Tag Archives: ramadhan 2024

5 Keutamaan Sedekah di Bulan Ramadan, Pahala Berlipat dan Dihapuskannya Dosa


Jakarta

Sedekah adalah memberikan sebagian harta kita kepada orang yang membutuhkan. Sedekah bisa berupa uang, makanan, bahkan senyuman. Allah memuji orang yang mau membelanjakan hartanya di jalan-Nya, lantas bagaimana keutamaan sedekah di bulan Ramadan? Jika semua amalan akan dilipatgandakan ganjarannya.

Dilansir dari buku Panen Pahala Dengan Puasa ditulis oleh Akhmad Iqbal, dijelaskan bagaimana Rasulullah SAW bersedekah di bulan Ramadan, beliau akan membebaskan tawanannya, dan memberi pada setiap orang yang meminta kepadanya.

Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda, “Seutama-utamanya sedekah adalah di bulan Ramadan.” (HR Imam Tirmizi).


Tidak ada seorang pun yang bersedekah dengan ikhlas menjadi miskin, justru Allah akan membuatnya semakin kaya.

Keutamaan Sedekah di Bulan Ramadan

Berikut ini keutamaan sedekah di bulan Ramadan yang dirangkum dari buku Resonansi Pemikiran Buku 6: Menata Akhlak karya Drs. Priyono, M.Si.

1. Mendapatkan Pahala Orang yang Diberi Sedekah

Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang memberikan hidangan berbuka puasa kepada orang lain yang berpuasa, ia akan mendapatkan pahala orang tersebut tanpa sedikitpun mengurangi pahala.” (HR At Tirmidzi)

Hadits di atas menjelaskan memberi makan kepada orang-orang yang berpuasa, akan mendapatkan pahala orang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa.

2. Dilipatgandakan Pahala

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hadid ayat 18:

إِنَّ ٱلْمُصَّدِّقِينَ وَٱلْمُصَّدِّقَٰتِ وَأَقْرَضُوا۟ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَٰعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ أَجْرٌ كَرِيمٌ

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang membenarkan (Allah dan Rasul-Nya) baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.

3. Dihapuskan Dosanya

Rasulullah SAW bersabda: “Sedekah dapat menghapuskan dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR At Tirmidzi)

4. Pahala sedekah terus berkembang dan membesar

“Sesungguhnya Allah menerima amalan sedekah dan mengambilnya dengan tangan kanan-Nya. Lalu Allah mengembangkan pahalanya untuk salah seorang dari kalian, sebagaimana kalian mengembangkan seekor anak kuda. Sampai sampai sedekah yang hanya sebiji bisa berkembang hingga sebesar gunung Uhud” (HR. At-Tirmidzi 662)

5. Dijauhkan Dari Api Neraka

Sabda Rasulullah SAW: “Sedekah akan memadamkan api siksaan di dalam kubur.” (HR. Thabrani)

Adab Bersedekah

Ketika bersedekah kita juga perlu memperhatikan adab bersedekah, dilansir dari buku Ensiklopedi Adab Islam ditulis oleh Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, berikut ini adab-adab bersedekah:

1 Ikhlas dalam Sedekah

2 Mempelajari kewajiban-kewajiban dalam sedekah

3 Tidak menunda sedekah

4 Mendahulukan sedekah yang wajib daripada sunnah

5 Mengeluarkan zakat dari jenis-jenis harta yang telah ditentukan syariat apabila telah wajib atasnya

6 Hendaklah sedekah dari hasil yang baik

7 Memberikan sedekah kepada orang yang membutuhkan

8 Mengeluarkan harta yang terbaik dalam bersedekah

9 Bersedekah dengan apa yang dicintai

10 Tidak mengggurkan sedekah dengan mengungkit-ngungkit dan menyakiti orang yang menerima sedekah

11 Mengangumi nikmat-nikmat Allah dan mensyukurinya

12 Hendaklah orang yang bersedekah tidak memandang dirinya berjasa atas orang yang menerima sedekah

13 Tidak mengurungkan niat bersedekah karena keraguan terhadap orang yang menerimanya

14 Lebih dulu memberikan sedekah kepada karib kerabat

Sabda Nabi Muhammad SAW:

“Sedekah kepada orang miskin (mendapat pahala 1), sedangkan sedekah kepada karib kerabat mendapat dua pahala : Pahala sedekah dan pahala silaturahim.”

15 Merahasiakan sedekah kecuali untuk suatu kepentingan

Rasulullah SAW Bersabda :

“Tujuh orang yang Allah naungi pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan Allah… dan seorang yang bersedekah, ia menyembunyikan sedekahnya, sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.”

