Tag Archives: Rasulullah SAW

Ini Sosok Sahabat Nabi yang Jasadnya Utuh karena Rajin Berpuasa



Jakarta

Abu Thalhah namanya, sahabat Nabi Muhammad SAW yang satu ini sangat rajin melaksanakan ibadah puasa. Dari Anas bin Malik dikatakan Abu Thalhah selalu berpuasa sepeninggal Rasulullah SAW selama 40 tahun.

Menurut buku Ensiklopedia Sahabat Rasulullah yang ditulis oleh Wulan Mulya Pratiwi dkk, Abu Thalhah tidak berpuasa kecuali pada hari-hari yang diharamkan atau ketika sedang sakit. Selain rajin berpuasa, Abu Thalhah juga tidak pernah ketinggalan salat malam dan jihad di jalan Allah.

Abu Thalhah tidak pernah letih menegakkan ajaran Allah SWT, bahkan ketika beliau berusia lanjut dan renta. Meski anak-anaknya menasehati Abu Thalhah, ia tetap bertekad untuk jihad dan mengarungi lautan bersama pasukan muslim.


Anak dari Abu Thalhah berkata:

“Semoga Allah merahmatimu wahai ayah kami. Kau sekarang sudah tua sekali. Kau sudah berjuang bersama Rasulullah, Abu Bakar, Umar, kenapa kau sekarang tidak istirahat saja dan biarkan kami yang berjihad?”

Lantas, Abu Thalhah membalas melalui firman Allah SWT dalam surat At Taubah ayat 41, berikut artinya:

ٱنفِرُوا۟ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَٰهِدُوا۟ بِأَمْوَٰلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Arab latin: Infirụ khifāfaw wa ṡiqālaw wa jāhidụ bi`amwālikum wa anfusikum fī sabīlillāh, żālikum khairul lakum ing kuntum ta’lamụn

Artinya: “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui,”

Sayangnya, Abu Thalhah meninggal dalam perjalanan tersebut. Saat itu, para pasukan muslim tidak menemukan pulau untuk menguburkan jenazahnya.

Selama tujuh hari kaum muslimin mencari pulau, jenazah Abu Thalhah tetap utuh dan tidak berubah. Jasadnya terlihat seperti orang yang tertidur.

Khalifa Bisma Sanjaya dalam buku Bahagia di Masa Susah mengisahkan Abu Thalhah wafat dalam keadaan menjalani ibadah puasa. Jihad yang hendak dilakukan olehnya kala itu berperang di lautan pada masa Khalifah Utsman bin Affan.

Mengutip NU Online, jenazah Abu Thalhah tetap utuh karena rajin berpuasa. Bahkan semasa hidupnya, ia terus menegakkan dan memuliakan agama Allah SWT.

Adapun, beberapa perang yang diikuti oleh Abu Thalhah ialah Perang Badar, Perang Uhud, dan Perang Hunain. Bahkan pada Perang Badar beliau memiliki andil yang cukup besar bagi kemenangan kaum muslimin.

Sementara di Perang Uhud, Abu Thalhah tergolong sebagai pahlawan yang tetap bertahan bersama Rasulullah SAW dan membelanya dari kepungan kaum musyrik. Lalu pada Perang Hunain, Abu Thalhah berhasil membunuh dua puluh orang kafir dan mendapat harta rampasan dari mereka.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

3 Kisah Nabi Muhammad di Bulan Ramadan



Jakarta

Bulan Ramadan merupakan bulan yang paling mulia bagi umat Islam, karena pada bulan ini berbagai berkah dan rahmat diberikan oleh Allah SWT. Bulan Ramadan juga sebagai saksi dari peristiwa besar dan penting yang dialami Nabi Muhammad SAW.

Salah satu kisah Nabi Muhammad SAW di bulan Ramadan adalah kala beliau menerima wahyu pertama dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril. Pendapat terkuat menyebut, peristiwa itu terjadi pada 17 Ramadan. Berikut selengkapnya.

Kisah Nabi Muhammad di Bulan Ramadan

1. Nabi Muhammad Menerima Wahyu Pertama

Deni Darmawan dalam buku Keajaiban Ramadan mengatakan bahwa Allah SWT menambahkan kemuliaan bulan Ramadan dengan menurunkan Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah ad-Dukhan ayat 3,


اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ

Artinya: “Sesungguhnya Kami (mulai) menurunkannya pada malam yang diberkahi (Lailatulqadar). Sesungguhnya Kamilah pemberi peringatan.”

Menurut hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW menerima wahyu dalam dua keadaan. Pertama, terdengar seperti suara lonceng yang berbunyi keras dan dikatakan bahwa ini cara paling berat bagi Rasulullah.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Muzammil ayat 5:

إِنَّا سَنُلْقِى عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا

Artinya:” Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.”

Kedua, dikatakan bahwa Jibril datang kepada Nabi Muhammad SAW dalam keadaan seperti manusia biasa, menyerupai seorang laki-laki. Jibril mendatangi dengan berkata iqra` bismi rabbikallażī khalaq khalaqal-insāna min ‘alaq iqra` wa rabbukal-akram allażī ‘allama bil-qalam ‘allamal-insāna mā lam ya’lam (QS Al ‘Alaq: 1-5)

Al-Qur’an diturunkan secara bertahap, berbeda dengan kitab-kitab sebelumnya yang diturunkan secara sekaligus. Al-Qur’an itu dua kali diturunkan. Pertama, diturunkan secara sekaligus pada malam Lailatulqadar ke Baitul Izzah di langit dunia.

Kedua, diturunkan dari langit dunia ke bumi secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Al-Qurtubi menukil riwayat dari Muqatil bin Hayyan bahwa menurut kesepakatan, Al-Qur’an turun langsung sekaligus dari Lauhul Mahfuz ke Baitul Izzah di langit dunia dan secara berangsur-angsur diturunkan ke bumi.

Dikatakan, Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur untuk meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW dan orang-orang yang beriman dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri kepada Allah SWT.

2. Nabi Muhammad Memenangkan Perang Badar

Mustafa Murrad dalam buku ‘Umar ibn al-Khaththab sebagaimana diterjemahkan Ahmad Ginanjar Sya’ban dan Lulu M. Sunman mengisahkan bahwa Perang Badar terjadi pada suatu senja di hari ke-8 bulan Ramadan tahun ke-2 Hijriah. Umat Islam meninggalkan rumah mereka dan menyatakan ikut membela Rasulullah SAW melawan kaum Quraisy.

Suara gemuruh dan ringkik kuda bercampur aduk dengan suara pedang, tombak, perisai yang silih beradu. Debu lembah berpasir Badar membumbung meliut-liut bersamaan dengan muncratan darah.

Perang dahsyat itu akhirnya dimenangkan oleh pasukan Muhammad SAW. Mereka berhasil memukul mundur dan menjadikan pasukan Makkah terpecah dan lari kocar-kacir. Dari Perang Badar inilah, umat Islam memperoleh kemenangan pertamanya sekaligus menjadi tonggak eksistensi dakwah Islam.

