Tag Archives: . rachmat morado sugiarto

Hukum Menikah Bulan Muharram, Boleh atau Dilarang?


Jakarta

Menikah merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan dalam Islam dan menjadi bagian penting dalam membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Namun, di tengah masyarakat, sering kali berkembang berbagai aturan tidak tertulis terkait waktu yang dianggap baik atau buruk untuk melangsungkan pernikahan.

Salah satunya adalah keyakinan bahwa menikah di bulan Muharram atau Suro akan membawa kesialan dan berbagai keburukan bagi pasangan pengantin. Lantas, bagaimana sebenarnya Islam memandang pernikahan yang dilaksanakan di bulan Muharram ini?

Menikah di Bulan Muharram dalam Masyarakat

Memasuki Muharram 1447 Hijriah, salah satu persoalan menarik yang kerap menjadi perbincangan adalah soal pernikahan. Pasalnya, berkembang keyakinan di masyarakat bahwa menikah pada bulan ini pantang untuk dilakukan.


Di Nusantara, khususnya di Jawa, pemilihan waktu pernikahan memang mendapat perhatian yang sangat serius. Jika salah memilih waktu, hal-hal buruk atau negatif dipercaya akan menghantui kehidupan rumah tangga setelah akad nikah.

Salah satu kepercayaan yang paling dikenal luas adalah larangan menikah pada Bulan Suro atau Muharram. Tradisi ini sudah mengakar dalam budaya Jawa sejak masa lampau dan masih diyakini sebagian masyarakat hingga kini.

Dalam buku Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam Jawa karya Muhammad Sholikhin dijelaskan, sebenarnya kebiasaan tidak menikah pada Suro atau Muharram bukan didasari oleh dalil larangan agama. Melainkan lebih kepada sikap tidak berani melangsungkan hajatan besar di bulan tersebut.

Sebab, masyarakat Islam Jawa menganggap Suro sebagai bulan yang agung dan mulia, yaitu bulannya Gusti Allah. Dengan keyakinan itu, orang biasa merasa terlalu kecil atau lemah untuk menggelar perayaan, termasuk pernikahan, di waktu yang dianggap suci tersebut.

Dalam buku 79 Hadits Populer Lemah dan Palsu karya Rachmat Morado Sugiarto dijelaskan bahwa menikah pada bulan apa pun dibenarkan dan diperbolehkan.

Terkait keyakinan yang berkembang di masyarakat tentang larangan menikah pada bulan Muharram, khususnya pada hari kesepuluh atau hari Asyura, hal itu sejatinya tidak memiliki dasar dalil yang sahih. Tidak ada nash Al-Qur’an maupun hadits yang menetapkan larangan tersebut.

Dalam buku Indahnya Pernikahan & Rumahku, Surgaku karya Ade Saroni diterangkan bahwa tradisi dan larangan semacam ini ternyata sudah ada sejak masa jahiliah. Masyarakat Arab terdahulu sering meyakini waktu tertentu membawa kesialan atau keberuntungan.

Rasulullah SAW menyanggah keyakinan tersebut melalui sabdanya,

“Tidak ada (wabah yang menyebar dengan sendirinya, tanpa kehendak Allah), tidak pula tanda kesialan, tidak (pula) burung (tanda kesialan), dan tidak ada tanda kesialan pada bulan Shafar, menghindarlah dari penyakit judzam sebagaimana engkau menghindar dari singa.” (HR al-Bukhari)

Hadits ini bertujuan menjelaskan bahwa anggapan suatu waktu dapat mempengaruhi nasib baik atau buruk dengan sendirinya adalah keliru. Semua kejadian di bumi terjadi atas kehendak Allah SWT yang telah ditetapkan sejak zaman azali.

Dalam ajaran syariat Islam, tidak ada konsep yang mengaitkan keburukan dengan waktu tertentu, baik itu hari maupun bulan. Keyakinan bahwa suatu peristiwa atau masa tertentu membawa kesialan dikenal sebagai thiyarah, sebagaimana dijelaskan dalam penelitian berjudul Tinjauan Hukum Islam terhadap Larangan Menikah pada Bulan Muharram karya Erwan Azizi al-Hakim dari IAIN Jember.

Berbahaya sekali jika kita menyimpulkan suatu hal akan membawa nasib baik atau buruk tanpa dasar syariat. Sebab, hal ini bisa menjerumuskan pada dosa syirik, yaitu percaya kepada selain Allah dalam menentukan takdir dan kejadian di hidup kita.