16 Tidak mengambil kembali sedekah

Rasulullah SAW Bersabda:

“Perumpamaan orang yang bersedekah kemudian ia mengambil kembali sedekahnya seperti anjing yang memuntahkan sesuatu kemudian ia menjilat muntahnya untuk memakannya lagi.”

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Hukum Zakat Fitrah bagi Muslim yang Meninggal saat Ramadan, Wajibkah?


Jakarta

Zakat fitrah adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap muslim. Bagaimana hukum membayar zakat fitrah bagi muslim yang meninggal saat bulan Ramadan?

Menukil buku Fikih Madrasah Tsanawiyah susunan Zainal Muttaqin dan Amir Abyan, waktu membayar zakat fitrah sendiri ialah sejak awal bulan Ramadan sampai Hari Raya Idul Fitri sebelum salat Id. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits,

“Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan orang yang berpuasa dan untuk memberi makan orang miskin. Siapa yang membagikan zakat fitrah sebelum salat Id maka zakatnya itu diterima dan siapa yang membagikan zakat fitrah setelah salat Id maka itu termasuk sedekah biasa.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)


Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah Jilid 2 yang diterjemahkan oleh Khairul Amru Harahap dkk menjelaskan bahwa para ulama sepakat zakat fitrah diwajibkan pada akhir Ramadan.

Hukum Zakat Fitrah bagi Muslim yang Meninggal ketika Ramadan

Mengutip buku Zakat dalam Islam: Menelisik Aspek Historis, Sosiologis, dan Yuridis susunan Khairuddin, sebelum membahas tentang hukum zakat fitrah bagi muslim yang meninggal dunia perlu dipahami syarat wajib dari zakat fitrah itu sendiri.

Setidaknya ada tiga syarat wajib yang harus dipenuhi seorang muslim yang hendak membayar zakat fitrah. Pertama beragama Islam, kedua memiliki kelebihan makanan pokok untuk diri sendiri dan orang yang berada dalam tanggungan nafkahnya dan ketiga masih hidup ketika matahari terbenam pada hari terakhir bulan Ramadan atau jelang malam Idul Fitri.

Dengan demikian, orang yang meninggal dunia setelah matahari terbenam pada hari terakhir Ramadan tidak wajib membayar zakat fitrah. Tetapi, jika muslim tersebut meninggal ketika matahari terbenam di hari terakhir Ramadan maka ia tetap harus membayar zakat fitrah.

Golongan yang Berhak Menerima Zakat Fitrah

Diterangkan dalam buku Al-Jami’ fii Fiqhi An-Nisa’ yang diterjemahkan M. Abdul Ghoffar E.M., Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah menerangkan golongan penerima zakat fitrah, yakni mereka yang berhak pula mendapat zakat pada umumnya sebagaimana tercantum pada surah At-Taubah ayat 60.

۞ إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْعَٰمِلِينَ عَلَيْهَا وَٱلْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَٱلْغَٰرِمِينَ وَفِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Terdapat 8 golongan yang disebut dalam ayat itu, yaitu; orang fakir, orang miskin, amil zakat, mualaf, orang yang memerdekakan para hamba sahaya (riqab), orang yang berutang (gharim), untuk jalan Allah SWT (fi sabilillah), dan untuk orang sedang dalam perjalanan yang memerlukan pertolongan (ibnu sabil).

Syaikh Uwaidah berpandangan bahwa kaum fakir dan miskin lebih utama untuk didahulukan menerima zakat dibanding beberapa kalangan lainnya. Ia bersandar pada sabda Nabi SAW sebagai dalilnya. Di mana Rasulullah SAW bersabda,

“Selamatkanlah mereka (kaum fakir miskin) dari meminta-minta pada hari ini.” (HR Baihaqi & Daruquthni)

Itulah pembahasan mengenai hukum zakat fitrah bagi orang yang meninggal dunia ketika bulan Ramadan. Hari terakhir Ramadan tahun ini diperkirakan jatuh pada 9 April 2024, jika mengacu pada prediksi BRIN.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

3 Kultum Ramadhan Singkat tentang Puasa dan Keutamaannya


Jakarta

Ramadhan akan tiba dalam hitungan hari. Untuk menyambut bulan suci tersebut, khatib bisa menyampaikan kultum Ramadhan singkat.

Kultum bertema Ramadhan seperti keutamaan, amalan, ibadah sunnah, dan sebagainya mulai banyak disampaikan. Berikut contoh kultum Ramadhan singkat yang diambil dari buku Kumpulan Kultum Terlengkap & Terbaik Sepanjang Tahun karya Shohibul Ulum dan Kumpulan Kultum Ramadhan: Berkaca pada 2 Jiwa karya Prito Windiarto dan Taupiq Hidayat.