Hal itu dapat dibuktikan dengan kekuatan umat Islam yang setelah lebih dari tiga belas tahun ditindas oleh kaum Quraisy akhirnya menang. Tentu saja kemenangan ini mendorong umat Islam untuk semakin mengukuhkan dakwah dan meraih kemenangan-kemenangan berikutnya.

3. Nabi Muhammad Melakukan Pembebasan Kota Makkah

Masih dalam buku yang sama diceritakan, hingga tahun ke-8 Hijriah, pasukan muslim telah beberapa kali memenangkan pertempuran hingga membuat pengaruh agama Islam kian meluas. Sementara, kaum Quraisy kian melemah, bahkan beberapa klan Arab banyak yang bergabung dengan pasukan Nabi Muhammad SAW dan memeluk agama Islam.

Traktat perdamaian dan gencatan senjata Hudaibiyah, yang semula ditandatangani pihak umat Islam dan Quraisy, pada akhirnya dilanggar oleh pihak Quraisy ketika mereka mempersenjatai klan Bakr untuk menyerang Khuza’ah yang memilih bergabung dengan pasukan muslim.

Pada hari kesembilan bulan Ramadan, matahari yang mulai merangkak menuju titik kulminasi Kota Madinah tampak bersiap. Sepuluh ribu orang tampak berbaris dan panas yang memanggang dan perut perih karena puasa tidak menyurutkan semangat mereka.

Setelah memanjatkan doa dan berkhotbah sebentar, Rasulullah SAW kemudian memimpin pasukan itu bergerak menuju Makkah. Ketika sampai di perbatasan Rasulullah SAW meminta untuk menyalakan api di atas bukit-bukit yang mengelilingi Makkah.

Penduduk Makkah ketakutan melihat besarnya pasukan Nabi Muhammad SAW dan menganggap bahwa ribuan obor itu akan membakar kota mereka. Kalangan Quraisy pun tak mampu menghadapi pasukan tersebut dan mereka hanya bisa pasrah.

Hingga tiba memasuki kota Makkah dengan penuh wibawa dan tanpa adanya perlawanan serta pertumpahan darah. Mula-mula, Beliau memasuki pelataran Ka’bah, bertawaf, mencium hajar aswad, bersembahyang di Ka’bah, dan menghancurkan ratusan patung dewa-dewa Arab di sekitar rumah ibadah itu.

Setelah itu Rasulullah SAW pun menerima baiat sumpah setia dari penduduk Makkah. Tak lebih dari dua tahun kemudian, sejumlah utusan klan tiba dari seluruh penjuru semenanjung Arab untuk menyatakan bergabung dengan Nabi Muhammad SAW. Pada tahun ini pula (10H/632M), Rasulullah SAW melaksanakan ibadah haji yang terakhir.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nu’aiman, Sahabat Nabi yang Suka Menjahili Rasulullah SAW



Jakarta

Nu’aiman adalah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal suka bercanda. Meski demikian, Nu’aiman pernah ikut serta menjadi bagian pasukan Islam dalam Perang Badar yang dipimpin Rasulullah SAW.

Dikutip melalui buku Saring Sebelum Sharing karya Nadirsyah Hosen, salah satu kisah Nu’aiman yang menarik untuk diceritakan yakni saat ia mengerjai Rasulullah SAW. Nu’aiman bin Ibnu Amr bin Raf’ah adalah nama lengkapnya. Nu’aiman diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa ia akan memasuki surga dengan keadaan tertawa.

Saat Nu’aiman Mengerjai Rasulullah SAW

Kisah ini dimulai ketika Nu’aiman mendatangi Nabi Muhammad SAW dengan membawakan buah-buahan sebagai hadiah. Tak lama kemudian ternyata datanglah seorang penjual buah-buahan yang menagih uang pembayaran buah-buahan tersebut kepada Nabi Muhammad SAW.


Rasulullah SAW yang terkaget sontak bertanya kepada Nu’aiman, “Bukankah engkau memberikan buah-buah ini sebagai hadiah kepadaku?”

Tanpa disangka ternyata Nu’aiman berhutang terlebih dahulu kepada penjual buah-buahan tersebut. Ia ternyata berkata kepada penjual tersebut bahwa buah-buahan itu sudah dibebankan tagihan atas nama Rasulullah SAW.

Nu’aiman menjawab pertanyaan Rasulullah SAW tadi, “Benar, ya Rasulullah, aku sungguh ingin memakan buah-buahan ini bersamamu, akan tetapi aku sedang tidak memiliki uang.”

Respons suri tauladan umat Islam ini tertawa, lalu ia membayar harga buah yang ditagihkan kepadanya itu.

Saat Nuaiman ‘Menjual’ Sahabatnya

Kisah selanjutnya yang juga masih diceritakan dari buku yang sama, dipastikan sumbernya melalui Ibnu Majah. Pada suatu hari Nu’aiman pernah diajak untuk berjualan bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq juga dengan sahabat lainnya ke Negeri Syam. Negeri Syam dapat dikatakan menjadi salah satu negeri paling maju saat itu.

Salah satu dari sahabat itu namanya adalah Suwaibith bin Harmalah. Dikisahkan ketika hari beranjak siang, Nu’aiman yang sedang merasa kelaparan menghampiri Suwaibith yang saat itu ditugaskan untuk menjaga makanan.

Suwaibith yang bersikap patuh serta amanah kemudian menolak dengan tegas saat Nu’aiman hendak meminta satu potong roti untuknya. Hingga Nu’aiman berkata, “Kalau memang begitu, artinya kamu setuju saya buat ulah yang membuatmu marah!”

Ulah yang dimaksudkan oleh Nu’aiman adalah ketika ia bertemu dengan sekelompok kafilah, ia bertanya kepada mereka, “Apakah kalian hendak membeli budak? Saya memiliki budak yang tangkas dan pandai bicara,” ujarnya.

Kafilah yang tertarik dengan budak yang ditawarkan Nu’aiman itu kemudian membayarnya dengan sepuluh ekor unta. Dengan cerdik seakan membaca masa depan Nu’aiman berkata, “Budak itu nantinya akan berkata, ‘Saya adalah orang merdeka dan bukan budak!’ Apabila demikian, jangan hiraukan perkataannya,”

Setelah beberapa saat para kafilah itu datang ke tempat Suwaibith berada dan berkata “Kami telah membelimu!” Suwaibith pun menjawab “Dia (Nuaiman) itu pembohong, saya adalah seorang lelaki merdeka!”

Lalu, para kafilah itu menjawab, “Dia telah mengatakan kepada kami bahwa engkau akan berkata yang sedemekian itu.” Mereka pun menghiraukan perkataan Suwaibith kemudian mengikatkan tali di lehernya dan langsung pergi.

