Tag Archives: ramadan

Inilah Orang Bangkrut yang Ibadahnya Sia-sia



Jakarta

Beberapa orang mengerjakan ibadah namun tidak mendapatkan keutamaan dan pahala. Orang-orang seperti ini adalah mereka yang ibadahnya sia-sia.

Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom, Kamis (28/3/2024), menjelaskan terkait orang-orang yang merugi karena ibadahnya sia-sia.

“Ibadah itu punya dua aspek. Yang pertama aspek kediterimaannya dan yang kedua yakni aspek kewajibannya,” kata Habib Ja’far.


Lebih lanjut, Habib Ja’far menjelaskan ibadah yang diterima sudah pasti ibadah yang sah, jadi ibadah yang sah sudah pasti diterima. Namun terkadang, orang-orang abai dengan hal ini.

“Kadang kita hanya mikirin syarat sah dan rukunnya, tidak mikirin ibadah kita diterima apa tidak oleh Allah SWT. Kita ngerjain ibadah untuk ngebatalin kewajiban kita, tidak peduli diterima atau tidak. Artinya kita hanya menjalani ibadah sebagai hukum Islam, tidak sebagai spiritual atau tasawuf,” lanjut Habib Ja’far.

Orang-orang seperti ini yang kemungkinan menjadi hamba yang ibadahnya sia-sia. Karena tidak jarang ditemui orang yang puasanya full tapi isinya cuma tidur, tetap ghibah, melihat sesuatu yang diharamkan, dan fitnah.

“Sehingga mereka hanya menjalani puasa sebagai kewajiban. Tapi tidak mendapat pahala dan kemuliaan dari puasa itu,” ujarnya.

Habib Ja’far juga menjelaskan hal ini melalui hadits Rasulullah SAW. Orang-orang yang ibadahnya sia-sia disebut muflis.

“Kata Nabi SAW, nanti di akhirat akan ada orang-orang yang muflis, itu artinya bangkrut,” kata Habib Ja’far.

Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Tahukah kamu, siapakah yang dinamakan muflis (orang yang bangkrut)?” Sahabat menjawab, “Orang yang bangkrut menurut kami ialah orang yang tidak punya dirham (uang) dan tidak pula punya harta benda.”

Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku datang dihari kiamat membawa salat, puasa dan zakat. Dia datang pernah mencaci orang ini, menuduh (mencemarkan nama baik) orang ini, memakan (dengan tidak menurut jalan yang halal) akan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini dan memukul orang ini. Maka kepada orang tempat dia bersalah itu diberikan pula amal baiknya. Dan kepada orang ini diberikan pula amal baiknya. Apabila amal baiknya telah habis sebelum hutangnya lunas, maka, diambil kesalahan orang itu tadi lalu dilemparkan kepadanya, sesudah itu dia dilemparkan ke neraka.” (HR Muslim)

Melalui hadits ini, Habib Ja’far mengingatkan untuk senantiasa beribadah dengan ikhlas dan hanya berorientasi pada keikhlasan.

“Jangan sampai kita menjadi orang-orang yang muflis. Beribadahlah sebagai orang-orang yang ikhlas agar tidak menjadi ibadah yang sia-sia,” pesan Habib Ja’far.

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Inilah Orang Bangkrut yang Ibadahnya Sia-sia bisa disaksikan DI SINI. Kajian bersama Habib Ja’far ini tayang tiap hari selama bulan Ramadan menjelang waktu berbuka puasa pukul 18.00 WIB. Jangan terlewat!

(dvs/rah)



Sumber : www.detik.com

Contoh Teks Ceramah Singkat tentang Malam Lailatul Qadar


Jakarta

Ceramah atau kultum mengenai keutamaan dan amalan waktu istimewa banyak disampaikan selama bulan Ramadan, salah satunya pada malam Lailatul Qadar. Berikut contoh ceramah malam Lailatul Qadar singkat.

