui standar yang ditetapkan BGN.

“Ini sejalan dengan visi Pondok Pesantren Al-Ikhlas sebagai pesantren berkelas internasional,” tegas pria yang juga menjabat sebagai imam besar Masjid Istiqlal itu.

Acara peresmian turut dihadiri oleh Deputi Bidang Promosi dan Kerja Sama Badan Gizi Nasional (BGN), Nyoto Suwignyo. Sejumlah pejabat daerah dan tokoh masyarakat setempat juga ikut menyaksikan.

Dapur MBG ini direncanakan akan mulai beroperasi penuh pada awal Agustus 2025, dengan target produksi 3.000 hingga 4.000 porsi makan siang per hari untuk para santri. Sekitar 50 juru masak akan bertugas dalam tiga shift selama lima hari kerja untuk memastikan kelancaran operasional.

(hnh/erd)



Sumber : www.detik.com

Kamaruddin Amin Kenang Momen Dilantik oleh Suryadharma Ali



Jakarta

Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), Kamaruddin Amin, mengenang momen saat dirinya pertama kali dilantik menjadi pejabat di Kementerian Agama oleh almarhum Suryadharma Ali (SDA). Momen tersebut menjadi bagian penting dalam perjalanan kariernya, sekaligus meninggalkan kesan mendalam terhadap sosok SDA.

“Saya pertama kali dilantik oleh beliau di Kementerian Agama, waktu itu saya menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. Itu salah satu momen yang sangat saya ingat,” ujar Kamaruddin saat ditemui di acara Halaqah Musyawarah Kerja Nasional dan Pelantikan Pengurus ISNU di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis (31/7/2026).

Kabar duka atas wafatnya Suryadharma Ali pada Kamis pagi (31/7/2025) membawa kesedihan tersendiri bagi Kamaruddin. Ia menyampaikan belasungkawa mendalam atas berpulangnya mantan Menteri Agama RI itu.

“Atas nama ISNU kami turut berduka sedalam-dalamnya. Semoga beliau mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Mari kita kirimkan Al-Fatihah untuk almarhum,” ucapnya.

Kamaruddin menyebut Suryadharma sebagai sosok yang disiplin dan penuh dedikasi. Menurutnya, almarhum tak hanya dikenal sebagai politisi dan aktivis, tetapi juga figur yang memiliki komitmen kuat terhadap kerukunan umat beragama.

“Beliau punya ide jalan santai kerukunan di seluruh Indonesia, dan saya beberapa kali mendampingi beliau ke daerah. Itu bukti perhatian besar beliau terhadap isu kerukunan antarumat beragama di Tanah Air,” kenangnya.

Karena kesibukan di acara ISNU, Kamaruddin mengaku belum sempat melayat ke rumah duka. Namun ia memastikan niat untuk datang secara pribadi bila waktunya memungkinkan.

Seperti diketahui, Kamaruddin Amin baru saja dilantik menjadi ketua umum ISNU periode 2025-2030.

“Kalau sempat, insya Allah saya akan ke sana,” ucapnya pria yang juga menjabat sebagai Sekjen Kemenag itu.

Suryadharma Ali meninggal dunia di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Kamis (31/7/2025) pukul 04.25 WIB. Jenazahnya dimakamkan di Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Imbas Kasus Santri Dihukum Cambuk di Malang, MUI Minta Pesantren Ubah Cara Didik



Jakarta

Kasus penganiayaan seorang santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Pakisaji, Kabupaten Malang, menjadi sorotan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Buntut dari insiden ini, MUI menyarankan lembaga pendidikan, khususnya pesantren, untuk mengubah metode hukuman dan bimbingan kepada para santri agar lebih edukatif dan humanis.

Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas, menyoroti adanya pergeseran cara pandang masyarakat terhadap metode pendidikan. Menurutnya, hukuman fisik seperti cambuk atau pukulan yang dulu dianggap wajar, kini tidak lagi relevan.

“Memang dunia pendidikan kita saat ini sudah berubah. Dahulu, jika ada anak didik yang berbuat salah, maka oleh sang guru, sang anak didik dipukul dengan rotan atau lidi dan lainnya dan orang tua tidak protes,” kata Anwar Abbas saat dihubungi, Minggu (3/8/2025), dilansir detikNews.


