Tag Archives: rabiul awal

Jadwal Puasa Ayyamul Bidh Safar 1447 H


Jakarta

Puasa Ayyamul Bidh menjadi amalan yang bisa dikerjakan setiap bulan Hijriah. Amalan ini sangat dianjurkan sebagaimana telah dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW.

Ayyamul Bidh adalah istilah ini merujuk pada tiga hari di pertengahan bulan Qamariyah (Hijriah), yaitu tanggal 13, 14, dan 15.

Dikutip dari buku Fiqih Puasa karya M. Hasyim Ritonga, amalan ini dinamakan Ayyamul Bidh yang artinya hari-hari putih karena pada malam-malam tersebut bulan tampak bercahaya putih (purnama).


Puasa Ayyamul Bidh berarti puasa sunnah yang dikerjakan pada tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan Hijriah, baik di bulan Muharram, Safar, Rabiul Awal, dan seterusnya (kecuali ketika bertepatan dengan hari-hari yang diharamkan untuk puasa seperti Idul Fitri dan Idul Adha). Puasa Ayyamul Bidh hukumnya sunnah muakkad atau sunah yang dianjurkan.

Dalam hadits dari Abu Hurairah RA, “Kekasihku (Nabi Muhammad SAW) mewasiatkan kepadaku tiga hal: berpuasa tiga hari setiap bulan, sholat dhuha dua rakaat, dan sholat witir sebelum tidur.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kemudian dalam hadits dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash RA, “Berpuasalah tiga hari setiap bulan karena kebaikan itu dilipatgandakan sepuluh kali lipat, maka itu seperti puasa sepanjang tahun.” (HR Bukhari dan Muslim)

Puasa Ayyamul Bidh Safar 1447 H

Berdasarkan kalender Hijriah resmi Kementerian Agama RI, 1 Safar 1447 H jatuh pada Sabtu, 26 Juli 2025.

Dengan demikian, jadwal puasa Ayyamul Bidh bulan Safar 1447 H sebagai berikut:

  • Kamis, 7 Agustus 2025: 13 Safar 1447 H
  • Jumat, 8 Agustus 2025: 14 Safar 1447 H
  • Sabtu, 9 Agustus 2025: 15 Safar 1447 H

Berikut ini rincian kalender bulan Safar 1447 H

  • Sabtu, 26 Juli 2025: 1 Safar 1447 H
  • Ahad, 27 Juli 2025: 2 Safar 1447 H
  • Senin, 28 Juli 2025: 3 Safar 1447 H
  • Selasa, 29 Juli 2025: 4 Safar 1447 H
  • Rabu, 30 Juli 2025: 5 Safar 1447 H
  • Kamis, 31 Juli 2025: 6 Safar 1447 H
  • Jumat, 1 Agustus 2025: 7 Safar 1447 H
  • Sabtu, 2 Agustus 2025: 8 Safar 1447 H
  • Ahad, 3 Agustus 2025: 9 Safar 1447 H
  • Senin, 4 Agustus 2025: 10 Safar 1447 H
  • Selasa, 5 Agustus 2025: 11 Safar 1447 H
  • Rabu, 6 Agustus 2025: 12 Safar 1447 H
  • Kamis, 7 Agustus 2025: 13 Safar 1447 H (Puasa Ayyamul Bidh)
  • Jumat, 8 Agustus 2025: 14 Safar 1447 H (Puasa Ayyamul Bidh)
  • Sabtu, 9 Agustus 2025: 15 Safar 1447 H (Puasa Ayyamul Bidh)
  • Ahad, 10 Agustus 2025: 16 Safar 1447 H
  • Senin, 11 Agustus 2025: 17 Safar 1447 H
  • Selasa, 12 Agustus 2025: 18 Safar 1447 H
  • Rabu, 13 Agustus 2025: 19 Safar 1447 H
  • Kamis, 14 Agustus 2025: 20 Safar 1447 H
  • Jumat, 15 Agustus 2025: 21 Safar 1447 H
  • Sabtu, 16 Agustus 2025: 22 Safar 1447 H
  • Ahad, 17 Agustus 2025: 23 Safar 1447 H
  • Senin, 18 Agustus 2025: 24 Safar 1447 H
  • Selasa, 19 Agustus 2025: 25 Safar 1447 H
  • Rabu, 20 Agustus 2025: 26 Safar 1447 H
  • Kamis, 21 Agustus 2025: 27 Safar 1447 H
  • Jumat, 22 Agustus 2025: 28 Safar 1447 H
  • Sabtu, 23 Agustus 2025: 29 Safar 1447 H
  • Ahad, 24 Agustus 2025: 30 Safar 1447 H

Niat Puasa Ayyamul Bidh

Dikutip dari buku Inilah Alasan Rasulullah SAW Menganjurkan Puasa Sunah karya H. Amirulloh Syarbini, berikut bacaan niat puasa Ayyamul Bidh dalam tulisan Arab, latin dan artinya:

نَوَيْتُ صَوْمَ أَيَّامِ الْبِيْضِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Arab-Latin: Nawaitu shauma ayyâmil bîdl lilâhi ta’âlâ.