Ketika beberapa waktu, Abu Bakar yang datang Negeri Syam kemudian diberi tahu akan kejadian tersebut. Ia dan para sahabat pun akhirnya bergegas pergi untuk menemui kafilah untuk menjelaskan kondisi yang sebenarnya.

Setelah berunding, kafilah pun sepakat untuk mengembalikan Suwaibith dan dikembalikan juga sepuluh ekor unta yang dibayarkan mereka untuk ‘budak’ Suwaibith.

Setelah beberapa lama, Rasulullah SAW pun juga mendengarkan mengenai kisah ini. Ketika kisah ini diceritakan kepada Rasulullah SAW, beliau merespons dengan tertawa karena kelucuan atas aksi jahil Nuaiman tersebut.un

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Lubabah, Sahabat Nabi yang Berkhianat dan Menghukum Dirinya Sendiri



Jakarta

Abu Lubabah adalah salah satu sahabat Nabi sekaligus pahlawan muslim yang telah menegakkan agama Islam.

Disebutkan dalam buku Tokoh-Tokoh yang Diabadikan Al-Qur’an karya ‘Abd al-Rahman Umairah, Abu Lubabah dilahirkan di Kota Yatsrib (Madinah) dan termasuk orang pertama yang masuk Islam. Ia menjadi Islam saat beberapa orang Anshar berjumpa dengan Mush’ab bin Umair di Yatsrib lalu mereka percaya kepada Rasulullah SAW.

Tatkala terjadi Perang Badar, Abu Lubabah diamanatkan Rasulullah SAW untuk mewakilinya sebagai pemimpin di Madinah untuk memelihara keamanan, keselamatan penduduk, menjaga perkebunan, hingga daerah perbatasannya.


Abu Lubabah mematuhi perintah dan arahan Rasulullah SAW serta ikut membantu mempersiapkan bekal yang dibutuhkan oleh pasukan perang dengan menggalakkan pembuatan senjata perang bagi kaum muslimin.

Jika melihat kisah tersebut, terlihat bahwa Abu Lubabah adalah seorang mukmin yang jujur serta pejuang yang ikhlas kepada Nabi dan Rabbnya. Namun dalam kisah hidupnya, Abu Lubabah pernah berkhianat kepada Rasulullah SAW kemudian menghukum dirinya sendiri.

Kisah Abu Lubabah yang Berkhianat

Ketika terjadi penyerbuan Rasulullah SAW ke perbentengan Yahudi Bani Quraizhah, Abu Lubabah ikut bersama beliau, sementara pimpinan pemerintahan di Madinah diserahkan pada Abdullah Ibnu Ummi Maktum. Rasulullah SAW bersama para sahabat mengepung benteng Bani Quraizhah selama 25 malam sehingga mereka hidup dalam kekurangan dan ketakutan.

Namun, Bani Quraizhah tetap tidak mau meninggalkan hukum Taurat dan meminta Abu Lubabah dikirimkan kepada mereka untuk dimintai pendapatnya sebab mereka adalah sekutu golongan al-Aus seperti istri Abu Lubabah.

Rizem Aizid dalam bukunya Terbang Menjemput Rahmat dengan Sayap Taubat, menceritakan ketika Abu Lubabah diantar oleh Rasulullah SAW untuk berunding dengan Bani Quraizhah.

Perundingan tersebut dilakukan sebab Bani Quraizhah telah mengkhianati perjanjian sebelumnya dan membuat kesepakatan jahat untuk mencelakai umat Islam. Maka dari itu, Rasulullah SAW memerintahkan Abu Lubabah untuk mendatangi Bani Quraizhah sebagai wakil beliau untuk berunding.

Pada saat Abu Lubabah tiba, semua laki-laki yang berada di sana segera bangun dan berdiri, sedangkan para perempuan dan anak-anak datang kepadanya dalam keadaan sedih sembari menangis.

Melihat situasi itu, Abu Lubabah menjadi lembut hatinya. Lalu, mereka bertanya kepada Abu Lubabah, “Wahai Abu Lubabah, apakah sekiranya kami patut mengikuti hukum Nabi Muhammad SAW?”

Akan tetapi, Abu Lubabah tidak menjawab ataupun berkata-kata. Ia hanya merentangkan tangannya ke tengkuk yang mengisyaratkan bahwa mereka akan dibunuh. Hal tersebut menjadi peristiwa di mana Abu Lubabah telah berkhianat dan mendurhakai Rasulullah SAW sebab tidak melakukan perundingan sebagaimana perintah beliau.

Abu Lubabah Menghukum Diri Sendiri di Tiang Masjid

Sebelum Abu Lubabah memulai perkataannya kepada Bani Quraizhah, ia merasa sangat bersalah karena telah menghianati Allah SWT dan rasul-Nya. Setelah itu, ia segera meninggalkan tempat tersebut dan mengikat dirinya di salah satu tiang masjid.

Saat mengikat diri, Abu Lubabah turut berkata bahwa ia tidak akan meninggalkan tempat itu hingga ampunan Allah SWT datang kepadanya. Ia juga berjanji untuk tidak berpijak di tempat Bani Quraizhah yang menjadi tempat dirinya berkhianat kepada Rasulullah SAW.

Masih dalam sumber yang sama, disebutkan dari sumber lain bahwa Abu Lubabah berdiam diri di bawah terik matahari tanpa makan dan minum selama satu hari penuh. Lantas, ia berkata, “Aku akan terus begini hingga meninggal dunia atau Allah SWT mengampuniku.” Sementara itu, Rasulullah SAW terus memperhatikannya siang dan malam.

Atas peristiwa tersebut, Allah SWT kemudian menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW berupa teguran atas perbuatan Abu Lubabah yang mengikat dirinya selama enam hari di masjid. Wahyu tersebut termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 27, sebagaimana firman Allah SWT:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَخُونُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓا۟ أَمَٰنَٰتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Anfal: 27).

Setelah turunnya teguran dari Allah SWT, datang kembali wahyu yang menyatakan bahwa taubat Abu Lubabah telah diterima sehingga Rasulullah SAW melepaskan tali yang mengikat tubuh Abu Lubabah. Wahyu tersebut adalah surat At-Taubah ayat 102, Allah SWT berfirman:

وَءَاخَرُونَ ٱعْتَرَفُوا۟ بِذُنُوبِهِمْ خَلَطُوا۟ عَمَلًا صَٰلِحًا وَءَاخَرَ سَيِّئًا عَسَى ٱللَّهُ أَن يَتُوبَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya: “Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS At-Taubah: 102).

Demikianlah kisah pertaubatan sahabat Nabi Abu Lubabah yang berkhianat dan menghukum diri sendiri setelah memberi tanggapan buruk kepada orang-orang Bani Quraizhah hingga Allah SWT mengampuni dosanya.