Malam Lailatul Qadar adalah malam yang penuh kemuliaan. Berdasarkan dalil, malam Lailatul Qadar ada pada 10 hari terakhir bulan Ramadan. Rasulullah SAW bersabda,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ


Artinya: “Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadan.” (HR Bukhari dalam Shahih-nya dan terdapat dalam Fath Al-Baari bab Fadhl Lailatul Qadar. Imam Muslim turut mengeluarkan riwayat ini dalam Shahih-nya)

Ceramah Malam Lailatul Qadar Singkat

Untuk menyambut datangnya malam istimewa tersebut, para mubaligh bisa menyampaikan ceramah malam Lailatul Qadar. Berikut contoh ceramah malam Lailatul Qadar dikutip dari Kumpulan Tema Khutbah Pilihan yang disusun Abdul Qodir dan Wahyu Fauzi Aziz.

Menggapai Keutamaan Lailatul Qadar

Tidak terasa Ramadan telah memasuki sepertiga akhir. Artinya, Ramadan telah memasuki dua puluh hari pertamanya. Orang Jawa biasa menyebutnya dengan likuran. Di sepertiga akhir Ramadan, pada malam harinya tampak pemandangan umat berbondong melakukan iktikaf di masjid, guna mendapatkan Lailatul Qadar, yaitu malam seribu bulan. Berlombalah setiap muslim untuk mendapatkannya. Malam-malam ganjil menjadi prioritas para muslim melakukan iktikaf.

Suasana malam hari, tepatnya menjelang dini hari sampai fajar, menjadi semarak di hampir setiap masjid. Suasana ini beda dengan hari-hari di dua pertiga Ramadan, apalagi dengan hari-hari di luar Ramadan. “Malam kemuliaan (Lailatul Qadar) itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS Al-Qadr: 3) Dalam surah ini dijelaskan Allah SWT menurunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar, sebuah malam yang sangat berkah dan lebih baik dari seribu bulan, yang jika kita hitung maka nilainya sama dengan sekitar 83 tahun 4 bulan. Sesungguhnya seseorang yang beribadah pada malam itu, maka sama baginya dengan beribadah selama 83 tahun 4 bulan lamanya pada malam atau hari-hari biasa.

Hari demi hari telah kita lalui dan tak terasa sekarang kita telah berada pada separuh lebih bulan Ramadan. Artinya, sebentar lagi kita akan memasuki sepertiga terakhir dari bulan mulia ini yang menurut pandangan mayoritas ulama di dalamnya terdapat satu malam istimewa, yaitu Lailatul Qadar. Karenanya, dirasa sangat penting untuk membahas malam tersebut sebab ibadah pada malam itu khairun min alfi syahr (lebih baik dibanding ibadah selama seribu bulan yang di dalamnya tidak ada Lailatul Qadar). Hal ini selaras dengan penuturan Mujahid bin Jabir,

“Sesungguhnya Rasulullah SAW mengisahkan seorang laki-laki dari kalangan bani Israil yang senantiasa mengangkat senjatanya untuk berjuang di jalan Allah SWT selama seribu bulan. Perkara tersebut membuat kaum muslimin merasa takjub sehingga Allah SWT menurunkan tiga ayat pertama surat Al-Qadr.” (Fadhailu-1 Awqat li-l Baihaqi, juz 1 hal. 207)

Selain hal tersebut, keutamaan lain dari Lailatul Qadar adalah para malaikat dari tiap lapis langit bahkan dari sidratil muntaha turun ke bumi untuk mengaminkan doa manusia hingga waktu munculnya fajar sebagaimana penuturan Imam Al-Qurthubi. Mereka, termasuk malaikat Jibril, turun dengan membawa rahmat Allah dan segala ketentuan Allah SWT pada malam tersebut hingga setahun ke depan.

Keutamaan terakhir yang tersurat dalam surat Al-Qadr adalah setiap detik dari Lailatul Qadar sepenuhnya hanya berisi keselamatan serta tidak ada keburukan di dalamnya hingga muncul fajar, bahkan dikatakan bahwa setan tidak dapat berbuat buruk pada malam tersebut. Sedangkan pada malam lainnya, selain keselamatan, Allah SWT juga menetapkan bala’ (Tafsir Al-Qurthubi, juz 20, hal. 133- 134).