Artinya: “Saya niat puasa Ayyamul Bidl (hari-hari yang malamnya cerah), karena Allah ta’âlâ.”

Tata Cara Puasa Ayyamul Bidh

Puasa sunnah Ayyamul Bidh bisa dikerjakan seperti puasa pada umumnya. Berikut adalah tata cara melaksanakan puasa Ayyamul Bidh:

  1. Membaca niat puasa Ayyamul Bidh.
  2. Makan sahur, diutamakan melakukannya menjelang masuk waktu subuh sebelum imsak.
  3. Melaksanakan puasa dengan menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa, seperti makan, minum, dan lainnya.
  4. Menjaga diri dari segala hal yang dapat membatalkan pahala puasa, seperti berkata kasar, menggunjing orang, dan perbuatan dosa lainnya.
  5. Segera berbuka puasa saat waktu magrib tiba.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

5 Amalan yang Bisa Dikerjakan pada Rabiul Awal, Bulan Kelahiran Nabi


Jakarta

Rabiul Awal adalah salah satu nama bulan dalam kalender Hijriah. Banyak peristiwa bersejarah dalam Islam yang terjadi pada Rabiul Awal.

Menukil Sirah Nabawiyah susunan Ibnu Hisyam yang diterjemahkan Ali Nurdin, Rabiul Awal bahkan menjadi bulan kelahiran Rasulullah SAW. Sang nabi lahir pada Senin, 12 Rabiul Awal tahun Gajah. Menurut pernyataan sejarawan, tahun Gajah bertepatan dengan 570 atau 571 M.

Lantas, apa saja amalan yang bisa dilakukan muslim pada Rabiul Awal?


Amalan yang Bisa Dikerjakan pada Rabiul Awal

Menurut buku Menggapai Berkah di Bulan-bulan Hijriah susunan Siti Zamratus Sa’adah, berikut sejumlah amalan yang bisa dikerjakan pada Rabiul Awal bagi muslim.

1. Mengenang Kisah Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Mengenang momen kelahiran Rasulullah SAW termasuk bentuk cinta seorang muslim kepada sang nabi. Umat Islam biasa merayakan hari tersebut dengan sebutan Maulid Nabi.

Dalam surah Al Anbiya ayat 107, Rasulullah SAW disebut sebagai rahmat seluruh alam. Allah SWT berfirman,

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ ١٠٧

Artinya: “Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.”

2. Membaca Sholawat

Masih dari sumber yang sama, sholawat termasuk amalan yang dapat dikerjakan pada Rabiul Awal. Sebagaimana diketahui, sholawat adalah doa dan pujian yang ditujukan kepada Rasulullah SAW.

Membaca sholawat juga termasuk ibadah yang berpahala. Allah SWT berfirman dalam surah Al Ahzab ayat 56,

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”

Mengutip dari buku Hadits Shahih Bukhari-Muslim karya Muhammad Fuad Abdul Baqi yang diterjemahkan oleh Muhammad Ahsan, bacaan sholawat yang autentik adalah yang diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW.

Salah satunya adalah sholawat yang diriwayatkan oleh Abu Humaid As-Sa’di RA. Saat para sahabat bertanya kepada Nabi SAW tentang cara membaca sholawat untuk beliau, Nabi Muhammad SAW menjawab:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa azwajihi wa dzurriyyatihi kama shallaita ‘ala aali Ibrahim, wa baarik ‘ala Muhammad wa azwajihi wa dzurriyatihi kama baarakta ala aali Ibrahim innaka hamidun majid.

Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad, kepada istri-istrinya, dan keturunannya sebagaimana Engkau telah melimpahkan rahmat kepada keluarga Ibrahim. Dan limpahkanlah berkah kepada Nabi Muhammad, kepada istri-istrinya, dan keturunannya sebagaimana Engkau telah melimpahkan berkah kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.” (HR Bukhari)

3. Puasa Sunnah

Puasa sunnah dapat dikerjakan pada bulan Rabiul Awal. Berbagai puasa sunnah yang termasuk yaitu puasa Senin-Kamis dan puasa Ayyamul Bidh pada pertengahan bulan Hijriah.