Contoh Teks Kultum Ramadhan Singkat

1. Kultum Singkat Menyambut Ramadhan

Ramadhan. Bulan suci ini menyapa kembali. Kemuliaan di hadapan. Kedatangannya disambut beraneka rasa oleh orang-orang.


Pertama, ada orang yang menyambutnya biasa-biasa saja. Ramadhan baginya tak lebih dari rutinitas tahunan. Tak ada perubahan apa-apa. Biasa saja. Hadirnya bulan kemuliaan baginya tak memberikan pengaruh sedikit pun, selain kenyataan ia harus berpuasa. Menahan lapar dahaga. Bagi orang seperti ini apa yang akan dilewatkan selama Ramadhan tidak akan membekas makna, tidak akan memberi pengaruh setitik pun.

Kedua, orang yang menanggapi secara sinis. Orang ini merasa berat ketika datangnya bulan suci. Ia malas melakukan ibadah. Baginya puasa itu berat karena selama Ramadhan ia tak lagi bisa makan-makan secara bebas dan berbuat sesuka hati. Orang dalam golongan ini menganggap datangnya Ramadhan adalah musibah. Naudzubillahimindzalik.

Ketiga. Orang yang begitu antusias menyambutnya. Ia begitu merasa istimewa di bulan berkah ini. Ia menyapa Ramadhan dengan kegembiraan. Meski begitu, pada kenyataannya ada dua golongan atas sambutan penuh kegembiraan ini.

Ada yang antusias menyambut, sekadar karena Ramadhan serasa seru. Ada pesta petasan, ngabuburit, sahur bersama keluarga, berbuka dengan makanan yang enak. Puasa dijadikan ajang diet, melangsingkan perut, dan sebagainya. Golongan ini antusias menyambut Ramadhan karena suasana menyenangkan.

Golongan kedua, antusias menyambut Ramadhan karena keimanan dan keilmuan. Ia senang karena paham Ramadhan adalah bulan keberkahan. Bulan kemuliaan. Saat ganjaran kebaikan dilipatgandakan. Ia menyambutnya dengan khusyuk. Bukan sekadar karena banyak “hal menarik” selama Ramadhan. Baginya itu hanya sebagai tambahan. Yang terutama adalah karena pemahaman bahwa betapa berharganya bulan ini, sayang jika terlewatkan tanpa makna yang terhadirkan.

Semoga kita senantiasa termasuk golongan orang yang menyambut Ramadhan dengan antusias berlandaskan keimanan dan keilmuan, sehingga kita bisa mengisi Ramadhan ini dengan banyak kebajikan.

2. Kultum Ramadhan Singkat: Cerminan Takwa, Tujuan Puasa

Perintah puasa dimaksudkan untuk membentuk pribadi yang bertakwa kepada Allah sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an, surah Al-Baqarah ayat 183, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Dari ayat tersebut, diketahui bahwa tujuan dari dijalankannya ibadah puasa adalah agar kita, hamba-Nya menjadi orang-orang yang bertakwa. Lantas, bagaimana cerminan atau indikasi dari sifat takwa tersebut?

Ibadah puasa yang dijalankan dengan benar akan menghasilkan orang-orang yang setidaknya memiliki 3 (tiga) kesalehan sebagai cerminan dari ketakwaan kepada Allah SWT. Ketiga kesalehan tersebut adalah;

Pertama, kesalehan personal. Kesalehan personal merupakan kesalehan invidual yang berupa penghambaan pribadi kepada Allah seperti menjalankan salat, puasa itu sendiri, zikir, iktikaf di dalam masjid, tadarus Al-Qur’an, dan sebagainya. Kesalehan seperti ini sesungguhnya lebih mudah dicapai di bulan Ramadhan karena selama bulan ini Allah mengondisikan situasi dan kondisi sedemikian kondusif, seperti memberi penghargaan kepada siapa saja atas ibadah yang dilakukannya berupa pahala 70 kali lebih besar daripada di luar bulan Ramadhan. Selain itu, Allah juga menjanjikan pengampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan pada masa lampau.

Kedua, kesalehan sosial. Kesalehan sosial adalah kesalehan seseorang terhadap orang lain dalam kerangka ibadah kepada Allah. Puasa yang dijalankan dengan benar dan dihayati sepenuhnya akan menghasilkan orang-orang yang peka terhadap persoalan sosial seperti kemiskinan, pengangguran, kebodohan, dan sebagainya. Mereka juga akan memiliki solidaritas sosial terhadap orang-orang yang membutuhkan uluran bantuan, baik berupa barang maupun jasa.