Keberadaan Lailatul Qadar sangat layak untuk kita syukuri sebab malam mulia ini merupakan malam spesial yang hanya Allah SWT ciptakan kepada segenap umat Rasulullah SAW berdasarkan hadits yang telah disebutkan. Seandainya tidak ada Lailatul Qadar, maka nyaris tidak mungkin bagi kita untuk mendapatkan pahala ibadah seribu bulan mengingat terbatasnya umur umat Rasulullah SAW. Beliau bersabda,

“Usia umatku antara enam puluh hingga tujuh puluh tahun. Sangat sedikit yang bisa melampaui umur tersebut.” (Sunan Ibni Majah, juz 2 hal. 1415)

Mengenai waktu munculnya Lailatul Qadar, begitu banyak riwayat yang secara dhahir saling bertentangan.

Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa malam itu berputar dalam sebulan Ramadan hingga yang terkhusus pada malam tertentu. Karenanya, para ulama menganjurkan untuk mencarinya dalam sebulan penuh dan lebih dianjurkan lagi pada sepuluh malam terakhir. Pengukuhan anjuran paling kuat adalah pada malam ganjil sebagaimana pendapat jumhur fuqaha’ sesuai sabda Rasulullah SAW tentang Lailatul Qadar.

“Malam itu berada pada bulan Ramadan, maka carilah pada sepuluh malam terakhir. Sesungguhnya Lailatul Qadar berada pada malam ganjil yaitu malam ke-21, malam ke-23, malam ke- 25, malam ke-27, malam ke-29, atau malam terakhir Ramadan. Barang siapa menghidupkannya karena ikhlas mengharap ridha Allah SWT, maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (Musnad Ahmad, juz 37 hal. 423)

Lailatul Qadar memiliki tanda-tanda yang tampak di langit maupun di permukaan bumi sebagaimana yang telah masyhur di masyarakat. Bahkan, terdapat tanda batin yang dapat dirasakan oleh sebagian kaum muslimin yaitu kenikmatan beribadah pada malam tersebut. Namun, para ulama saling bersilang pendapat apakah harus mengetahui secara pasti keberadaan malam tersebut untuk meraih fadilahnya atau tidak.

Pendapat yang paling unggul menurut fuqaha’ mazhab adalah bahwa tidak disyaratkan mengetahui Lailatul Qadar secara pasti. Namun, jika kita mengetahui malam tersebut sekaligus menghidupkannya, maka fadilah yang kita raih akan lebih sempurna. (Mughni-l Muhtaj, juz 1 hal. 450)

Karenanya, mari bersama-sama kita tapaki kemuliaan Lailatul Qadar pada malam-malam yang telah disebutkan dengan berbagai macam ibadah baik salat berjamaah, salat Tarawih, salat witir, tadarus Al-Qur’an, iktikaf, dan sebagainya. Juga bagi keluarga perempuan kita yang sedang menjalani haid atau nifas, maka ibadah-ibadah tersebut bisa diganti dengan zikir, thalabu-l ‘ilmi, dan doa.

Apakah kita bisa memperoleh keutamaan Lailatul Qadar dengan doa? Jawabannya adalah iya. Rasulullah SAW bersabda, “Doa itu adalah ibadah.” (Sunan Abi Dawud, juz 2 hal. 76)

Semoga kita senantiasa diberi anugerah Islam dan iman agar selalu semangat menjalankan ibadah selama Ramadan terutama pada tanggal-tanggal akhir sebab amal ibadah itu tergantung pada penutupnya.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Silaturahmi Jangan Sebatas pada Umat Islam



Jakarta

Ramadan akan memasuki sepuluh hari terakhir. Dalam waktu kurang dari dua minggu, kaum muslimin akan merayakan Idul Fitri atau Lebaran.

Momen itu digunakan untuk saling silaturahmi dan bermaaf-maafan. Tak jarang sebagian masyarakat Islam mengadakan halal bi halal sebagai salah satu cara bersilaturahmi.

Halal bihalal merupakan kata majemuk bahasa Arab dari kata halala yang diapit dengan satu kata penghubung ba (dibaca: bi). Prof Nasaruddin Umar memaknainya sebagai melepas.


Tradisi halal bi halal di Indonesia sudah ada sejak tahun 1945. Dahulu, halal bi halal dimaknai sebagai memaafkan secara nasional dan secara religius.

“Halal bi halal itu kan kita mendatangi rumah orang tua kita, guru-guru kita, salam-salaman,” kata Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum yang tayang Jumat (29/3/2024).

Menurutnya, momentum silaturahmi saat Lebaran itu tidak hanya diperuntukkan bagi sesama muslim. Melainkan juga umat beragama lain.