Semoga umat muslim dapat memetik hikmah dari kisah ini untuk menyegerakan diri dalam bertaubat kepada Allah SWT setelah melakukan kesalahan dan maksiat.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

6 Nabi yang Diabadikan sebagai Nama Surat Al-Qur’an, Siapa Saja?



Jakarta

Dari 114 surat yang termuat dalam Al-Qur’an, terdapat beberapa nabi dan rasul yang diabadikan sebagai nama surat. Siapa saja?

Menukil buku Misteri Di Balik Penamaan Surat-Surat Al-Qur’an oleh Latifatul Umamah, para ulama terbagi menjadi dua pendapat mengenai penamaan surat Al-Qur’an. Jumhur ulama berpendapat bahwa surat Al-Qur’an ditentukan oleh Rasulullah SAW dan semuanya tercantum dalam hadits shahih.

Ibnu Jarir Ath-Thabari mengatakan, “Semua surat di Al-Qur’an memiliki nama yang diberikan oleh Nabi SAW.”


Syekh Sulaiman Al-Bajirami juga menuturkan, “Nama-nama surat berdasarkan petunjuk Rasulullah SAW. Karena nama-nama surat, urutan surat, dan urutan ayat-ayat, semuanya berdasarkan petunjuk beliau, atas bimbingan Jibril bahwa sistematika Al-Qur’an di Lauh Mahfudz adalah seperti itu.”

Sementara ulama lain berpandangan tidak semua surat Al-Qur’an dinamakan oleh Nabi SAW, lantaran sebagian nama surat merupakan hasil ijtihad para sahabat

Fatwa Lajnah Daimah menyatakan, “Kami tidak mengetahui adanya dalil dari Rasulullah SAW yang menunjukkan bahwa beliau memberi nama seluruh surat. Hanya saja, terdapat beberapa hadits shahih yang menyebutkan nama beberapa surat dari beliau, seperti Al-Baqarah dan Ali Imran. Sementara nama surat-surat lainnya, yang lebih dekat, itu dari para sahabat.”

Ahli Tafsir Quraish Shihab dalam bukunya M. Quraish Shihab Menjawab turut mengemukakan, “Nama-nama surat Al-Qur’an terkadang bersumber dari Allah SWT sendiri, atau Rasulullah SAW, atau para sahabat dan ulama.”

Lebih lanjut menurutnya, “Nama surat itu boleh jadi diambil dari kata-kata yang terdapat dalam surat itu, baik di awal misal Surat Ar-Rahman dan Bara’ah. Di tengah maupun di akhir misal Surat Al-Baqarah dan Ali Imran. Boleh jadi kata yang menjadi nama itu juga tidak terdapat dalam surat yang dinamainya, melainkan karena kandungan atau sifat suratnya.”

Untuk surat Al-Qur’an yang dinamakan karena kandungan atau isinya, seperti surat-surat yang diambil dari nama nabi dan rasul. Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitab Al-Itqan Fi Ulumil Qur’an berpandangan:

“Ada surat-surat yang di dalamnya terdapat kisah-kisah para nabi, kemudian surat itu diberi nama dengan nama-nama mereka (para nabi), seperti Surat Nuh, Surat Hud, Surat Ibrahim, Surat Yunus, Surat Yusuf, dan Surat Muhammad.” ujarnya.

6 Surat yang Diambil dari Nama Para Nabi

Berdasarkan pendapat Jalaluddin as-Suyuthi pada penjelasan di atas terdapat 6 surat yang diambil dari nama nabi dan rasul. Ini penjelasannya yang dilansir dari Tafsir Tahlili Kementerian Agama (Kemenag).

1.Surat Yunus

Merupakan surat ke-10 dan terdiri dari 109 ayat. Termasuk golongan surat Makkiyah, yang mana diturunkan setelah Surat Al-Isra dan sebelum Surat Hud. Dinamakan surat ‘Yunus’ lantaran surat ini mengisahkan Nabi Yunus AS bersama pengikutnya yang punya keteguhan iman dalam ayat 98-100.

2. Surat Hud

Adalah surat ke-11 dalam urutan mushaf Al-Qur’an. Terdiri dari 123 ayat dan tergolong surat Makkiyah yakni diwahyukan sesudah Surat Yunus. Dinamakan surat ‘Hud’ karena berisi riwayat Nabi Hud AS di dalamnya pada ayat 50-60.

3. Surat Yusuf

Terdiri dari 111 ayat dan berada di urutan ke-12 dalam susunan surat Al-Qur’an. Termasuk Makkiyah karena diturunkan sebelum Nabi SAW hijrah ke Madinah. Dinamakan surat ‘Yusuf’ lantaran hampir seluruh isinya mengenai kisah Nabi Yusuf AS.

4. Surat Ibrahim

Berada di urutan ke-14 dalam susunan mushaf Al-Qur’an. Terdapat 52 ayat dan surat ini tergolong Makkiyah. Dinamakan surat ‘Ibrahim’ karena mengandung kisah doa Nabi Ibrahim AS pada ayat 35-40. Isi doanya antara lain perihal permohonan agar kelak keturunannya adalah orang yang mendirikan sholat, dijauhkan dari penyembahan berhala, dan supaya wilayah Makkah dan sekitarnya menjadi daerah aman dan makmur.

5. Surat Muhammad

Merupakan surat ke-47 dalam mushaf Al-Qur’an.Terdiri dari 38 ayat dan termasuk golongan Madaniyah. Dinamakan ‘Muhammad’ karena diambil dari kata tersebut dalam ayat 2. Surat ini menjelaskan bahwa Allah SWT membandingkan antara hasil yang didapat orang yang percaya akan apa yang diturunkan kepada Nabi SAW dan apa yang diperoleh orang yang tidak percaya kepadanya.

6. Surat Nuh

Terdiri dari 28 ayat dan merupakan surat Makkiyah. Dinamakan surat ‘Nuh’ karena seluruh isi ayatnya mengisahkan dakwah Nabi Nuh AS.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Tentang Paman Nabi Muhammad yang Menentang Dakwah Islam



Jakarta

Paman Nabi Muhammad SAW yang menentang dakwah beliau adalah Abu Lahab. Perihal keterangan ini banyak dikisahkan dan diterangkan dalam Al-Qur’an.

Berikut adalah kisah Abu Lahab yang dikutip melalui Buku Senangnya Belajar Agama Islam untuk SD Kelas 6 tulisan Hj. Hindun Anwar.

Kisah Paman Nabi Muhammad yang Menentang Dakwahnya

Abu Lahab merupakan paman Nabi Muhammad SAW. Meskipun demikian, Abu Lahab selalu menentang dakwah yang dilakukan oleh keponakannya itu. Abu Lahab kuat bersama istrinya menentang Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah.


Salah satu peristiwa konfrontasi Abu Lahab adalah ketika Nabi Muhammad SAW mengundang kaum kerabat serta kaum Quraisy. Maksud dan tujuan Rasulullah SAW adalah untuk berdakwah secara perlahan dan halus agar Islam dapat diterima.