Ketiga, kesalehan lingkungan. Kesalehan lingkungan adalah kesalehan dalam hubungannya dengan ekologi atau lingkungan dalam kerangka ibadah kepada Allah. Dalam Al-Qur’an surah Ar-Rum ayat 41, Allah mengingatkan kita bahwa kerusakan- kerusakan di bumi sebenarnya disebabkan ulah manusia sendiri. Misalnya, pencemaran udara disebabkan kita terlalu banyak memproduksi sampah berupa asap sebagai efek samping dari kegiatan kita yang terlalu banyak mengonsumsi, baik melalui cerobong-cerobong pabrik, asap kendaraan bermotor, asap rokok, dan sebagainya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pencemaran udara menyebabkan jumlah orang yang menderita penyakit saluran napas, terutama asma dan bronkitis meningkat.

Secara jelas, puasa akan membentuk kesalehan lingkungan karena selama berpuasa banyak hal yang berpotensi merusak atau mencemari lingkungan dapat kita kurangi. Sebagai contoh, pada bulan Ramadhan kita dapat mengurangi kebiasaan-kebiasaan yang tidak ramah lingkungan dengan berkurangnya aktivitas-aktivitas, seperti seperti menurunnya mobilitas dengan kendaraan bermotor karena merasa lemas pada siang hari. Ini artinya pemakaian BBM pun berkurang. Lantas, semakin menurunnya konsumsi makanan, minuman, dan rokok, maka sampah-sampah dan asap yang mencemari lingkungan juga berkurang.

Ketiga kesalehan di atas, yakni kesalehan personal, kesalehan sosial, dan kesalehan lingkungan akan benar-benar menjadi kesalehan yang nyata, apabila selepas bulan Ramadhan, yakni selama 11 bulan berikutnya, kita benar-benar dapat meneruskan apa yang sudah kita capai dan raih selama Ramadhan tersebut.

3. Kultum Ramadhan Singkat: Bulan Penuh Cinta

Ramadhan sebagai bulan untuk kian mendekatkan diri kepada Allah adalah momentum tepat untuk merenungi dua ajaran dasar dalam Islam. Pertama, Allah adalah Tuhan seluruh alam. Artinya, hamba Allah bukan hanya manusia, melainkan seluruh makhluk lain binatang, tumbuhan, gunung, tanah, udara, laut, dan sebagainya.

Ajaran yang kedua adalah rahmatan lil ‘alamin atau menebar kasih sayang kepada seluruh alam, sebagai misi utama ajaran Islam. Manusia tak hanya dituntut berbuat baik dengan manusia lainnya, tetapi juga makhluk lainnya. Itulah mengapa saat Perang Badar yang peristiwanya tepat pada bulan Ramadhan, Rasulullah melarang pasukan Muslim merusak pohon dan membunuh binatang sembarangan. Hal ini menjadi bukti bahwa Islam sangat menyayangi alam.

Dengan menyadari dua ajaran dasar tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia dan alam memiliki hubungan integral dan timbal balik. Manusia memang diberi kelebihan untuk bisa memanfaatkan alam, tetapi ia sekaligus berkewajiban pula melestarikan dan melindunginya. Saat alam hanya diposisikan sebagai objek yang dimanfaatkan, eksploitasilah yang akan muncul. Eksploitasi yang timbul dari sifat serakah nantinya akan berdampak pada kerusakan. Lantas, ujungnya adalah bencana alam.

Sebagaimana tercantum dalam surah Ar-Rum ayat 41, Allah mengabarkan bahwa di balik kerusakan yang melanda bumi maupun di laut ada ulah manusia sebagai penyebabnya. Bencana alam yang terjadi tentu bukan salah alam, karena alam bergerak atas dasar sunnatullah (hukumnya) sendiri. Jadi, bencana alam itu tidak datang secara tiba-tiba, melainkan melalui faktor, yakni sifat dan perilaku manusia. Hal ini juga berlaku untuk hewan atau binatang yang ada di bumi. Apabila ada hewan yang sudah mulai langka dewasa ini, hal ini adalah akibat ulah tangan manusia yang tamak dan ingin menumpuk kekayaan semata tanpa memedulikan keberlangsungan hidup satwa, terutama yang dilindungi.

Dalam Nashaihul ‘Ibad, Syekh Nawawi al-Bantani menuliskan kisah yang unik, menggelitik dan bermakna. Betapa tidak, dalam kisah tersebut terungkap gambaran lain seorang ahli tasawuf, sang pengarang kitab legendaris Ihya Ulumuddin, Imam al-Ghazali. Seorang imam besar yang terselamatkan dari panasnya api neraka oleh seekor lalat.

Konon pada suatu ketika ada seseorang berjumpa dengan Imam al-Ghazali dalam sebuah mimpi. Lantas ia pun bertanya, “Bagaimana Allah memperlakukanmu?”