“Tapi cara-cara seperti itu hari ini telah dikritik banyak orang karena sadis dan tidak menghargai hak asasi anak,” sambungnya.

Anwar Abbas menegaskan, cara mendidik dan menghukum anak harus disesuaikan dengan zaman. Ia berharap, metode yang digunakan bisa lebih halus namun tetap efektif.

Sebagai alternatif, Anwar Abbas menyarankan pendekatan dialog. Guru atau pengasuh bisa mengajak santri berdiskusi untuk menunjukkan kesalahan mereka dan mengajari perilaku yang benar.

“Ajak anak berdialog dengan tujuan untuk menunjukkan dan memberitahu anak didik bagaimana dia seharusnya berbuat dan bertingkah laku. Pihak guru harus bisa mengajarkan kepada anak didiknya mana tindakan yang benar dan mana yang salah yang disampaikan melalui kata-kata dan cara-cara yang sebaik-baiknya,” ujarnya.

“Dengan kata lain sang guru atau pendidik harus bisa memberi tahu anak-anak didiknya tentang adab dan tata tertib serta cara bertingkah laku yang terpuji yang harus mereka patuhi tanpa harus melakukan hukuman fisik kepada sang anak didik,” lanjutnya.

Pengasuh Ponpes Jadi Tersangka

Kasus yang memicu imbauan dari MUI ini bermula dari penganiayaan terhadap seorang santri berinisial AZ (14) di Ponpes Pakisaji, Kabupaten Malang. Pihak kepolisian telah melakukan penyelidikan dan menetapkan salah satu pengasuh ponpes berinisial B sebagai tersangka.

Penetapan tersangka ini dilakukan setelah Polres Malang menggelar perkara kasus penganiayaan tersebut.

“Hasil gelar perkara, yang bersangkutan kita tetapkan sebagai tersangka,” ungkap Kanit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Malang Aiptu Erlehana, seperti dilansir dari detikJatim.

Artikel ini sudah tayang di detikNews. Baca selengkapnya di sini.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Menag Dukung CKG di Sekolah Agama, Layani 12,5 Juta Siswa Lintas Agama



Jakarta

Kementerian Agama (Kemenag) hari ini mengadakan Cek Kesehatan Gratis (CKG) di madrasah dan pesantren. Hal ini sebagai bentuk usaha untuk menghasilkan khalifah atau pemimpin masa depan.

“Program Cek Kesehatan Gratis ini adalah bagian dari ikhtiar bersama untuk menyiapkan generasi muda yang sehat secara jasmani dan rohani,” kata Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar dalam keterangan persnya di Pondok Pesantren Asshidiqiyah, Jakarta Barat, Senin (4/8/2025).


Langkah ini sejalan dengan prinsip dasar semua agama. Yakni menggarisbawahi pentingnya menjaga kesehatan sebagai bentuk ketaatan dan keberlanjutan hidup.

Dengan tubuh yang sehat, manusia dapat beraktivitas dan beribadah dengan maksimal.

“Tidak mungkin kita bisa menjadi hamba yang taat kalau sakit-sakitan. Dan tidak mungkin kita menjadi khalifah yang sukses kalau penyakitan,” tutur Menag Nasaruddin Umar.

“Maka kesehatan dan kebugaran ini sangat penting (untuk) menjadi hamba yang taat dan menjadi khalifah,” lanjutnya.

Program CKG ini ternyata tidak hanya menyasar madrasah dan pesantren. Tetapi juga lembaga pendidikan keagamaan lainnya, seperti sekolah Kristen, Katolik, Hindu (Widyalaya), dan Buddha (Dhammasekha).

Langkah ini menunjukkan komitmen Kemenag untuk memberikan pelayanan inklusif lintas iman. Total ada lebih dari 12,5 juta peserta didik di bawah naungan Kemenag yang berpotensi mendapatkan layanan CKG.

Berikut rinciannya:

  • 9.179.847 siswa Madrasah (MI, MTs, MA)
  • 3.339.536 santri pondok pesantren
  • 18.090 siswa pendidikan Kristen
  • 7.032 siswa pendidikan Katolik
  • 3.421 siswa pendidikan Hindu (Widyalaya)
  • 1.069 siswa pendidikan Buddha (Dhammasekha Formal)

Menag berharap, lembaga pendidikan keagamaan bisa menjadi garda terdepan dalam menyukseskan program ini.