4. Sedekah

Amalan lainnya yang dapat dilakukan pada Rabiul Awal adalah sedekah. Sebetulnya, sedekah bisa dikerjakan kapan saja tanpa ketentuan waktu.

Keutamaan sedekah disebutkan dalam sejumlah hadits, salah satunya sebagai berikut:

“Barang siapa yang bersedekah dengan sebutir kurma hasil dari usahanya sendiri yang baik (halal), sedangkan Allah tidak menerima kecuali yang baik saja, maka sungguh Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya lalu mengasuhnya untuk pemiliknya sebagaimana jika seorang dari kalian mengasuh anak kudanya hingga membesar seperti gunung.” (HR Bukhari)

5. Melakukan Banyak Kebaikan

Selain ibadah-ibadah sunnah, muslim juga bisa melakukan banyak kebaikan pada Rabiul Awal. Misalnya seperti membaca Al-Qur’an, memperbanyak zikir, serta amalan-amalan saleh lainnya.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Sejarah Kelahiran Nabi Muhammad SAW pada Bulan Rabiul Awal


Jakarta

Nabi Muhammad SAW lahir pada Rabiul Awal, bulan ke-3 dalam kalender Hijriah. Sejarah kelahiran Nabi Muhammad SAW diceritakan dalam sejumlah tarikh dan sirah nabawiyah.

Kelahiran Nabi Muhammad SAW terjadi setelah peristiwa pasukan bergajah yang dipimpin Raja Abrahah berupaya menghancurkan Ka’bah. Oleh karena itu, tahun kelahiran Nabi SAW disebut Tahun Gajah.


Nabi Muhammad SAW adalah putra Abdullah bin Abdul Muthalib dan Aminah binti Wahb. Menurut Ibnu Hazm al-Andalusi dalam Jawami As-Sirah An-Nabawiyah yang diterjemahkan Indi Aunullah, nasab shahih Nabi Muhammad SAW berakhir pada Adnan. Adnan adalah keturunan Nabi Ismail AS.

Nama Rasulullah SAW adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib (namanya Syaibah al-Hamd) bin Hasyim (namanya Amr) bin Abdu Manaf (namanya al-Mughirah) bin Qushay (namanya Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.

Sejarah Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Menurut Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW yang ditulis Moenawar Chalil, sekitar dua atau tiga bulan setelah pernikahan Abdullah dan Aminah, Abdullah pergi ke Syam untuk berdagang. Aminah saat itu sudah mengandung.

Dalam perjalanan pulang dari Syam, Abdullah jatuh sakit. Dia terpaksa tinggal di Yatsrib (Madinah) di rumah seorang Quraisy dari bani Ady, sementara rombongan sudah kembali ke Makkah.

Abdul Muthalib kemudian minta anak tertuanya, Harits, untuk menjenguk adiknya di Yatsrib. Setibanya di sana, Abdullah sudah meninggal dunia dan dimakamkan di sana beberapa hari lalu.

Ketika itu, usia Nabi Muhammad SAW sekitar tiga bulan dalam kandungan sang ibu. Setelah genap sembilan bulan, tepat pada waktu subuh, Nabi Muhammad SAW lahir dengan selamat di rumah ibunya, di kampung bani Hasyim di Makkah. Riwayat lain menyebut Nabi SAW lahir di rumah Abu Thalib.

Para ulama berbeda pendapat terkait tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW. Beberapa sejarawan menyebut Nabi SAW lahir pada tanggal 2, 8, 10, 12, 17, dan 18 Rabiul Awal. Namun, pendapat populer menyebut Nabi Muhammad SAW lahir pada Senin, 12 Rabiul Awal.

Aminah kemudian mengutus seseorang untuk memberi tahu Abdul Muthalib akan kelahiran cucunya. Abdul Muthalib yang kala itu sedang tawaf di Ka’bah gembira mendengar kelahiran Nabi Muhammad SAW dan bergegas ke rumah Aminah.

Ada riwayat yang menyebut Abdul Muthalib langsung memeluk dan menggendong Nabi Muhammad SAW untuk dibawa ke Ka’bah. Abdul Muthalib kemudian masuk Ka’bah, berdiri, dan berdoa menyampaikan syukurnya kepada Allah SWT. Setelah itu, dia keluar dan menyerahkan Nabi Muhammad SAW ke Aminah.