Setelahnya, Abu Lahab yang ikut turut hadir sontak menentang Nabi Muhammad SAW sembari memaki, “Celakalah engkau sebenar-benarnya! Hanya untuk inikah kamu mengundang kami kemari?”

Abu Lahab bersama istrinya pada saat itu juga menolak dengan keras ajaran Islam. Hal ini terabadikan dalam firman Allah SWT pada Al-Qur’an surah Al Lahab ayat 1 sampai 5.

تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّۗ١

مَآ اَغْنٰى عَنْهُ مَالُهٗ وَمَا كَسَبَۗ٢

سَيَصْلٰى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۙ٣

وَّامْرَاَتُهٗ ۗحَمَّالَةَ الْحَطَبِۚ٤

فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ٥

Artinya: Binasalah kedua tangan Abu Lahab dengan benar-benar binasa dia! Tiada satu hal yang berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan. Pasti besok dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka). Dan (berlaku juga bagi) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah). Di lehernya terdapat tali dari sabut yang dipintal.

Dilansir melalui Tafsir Tahlili dari Quran Kemenag, ayat ini menerangkan tentang ganjaran bagi Abu Lahab dan istrinya atas perbuatan buruk mereka. Ayat pertama menjelaskan kerugian yang diterima Abu Lahab baik di dunia maupun di akhirat sebagai penghuni neraka.

“Abū Lahab akan diazab pada hari Kiamat dengan neraka yang menyemburkan bunga api dan suhunya yang sangat panas, Azab itu disediakan Allah untuk orang-orang seperti Abū Lahab dari kalangan orang-orang kafir yang menentang Nabi, selain azab di dunia dengan kegagalan usahanya,” demikian penjelasan dari Tafsir Tahlili tersebut.

Surah ini juga menjelaskan betapa Abu Lahab membenci Rasulullah SAW dan paling gigih mengajak orang menentangnya. Dikisahkan dalam salah satu riwayat hadits yang dikisahkan dari Rabā’ah bin ‘Ubbād RA. Ia berkata,

رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى الْجَاهِلِيَّةِ فِى سُوْقِ ذِي الْمَجَازِ وَهُوَ يَقُوْلُ: قُوْلُوْا لَا إِلٰهَ اِلاَّ اللّٰهُ تُفْلِحُوْا، وَالنَّاسُ مُجْتَمِعُوْنَ عَلَيْهِ، وَرَاءَهُ رَجُلٌ وَضِيْءُ الْوَجْهِ اَحْوَلُ الْعَيْنَيْنِ ذُوْ غَدِيْرَتَيْنِ يَقُوْلُ إِنَّهُ صَابِئٌ كَاذِبٌ، يَتْبَعَهُ حَيْثُ ذَهَبَ فَسَأَلْتُ عَنْهُ فَقَالُوْا: هٰذَا عَمُّهُ أَبُوْ لَهَبٍ. (رواه أحمد)

Artinya: Saya melihat Nabi Muhammad saw pada masa Jahiliah di pasar Żū al-Majāz bersabda, “Ucapkanlah tiada Tuhan melainkan Allah niscaya kamu akan berbahagia!” Orang-orang berkumpul di sekitar beliau. Di belakang beliau seorang laki-laki, putih warna mukanya, juling matanya, mempunyai dua untaian rambut di kepalanya, berkata, “Dia (Muhammad) beragama Ṣābi’ dan pembohong.” Ia mengikuti Nabi ke mana saja beliau pergi, lalu saya bertanya, “Siapakah orang itu?” Mereka menjawab, “Itu adalah pamannya sendiri Abū Lahab.” (HR Aḥmad)

Selain Abu Lahab, surah ini juga menunjukkan keburukan perbuatan istri Abu Lahab, kerendahan budi pekerti serta kejelekan amal perbuatannya. Pada lehernya akan selalu ada seutas tali yang kuat, digunakannya untuk memikul duri-duri yang akan diletakkannya pada jalan yang dilalui Nabi Muhammad SAW.

Usaha yang dilakukan oleh istri Abu Lahab begitu keras untuk menyalakan permusuhan antara manusia, sehingga Allah SWT mengisahkan dia sebagai seorang perempuan yang membawa kayu bakar yang digantungkan pada lehernya ke mana saja ia pergi. Ini adalah gambaran seburuk-buruknya bagi seorang perempuan.

Begitulah pembahasan kali ini mengenai paman Nabi Muhammad yang menentang dakwah beliau. Semoga tulisan ini dapat membantu kita untuk belajar dari kisah Abu Lahab dan mendapatkan perlindungan serta arahan dari Allah SWT selalu agar tidak tersesat. Aamiin yaa Rabbalalamiin.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Saat 700 Muslim Lawan 3.000 Quraisy di Perang Uhud



Jakarta

Jumlah pasukan kaum muslimin ketika terjadi perang Uhud adalah 700 orang yang melawan tiga ribu orang pasukan Quraisy. Mulanya, dikutip dari buku Sang Panglima Tak Terkalahkan Khalid Bin Walid karangan Hanatul Ula Maulidya, jumlah pasukan muslim ada seribu orang yang keluar dari kota Madinah menuju medan perang.

Berkurangnya jumlah pasukan kaum Muslimin ini terjadi karena salah satu pemimpin Bani terbesar dari kaum Quraisy, Abdullah bin Ubay, membelot dan berhasil membawa kurang lebih 300 orang pasukan muslimin. Mereka gentar mengetahui jumlah musuh yang besar.

Meskipun sempat dihinggapi perpecahan, namun 700 orang pasukan muslim akhirnya tegap berangkat untuk menghadapi perang Uhud.


Terjadinya Perang Uhud

Perang Uhud menjadi tonggak sejarah dan mengandung banyak pelajaran berharga bagi umat Islam pada masa itu hingga masa kini. Perang ini terjadi pada bulan Syawal tahun ke-3 Hijriah.

Perang ini terjadi karena keinginan balas dendam kaum Quraisy yang menerima kekalahan pada perang sebelumnya yaitu perang Badar. Hal ini lantaran ketika perang Badar, kaum muslimin berhasil membunuh banyak pemimpin kaum Quraisy.

Meskipun dengan ketimpangan jumlah pasukan yang luar biasa, pasukan muslim pimpinan Nabi Muhammad SAW terlihat unggul ketika peperangan berlangsung. Pasukan Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan terlihat mulai kewalahan ketika menghadapi pasukan muslim.

Menurut buku Islam at War karya George F. Nafziger, keunggulan pasukan muslim dikarenakan strategi Rasulullah SAW yang menempatkan 150 pasukan pemanah di atas bukit untuk melindungi pasukan yang berada di bawah bukit. Rasulullah AW menginstruksikan kepada pasukan pemanah dalam perang Uhud ini untuk tidak berpindah dari posisi mereka dan selalu waspada, apapun yang terjadi.