“Saya ingin lembaga pendidikan agama dan keagamaan menjadi contoh terdepan dalam pelaksanaan program ini,” tukasnya.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Harga Singkong Anjlok, Masjid Nurul Ashri Borong 15 Ton Bantu Petani Gunung Kidul



Jakarta

Masjid Nurul Ashri Yogyakarta mengajak masyarakat ikut andil membeli singkong dari petani Gunung Kidul. Dana yang terkumpul akhirnya digunakan untuk membeli 15 ton singkong.

Singkong dalam jumlah banyak ini nantinya akan didistribusikan untuk kegiatan sosial. Daftar penerimanya antara lain panti asuhan, pondok pesantren hingga alokasi untuk konsumsi jelang perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia di tanggal 17 Agustus mendatang.

Sebelumnya diinformasikan bahwa harga singkong di wilayah Gunung Kidul, Yogyakarta anjlok drastis, per kilonya hanya dihargai Rp 500. Tentu saja bagi petani, ini menjadi pukulan berat karena hasil panen yang diharapkan justru tidak memberi keuntungan.


Situasi ini diketahui oleh pengurus Masjid Nurul Ashri saat mereka menyalurkan air bersih ke wilayah terdampak. Kabar tersebut diperkuat oleh unggahan akun lokal Gunung Kidul di media sosial, yang memicu rasa kepedulian dari berbagai pihak.

Inisiatif Gotong Royong

Melihat kondisi tersebut, Masjid Nurul Ashri mengambil langkah konkret dengan mengajak jamaah dan masyarakat untuk memborong hasil panen singkong petani. Gerakan ini kemudian diposting di media sosial dan langsung mendapat respon positif.

Tidak hanya bergerak sendiri, pengurus masjid juga mengajak masjid-masjid lain, lembaga sosial, dan komunitas untuk ikut membantu.

Kepala Program Baitul Maal Nurul Ashri, Sunyoto mengatakan bahwa antusias masyarakat untuk membantu petani singkong sangatlah luar biasa.

“Lebih dari 700 – 1.000 orang (ikut berpartisipasi). Akumulasi 704 orang di Nurul Ashri dan lebih dari 200 orang dari Baznas Kota Yogyakarta. Dana yang terkumpul dibelikan 15 ton singkong,” kata Sunyoto saat dihubungi detikHikmah, Rabu (13/8/2025).

Distribusi Singkong

Penggalangan dana untuk membeli singkong telah ditutup sejak Selasa, 12 Agustus 2025.

“Total penerima manfaat dari sedekah singkong mencapai 10 ribu orang dan sementara jastip singkong kami tutup ya,” tulis keterangan pada postingan di akun instagram Masjid Nurul Ashri.

Sunyoto menjelaskan, singkong yang telah dibeli tidak dijual kembali, tetapi sepenuhnya dialokasikan untuk kepentingan sosial.

Singkong akan disedekahkan antara lain ke:

  • Panti asuhan
  • Pondok pesantren
  • Konsumsi masyarakat saat perayaan malam 17 Agustus
  • Masjid-masjid lain di DIY dan sekitarnya
  • Rumah ibadah atau komunitas non-muslim yang membutuhkan

“Siapapun boleh menerima bantuan ini selama tidak digunakan untuk diperjualbelikan,” tegas Sunyoto.

Gerakan yang Sudah Menjadi Tradisi

Bagi Masjid Nurul Ashri, aksi seperti ini bukanlah yang pertama. Pihak pengurus masjid sering melakukan pembelian hasil panen ketika harga komoditas pertanian anjlok. Bahkan, hingga kini, setiap pekan mereka rutin membeli sayuran langsung dari petani untuk dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Masjid yang berdiri sejak tahun 1980 dan berlokasi di Kompleks Perumahan UNY ini telah menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial. Pergerakan sosialnya semakin meluas sejak berdirinya Baitul Maal Nurul Ashri pada 2019, yang fokus menangani berbagai isu seperti darurat pangan, bantuan sembako untuk fakir miskin dan dhuafa, pembangunan MCK, program makan nasi seribuan, respon bencana, qurban hingga bantuan untuk petani di berbagai daerah.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Cinta Harus Memiliki, Belajar Ikhlash Dari Wali



Jakarta

Santri laki sangat ingin menikahi putri Kyai. Naluri wajar yang jarang dijumpai. Tapi itulah situasi yang pernah terjadi. Di sebuah pondok pesantren di masa teknologi masih belum semaju saat ini.