Imam al-Ghazali pun berkisah. Di hadapan Allah ia ditanya mengenai bekal apa yang hendak diserahkan kepada-Nya. Al- Ghazali menjawab dengan menyebut satu per satu seluruh prestasi ibadah yang pernah ia jalani di kehidupan dunia. Namun, Allah menolak semua itu kecuali satu kebaikannya, yaitu ketika bertemu dengan seekor lalat. Dan, karena lalat itu pula Imam al-Ghazali diizinkan memasuki surga-Nya.

Dikisahkan pada suatu hari, Imam al-Ghazali tengah sibuk menulis kitab. Hal yang lazim dalam dunia kepenulisan adalah dengan menggunakan tinta dan sebatang pena. Pena itu harus dicelupkan dulu ke dalam tinta baru kemudian dipakai untuk menulis, jika habis dicelup lagi dan menulis lagi, begitu seterusnya. Di tengah kesibukan menulisnya itu, tiba-tiba terbanglah seekor lalat dan hinggap di mangkuk tinta Imam al-Ghazali. Sang Imam yang merasa kasihan lantas berhenti menulis untuk memberi kesempatan si lalat melepas dahaga dari tintanya itu.

Dari kisah tersebut, kita tahu bahwa betapa luas kasih sayang Imam al-Ghazali terhadap sesama makhluk, termasuk lalat yang pada saat itu datang “mengganggu” kenikmatannya dalam kegiatan menulis. Hikmah yang bisa kita petik dalam kisah ini adalah mengenai kasih sayang yang tiada batas. Kasih sayang manusia terhadap makhluk lain, sekalipun itu hewan. Tak menutup kemungkinan kasih sayang yang dianggap sepele ini dapat menghantarkan manusia menuju ke surga-Nya.

Ditambah kenyataan bahwa Ramadhan adalah wahana mendidik kita untuk bersikap sederhana, seharusnya kita pun mesti pandai menahan diri dari dorongan-dorongan yang muncul dari nafsu tamak kita. Kerusakan lingkungan banyak disebabkan oleh ketidakmampuan manusia menahan sifat tercela ini. Godaan nikmat duniawi, gairah menumpuk harta, dan semacamnya sering kali menjerumuskan manusia untuk berbuat zalim, tak hanya kepada manusia, tapi juga lingkungan sekitarnya.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

detikKultum Nasaruddin Umar: Keistimewaan Ramadan, Pahala Berlipat!



Jakarta

Ramadan merupakan momen istimewa yang sayang untuk dilewatkan. Pada bulan ini, kaum muslimin dianjurkan untuk memperbanyak sekaligus meningkatkan ibadah, sebab segala sesuatu yang dilakukan saat Ramadan akan dilipatgandakan oleh Allah SWT.

Keistimewaan Ramadan tersebut dijelaskan Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar. Ia mengatakan Ramadan adalah penghulu bulan.

“Penghulu atau pimpinan bulannya islam itu adalah bulan suci Ramadan. Kenapa? Karena seperti yang sering kita dengarkan di acara ceramah, semua berlipat ganda pahala-pahala itu,” kata Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum, Rabu (13/3/2024).


Rasulullah SAW bersabda, “Telah datang kepadamu bulan Ramadan, penghulu segala bulan. Maka selamat datang kepadanya. Telah datang bulan puasa, membawa segala rupa keberkahan.” (HR At Thabrani)

Prof Nasaruddin Umar kemudian mencontohkan, umat Islam yang membaca Al-Qur’an di bulan suci pun setiap hurufnya dikali 10 pahala. Begitu pun dengan salat-salat sunah yang mana pada Ramadan pahalanya setara dengan salat fardhu.

“Pahalanya salat sunah itu sama pahalanya dengan salat fardhu di bulan suci Ramadan. Nah kalau salat fardhu itu pahalanya berlipat ganda lagi kan,” kata Prof Nasaruddin Umar.

Karenanya, ia mengimbau agar kaum muslimin mencoba membiasakan diri untuk melakukan hal-hal baik, terutama di bulan Ramadan. Jangan sampai kesempatan di bulan suci ini terbuang sia-sia. Saking istimewanya Ramadan, tidurnya orang berpuasa bahkan terhitung pahala.

Kemudian, Prof Nasaruddin Umar juga mengatakan Ramadan sebagai bulan yang penuh berkah. Ia mendefinisikan berkah sebagai campur tangan Allah SWT dalam satu urusan.

“Semoga kita semuanya mendapatkan berkah pada bulan suci Ramadan ini,” jelasnya.