Wallahu a’lam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Presiden Prabowo Hentikan Pidato saat Azan Berkumandang, Ini Hikmah di Baliknya


Jakarta

Presiden Prabowo Subianto menunjukkan sikap teladan saat memberikan pidato di hadapan para guru dan kepala Sekolah Rakyat di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat, 22 Agustus 2025. Menjelang waktu Magrib, di tengah antusiasme peserta, Prabowo memilih menghentikan sejenak pidatonya karena azan akan segera berkumandang.

Dengan penuh kesadaran terhadap waktu ibadah, Prabowo mengatakan:

“Cukup ya? Mau Magrib, mau Magrib, nanti saya dimarahi Menteri Agama, Saudara-saudara sekalian.” ucap Presiden Prabowo.


Ucapan itu disambut riuh peserta. Ia pun meminta izin kepada Menteri Agama Nasaruddin Umar yang hadir saat itu.

“Menteri Agama, 5 menit masih bisa? Aku presiden tapi, kalau urusan agama, waduh… aku tunduk juga sama Menteri Agama ini. Kita harus tahu mana wewenang kita, mana yang kita kurang berkuasa.” jelas Presiden ke-8 tersebut.

Sikap Presiden Prabowo ini menjadi contoh bahwa sebagai seorang Muslim, kita perlu menghormati azan.

Dalam Islam, azan adalah panggilan untuk menunaikan salat, dan ada beberapa adab yang dianjurkan ketika kita mendengarnya.

Adab Mendengarkan Azan

Mengutip dari buku 63 Adab Sunnah karya Dr. KH. Rachmat Morado Sugiarto, Lc., M.A. al-Hafizh, ada beberapa adab yang diajarkan Rasulullah SAW ketika azan dikumandangkan:

1. Menyegerakan Berjalan ke Masjid

Rasulullah SAW bersabda:

“Seandainya manusia mengetahui pahala yang ada pada panggilan azan dan saf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan cara mengundi, pastilah mereka akan mengundi. Seandainya mereka mengetahui pahala yang ada pada bersegera ke masjid, pastilah mereka akan berlomba-lomba untuknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang menghargai azan dan segera ke masjid akan mendapatkan pahala besar yang tidak semua orang bisa bayangkan. Ini juga menegaskan pentingnya mendahulukan ibadah daripada urusan lain, seberapapun sibuknya seseorang.

2. Menjawab Azan Sesuai Lafaz Muazin

Orang yang mendengar azan dianjurkan menjawab dengan lafaz yang sama seperti muazin, kecuali pada kalimat hayya ‘ala ash-shalah dan hayya ‘ala al-falah. Pada bagian ini jawabannya adalah la haula wa la quwwata illa billah.

Dari Umar bin Al-Khattab ra, Rasulullah SAW bersabda:

“Apabila muazin mengucapkan Allahu Akbar, Allahu Akbar, maka hendaklah salah seorang dari kalian mengucapkan juga Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Apabila muazin mengucapkan Asyhadu alla ilaha illallah, maka hendaklah ia juga mengucapkan Asyhadu alla ilaha illallah.

Apabila muazin mengucapkan Asyhadu anna Muhammadar rasulullah, maka hendaklah ia juga mengucapkan Asyhadu anna Muhammadar rasulullah.
Apabila muazin mengucapkan hayya ‘alash-shalah, maka hendaklah ia menjawab la haula wa la quwwata illa billah.
Apabila muazin mengucapkan hayya ‘alal-falah, maka hendaklah ia menjawab la haula wa la quwwata illa billah.
Apabila muazin mengucapkan Allahu Akbar, Allahu Akbar, maka hendaklah ia mengucapkan juga Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Dan apabila muazin mengucapkan La ilaha illallah, maka hendaklah ia mengucapkannya dari dalam hati, niscaya ia akan masuk surga.” (HR. Muslim)

3. Membaca Doa setelah Azan Selesai

Setelah azan, Rasulullah SAW mengajarkan doa khusus yang bisa dibaca oleh seorang muslim. Dari Jabir bin Abdullah ra, Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa berdoa setelah mendengar azan: اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ Arab latin: Allahumma rabba haadzihid da’watit taammah wash-shalaatil qaa’imah, aati Muhammadanil wasiilata wal-fadhiilah, wab’ats-hu maqaamam mahmuudanilladzii wa’adtah.’ Artinya: Ya Allah, Rabb Pemilik seruan yang sempurna ini dan shalat yang akan ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah dan keutamaan, serta bangkitkanlah ia pada kedudukan yang terpuji sebagaimana Engkau telah janjikan). Maka ia berhak mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.”* (HR. Bukhari dan Muslim)

(inf/erd)



Sumber : www.detik.com

Doa Bercermin dan Artinya untuk Pria dan Wanita


Jakarta

Bercermin adalah aktivitas sehari-hari yang sering kita lakukan untuk melihat penampilan. Namun, dalam Islam, bercermin bukan hanya soal penampilan fisik, ada sunnah yang dianjurkan saat bercermin, yaitu membaca doa.