Praktis, ketika melihat pasukan Quraisy yang kewalahan dan mulai banyak korban, pasukan pemanah kaum muslim berbondong-bondong untuk turun dan berebut tidak ingin kehabisan harta rampasan perang. Meskipun sempat diinstruksikan berulang kali oleh Rasulullah SAW untuk kembali ke posisinya, imbauan ini tidak dihiraukan.

Oleh karena itu, korban dari kaum muslim banyak berjatuhan karena kaum Quraisy yang tadinya sudah mundur kemudian kembali lagi karena aman dari ancaman pemanah. Korban yang tercatat dalam perang Uhud adalah yang terbanyak selama Nabi Muhammad SAW masih hidup, yaitu berjumlah 72 orang.

Bahkan, sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal sebagai Singa Allah, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib ikut gugur. Ia dibunuh oleh Wahsyi bin Harb, seorang budak Quraisy asal Ethiopia yang dalam lanjutan kisah hidupnya kemudian masuk Islam.

Melalui buku yang sama, dijelaskan bahwa Khalid bin Walid yang memimpin pasukan Quraisy untuk menyergap kelengahan kaum muslim yang teralihkan dengan harta rampasan perang. Khalid bin Walid dengan cepat dan seksama menginstruksikan untuk pasukan Quraisy menyerang dari arah belakang pasukan muslim.

Strategi cepat ini membuat pasukan muslim kalah dalam perang Uhud. Namun, ini adalah momen yang diperhatikan Nabi Muhammad SAW dengan saksama karena strategi dan pengambilan keputusan cepat yang dilakukan oleh Khalid bin Walid.

Singkat cerita Khalid bin Walid kemudian menjadi tangan kanan Rasulullah SAW setelah masuk Islam. Kemudian ia dikenal sebagai panglima paling berhasil dan menjadi andalan bagi Rasulullah SAW.

Itulah ringkasan mengenai perang Uhud yang mengisahkan bagaimana 700 orang pasukan muslim harus menghadapi kaum Quraisy yang berjumlah lebih dari empat kali mereka. Dengan memahami kisah ini, sebagai umat Islam kita bisa meniru semangat dan perjuangan yang tanpa putus ketika bersandar kepada Allah SWT.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Sejarah Kota Thaif dan Kisah Kedatangan Rasulullah SAW



Jakarta

Kota Thaif adalah kota besar ketiga setelah Kota Makkah dan Madinah. Kota ini berada di sebelah tenggara Makkah yang berjarak sekitar 75 mil. Kota Thaif didiami oleh suku Tsaqif atau Bani Tsaqif menyimpan sejarah keislaman sebab Rasulullah SAW pernah mendatangi kota tersebut untuk berdakwah.

Sejarah Kota Thaif

Mengutip dari buku Sirah Nabawiyah karya Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi, nama Thaif diambil dari keberadaan pagar atau tembok yang mengelilingi kota tersebut. Kota Thaif dihuni oleh orang-orang kaya dan para pemuka kaum Quraisy yang membangun istana-istana di sana.

Namun, kekayaan yang melimpah tersebut justru mengakibatkan kerusakan moral masyarakat. Orang kaya yang tinggal di Kota Thaif dikenal gemar melakukan perbuatan riba, zina, dan meminum khamr.


Kota Thaif memiliki sumber air yang melimpah, tanah yang subur, pepohonan yang berbuah lebat sehingga di kota itu banyak pembuatan khamr atau minuman anggur. Keadaan tersebut masih ada dan berlangsung hingga sekarang.

Orang-orang dari suku Bani Tsaqif memegang kepemimpinan di Kota Thaif. Suku Bani Tsaqif juga menjadi salah satu suku terbesar di Jazirah Arab yang diakui kekuatan dan kekayaannya.

Di zaman Rasulullah SAW, orang-orang di Kota Thaif yang berasal dari suku Bani Tsaqif bermusuhan dengan kaum Quraisy dalam bidang spiritual dan sosial politik.

Kota Thaif pada saat itu menjadi tempat penyembahan Lata, yaitu patung yang disembah dan dijadikan tujuan ritual tahunan. Sementara itu, kaum Quraisy memandang patung Lata sebagai pesaing patung Hubal atau patung milik kaum Quraisy yang paling besar.

Keadaan penduduk kota Thaif kurang lebih hampir sama dengan penduduk Quraisy yang menyembah patung. Hal tersebut membuat Rasulullah SAW memilih Kota Thaif sebagai tujuan dakwahnya setelah ia dihina dan mendapat kekerasan dari kaum Quraisy di Makkah.

Kisah Kedatangan Rasulullah SAW ke Kota Thaif

Dalam buku 114 Al-Qur’an Stories karya Vanda Arie, diceritakan bahwa kedatangan Rasulullah SAW ke Kota Thaif bertujuan untuk menyampaikan dakwah dan memohon perlindungan kepada suku Tsaqif dari tekanan yang beliau terima di Makkah.

Kedatangan Rasulullah SAW ke Kota Thaif untuk berdakwah bisa jadi disebabkan karena Kota Thaif merupakan pusat kekuatan dan kepemimpinan yang kedua setelah Makkah atau sebab paman-paman beliau berasal dari Bani Tsaqif.

Setelah tiba di Kota Thaif, Rasulullah SAW kemudian menemui tiga pembesar Bani Tsaqif, yaitu Mas’ud, Abdu Yalail, dan Habib. Beliau duduk bersama mereka dan mengajak mereka untuk beriman kepada Allah SWT.

Ternyata, Rasulullah SAW justru menghadapi penolakan yang sangat keras dari suku Tsaqif. Mereka menghina Rasulullah, membujuk orang-orang bodoh dan budak-budak mereka untuk meneriaki beliau, kemudian melempari beliau dengan batu.

Zaid bin Haritsah, seorang sahabat yang menemani Rasulullah ke Kota Thaif, sudah berusaha melindungi beliau dari lemparan batu. Namun, batu tersebut tetap mengenai tubuh Rasulullah hingga berdarah-darah.

Rasulullah SAW bersama Zaid kemudian duduk beristirahat di bawah pohon kurma dalam keadaan menderita. Ternyata, apa yang ditemuinya di Kota Thaif jauh lebih berat daripada yang diterimanya dari orang-orang kafir Quraisy di Makkah.

Pada akhirnya, Zaid bin Haritsah bersama Rasulullah SAW kembali lagi ke Kota Makkah. Peristiwa itu menjadi awal pergerakan hijrah Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan penduduk muslim Makkah lainnya menuju Madinah.

Penduduk Kota Thaif Memeluk Agama Islam

Dikisahkan dalam buku Dakwah Rasulullah karya Prof. Dr. M. Yunan Yusuf, Penduduk Kota Thaif yang terdiri dari suku Tsaqif kemudian memeluk agama Islam sesudah Fathu Makkah, tepatnya setelah berakhirnya perang Hunain pada tahun kedelapan Hijriah.

Sejak saat itulah, Kota Thaif dan penduduknya dari suku Tsaqif menjadi kaum yanng beriman. Mereka melaksanakan ajaran Islam dengan ikhlas, tulus, dan sukarela.