Selengkapnya Kultum Ramadan Lazada Nasaruddin Umar: Keistimewaan Bulan Ramadan yang Sayang Dilewatkan saksikan DI SINI. Kajian bersama Prof Nasaruddin Umar ini tayang setiap hari selama Ramadan tiap pukul 04.20 WIB.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Jadikan Ramadan Momen untuk Tingkatkan Kualitas Ibadah



Jakarta

Sebagai seorang muslim, sudah sepantasnya kita beribadah kepada Allah SWT. Perintah beribadah dan menyembah-Nya termaktub dalam surah Al Baqarah ayat 21,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ وَٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.”


Nah, bulan suci ini bisa dijadikan sebagai momentum meningkatkan kualitas ibadah kita. Terlebih, Ramadan menjadi bulan yang baik untuk membersihkan diri.

“Pada kesempatan ini izinkan saya mengingatkan kembali bahwa bulan suci Ramadan ini adalah bulan paling bagus untuk mensucikan, membersihkan diri,” ujar Prof Nasaruddin Umar dalam detik Kultum Lazada, Kamis (14/3/2024).

Lebih lanjut ia mengajak umat Islam untuk meningkatkan kualitas ibadahnya sampai bisa disebut ahlul ibadah. Menurutnya, apabila kita masih merasa terbebani dengan ibadah yang dikerjakan sehari-hari maka kualitas ibadah kita baru sampai ahlul tha’ah.

“Apa bedanya ahlul tha’ah dan ahlul ibadah? Kalau ahlul tha’ah (itu) kita yang masih memaksakan diri untuk melaksanakan ibadah,” terang Prof Nasaruddin menjelaskan.

Ia mengibaratkan muslim yang kualitas ibadahnya telah mencapai ahlul ibadah maka beribadah atas dasar cinta. Ada perbedaan antara ibadah yang dilakukan sebatas kewajiban dan ibadah yang dilakukan karena seseorang mencintai ibadah itu sendiri.

“Kalau kita melakukan sesuatu (beribadah) dengan cinta, tidak terasa beban,” tambah Prof Nasaruddin.

Selengkapnya Kultum Ramadan Lazada Nasaruddin Umar: Keutamaan Meningkatkan Kualitas Ibadah di Bulan Ramadan bisa ditonton DI SINI.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Puasa Bukan Penghalang untuk Produktif



Jakarta

Selama bulan Ramadan, umat Islam diwajibkan untuk berpuasa sebulan penuh. Kewajiban ini bahkan termasuk ke dalam rukun Islam.

Setiap muslim yang telah mencapai usia baligh, berakal sehat dan tidak dalam keadaan sakit diwajibkan untuk berpuasa. Meski demikian, puasa bukanlah halangan untuk menjadi produktif.

Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar dalam kultumnya turut menyampaikan hal serupa mengenai hal ini.


“Bulan Ramadan itu bulan produktif lho, bapak ibu. Hampir semua peristiwa bersejarah dalam Islam itu terjadi pada bulan suci Ramadan,” katanya dalam detik Kultum yang tayang Jumat (14/3/2024).

Lebih lanjut, ia mencontohkan momen bersejarah itu seperti turunnya wahyu, peristiwa Fathu Makkah, Nuzulul Quran hingga Perang Badar yang terjadi di bulan Ramadan. Begitu pula dengan penaklukan Mesir dan kota-kota besar.

“Mestinya kita lapar, loyo tapi kok selalu memenangkan peperangan? Semua peperangan yang berlangsung pada bulan suci Ramadan itu pasukan Islam menang mutlak,” lanjut Prof Nasaruddin.

Ia turut mencontohkan peristiwa kemerdekaan Indonesia juga bertepatan dengan bulan suci Ramadan, tepatnya hari Jumat tanggal 9 Ramadan 17 Agustus 1945.

“Jadi bulan suci Ramadan itu bulan kekuatan umat Islam. Jangan sampai kita melakukan kelemahan-kelemahan saat puasa, gak bisa. Justru bulan suci Ramadan ini adalah bulan prestasi,” terang Prof Nasaruddin.

Karenanya, ia mengajak umat Islam untuk tetap produktif dan jangan menjadikan Ramadan sebagai halangan untuk beraktivitas.

“Bulan Ramadan ini adalah bulan berkah bulan produktif, apapun yg kita tancapkan dimulai pada bulan suci Ramadan itu berkah,” ujar Prof Nasaruddin.

Selengkapnya Kultum Ramadan Lazada Nasaruddin Umar: Tetap Produktif Meski Puasa bisa disaksikan DI SINI.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Etika dan Adab Puasa Ramadan



Jakarta

Ketika berpuasa, ada sejumlah adab dan etika yang perlu dipahami kaum muslimin. Puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, melainkan juga menjaga pikiran, jiwa, dan indera dari perbuatan maksiat.

Hal tersebut dijelaskan Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar menjelaskan dalam detikKultum detikcom, Sabtu (16/3/2024).

