Tag Archives: ppp

Menag Nasaruddin Umar hingga Tokoh Politik Melayat ke Rumah Duka Suryadharma Ali



Jakarta

Sejumlah tokoh politik nasional terlihat melayat ke rumah duka mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali, untuk memberikan penghormatan terakhir.

Mengutip CNN Indonesia, Kamis (31/7/2025), hadir di rumah duka antara lain Menteri Agama Nasaruddin Umar, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, serta sejumlah tokoh politik lainnya.

Menteri Agama Nasaruddin Umar tiba di rumah duka yang berlokasi di kawasan Jakarta Timur. Ia tampak mengenakan kemeja abu-abu dan songkok hitam.


Selain itu, Jusuf Kalla turut hadir mengenakan batik bernuansa ungu. Wakil Presiden ke-13 RI, Ma’ruf Amin, juga tampak hadir, begitu pula Sinta Wahid, istri mendiang Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid.

Beberapa tokoh politik lainnya yang turut melayat antara lain Menko PMK Muhaimin Iskandar, Menteri Kebudayaan Fadli Zon, tokoh PPP Romahurmuziy, politisi senior PAN Hatta Rajasa, serta mantan Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad.

Suryadharma Ali wafat pada Kamis pagi pukul 04.25 WIB di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta. Jenazah disemayamkan di rumah duka di Jalan Cipinang Cempedak, Jatinegara, Jakarta Timur, sebelum dimakamkan di Pondok Pesantren Miftahul ‘Ulum, Cikarang Barat, Bekasi.

Semasa hidupnya, Suryadharma Ali dikenal sebagai tokoh penting dalam politik nasional. Ia menjabat sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) selama dua periode, dari 2007 hingga 2014. Ia juga pernah dua kali menduduki posisi menteri pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu sebagai Menteri Negara Koperasi dan UKM (2004-2009) serta Menteri Agama (2009-2014).

(lus/erd)



Sumber : www.detik.com

Pemimpin Yang Melayani



Jakarta

Setiap dari kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya. Jika kita sebagai kepala rumah tangga, maka yang kita pimpin adalah keluarga. Jika kita sebagai pemimpin negeri, maka yang kita pimpin adalah warga yang berada di negeri tersebut. Paling tidak kita adalah pemimpin bagi diri kita sendiri. Baik buruknya pribadi tergantung bagaimana kita dalam memimpin diri.

Seorang pemimpin itu adalah pelayan terhadap rakyat/warga yang dipimpinnya. Salah satu ciri pemimpin sejati ialah melayani. Ibarat pelayan pada suatu restoran yang selalu rela melayani semua pengunjung tanpa terkecuali. Yang memenuhi kebutuhan pengunjung satu per satu dengan sigap dan rendah hati. Yang senantiasa mendengarkan berbagai keluhan dan saran sehingga kedepannya bisa lebih baik lagi.

Pelayanan kepada warganya yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. telah membuat hati Adi bin Hatim menancapkan keimanan. Dikisahkan, ia berjalan bersama Rasulullah Saw. Menuju rumah. Di tengah jalan ada seorang wanita lemah dan tua yang berjumpa dengan Rasulullah Saw. Wanita tua itu berkata, “Wahai Rasulullah, aku ingin berbicara denganmu! Adi berkata, Rasulullah Saw. berdiri lama menunggu wanita itu. Kala itulah aku berkata, “Demi Allah ini pasti bukan seorang raja!”


Tindakan tersebut betul-betul menunjukkan sebagai pemimpin yang melayani warganya. Hal ini susah kita temukan pada masa kini seorang pemimpin yang dengan sabar menanti seseorang yang ingin berbicara. Biasanya warga yang ada keperluan diminta hadir sebelumnya dan ada beberapa pembatasan.

Kisah ini berkaitan dengan semangat melayani warga, dikisahkan Amirul Mukminin Umar bin Khathab yang sangat dikenal di kalangan kaum muslim. Suatu malam, sebagaimana agenda rutinnya untuk turba -turun kebawah- khalifah Islam kedua itu berjalan menyusuri setiap lorong-lorong kota Madinah. Beliau mendengar tangis seorang anak yang kelaparan, tapi ibunya tidak memiliki sesuatu untuk dimakan. Dia terpaksa memasak batu untuk menghibur anak-anaknya sekadar menghentikan tangisannya. Sebagai pemimpin kaum Muslim, hati Umar bin Khathab merasa amat terpukul karena ada warganya yang tidak memiliki persediaan makanan sehingga anaknya menangis karena kelaparan. Maka, khalifah bergegas pergi mengambil bahan makanan dan mengantarkannya sendiri kepada keluarga janda yang sedang menderita. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, khalifah dengan senang hati bertindak menjadi pelayan ummat (khadimul ummah) dalam arti sebenar-benarnya.