“Jadi silaturahim itu jangan hanya dibatasi untuk umat beragama Islam saja. Nonmuslim itu juga kita ajak, kayak makan ketupat Lebaran,” jelas Imam Besar Masjid Istiqlal itu.

Selain itu, silaturahmi tidak hanya kepada sesama manusia yang masih hidup, melainkan juga mereka yang telah meninggal dunia. Cara menjalin silaturahmi dengan orang yang sudah wafat bisa dengan menziarahi makamnya dan mengirimkan doa.

Apabila ada rezeki berlebih, Prof Nasaruddin Umar menganjurkan untuk sedekah kepada anak yatim dan meminta mereka mendoakan keluarga yang telah wafat, seperti orang tua. Doa-doa tersebut menjadi salah satu cara untuk silaturahmi.

Tujuan dari diperintahkan menjalankan silaturahmi adalah berkaitan dengan keharusan bagi setiap manusia untuk menjaga hubungan persaudaraan. Manusia diharapkan bisa saling menjaga, menyayangi, menghormati, dan saling menyelamatkan.

Selengkapnya detikKultum Nasaruddin Umar: Silaturahmi Jangan Sebatas pada Umat Islam saksikan DI SINI. Kultum Prof Nasaruddin Umar ini tayang setiap hari selama Ramadan pukul 04.20 WIB.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Zakat Fitrah Itu Wajib, Jangan Terlewat



Jakarta

Jelang penghujung Ramadan, umat Islam mulai menunaikan zakat fitrah. Amalan ini tergolong wajib bagi setiap muslim.

Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud, dikatakan zakat fitrah menjadi pembersih orang-orang yang berpuasa. Berikut bunyi haditsnya,

“Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan orang yang berpuasa dan untuk memberi makan orang miskin. Siapa yang membagikan zakat fitrah sebelum salat Id maka zakatnya itu diterima dan siapa yang membagikan zakat fitrah setelah salat Id maka itu termasuk sedekah biasa.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)


Waktu yang diutamakan untuk membayar zakat fitrah yakni, setelah salat Subuh pada 1 Syawal sebelum salat Idul Fitri. Sementara itu, waktu diwajibkannya sejak terbenamnya matahari malam Idul Fitri.

“Zakat fitrah itu wajib. Siapa yang wajib zakat fitrah? Semua orang yang berkecukupan memberi makan fakir miskin,” jelas Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom yang tayang Selasa (2/4/2024).

Imam Besar Masjid Istiqlal itu mengatakan, apabila seorang muslim lalai dalam menunaikan zakat fitrah padahal ia mampu maka tergolong melakukan pelanggaran berat. Hal ini menunjukkan seberapa pentingnya zakat fitrah bagi setiap muslim.

Adapun, ketentuan membayar zakat fitrah bisa dilakukan selama khatib belum turun dari mimbar ketika ceramah Idul Fitri. Untuk itu, dianjurkan bagi para khatib untuk memanjangkan ceramah agar memberi kesempatan muslim yang belum membayar zakat fitrah.

Selain dengan uang, zakat fitrah bisa berupa makanan pokok. Terkait hal ini menyesuaikan dengan makanan pokok di setiap daerah.

“Kalau makanan kita nasi, ya zakat kita beras. Tapi, kalau makanan pokok kita itu jagung, kita keluarkan jagung,” kata Nasaruddin Umar menjelaskan.

Selengkapnya detikKultum Nasaruddin Umar: Makna, Aturan, dan Ketentuan tentang Zakat Fitrah bisa ditonton DI SINI. Kultum Prof Nasaruddin Umar ini tayang setiap hari selama Ramadan pukul 04.20 WIB.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Keutamaan Iktikaf di 10 Hari Terakhir Ramadan



Jakarta

Ada amalan khusus yang dianjurkan dikerjakan pada sepuluh hari terakhir Ramadan, yakni iktikaf. Iktikaf dikerjakan Nabi Muhammad SAW semasa hidupnya, dan sekaligus menjadi contoh agar dikerjakan oleh umat Islam.

Dalam sebuah hadits riwayat Aisyah RA,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ اْلعَشَرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ. [رواه مسلم]


Artinya: “Bahwa Nabi SAW melakukan iktikaf pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, (beliau melakukannya) sejak datang di Madinah sampai beliau wafat, kemudian istri-istri beliau melakukan iktikaf setelah beliau wafat.” (HR Muslim)

Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom yang tayang Selasa (2/4/2024) menjelaskan bahwa iktikaf merupakan salah satu sunnah di 10 hari terakhir Ramadan.