“Berpuasa itu bukan hanya berpuasa tidak makan dan tidak minum, tetapi yang harus berpuasa itu bagaimana mata ini supaya tidak mengintip, kemudian bagaimana mulut kita ini juga berpuasa supaya jangan ngerumpi, jangan bicarakan aib orang lain, jangan berbohong, jangan menghujat,” ujarnya.


Ia juga mengimbau agar kaum muslimin menyempurnakan puasa dengan tidak berlebih-lebihan dalam hal duniawi, termasuk mengumbar aurat.

“Jangan kita mengumbar aurat. Kalau perlu saya boleh menyarankan, ini bulan suci Ramadan kita tampilkan kebersahajaan kita,” lanjut Prof Nasaruddin Umar.

Kemudian, ia turut mengajak kaum muslimin untuk introspeksi diri. Tidak perlu memamerkan kekayaan yang dimiliki di bulan suci Ramadan ini.

Di bulan suci ini, kaum muslimin bisa merevisi pandangan hidupnya dengan cara menyucikan pikiran dan batin. Syukuri apa yang ada, karena itu adalah yang terbaik untuk kita menurut Allah SWT.

“Jangan terlalu berambisi meraih sesuatu yang istimewa. Siapa tahu itu belum tentu juga yang bermanfaat buat kita semuanya,” terang Prof Nasaruddin.

Selengkapnya detikKultum Nasaruddin Umar: Etika dan Adab Puasa Ramadan bisa disaksikan DI SINI. Kajian bersama Prof Nasaruddin Umar ini tayang setiap hari selama Ramadan pukul 04:20 WIB.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Menjadi Kekasih Allah dengan Mendekatkan Diri pada-Nya



Jakarta

Setiap ibadah akan membawa pada kebaikan. Pahala kebaikan itu akan dilipatgandakan ketika dikerjakan saat Ramadan.

Ramadan menjadi momen yang tepat untuk memaksimalkan ibadah dan memperbanyak kebaikan. Semakin baik kualitas keimanan seorang muslim maka semakin dekat dengan Allah SWT, Sang Pencipta.

Habib Ja’far menjelaskan hal ini dalam detikKultum detikcom, Sabtu (16/3/2024). Ia mengatakan bahwa orang-orang yang terbiasa mendekatkan diri dengan Allah SWT merupakan para kekasih Allah SWT.


“Ternyata dalam Islam, para kekasih Tuhan yang disebut kalangan sufi ada sampai kepada titik kekasih Allah karena membiasakan mendekatkan diri kepada Allah,” ujar Habib Ja’far.

Untuk mencapai titik sebagai kekasih Allah SWT, seseorang harus membiasakan diri dan melakukan latihan secara terus menerus. Konsisten dalam beribadah menjadi hal yang sangat penting.

“Secara psikologis, rata-rata setiap orang butuh 30 hari sampai 40 hari, bisa lebih atau kurang, untuk membentuk kebiasaan. Habit (kebiasaan) itu akan menjadi sangat mendasar. Bahkan masuk surga atau neraka sangat erat dengan habit,” lanjut Habib Ja’far.

Habib Ja’far juga mengutip hadits Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda, “Tinggalkanlah kebohongan karena kebohongan akan mendidik kamu menjadi orang jahat dan orang jahat akan menggiring kamu ke neraka.”

“Jadi takdir di dunia dan akhirat tergantung habit di dunia,” tegasnya.

Perbuatan dan kebiasaan berbuat baik bisa dilatih secara bertahap. Melatih diri melakukan kebaikan bisa dimulai dengan selalu berpikir positif. Dengan demikian, perbuatan pun akan menjadi selalu dalam jalur yang baik.

“Dari pikiran bahwa berbuat baik itu baik, jadi dari pikiran mendidik untuk berbuat baik, menjadi kebiasaan berbuat baik dan menjadikan karakter Lo menjadi baik dan akhirnya Lo masuk surga,” kata Habib Ja’far.

Mengasah dan berusaha melakukan kebaikan bisa dimaksimalkan saat Ramadan. Bulan Ramadan adalah bulan yang pas sebagai karunia Allah SWT untuk membangun habit baik. Ramadan dibentuk Allah SWT sedemikian rupa untuk membawa suasana baik.

Orang-orang banyak berbondong-bondong melakukan kebaikan di bulan Ramadan. Apa keutamaan berbuat baik di bulan Ramadan? Simak jawabannya dari Habib Ja’far.

Selengkapnya detikKultum Habib Ja’far: Menjadi Kekasih Allah dengan Mendekatkan Diri pada-Nya bisa disaksikan DI SINI. Kajian bersama Habib Ja’far ini tayang tiap hari selama bulan Ramadan menjelang waktu berbuka puasa pukul 18.00 WIB. Jangan terlewat!