Pada saat itu mengisi bak mandi masih menggunakan air yang harus dibeli. Dari penjual air yang berlokasi di sekitar rumah. Masih di dalam satu kampung yang sama.

Peristiwa itu terjadi di salah satu pondok pesantren (Ponpes) di Makkah. Ponpes itu menampung putra-putri. Tentu saja santri putra dan santri putri berbeda lokasi. Sehingga mereka pasti tidak dapat saling menemui.


Sang Syech atau Kyai memiliki seorang putri. Kecantikannya banyak dikenali masyarakat sekitar. Banyak pemuda yang ingin menikahi. Termasuk salah seorang santri Kyai.

Jangankan melihat putri Kyai, melihat santri putri saja pasti harus dijauhi.
Namun santri satu ini sangat punya nyali. Ada saja akal pikiran yang dipunyai. Ia berusaha berjualan air. Tujuannya pasti agar bisa mudah, masuk lokasi putri. Karena penjual air bila mengisi air ke dalam bak mandi harus mengantarnya sendiri. Usaha itu dalam upayanya bisa kenal dengan putri Kyai. Bukankah putri Kyai juga memiliki lokasi, belajar dan beraktifitas di sekitar lokasi santri putri.

Bisa diduga bahwa tujuan santri berjualan air bukan tujuan asli. Apalagi untuk Kyai ia mematok diskon tinggi. Lebih aneh lagi ia tidak menjual air kecuali hanya kepada Ponpes Kyai.

Beberapa waktu berlalu. Rupanya sang Kyai memahami. Boleh jadi karena beliau seorang wali. Bahwa santri laki itu berjualan air tapi punya maksud mengincar putri Kyai. Lalu beliau Kyai memanggil santri laki itu sambil berujar, “Nak, apakah kamu sengaja berjualan air hanya ke sini saja. Tidak kepada keluarga lain. Hanya karena ingin kenal putriku. Lalu bisa menjadi menantuku?”
“Inggih (ya) Kyai,” jawab santri itu polos.

Baiklah. Kalau kamu berniat sungguh-sungguh ingin memiliki putriku, menikahinya, boleh. Tidak harus melalui berjualan air ke sini.” Sambung Kyai dengan ramah dan tenang.
“Terus saya harus bagaimana Kyai?” Tanya santri itu dengan hati yang berbunga-bunga karena begitu bahagianya. Betapa tidak, sang Kyai seolah begitu saja dengan mudah akan “merestui”. Sedang dirinya hanyalah seorang santri yang bukan keturunan Kyai. Ada juga perasaan belum wajar, tetapi bagaimana lagi. Demi keinginan sejati menikahi putri Kyai.

“Kalau kamu sungguh-sungguh, mulai besok datanglah ikut berjemaah di masjidil haram. Kamu wajib ada di shaf pertama.” Lanjut Kyai sambil menatap santri itu meyakinkan.
“Itu harus kamu lakukan selama empat puluh hari tampa putus, terus menerus.” Lanjut beliau sambil menekankan suaranya. Tanda serius.

“Baik Kyai, insyaAllah akan segera saya laksanakan mulai besok hari.” Secepat kilat santri itu menjawab. Seolah merasa sarat yang diberikan Kyai akan bisa dengan mudah dia lalui. Tidak harus lebih dulu menjadi wali. Tidak juga harus punya duit banyak sekali. Bukan itu semua. Hanya ikut shalat berjemaah di shaf awal di masjidil Haram. Mudah sekali. Gumamnya di dalam hati.
Segera santri itu menyiapkan diri untuk menyanggupi seluruh yang dipesankan Kyai.

Esok harinya santri itu mulai berjemaah di shaf pertama. Niatnya antara lain pasti supaya keinginannya terpenuhi. Menikahi putri Kyai. Yang kecantikannya sulit ditandingi. Satu hari, dua hari, tiga sampai sepuluh hari. Bayangan bisa menyunting putri Kyai masih membayangi. Walau tak sepenuh bayangan pertama kali mengikuti shalat berjemaah di shaf awal itu.