“Apa itu iktikaf? Secara bahasa, maknanya berdiam diri, dan secara makna hukum artinya berdiam diri di dalam masjid,” kata Habib Ja’far.

Lebih lanjut, Habib Ja’far menjelaskan tujuan dari iktikaf adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Terdapat beberapa makna dan hikmah dari iktikaf. Habib Ja’far merinci beberapa maknanya.

1. Iktikaf mengajarkan untuk menghargai sepi

“Bahwa tidak ada istilah kesepian ataupun sedang sepi bagi orang beriman. Iktikaf mengajarkan bahwa kalau sudah ada Allah SWT, tidak akan ada istilah kesepian,” jelas Habib Ja’far.

2. Iktikaf mengajarkan bahwa diam adalah sikap

“Seringkali diam dianggap enggak bersikap, enggak punya pendirian, padahal diam itu sikap. Kita sering ketika dihina, difitnah, dighibah, seolah-olah yang kita lakukan adalah membalas. Padahal sesekali kita butuh diam. Terkadang diam adalah cara mengatasi masalah yang diperlukan,” lanjut Habib Ja’far.

3. Iktikaf membiasakan diri beribadah

“Iktikaf mengajarkan bahwa kita diciptakan untuk berada di masjid. Dalam semua tindak tanduk kita bernilai pahala dan semua tempat kita beraktivitas seperti masjid karena dijadikan tempat beribadah,” ujar Habib Ja’far.

Selain itu, iktikaf juga bermakna mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW yakni berdiam di sepuluh hari terakhir Ramadan.

“Iktikaf juga pada dasarnya adalah muhasabah diri, iktikaf jadi momentum untuk introspeksi diri,” sambung Habib Ja’far.

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Keutamaan Iktikaf di 10 Hari Terakhir Ramadan bisa disaksikan DI SINI. Kajian bersama Habib Ja’far ini tayang tiap hari selama bulan Ramadan menjelang waktu berbuka puasa pukul 17.45 WIB. Jangan terlewat!

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Jadikan Ramadan Momen Menyucikan Diri



Jakarta

Ramadan menjadi momen yang tepat memohon ampunan kepada Allah SWT. Terlebih, pada bulan yang mulia ini segala kebaikan dilipatgandakan.

Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom yang tayang Rabu (2/4/2024) mengatakan bahwa Ramadan menjadi waktu mustajab untuk berdoa, salah satunya jelang buka puasa.

“Sangat bagus untuk melakukan introspeksi, serahkan diri kepada Allah SWT. Inilah hamba-Mu yang bergelimang dosa selama ini,” ujarnya.


Allah SWT Maha Pengampun. Ampunan-Nya begitu luas dan tak bertepi, Dia mengampuni siapapun yang memohon ampun kepada-Nya.

Dalam surah Az Zumar ayat 53, Allah SWT berfirman:

۞ قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗاِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Menurut Nasaruddin Umar, Ramadan juga menjadi momen untuk menyucikan diri. Karenanya umat Islam dianjurkan memohon ampunan dan berserah diri kepada Allah SWT.

“Maka itu bulan Ramadan kali ini kami akan bertekad berikrar untuk menyucikan diri kami ya Allah. Bantulah kami untuk menjalani kehidupan ini dengan normal dengan taat kepadamu,” kata Imam Besar Masjid Istiqlal itu seraya berdoa.

Selengkapnya detikKultum Nasaruddin Umar: Mengejar Kesucian di Bulan Ramadan dengan Kesadaran Lingkungan dapat ditonton DI SINI. Kultum Prof Nasaruddin Umar ini tayang setiap hari selama Ramadan pukul 04.20 WIB.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Pilih Waktu dan Tempat Mustajab agar Doa Terkabul



Jakarta

Sebagai umat Islam, sudah sepantasnya kita berdoa kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam surah Gafir ayat 60,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ

Artinya: “Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu (apa yang kamu harapkan). Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri tidak mau beribadah kepada-Ku akan masuk (neraka) Jahanam dalam keadaan hina dina.”