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Ingatlah Amal Keburukan agar Terhindar dari Riya



Jakarta

Bulan suci Ramadan menjadi ajang untuk memperbaiki sekaligus introspeksi diri. Berkaitan dengan hal ini, Prof Nasaruddin Umar dalam detikKultum detikcom turut mengingatkan kaum muslimin.

“Nah mari kita melakukan introspeksi dalam bulan suci Ramadan ini. Para pemirsa jangan sampai kita berpuas diri padahal keropos ibadah kita,” katanya dalam detikKultum yang tayang pada Minggu (17/3/2024).

Prof Nasaruddin mengingatkan agar kita tidak membanggakan diri terkait amal kebajikan yang sudah dikerjakan. Sebaliknya, kita harus mengingat amal keburukan untuk introspeksi.


“Jangan menghitung amal kebajikannya, tapi ingat-ingatlah amal keburukannya di masa lampau. Ada bahayanya kalau kita mengingat amal kebajikan, bisa riya,” ujar Prof Nasaruddin Umar.

Lebih lanjut ia menjabarkan bahwa amal kebajikan yang kita kerjakan bukan untuk disampaikan ke khalayak umum. Sebab, seluruh kebaikan yang dipamerkan hanya mengurangi pahala.

“Semua amal kebaikan ditanam di bumi keterkenalan hanya akan panen di dunia tidak panen lagi di akhirat. Maka itu mulailah kita menyingkirkan popularitas dalam diri kita sendiri, hindari keterkenalan itu bapak ibu,” ungkap Prof Nasaruddin Umar.

Begitu pula dengan ibadah yang dikerjakan. Jangan sampai kaum muslimin membanggakan dirinya setelah mengerjakan berbagai ibadah, padahal belum tentu ibadah kita diterima oleh Allah SWT.

Menurut Prof Nasaruddin, sehebat apapun seseorang dalam beribadah jangan pernah mengatakan dirinya sebagai ahli ibadah.

“Gak usah disampaikan kepada orang prestasi-prestasi spiritual ini,” ujarnya.

Selengkapnya detikKultum Nasaruddin Umar: Introspeksi dan Memperbaiki Diri di Bulan Suci bisa disaksikan DI SINI.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Pentingnya Menghargai Waktu bagi Seorang Muslim



Jakarta

Pentingnya memanfaatkan waktu dijelaskan dalam surah Al Asr ayat 1-3. Bahkan ada pepatah yang menyebut orang sukses ialah mereka yang menghargai waktu.

Prof Nasaruddin Umar dalam kultumnya yang tayang pada Selasa (19/3/2024) menyampaikan betapa pentingnya waktu bagi seorang muslim.

“Orang yang tidak menghargai waktu itu pasti terancam gagal. Maka itu Allah SWT menjadikan salah satu alat sumpah itu (surah Al Asr) adalah demi masa, demi waktu,” terangnya dalam detikKultum detikcom.


Terkait pentingnya waktu ini, Prof Nasaruddin Umar mengisahkan tentang tiga pemuda yang terjebak di gua tanpa ada tali pengaman. Tiba-tiba ada suara yang memerintahkan ketiga pemuda itu untuk mengambil batu-batuan.

Pemuda pertama mengambil satu buah batu ke kantongnya, sedangkan pemuda kedua memenuhi kantongnya dengan batu. Sementara itu, pemuda yang ketiga mengambil banyak batu hingga memenuhi kantong dan ranselnya.

Setelah keluar dari gua, tiba-tiba batu itu berubah menjadi berlian. Ketiga pemuda itu lantas menyesal.

Pemuda pertama menyesal karena hanya memungut satu batu, pemuda kedua menyesal karena tidak memenuhi ranselnya dengan batu, dan pemuda ketiga menyesal karena tidak memenuhi kantong bajunya dengan batu meskipun saku celana serta ranselnya sudah dipenuhi oleh batu.

“Yang (paling) sedikit penyesalannya adalah yang ranselnya penuh dan celananya penuh. Itu adalah orang yang menghargai waktu,” jelas Prof Nasaruddin Umar.

Lebih lanjut ia mengajak kaum muslimin untuk lebih menghargai dan memperbaiki manajemen waktu. Cara memanfaatkan waktu itu bisa dengan beribadah kepada Allah SWT seperti beriktikaf dan mengaji.

“Sekali lagi mari kita menghargai waktu terutama waktu yang sedang kita lakukan karena kita masih sehat ini,” pesan Prof Nasaruddin Umar.

Selengkapnya detikKultum Nasaruddin Umar: Pentingnya Memanfaatkan Waktu dapat ditonton DI SINI. Kajian bersama Nasaruddin Umar ini tayang setiap hari selama Ramadan pukul 04:20 WIB.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com