Amirul Mukminin adalah sosok pemimpin yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Di antara ungkapan beliau yang terkenal adalah sayyidul qaumi khadimuhum (pemimpin kaum di antaranya diukur dari mutu pelayanannya). Bukan khadi’uhum (pandai menipu mereka). Bahkan, apabila ada salah seorang warganya yang mengeluhkan pola kepemimpinannya, beliau selalu bermuhasabah diri, hingga tidak bisa memejamkan mata semalam suntuk.

Adapun ciri-ciri atau karakter pemimpin yang suka melayani adalah :
1. Sebagai pemimpin pelayan, selalu menempatkan dirinya untuk bisa selalu membantu dan mendorong teamnya hingga mencapai kinerja tinggi.
2. Memberikan kewenangan sesuai dengan tingkatan, sehingga tidak semua hal harus melalui dirinya. Dengan demikian pemimpin telah menjadikan organisasi itu produktif yang mana di dalamnya ada kesiagaan kerja dan ketaatan.
3. Memiliki akhlak yang tinggi dan menunjukkan sikap penuh harapan ( optimis ).

Ihsan dalam kekuasaan merupakan perbuatan baik kepada rakyat dan menghilangkan keburukan dari mereka, membantu orang yang menderita, menolong orang yang terzalimi. Oleh karena itu orang-orang ( pemimpin ) yang adil berada diatas mimbar cahaya di sisi kanan Allah Swt.

Sebagaimana firman-Nya dalam surah Yusuf ayat 55 yang artinya, “Dia (Yusuf) berkata, “Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan.”
Maksud ayat ini adalah, Yusuf meminta kepada raja supaya semua urusan yang berhubungan dengan perekonomian negara diserahkan kepadanya agar dia dapat mengaturnya dengan sebaik-baiknya guna menghindari bahaya kelaparan, walaupun musim kemarau amat panjang. Selanjutnya Yusuf mengetengahkan rencana jangka panjangnya.

Seorang penguasa ( pemimpin ) akan mendapat pahala atas segala kebaikan yang ia datangkan kepada rakyatnya, juga atas usahanya menolak semua kejahatan yang mengancam atau berpotensi mengancam rakyatnya. Dalam firman-Nya pada surah al-Baqarah ayat 220 yang artinya, “Tentang dunia dan akhirat. Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, “Memperbaiki keadaan mereka adalah baik!” Dan jika kamu mempergauli mereka, maka mereka adalah saudara-saudaramu. Allah mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan. Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia datangkan kesulitan kepadamu. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

Akan lebih baik jika karakter seorang pemimpin pelayan juga berkarakter dan menjunjung amanah yang teguh, adil serta lemah lembut pada rakyat. Bersih tidak terlibat manipulasi maupun korupsi adalah syarat mutlak. Semoga Allah Swt. memberikan pemimpin negeri ini seorang pelayan dan bersih, berakhlak mulia serta lebih mementingan rakyatnya daripada dirinya, keluarga dan golongannya.

*)Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(nwk/nwk)



Sumber : www.detik.com

Kebebasan Beragama



Jakarta

Setiap hamba bebas memilih agama sesuai dengan pengalaman keagamaannya dan sesuai dengan keyakinan pribadinya. Bahkan Hak Asasi Manusia telah disebutkan tentang hak asasi manusia dasar secara rinci, yang salah satunya adalah kebebasan kepentingan dan agama. Detailnya juga dipraktikkan di Indonesia menurut Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Republik Indonesia, dikatakan bahwa negara menjamin kebebasan bagi rakyat untuk memeluk agama pilihan mereka. Selanjutnya dalam Islam, juga mengatur kebebasan beragama sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran. Tulisan ini akan menelaah bagaimana kebebasan beragama berdasarkan surah al-Baqarah ayat 256 yang berbunyi, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam),sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Sebab turunnya ayat tersebut, sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Katsir yang bersumber dari sahabat Ibnu ‘Abbas adalah seorang laki-laki Anshar dari Bani Salim Ibn ‘Auf yang dikenal dengan nama Husain mempunyai dua anak laki-laki yang beragama Nasrani. Sedangkan ia sendiri beragama Islam. Husain menyatakan kepada Nabi “Apakah saya harus memaksa keduanya? (untuk masuk Islam), karena mereka tidak taat padaku dan tidak mau meninggalkan agama Nasrani itu.” Lantas Allah SWT menurunkan ayat tersebut untuk menjawab permasalahan itu, bahwa tidak ada paksaan dalam menerima suatu agama. Islam tidak membenarkan adanya intimidasi dan paksaan dalam beragama. Ketaatan dan kepatuhan bukan lahir dari paksaan, batin yang jernih dan menerima ajaran Allah SWT maka tumbuhkan tauhid dan menjalankan perintah serta menjauhi larangan-Nya.