Meski demikian, umat Islam dianjurkan untuk memilih waktu dan tempat yang mustajab agar doa cepat terkabul. Hal ini turut disampaikan oleh Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom yang tayang Kamis (4/4/2024).

“Cari tempat yang mustajabah, cari waktu juga yang mustajabah,” katanya.

Imam Besar Masjid Istiqlal itu menuturkan, sebaiknya muslim mulai membiasakan diri untuk berdoa di tempat dan waktu yang mustajab. Sebab, banyak keutamaan yang terkandung salah satunya doa jadi cepat terkabul.

Ia mencontohkan, berdoa di dalam masjid yang sudah berdiri ratusan tahun tentu berbeda khasiatnya dengan masjid yang baru dibangun.

“Ratusan tahun masjid itu dipakai sujud, malaikatnya banyak. Tembus langitnya tuh gampang kita terobos (doanya) naik ke atas (langit),” lanjut Nasaruddin Umar.

Waktu yang mustajab itu salah satunya saat Ramadan. Pada bulan yang mulia ini, Allah SWT bermurah hati mengabulkan doa-doa hamba-Nya.

“Jadi jangan memandang enteng waktu dan tempat untuk berdoa,” ujarnya.

Selengkapnya detikKultum Nasaruddin Umar: Waktu, Tempat dan Cara yang Mustajab untuk Berdoa dapat ditonton DI SINI. Kultum Prof Nasaruddin Umar ini tayang setiap hari selama Ramadan pukul 04.20 WIB.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

detikKultum Habib Ja’far: Jati Diri Seorang Muslim



Jakarta

Terdapat beberapa hal yang penting dan wajib dimiliki seorang muslim. Dengan demikian ia bisa disebut sebagai muslim yang memiliki jati diri.

Jati diri seorang muslim terdiri dari tiga hal. Sebagaimana dijelaskan Habib Ja’far dalam detikKultum detikcom yang ditayangkan Kamis (4/4/2024).

Islam bukan hanya sebuah gelar atau identitas tetapi merupakan nilai yang membentuk jati diri seorang muslim.


“Islam itu bukan hanya identitas tapi utamanya Islam adalah satu nilai yang membentuk jati diri kita. Identitas hanya ekspresi dari apa yang ada di diri kita,” kata Habib Ja’far .

Lebih lanjut, dijelaskan bahwa seorang muslim setidaknya memiliki tiga nilai yang membuatnya layak disebut sebagai mukmin sejati. Nilai tersebut yakni iman, Islam dan takwa.

“Yang pertama iman, artinya seorang muslim memiliki keimanan yang kokoh sehingga dia melakukan apapun dengan penuh kesadaran bahwa Allah SWT melihat semua yang kita lakukan,” jelas Habib Ja’far.

Dengan keimanan, seorang muslim yakin dan percaya bahwa Allah SWT menghitung setiap perbuatan dan Allah SWT berada dalam setiap gerak gerik yang kita lakukan.

“Seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang bukan hanya haram tetapi yang syubhat akan dihindari. Inilah yang menjadi prinsip para kekasih Allah SWT yang disebut kehati-hatian,” jelas Habib Ja’far.

Nilai yang membentuk jati diri seorang muslim selanjutnya adalah Islam.

Dalam hadits Rasulullah SAW disebutkan,

“Seorang muslim adalah orang yang kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya, dan seorang Muhajir adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.” (HR. Bukhari).

Dan nilai jati diri seorang muslim yang ketiga adalah takwa.

“Orang yang takwa adalah orang yang tidak marah ketika dipancing amarahnya, orang yang memaafkan orang yang marah, dan berbagi senyum, jasa atau harta kepada orang yang bikin dia marah,” beber Habib Ja’far.

Dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 134 dijelaskan,

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ١٣٤

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”

Demikianlah orang-orang yang memiliki jati diri seorang mukmin.

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Jati Diri Seorang Muslim bisa disaksikan DI SINI. Kajian bersama Habib Ja’far ini tayang tiap hari selama bulan Ramadan menjelang waktu berbuka puasa pukul 17.45 WIB. Jangan terlewat!

