Tag Archives: qadha ramadan

Doa Buka Puasa Senin Kamis dan Qadha di Bulan Muharram


Jakarta

Puasa Senin Kamis dan qadha Ramadan menjadi ibadah yang bisa dikerjakan pada bulan Muharram. Sebelum berbuka, umat Islam bisa membaca doa buka puasa sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW.

Puasa Senin dan Kamis adalah ibadah sunnah yang kerap dilakukan Rasulullah SAW. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits,

كان يَتَحَرَّى صيامَ الاثنينِ والخميسِ


Artinya: “Rasulullah biasa menaruh pilihan berpuasa pada hari Senin dan Kamis.” (HR Ibnu Majah, Tirmidzi, & Nasa’i)

Menurut hadits lain yang terdapat dalam Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq yang diterjemahkan Abu Aulia dan Abu Syauqina, Rasulullah SAW suka berpuasa pada Senin dan Kamis karena hari tersebut adalah waktu dilaporkannya amal. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, saat Rasulullah SAW ditanya mengenai puasa Senin dan Kamis, beliau menjawab,

إِنَّ الْأَعْمَالَ تُعْرَضُ كُلَّ اثْنَيْنِ وَخَمِيْسٍ فَيَغْفِرُ اللَّهُ لِكُلِّ مُسْلِمٍ أَوْ لِكُلِّ مُؤْمِنٍ إِلَّا الْمُتَهَاجِرَيْنِ فَيَقُولُ : أَخِّرُهُمَا

Artinya: “Sesungguhnya amal-amal manusia dilaporkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis. Lalu Allah mengampuni setiap muslim atau setiap mukmin, kecuali dua orang yang saling menjauh. Allah berkata, ‘Tangguhkanlah untuk keduanya’.” (HR Ahmad dalam Musnad Ahmad)

Selain puasa Senin dan Kamis, puasa lain yang bisa dikerjakan pada Muharram adalah qadha Ramadan. Tidak ada waktu-waktu khusus untuk mengqadha puasa, tapi jika mengacu pada keutamaan Muharram, umat Islam bisa mengerjakan puasa pada bulan ini.

Rasulullah SAW bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ.

Artinya: “Sebaik-baik puasa setelah bulan Ramadan adalah puasa bulan Muharram dan sebaik-baik salat setelah salat wajib adalah salat malam.” (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Doa Buka Puasa Senin Kamis

Puasa dilakukan sejak terbit fajar hingga terbenam matahari, menurut kesepakatan ulama. Begitu masuk waktu berbuka, umat Islam bisa mengawalinya dengan membaca doa buka puasa. Menukil kitab al-Adzkar terjemahan Ulin Nuha, berikut beberapa doa buka puasa yang bisa dipanjatkan sebagaimana terdapat dalam hadits.

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ

Dzahabaz zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru, insyaallah.

Artinya: “Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah serta pahala telah tetap, insya Allah.” (HR Abu Dawud)

Rasulullah SAW juga pernah membaca doa buka puasa berikut,

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْنَا وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْنَا، فَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Allaahumma laka shumnaa wa ‘ala rezekika aftharnaa fataqabbal minnaa innaka antas samii’ul ‘aliim

Artinya: “Ya Allah, kepada-Mu kami berpuasa dan atas rezeki-Mu kami telah berbuka, maka terimalah dari kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Doa tersebut terdapat dalam kitab Ibnu Sunni dari riwayat Ibnu Abbas RA. Dalam riwayat yang berasal dari Muadz bin Zuhrah, Rasulullah SAW pernah membaca doa buka puasa dengan lafaz berikut:

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

Allahumma laka shumtu wa a ‘alaa rizqika afthartu

Artinya: “Ya Allah, untukmu aku berpuasa dan atas rezeki-Mu aku berbuka.” (Sunan Abu Dawud)

Sunnah Rasulullah saat Buka Puasa

Selain membaca doa buka puasa, ada sejumlah sunnah yang bisa dilakukan umat Islam yang menjalankan puasa Senin Kamis atau qadha Ramadan. Berikut beberapa di antaranya sebagaimana mengacu pada hadits nabi.