Ingatlah bahwa masyarakat bernegara yang dibangun oleh Rasulullah SAW lahir berdasarkan kontrak sosial dibuat dan disetujui bersama oleh seluruh penduduk Yatsrib dan sekitarnya. Itulah fondasi bernegara yang terdapat dalam Piagam Madinah. Piagam ini dibuat sebelum Perang Badr (2 H / 624 M). Saat itu masyarakat yang menyetujui Piagam tersebut adalah masyarakat yang majemuk, baik dari keturunan, budaya dan agama. Saat itu penduduk Muslim kurang lebih 1.500 orang dari total penduduk yang berjumlah 10.000 orang. Disini jelas kemampuan kepemimpinan Rasulullah Saw. dalam menyatukan warganya.


Dari 47 butir dalam Piagam Madinah ada dua pasal yang melandasi kebebasan beragama yaitu pasal 25 dan pasal 33. Dalam kedua pasal ini intisarinya adalah kaum Yahudi dan kaum Muslim, mereka merdeka dalam menjalankan agamanya masing-masing. Ajaran menghargai keyakinan selain Islam dalam pemerintahan kaum muslimin, selalu terjaga setelah wafatnya Rasulullah Saw. Hal ini ditunjukkan oleh para Amirul Mukminin yang berpesan saat berjuang mengajak ke jalan Allah SWT agar tidak merusak rumah peribadatan.

Mengenai kebebasan beragama dan berkeyakinan, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 Pasal 18 menjelaskan sebagai berikut:
Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsyafan batin dan agama, termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, kebebasan untuk menyatakan agama dan kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum maupun privat.

Konvensi Eropa bagi Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan-kebebasan Dasar 1950 Pasal 9 ayat (1) dan (2) menyatakan sebagai berikut:

(1) Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama; termasuk di sini kebebasan untuk berganti agama atau kepercayaan dan kebebasan baik secara sendiri maupun bersama- sama orang lain, terbuka maupun diam-diam untuk mewujudkan agama atau kepercayaannya melalui peribadatan, pengalaman dan pentaatan.

(2) Kebebasan seseorang untuk mewujudkan agama dan kepercayaannya hanya boleh dikenai pembatasan yang diatur dengan undang-undang dan diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis demi kepentingan keselamatan umum untuk menjaga ketertiban, kesehatan atau kesusilaan umum atau untuk menjaga segala hak dan kebebasan orang lain. Adapun di negeri kita juga masuk dalam pada 28E ayat 1 dan ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi:

  • Hak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara, dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
  • Hak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Piagam Madinah yang dibuat dan diterapkan kurang lebih 1.400 tahun lalu menjadi sumber Undang-undang. Adapun Hak Asasi Manusia dideklarasikan tentang kebebasan beragama baru 75 tahun an yang lalu, sedang konvensi Eropa bagi perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar baru berusia 73 tahun lalu. Artinya Rasulullah SAW telah meletakkan landasan yang tepat bagi kehidupan seluruh umat manusia. Makna Islam Rahmatan lil ‘Alamin adalah Islam yang kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam semesta. “Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS al-Anbiya’ ayat 107).

Ayat tersebut menegaskan bahwa ajaran Islam yang dipahami secara benar akan mendatangkan rahmat untuk semua orang, baik Islam maupun nonmuslim, bahkan untuk seluruh alam. Islam tidak membenarkan ada diskriminasi karena perbedaan agama, suku, ras, dan bangsa. Itu tidak boleh dijadikan alasan untuk saling berpecah belah. Seorang muslim mempercayai, bahwa seluruh umat manusia adalah keturunan Adam. Dan Adam diciptakan dari tanah. Perbedaan suku, bangsa, dan warna kulit, adalah bagian dari tanda-tanda kekuasaan dan kebijaksanaan Allah SWT dalam menciptakan dan mengatur makhluk-Nya.

Maka jelas bahwa tonggak tata laksana kehidupan telah dibuat oleh utusan-Nya kurang lebih 1.400 tahun lalu dan saat ini telah menjadi inspirasi bagi negara-negara, organisasi dunia dan lain-lain dalam masalah kebebasan beragama. Semoga Allah SWT selalu membimbing kita dalam menjalankan kehidupan dengan harmonis diantara para umat manusia.

*) Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025

Ketua Dewan Pembina HIPSI ( Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terimakasih – Redaksi)

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com