Demikianlah sejarah Kota Thaif yang didiami oleh Suku Tsaqif. Kota Thaif sebagai kota yang subur dan sejuk semakin memperkuat posisi Islam sebagai agama yang membawa rahmat (rahmatan lil ‘alamin).

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Putri Rasulullah SAW yang Jalani Cinta Beda Agama



Jakarta

Kisah cinta beda agama sudah terjadi sejak zaman nabi. Salah satu putri Rasulullah SAW pun pernah mengalaminya.

Putri Rasulullah SAW yang mengalami cinta beda agama adalah Zainab RA. Sayyidah Zainab menikah dengan Abul Ash bin Rabi’. Dalam Kelengkapan Tarikh Muhammad SAW karya Moenawar Chalil disebutkan, Abul Ash bin Rabi’ adalah salah seorang pemuka Quraisy.

Melansir buku Rumah Tangga Seindah Surga karya Ukasyah Habibu Ahmad, cinta putri Rasulullah SAW ini sangatlah dalam dan keduanya saling mencintai. Namun, perbedaan keyakinan sempat memisahkan keduanya.


Setelah turunnya wahyu kenabian kepada Rasulullah SAW, Abul Ash tetap kukuh pada kepercayaan nenek moyangnya. Ia tetap menyembah berhala, sebagaimana orang-orang kafir Quraisy.

Pertemuan Zainab dan Abul Ash

Zainab RA adalah putri sulung dari Rasulullah SAW dari pernikahannya dengan Khadijah binti Khuwailid RA. Saat itu, Zainab dilahirkan saat Rasulullah SAW berusia 30 tahun atau sekitar 23 tahun sebelum beliau hijrah ke Madinah.

Sebagai anak pertama, Zainab RA terbiasa untuk membantu dan meringankan tugas ibunya dalam urusan rumah tangga serta mengasuh adik-adiknya. Dari kebiasaan inilah, ia belajar hidup dalam kesabaran dan keteguhan.

Sementara itu, Abul Ash bin Rabi’ bin Abdil Uzza bin Abdisy Syams bin Abdi Manaf bin Qushay al-Qurasyi merupakan pemuda terhormat dengan kekayaan melimpah. Ia merupakan putra Halah bin Khuwailid yang tak lain merupakan saudara Khadijah RA. Dengan kata lain, Abul Ash merupakan keponakan dari Khadijah RA.

Setelah dewasa, Abul Ash menjadi seorang pemuda yang kaya, rupawan, dan mempesona. Kehidupannya bergelimang kenikmatan hingga setelah cukup usia ia menikahi Zainab RA. Pernikahan ini berlangsung sebelum masa kenabian Rasulullah SAW.

Kisah Perjuangan Cinta Zainab dan Abul Ash

Merangkum dalam buku Rumah Tangga Seindah Surga karya Ukasyah Habibu Ahmad dan buku Kisah Nabi Muhammad SAW karya Yoyok Rahayu Basuki, hingga pada akhirnya Rasulullah SAW memutuskan untuk hijrah dan Zainab RA tidak diperbolehkan oleh sang suami dan keluarganya untuk meninggalkan Makkah.

Bahkan hingga Perang Badar meletus, Zainab RA menjadi satu-satunya muslimah yang tinggal bersama kafir Quraisy di Makkah.

Pada saat itu Abul Ash turut serta dalam pertempuran untuk memerang kaum muslimin dan mertuanya, Rasulullah SAW.

Peperangan tersebut jelas membuat Zainab RA merasa gelisah. Bagaimana tidak, saat itu sang suami berada di pihak musuh yang melawan ayahandanya padahal keduanya merupakan orang yang sangat dicintai oleh Zainab RA.

Zainab RA hanya bisa berdoa semoga Allah SWT memberikan kemenangan kepada kaum muslimin, namun ia juga berharap suaminya dijauhkan dari bahaya dan mendapatkan hidayah untuk memeluk Islam.

Pada akhirnya, kaum muslimin memenangkan peperangan dan Abul Ash menjadi salah satu tawanan. Ia digiring menuju Madinah dan Rasulullah SAW mewajibkan setiap tawanan menebus diri mereka jika ingin bebas.

Rasulullah SAW menetapkan uang tebusan antara 1.000-4.000 dirham sesuai dengan kedudukan dan kekayaan para tawanan di kaumnya.

Akhirnya, Zainab RA mengirimkan uang tebusan dan sebuah kalung pemberian ibunya, Khadijah binti Khuwailid. Ketika Rasulullah SAW melihat Zainab RA beserta dengan kalung tersebut beliau terharu, air mata pun menetes di pipi beliau.

Melihat duka Rasulullah SAW, para sahabat setuju untuk membebaskan Abul Ash bin Rabi’ tanpa harus membayar tebusan. Kemudian Rasulullah SAW mengembalikan kalung tersebut dan meminta Abul Ash untuk menceraikan Zainab RA.

Pada dasarnya, menurut hukum Islam seorang wanita mukmin tidak boleh menikahi laki-laki kafir. Abul Ash yang mendengarnya kemudian menyetujui hal tersebut. Ketika kembali ke Makkah keluarga Abul Ash berkata, “Biarlah engkau menceraikan istrimu itu, dan kami akan mencarikan bagimu gadis yang jauh lebih cantik daripadanya.”

Namun, Abul Ash sangat mencintai Zainab sehingga ia berkata, “Di suku Quraisy tidak ada gadis yang dapat menandingi istriku.” Meskipun dihalang-halangi orang Quraisy pada akhirnya Abul Ash melepaskan Zainab ke Madinah.

Hingga di tengah perjalanan, beberapa orang Quraisy mengganggu unta Zainab RA sehingga putri Rasulullah SAW tersebut jatuh. Pada saat itu, Zainab tengah mengandung karena hal tersebut ia harus kehilangan bayinya karena keguguran.

Disebutkan dalam buku 40 Putri Terhebat, Bunda Terkuat karya Tethy Ezokanzo setelah kejadian itu Zainab RA terus sakit-sakitan dan lukanya sulit untuk diobati. Hingga pada akhirnya, Abul Ash diberi hidayah oleh Allah SWT dan masuk Islam.

Ia menyusul Zainab RA pada tahun ke 7 Hijriah. Rasulullah SAW sangat senang menerima menantunya kembali. Zainab RA pun bahagia, hari-hari terakhir hidupnya ditemani suami tercinta, hingga akhirnya wafat pada tahun 8 Hijriah.

Demikianlah cerita dari Zainab RA, putri Rasulullah SAW yang pernah mengalami cinta beda agama dengan salah seorang Quraisy, penyembah berhala.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Nabi yang Memiliki Kekayaan dan Mampu Berkomunikasi dengan Hewan, Ini Sosoknya



Jakarta

Nabi Sulaiman adalah nabi yang memiliki kekayaan dan mampu berkomunikasi dengan hewan. Beliau adalah salah satu putra Nabi Daud yang diangkat menjadi raja bagi Bani Israil untuk menggantikan ayahnya.