1. Segera Berbuka

Menyegerakan berbuka puasa termasuk sunnah Rasul. Menurut hadits yang terdapat dalam Ihya 345 Sunnah Nabawiyah, Wasa’il wa Thuruq wa Amaliyah karya Raghib As-Sirjani terjemahan Andi Muhammad Syahrir, doanya orang yang berpuasa adalah mustajab.

Diriwayatkan Abdullah bin Amru bin Al Ashr RA, ia mendengar Rasulullah SAW bersabda,

لا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

Artinya: “Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan waktu berbuka.” (HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi)

2. Buka Puasa dengan Kurma atau Minum Air Putih

Sunnah buka puasa dengan kurma atau air putih disebutkan dalam hadits berikut,

“Rasulullah SAW berbuka dengan kurma basah sebelum salat, bila tidak ada (beliau berbuka) dengan kurma kering dan bila tidak ada beliau berbuka dengan seteguk air.” (HR Abu Dawud, Hakim, dan Daruquthni. Daruquthni menyatakan hadits ini sanadnya shahih dan At-Tirmidzi menyatakan hasan gharib)

Jadwal Buka Puasa Hari Ini

Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya akan memasuki waktu buka puasa hari ini pukul 17.57 WIB. Adapun, jadwal salat sebagai berikut:

  • Subuh: 04.45 WIB
  • Dzuhur: 12.03 WIB
  • Ashar: 15.24 WIB
  • Maghrib: 17.57 WIB
  • Isya: 19.09 WIB

Jadwal buka puasa untuk wilayah Indonesia lainnya bisa dilihat di sini.

(kri/rah)



Sumber : www.detik.com

Bolehkah Niat Puasa Ganti Dibarengi dengan Puasa Senin Kamis?


Jakarta

Bagi muslimah berpuasa di bulan Ramadhan ada yang tidak bisa melakukannya sebulan penuh, karena beberapa halangan seperti datang bulan, melahirkan, atau menyusui. Sehingga harus menggantinya di hari lain.

Ketika seseorang berhalangan menjalankan puasa wajib karena suatu hal. Maka wajib hukumnya mengganti puasa di hari yang berbeda. Lalu, bolehkah mengganti puasa ganti Ramadhan berbarengan dengan puasa Senin Kamis?

Puasa Qadha Ramadhan

Mengutip buku Dahsyatnya Puasa Wajib & Sunah Rekomendasi Rasulullah karya Amirullah Syarbani, Islam tidak pernah memaksa umatnya yang tidak mampu melaksanakan puasa untuk tetap menunaikannya. Malah Islam memberikan rukhshah (keringanan).


Bagi mereka umat Islam yang tidak bisa menunaikan puasa wajib (Ramadhan) karena suatu alasan syar’i seperti misalnya haid bagi wanita mendapatkan rukhshah dalam bentuk bisa mengqadha puasa Ramadhannya pada bulan-bulan berikutnya, sebelum Ramadhan tahun depan.

Penjelasan qadha Ramadhan menurut Surah Al-Baqarah ayat 185:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ١٨٥

Artinya: “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur.”

Puasa Senin Kamis

Mengutip buku Tata Cara dan Tuntunan Segala Jenis Puasa karya Nur Solikhin, puasa Senin Kamis merupakan puasa yang dilakukan hanya pada hari Senin dan Kamis.

Suatu ketika Abu Qatadah berkata, “Rasulullah SAW ditanya tentang puasa di hari Senin. Beliau menjawab, “Hari itu aku dilahirkan, dan hari itu aku diutus, serta Al-Qur’an yang diturunkan kepadaku.”