Sesuai adat masyarakat Arab khususnya di Makkah, bayi yang baru lahir akan disusukan kepada orang lain. Biasanya ibu susu ini tinggal di dusun orang Badwi, jauh dari kota. Nabi Muhammad SAW pun disusukan kepada perempuan bernama Tsuwaibah selama beberapa hari. Kemudian disusukan dan diasuh oleh Halimah binti Abu Zuaib, yang juga dikenal sebagai Halimah as-Sa’diyah.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Siapa Sosok Pertama yang Rayakan Maulid Nabi Muhammad SAW?


Jakarta

Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi tradisi yang dijalankan umat Islam sejak zaman dahulu. Setiap tahun, umat Islam memperingati kelahiran Nabi dengan doa, dzikir, majelis ilmu, dan kegiatan yang meningkatkan kecintaan kepada beliau.

Tahun ini, Maulid Nabi jatuh pada Jumat, 5 September 2025, menjadi momen istimewa untuk mengenang kelahiran Rasulullah SAW.

Meskipun menjadi kegiatan rutin setiap tahunnya di Indonesia, perayaan Maulid Nabi sebenarnya tidak pernah dilakukan pada masa Nabi Muhammad SAW begitu pun para sahabat beliau. Lantas, siapa sosok pertama yang memprakarsai perayaan Maulid Nabi? Simak penjelasannya berikut ini.


Sosok Pertama yang Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW

Berdasarkan buku Tanya Jawab Islam terbitan Daarul Hijrah Technology, sosok pertama yang tercatat merayakan Maulid Nabi adalah Raja Mudhaffar Abu Said Kuukuburi bin Zainuddin Ali ibn Buktitin, penguasa Irbil yang mengikuti ajaran ahlus sunnah wal jama’ah. Imam Suyuti menuliskan

وَأَوَّلُ مَنْ أَحْدَثَ فِعْلَ ذَلِكَ صَاحِبُ اِرْبِل الَملِكُ الْمُظَفَّر أَبُوْ سَعِيْد كُوْكْبَرِي بِنْ زَيِنِ الدِّيْنِ عَلِي اِبْنِ بَكْتَكينْ أَحَدُ الْمُلُوْكِ الْأَمْجَادِ وَالكُبَرَاءِ الْأَجْوَادِ وَكَانَ لَهُ آثَارٌ حَسَنَةٌ، وَهُوَ الَّذِي عَمَّرَ الجَامِعَ الْمُظَفَّرِي بِسَفْحِ قَاسِيُوْنَ

Artinya: “Orang yang pertama kali mengadakan seremonial (merayakan maulid nabi) itu adalah penguasa Irbil, yaitu Raja Mudhaffar Abu Said Kuukuburi bin Zainuddin Ali ibn Buktitin, salah seorang raja yang mulia, agung, dan dermawan. Ia juga memiliki rekam jejak yang bagus. Dan, dia lah yang meneruskan pembangunan Masjid al-Mudhaffari di kaki gunung Qasiyun.”

Menurut Al Hafizh Ibnu Katsir dalam Al Bidayah wa Annihayah, Raja Mudzaffar mengadakan perayaan Maulid Nabi yang meriah pada bulan Rabi’ul Awal. Perayaannya sangat besar dan istimewa. Raja Mudzaffar dikenal sebagai raja yang cerdas, pemberani, bijaksana, alim, dan adil.

Al Hafizh juga menyebutkan bahwa Syeikh Abul Khaththab Ibnu Dihyah menulis sebuah kitab tentang Maulid yang berjudul At-Tanwir fii Maulidil Basyiirinnazhiir. Sebagai penghargaan, Raja Mudzaffar memberinya hadiah 1.000 dinar.

Masa pemerintahan Raja Mudzaffar berlangsung lama hingga wafat ketika sedang mengepung kota Akkaa dari pasukan Eropa pada tahun 630 H. Beliau dikenal sebagai pemimpin yang baik dan terpuji.

Perbedaan Pendapat tentang Orang Pertama yang Merayakan Maulid

Meski banyak ulama sepakat bahwa Raja Mudhaffar Abu Said Kuukuburi bin Zainuddin Ali ibn Buktitin adalah sosok pertama yang memprakarsai perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, sejarah mencatat adanya versi lain. Tidak semua catatan sepakat mengenai siapa yang pertama kali menyelenggarakan peringatan kelahiran Nabi.

Mengutip dari buku Ritual dan tradisi Islam Jawa oleh Muhammad Sholikhin, bahwa menurut al-Sundubi dalam karyanya Tarikh al-ikhtilaf fi al-Maulid al-Nabawi, al-Mu’izz li-Dinillah, penguasa Dinasti Bani Fatimah di Mesir dianggap sebagai pihak pertama yang melaksanakan perayaan Maulid.