Doa ini mengingatkan kita bahwa segala keindahan dan kebaikan yang kita lihat adalah pemberian Allah SWT. Kita wajib bersyukur akan hal tersebut.

Doa Bercermin Arab, Latin, dan Terjemahannya

Menukil buku 63 Adab Sunnah karya Dr. KH. Rachmat Morado Sugiarto, Lc., M.A. al-Hafizh, doa bercermin yang dapat dibaca adalah:


اللَّهُمَّ أَحْسَنْتَ خَلْقِي فَأَحْسِنْ خُلُقِي

Bacaan latin: Allahumma ahsanta kholqii fa ahsin khuluqii

Artinya: “Ya Allah Engkau telah membaguskan penciptaanku maka baguskanlah akhlakku.”

Sedangkan dalam buku Doa dalam Al-Qur’an dan Sunnah karya M Quraish Shihab, doa yang dapat dibaca ketika bercermin adalah sebagai berikut:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ اللَّهُمَّ كَمَا حَسَّنْتَ خَلْقِي فَحَسِّنُ خُلُقي

Bacaan latin: Alhamdulillaah allaahumma kamaa hassanta khalqi fahassin khuluqii.

Artinya: “Segala puji hanya bagi Allah. Ya Allah, sebagaimana Engkau telah perindah tubuhku, maka perindah juga akhlakku.” (HR Ahmad dan at-Tirmidzi)

Makna dan Hikmah Doa Bercermin

Dalam buku Adab Islam dalam Kehidupan Sehari-hari karya Mahdy Saeed Reziq Krezem, doa bercermin memiliki makna yang dalam. Saat kita bercermin dan melihat diri kita, kita diingatkan bahwa fisik kita adalah ciptaan Allah SWT. Selain mensyukuri fisik yang telah Allah SWT berikan, doa ini juga mengajarkan kita untuk memperbaiki akhlak. Kecantikan atau ketampanan fisik tidak ada artinya tanpa keindahan akhlak.

Dengan membaca doa bercermin, kita memohon kepada Allah SWT agar tidak hanya memperindah penampilan luar, tetapi juga memperbaiki perilaku dan hati kita. Akhlak yang baik akan memancarkan kecantikan batin, yang jauh lebih berharga di mata Allah SWT.

Adab Bercermin

Menukil buku Living Hadis karya Salim Rosyadi dkk, terdapat beberapa adab bercermin. Hal ini mengajarkan kita untuk bertindak dengan penuh makna, kesadaran, dan sesuai dengan tuntunan agama.

  • Mengingat nikmat yang diberikan oleh Allah SWT.
  • Tidak berlebihan dalam mengagumi keindahan diri sendiri.
  • Tidak mencela kekurangan fisik diri.
  • Bersabar atas kekurangan diri.
  • Bersyukur atas kelebihan yang dimiliki.
  • Tidak terlalu lama berada di depan cermin.
  • Tidak berlebihan dalam bercermin.

Manfaat Membaca Doa Bercermin

Merujuk buku Adab Islam dalam Kehidupan Sehari-hari karya Mahdy Saeed Reziq Krezem, ada beberapa manfaat yang bisa didapatkan ketika kita berdoa saat bercermin. Di antaranya adalah:

1. Mengajarkan Syukur

Doa ini mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas segala pemberian Allah SWT, baik fisik maupun batin.

2. Meningkatkan Akhlak

Dengan berdoa, kita memohon agar Allah SWT memperbaiki akhlak dan sifat-sifat kita. Sehingga dapat menjadi pribadi yang lebih baik.

Doa bercermin menekankan bahwa keindahan fisik adalah anugerah. Namun keindahan akhlak adalah cerminan dari iman yang baik.

Pentingnya Sunnah dalam Kehidupan Sehari-hari

Islam sangat memperhatikan segala aspek kehidupan, termasuk hal-hal kecil seperti bercermin. Setiap aktivitas sehari-hari dapat menjadi ibadah jika disertai dengan niat yang baik dan sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW. Membaca doa saat bercermin adalah salah satu cara kita untuk mengikuti sunnah Nabi dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dalam buku Sunnah Rasulullah Sehari-hari karya Syaikh Abdullah bin Hamoud Al Furaih, terdapat sebuah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Hendaknya kalian berpegang kepada sunnahku dan sunnah para khulafa rasyidin yang mendapat petunjuk, pegang teguhlah dan gigitlah ia dengan gigi geraham.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Hadits ini dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’)

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com