Serta hadits berikut ini, “Amal perbuatan itu diperiksa setiap hari Senin dan Kamis, maka aku suka diperiksa amal ku ketika sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi).

Hukum Menggabungkan Puasa Ganti Ramadhan dengan Puasa Senin Kamis

Mengutip buku The Miracle Of Puasa Senin Kamis karya Ubaidurrahim El-Hamdy, menggabungkan niat puasa tujuannya supaya mendapatkan pahal yang berlipat ganda.

Hanya saja berniat ganda supaya dianggap telah menunaikan dua ibadah puasa bersamaan hanya bisa dilakukan bila puasanya sejenis, atau sesama puasa sunnah. Sehingga niat puasa sunnah tidak bisa digabungkan dengan puasa wajib.’

Maka puasa sunnah Senin Kamis tidak bisa dipasangkan dengan puasa qadha pengganti puasa Ramadhan, Sebab hukum puasa Senin Kamis adalah sunnah, sedangkan puasa qadha hukumnya wajib.

Selaras dengan pendapat tersebut, berdasarkan buku Risalah Puasa karya Sultan Abdillah, bila seseorang ingin menggabungkan antara puasa sunnah, seperti ibadah puasa Arafah dan puasa Senin Kamis, maka itu diperbolehkan.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata, “Jika puasa 6 hari di bulan Syawal bertepatan dengan puasa Senin atau Kamis, maka niat puasa Syawal juga akan mendapatkan pahala puasa Senin, begitu pula puasa Senin atau Kamis akan mendapatkan ganjaran puasa Syawal. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Artinya: “Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niat dan setiap orang akan mendapatkan pahala yang ia niatkan.”

Melansir Fiqih Niat yang ditulis Isnan Ansory. Dikatakan, untuk penggabungan dua niat ibadah antara wajib dan sunnah, maka berdampak pada salah satu ibadahnya sah dan yang lainnya batal. Diberikan contoh seperti puasa pada satu hari dengan dua niat puasa.

Misalnya puasa qadha Ramadan yang termasuk wajib, dan puasa sunnah Senin dan Kamis. Menurut sebagian ulama, penyatuan dua niat antaranya dikatakan sah pada puasa wajib, sementara puasa sunnahnya batal.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Hukum Membayar Utang Puasa Ramadan bagi Wanita



Jakarta

Bagi setiap muslim yang baligh dan berakal wajib untuk melaksanakan puasa Ramadan, tidak terkecuali seorang wanita. Apabila seorang wanita memiliki udzur diperbolehkan untuk tidak berpuasa dan dihitung sebagai utang puasa.

Syaikh Ali Raghib dalam buku Ahkam Ash-Sholah: Panduan Lengkap Hukum-Hukum Seputar Sholat mengatakan, keringanan meninggalkan puasa bagi wanita ini bersandar pada hadits yang berbunyi,

“Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan keringanan bagi musafir dari shaum dan sebagian salatnya, sementara keringanan bagi wanita hamil dan menyusui adalah dalam shaumnya.” (HR Bukhari dan Muslim)


Dijelaskan lebih lanjut, wanita yang meninggalkan puasa memiliki kewajiban membayar utang tersebut di luar bulan Ramadan. Dalam hal ini, hukum membayar utang puasa Ramadan bagi wanita adalah wajib.

Adapun, bagi wanita hamil dan menyusui juga memiliki kewajiban untuk meng-qadha puasa yang ditinggalkannya. Hal itu didasarkan pada alasan karena mereka memang wajib untuk berpuasa. Ketika mereka memutuskan untuk tidak berpuasa, maka puasa menjadi utang bagi mereka, yang tentu wajib dibayar dengan cara diqadha.