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Ketentuan Melakukan Iktikaf pada Akhir Ramadan



Jakarta

Pada malam-malam akhir Ramadan, kaum muslimin dianjurkan untuk melakukan iktikaf di masjid. Ibadah ini rutin dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Aisyah RA,

“Bahwasanya Nabi SAW beriktikaf pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan sampai beliau dipanggil Allah Azza wa Jalla. Kemudian istri-istri beliau (meneruskan) beriktikaf setelah beliau wafat.” (HR Muslim)

Ibadah iktikaf ini wajib dikerjakan di masjid, bukan di rumah atau musala. Tujuan dari iktikaf ini agar umat Islam fokus beribadah kepada Allah SWT.


“Selama kita melakukan iktikaf itu yang kita lakukan adalah mengingat Allah SWT sesekali diselingi dengan membaca Qur’an, baca zikir, salat, zikir (lagi), baca Qur’an (lagi),” terang Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom yang tayang Jumat (5/4/2024).

Ketika melakukan iktikaf, kaum muslimin harus dalam keadaan bersih dan suci. Karenanya, dianjurkan pula untuk mempertahankan wudhu saat beriktikaf.

Menurut Nasaruddin Umar, iktikaf tidak harus bermalam dan menginap di masjid. Beriktikaf seusai salat tarawih meski hanya dua sampai tiga jam diperbolehkan.

“Dua jam juga sudah iktikaf kok. Maka itu kalau kita pergi tarawih, begitu kita masuk ke masjid langsung niat iktikaf, walaupun hanya dua jam, tiga jam (lalu) balik ke rumah sudah selesai iktikafnya,” lanjut Imam Besar Masjid Istiqlal itu.

Beriktikaf juga harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan fokus kepada Allah SWT semata. Muslim sebaiknya memelihara pandangan dan mulutnya saat melakukan amalan tersebut agar khusyuk.

Selengkapnya detikKultum Nasaruddin Umar dapat ditonton DI SINI. Kultum Prof Nasaruddin Umar ini tayang setiap hari selama Ramadan pukul 04.20 WIB.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Tips Mudah Khatam Al-Qur’an Selama Ramadan



Jakarta

Membaca Al-Qur’an pada bulan Ramadan memiliki keutamaan tersendiri. Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar menyebut membaca satu huruf Al-Qur’an di bulan suci setara dengan sepuluh kebaikan.

“Alif lam mim 3 huruf, di luar Ramadan kita hanya dapat pahala 3, tapi dalam bulan suci Ramadan kita baca alif lam mim itu dapat pahala 30. 1 huruf diberi pahala 10,” ujar Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom, Sabtu (6/4/2024).

Apabila seorang mukmin khatam Al-Qur’an di bulan Ramadan, maka pahala yang didapat melimpah ruah. Berkaitan dengan itu, Prof Nasaruddin Umar membagikan sejumlah tips agar muslim dapat khatam Al-Qur’an dengan mudah.


Menurut Imam Besar Masjid Istiqlal itu, khatam Al-Qur’an bisa dilakukan minimal satu kali di bulan Ramadan. Caranya bisa dengan menyempatkan diri di sela-sela aktivitas, seperti membaca satu juz sebelum pergi ke kantor atau sesudah salat Subuh.

“Tidak perlu tahu artinya apa, baca saja Qur’an-nya maka itu pun akan dapat pahala. Apalagi kalau mau memahami arti tentu akan lebih bagus lagi,” lanjut Prof Nasaruddin Umar.

Seumpama jika seorang muslim ingin khatam tiga kali selama Ramadan, maka bisa diakali dengan membaca satu juz sesudah salat Subuh, satu juz sesudah tarawih, dan satu juz sesudah makan sahur. Kiat-kiat seperti ini menjadi tips untuk mengkhatamkan Al-Qur’an.

Ia mengimbau agar umat Islam memaksakan diri untuk khatam Al-Qur’an. Terlebih, di bulan suci ini Allah SWT tidak tanggung-tanggung melimpahkan pahalanya.

“Saya ingin mengajak saudara-saudara semuanya, mari kita membiasakan diri untuk membaca Qur’an secara sistematis, secara konsisten,” pungkasnya.

Selengkapnya detikKultum Nasaruddin Umar: Tips Khatam Al-Qur’an selama Bulan Puasa Ramadan dapat ditonton DI SINI. Kultum Prof Nasaruddin Umar ini tayang setiap hari selama Ramadan pukul 04.20 WIB.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com