Nabi Sulaiman juga dikenal memiliki kekayaan berupa kerajaan yang sangat luas dan kekuasaan yang besar. Ia mampu menaklukkan bangsa jin dengan izin Allah SWT. Melalui bantuan jin inilah beliau mampu membangun istana yang megah dan benteng yang tinggi. Namun, kekayaan ini tidak membuatnya menjadi sosok yang angkuh dan sombong.

Allah SWT telah mengajarkan Nabi Sulaiman bahasa burung dan semua bahasa hewan. Hal ini membuat Nabi Sulaiman mampu berkomunikasi dengan hewan dan mengerti pembicaraan hewan yang umumnya tidak diketahui oleh manusia.


Kekayaan Nabi Sulaiman

Dikisahkan dalam buku Cara Kaya Seperti Nabi Sulaiman karya Ahmad Zainal Abidin, dari catatan sejarah, Nabi Sulaiman adalah orang yang paling kaya seantero dunia. Ia menguasai seluruh dunia selama 40 tahun dan memiliki istana yang terbuat dari kayu gaharu serta memiliki bau harum emas. Bagian dari istananya juga ada yang terbuat dari kristal berkilau.

Bisa dikatakan, Nabi Sulaiman menjadi satu-satunya nabi memiliki teknologi yang maju di masanya. Di istananya, banyak karya seni dan benda berharga yang mengesankan bagi semua orang yang menyaksikannya. Pintu gerbang istananya terbuat dari gelas sehingga tidak heran jika istana Nabi Sulaiman menjadi istana paling besar di dunia.

Namun, meski Nabi Sulaiman memiliki kekayaan berupa kerajaan yang megah dan luas, ia tetap menunjukkan sikap berserah diri dan rendah diri kepada Allah SWT dan manusia.

Nabi Sulaiman menyadari bahwa seluruh kekuasaan yang dimilikinya tidak ada apa-apanya di hadapan Allah SWT. Ia menggunakan semua kekayaannya hanya untuk menegakkan kebaikan. Sebagaimana ayahnya yang selalu bertasbih, Nabi Sulaiman juga kerap memuji Allah SWT.

Tujuan Nabi Sulaiman meminta diberikan kerajaan dan kekayaan kepada Allah SWT tidak terlepas dari tujuan luhur untuk berdakwah.

Dalam salah satu riwayat, Rasulullah SAW berkata, “Permintaan yang diajukan oleh Nabi Sulaiman AS untuk mendapatkan pemerintahan yang besar dan meluas bertujuan agar ia bisa mengalahkan kefasikan dan kerusakan para setan.” (HR Bukhari).

Karunia Allah SWT kepada Nabi Sulaiman berupa kekayaan yang melimpah juga menjadi teladan bagi orang-orang yang memiliki kekayaan. Dalam kondisi sekaya apapun, seseorang tidak boleh melampaui batas atau bahkan merasa sombong atas kekayaannya.

Kemampuan Nabi Sulaiman yang Berkomunikasi dengan Hewan

Selain menjadi nabi yang memiliki kekayaan, Nabi Sulaiman juga memiliki kemampuan berkomunikasi dengan hewan. Disebutkan dalam buku Sulaiman: Raja Segala Makhluk karya Humam Hasan Yusuf Salom, Nabi Sulaiman dapat memahami bahasa burung dan saling berbincang satu sama lain atas izin Allah SWT. Hal ini juga disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-Naml ayat 16, sebagaimana Allah SWT berfirman:

وَوَرِثَ سُلَيْمٰنُ دَاوٗدَ وَقَالَ يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ عُلِّمْنَا مَنْطِقَ الطَّيْرِ وَاُوْتِيْنَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍۗ اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْفَضْلُ الْمُبِيْنُ

Artinya: “Sulaiman telah mewarisi Daud dan dia (Sulaiman) berkata, “Wahai manusia, kami telah diajari (untuk memahami) bahasa burung dan kami dianugerahi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar karunia yang nyata.” (QS An-Naml: 16).

Terdapat pula kisah Nabi Sulaiman berkomunikasi dengan semut yang diceritakan dalam buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul karya H. Ridwan Abdullah Sani dan Muhammad Kadri.

Suatu hari ketika Nabi Sulaiman berpergian dalam rombongan kafilah yang terdiri dari manusia, jin, dan binatang-binatang, Nabi Sulaiman mendengar seekor semut berkata kepada kawanannya.

“Hai semut-semut, masuklah kamu semuanya ke dalam sarangmu agar kamu selamat dan tidak menjadi binasa diinjak oleh Nabi Sulaiman dan tentaranya tanpa sadar dan sengaja.”

Nabi Sulaiman tersenyum tertawa setelah mendengar suara semut yang ketakutan itu. Beliau kemudian memberitahukan hal tersebut kepada pra pengikutnya untuk tidak menginjak jutaan semut dan sarangnya yang ada di depan mereka.

Nabi Sulaiman sangat mensyukuri karunia yang diberikan Allah SWT kepadanya sehingga menjadikan dirinya dapat mendengar dan menangkap maksud suara semut. Kisah ini juga dikisahkan dalam Al-Qur’an surat An-Naml ayat 17-19

وَحُشِرَ لِسُلَيْمٰنَ جُنُوْدُهٗ مِنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِ وَالطَّيْرِ فَهُمْ يُوْزَعُوْنَ

حَتّٰىٓ اِذَآ اَتَوْا عَلٰى وَادِ النَّمْلِۙ قَالَتْ نَمْلَةٌ يّٰٓاَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوْا مَسٰكِنَكُمْۚ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمٰنُ وَجُنُوْدُهٗۙ وَهُمْ لَا يَشْعُرُوْنَ

فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّنْ قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَدْخِلْنِيْ بِرَحْمَتِكَ فِيْ عِبَادِكَ الصّٰلِحِيْنَ

Artinya: (17) Untuk Sulaiman di kumpulkanlah bala tentara dari (kalangan) jin, manusia, dan burung, lalu mereka diatur dengan tertib. (18) hingga ketika sampai di lembah semut, ratu semut berkata, “Wahai para semut, masuklah ke dalam sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadarinya.” (19) Dia (Sulaiman) tersenyum seraya tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dia berdoa, “Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku (ilham dan kemampuan) untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk tetap mengerjakan kebajikan yang Engkau ridhai. (Aku memohon pula) masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS An-Naml: 17-19).

Keistimewaan Nabi Sulaiman yang mampu berkomunikasi dengan semut mengajarkan kepada umat manusia agar peduli terhadap semua makhluk ciptaan Allah SWT. Bahkan Rasulullah SAW pun pernah mengajarkan kepada umatnya untuk menyelamatkan semut yang sedang berada di tengah air dan akan tenggelam.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com