Ketetapan ini disampaikan oleh Ibn Abbas RA yang menyatakan,

اِنَّ اِمْرَأَةً قَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّ أتِي مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ نَذَرٍ، أَفَاصُوْمُ عَنْهَا؟ فَقَالَ: اَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنُ فَقَضَيْتِهِ أَكَانَ يُؤَدِّي ذَلِكَ عَنْهَا؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: فَصُوْمِي عَنْ أُمَك

Artinya: “Seorang wanita pernah berkata kepada Rasulullah SAW, ‘Wahai Rasulullah SAW ibuku telah meninggal, sementara ia masih memiliki kewajiban berpuasa nadzar. Perlukah aku berpuasa untuk membayarkannya? Rasul menjawab, “Bagaimana pendapatmu seandainya ibumu memiliki utang, lalu engkau membayarnya, apakah hal itu dapat melunasi utangnya?” wanita itu menjawab, “Tentu saja.” Rasulullah SAW lalu bersabda, “Karena itu, berpuasalah engkau untuk membayar utang puasa ibumu.” (HR Muslim)

Abdul Syukur al-Azizi dalam buku Lengkap Fiqh Wanita: Manual Ibadah dan Muamalah Harian Muslimah Shalihah turut menjelaskan kewajiban membayar utang puasa bagi wanita.

Dikatakan, bagi wanita yang meninggalkan puasa karena haid dan nifas wajib meng-qadha puasa dan tidak perlu membayar fidyah (memberi makan fakir miskin) setelah berakhirnya bulan Ramadan hingga bulan Sya’ban.

Dalam membayar utang puasanya, seorang wanita boleh melakukannya pada hari di mana pun ia mampu berpuasa, boleh mengakhirkannya selama belum datang bulan Ramadan berikutnya. Hal ini didasarkan pada hadits dari Aisyah RA yang berkata, ” Aku punya utang puasa Ramadan dan aku tidak mampu membayarnya, kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR Muslim)

Menurut Imam Ibnu Qudamah, andaikan mengakhirkan membayar utang puasa Ramadan boleh lewat Ramadan berikutnya, tentulah akan dikerjakan oleh Aisyah RA.

Tata Cara Qadha Puasa bagi Wanita Hamil dan Menyusui

Masih di dalam buku yang sama, bagi wanita hamil dan menyusui waktu meng-qadha puasa, harus melaksanakannya antara bulan Ramadan yang sudah dijalani sampai datang bulan Ramadan berikutnya. Akan tetapi, cara meng-qadha puasa bagi wanita hamil dan menyusui berbeda dengan wanita haid. Berikut penjelasannya,

  • Wanita hamil dan menyusui yang mengkhawatirkan keadaan dirinya saja bila berpuasa, maka ia hanya wajib meng-qadha puasa tanpa harus membayar fidyah pada hari yang lain ketika telah sanggup berpuasa.

Kondisi ini disamakan dengan orang yang sedang sakit dan mengkhawatirkan keadaan dirinya. Seperti yang dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 184,

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ١٨٤

Artinya: “(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

  • Wanita hamil dan menyusui yang mengkhawatirkan keadaan dirinya dan buah hatinya, hanya diwajibkan untuk meng-qadha puasa tanpa harus membayar fidyah. Ia hanya wajib mengganti puasa sebanyak hari-hari yang ditinggalkan ketika telah sanggup melaksanakannya. Mayoritas ulama dari mazhab Syafi’i sepakat dengan hal tersebut.
  • Wanita hamil dan menyusui yang mengkhawatirkan keadaan buah hati saja, maka diperbolehkan untuk meninggalkan ibadah puasa. Terkait kondisi ini beberapa ulama berbeda pendapat. Ada yang berpendapat hanya wajib qadha saja tanpa membayar fidyah.

Namun, mayoritas ulama sepakat bahwa wanita hamil dan menyusui yang hanya mengkhawatirkan bayinya, wajib meng-qadha puasa sekaligus membayar fidyah.

Dalam sebuah riwayat, Ibnu Abbas RA berkata, “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” (HR Abu Dawud yang dishahihkan oleh Syekh Albani dalam Irwa’ul Ghalil)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com