Setelah masuk hari ke sebelas, dua belas, terus sampai lewat empat puluh hari. Bayang keinginan menikahi putri Kyai, berganti dengan kenikmatan shalat berjemaah di shaf awal. Kenikmatan yang selama ini belum pernah ia alami.

Melewati empat puluh hari sesuai janji. Kyai menjemputnya, menggandengnya pulang demi menepati janji. Menikahkan putrinya dengan si santri. Namun apa yang terjadi?

Ketika Kyai berkata kepada santri,”Nak, hayo pulang. Sesuai dengan janjiku tempo hari. Sekarang sudah selesai sarat yang aku ajukan. Sekarang waktunya aku nikahkan engkau dengan putriku.” Ujar Kyai penuh yakin.

Sebaliknya. Jawaban santri itu ternyata di luar ekspektsi Kyai. “Mboten (tidak) Kyai, kenikmatan shalat jemaah di shaf awal di masjidil haram, mboten saged (tidak bisa) ditukar dengan hanya sekedar seorang putri. Mboten.” Santri itu menolak sopan ajakan Kyai.

Rupanya. Berawal dari niat ingin menikahi putri Kyai, lalu menekuni shalat berjemaah di lokasi paling diminati (dekat Ka’bah di shaf awal) secara istiqamah. Bergeser menjadi perbuatan ikhlash. Ikhlash menuntunnya untuk nikmat mencintaiNya. Cinta yang tak mungkin ditukar dengan apa pun selainNya. Termasuk cinta kepada putri Kyai.

Merasa bertambah kagum kepada si santri. Kyai mencoba merendah dan mengulangi ajakannya kembali. “Nak, hayo pulang dulu. Saya sangat ingin dan sangat butuh orang yang ikhlash menjadi menantuku.”
Demi tersentuh kata-kata ikhlash. Yang pasti berbeda terbalik dengan niat santri pertama kali pergi shalat jemaah di shaf awal. Santri itu terlihat tidak tega menolak ajakan Kyai.

“Injih Kyai, kalau karena ikhlash saya bersedia menikahi.” Terlihat wajah Kyai itu seketika berganti cerah. Secerah sinar mentari yang mulai beranjak tinggi. Lalu mereka bersama-sama pergi menuju rumah Kyai.

Ikhlash memang bukan perbuatan ringan seringan jatuhnya rintik hujan dari awan. Tapi ikhlash ternyata bisa ditimbulkan melalui kebiasaan. Kebiasaan melakukan kebaikan berulang-ulang. Kebaikan yang dilakukan secara istiqamah. Terus menerus sampai lupa ingatan terhadap maksud kurang ikhlash sebagaimana niat di awal perbuatan. Sampai muncul kenikmatan tak tergantikan. Kenikmatan mampu merasakan nikmatnya cinta Tuhan.

Jangankan shalat jemaah istiqamah di shaf awal. Menyiapkan makanan kucing, hewan-hewan peliharaan. Bukan karena ingin supaya si hewan membalas kebaikan tuannya, taat, nurut kepada pemiliknya. Tapi niat hanya demi Tuhan, itu pun bisa mengundang ikhlash. Sebutan yang kebanyakan orang menganggapnya sulit didapatkan.

Menahan membuang sampah di jalan. Bukan takut dikira kurang mengerti kebersihan. Juga bukan karena takut kelihatan orang. Namun demi menjaga kebersihan sesuai amanat Tuhan. Itu bisa menjadi ikhlash yang sering di luar perhatian.

Berusaha secara istiqamah menahan diri dari ujaran yang menimbulkan kegelisahan, ujaran yang kurang wajar. Menggantinya dengan ujaran baik yang selalu bermakna kebaikan di jalan Tuhan. Itu pula menjadi jalan ikhlash yang sangat mengundang tingginya kehormatan. Kehormatan di sisi Tuhan. Kehormatan di antara seluruh makhluk Tuhan.

Cinta santri laki itu kepada putri Kyai. Ternyata memang berakhir dengan memilikinya. Kisah perjalanan ikhlash salah seorang wali.

Semoga setiap kita berkenan berlatih untuk menikmati jalan ikhlash. Jalan mencapai cinta sejati kepadaNya, sampai mampu memiliki cintaNya, aamiin!

Abdurachman

Penulis adalah Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Pemerhati spiritual medis dan penasihat sejumlah masjid di Surabaya.

Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih-Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com