Hal ini diperkuat oleh Syekh Hasan as-Sandubi yang menulis bahwa inisiatif merayakan Maulid Nabi muncul pertama kali dari Dinasti Fatimiyah yang didirikan oleh Ubaid al-Mahdi.

لَقَدْ دَلَّنِي البَحْثُ عَلَى أَنَّ الْفَاطِمِيِّيْنَ هُمْ أَوَّلُ مَنْ اِبْتَدَعَ فِكْرَةَ الْاِحْتِفَالِ بِذِكْرَى الْمَوْلِدِ النَّبَوِي

Artinya: Dinasti Bani Fatimah merupakan kelompok pertama yang mewujudkan gagasan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad (Hasan as-Sundawi, Tarikhul Ihtifal bil Maulidin Nabawi)

Di sisi lain, Raja Mudhaffar Abu Said Kuukuburi memang tercatat bukan yang pertama secara keseluruhan. Namun, beliau memiliki peran penting karena menjadi orang pertama yang mengadakan perayaan Maulid dengan skala besar dan tersusun rapi. Inisiatif Raja Mudhaffar membuat tradisi ini dikenal luas dan menjadi teladan bagi umat Islam di berbagai wilayah.

Perbedaan pendapat mengenai sosok pertama merayakan Maulid tidak mengurangi makna dari peringatan ini. Yang paling penting adalah bagaimana umat Islam memahami perayaan ini dengan menumbuhkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, meneladani akhlaknya, dan memperbanyak amal kebaikan.

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

3 Peristiwa Penting di Bulan Rabiul Awal dalam Sejarah Islam


Jakarta

Rabiul Awal merupakan bulan ketiga dalam kalender Hijriah yang memiliki kedudukan istimewa bagi umat Islam. Banyak peristiwa penting dalam sejarah Islam terjadi pada bulan ini, terutama yang berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW.

Tidak mengherankan bila umat Islam di seluruh dunia menaruh perhatian khusus pada Rabiul Awal, karena di dalamnya terdapat peristiwa kelahiran, hijrah, hingga wafatnya Rasulullah SAW.

Mengutip buku Mengenal Nama Bulan dalam Kalender Hijriyah karya Ida Fitri Shohibah, Rabiul Awal berawal dari kata Rabi’ yang artinya musim bunga dan kata Awal yang artinya pertama. Bulan Rabiul Awal adalah bulan saat bermulanya musim bunga bagi tanaman.


Peristiwa Penting di Bulan Rabiul Awal

1. Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Dikutip dari buku Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 1 yang ditulis Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, peristiwa paling agung yang terjadi di bulan Rabiul Awal adalah kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Beliau lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun Gajah (570 Masehi) di Kota Makkah. Tahun tersebut dikenal sebagai ‘Amul Fil (Tahun Gajah) karena bertepatan dengan peristiwa penyerangan Ka’bah oleh pasukan bergajah pimpinan Abrahah.

Kelahiran Nabi Muhammad SAW menjadi anugerah besar bagi seluruh alam, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

Artinya: “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)

2. Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah

Rabiul Awal menjadi saksi perjalanan hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah. Setelah mendapat tekanan berat di Makkah, Rasulullah hijrah bersama para sahabat menuju Madinah. Peristiwa ini menjadi titik balik dalam sejarah Islam, sebab di Madinah Islam berkembang pesat, berdiri masyarakat muslim yang kuat, dan lahirnya tatanan kehidupan Islami.

Dalam perjalanan hijrah, Rasulullah sempat bersembunyi di Gua Tsur bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq selama tiga hari. Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur’an:

إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا

“Ketika dia (Nabi) berkata kepada sahabatnya: Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At-Taubah: 40)

3. Wafatnya Nabi Muhammad SAW

Selain kelahiran dan hijrah, bulan Rabiul Awal juga menjadi bulan duka bagi umat Islam. Pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H, Rasulullah SAW wafat di Madinah pada usia 63 tahun.

Faisal Ismail dalam bukunya yang berjudul Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik, kisah wafatnya Rasulullah SAW merupakan ujian besar bagi kaum muslimin. Banyak sahabat yang tidak percaya dan terpukul. Namun, Abu Bakar Ash-Shiddiq meneguhkan hati mereka dengan ucapannya yang masyhur:

“Barangsiapa yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah Muhammad telah wafat. Barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati.”

Peristiwa wafatnya Rasulullah SAW menegaskan bahwa Islam bukan bergantung pada sosok pribadi, melainkan pada ajaran Allah SWT yang abadi.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com