Tag Archives: Rasulullah SAW

Sosok Sahabat Nabi yang Dikenal Pemalu, Siapakah Dia?



Jakarta

Sosok sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal pemalu adalah Utsman bin Affan. Meski begitu, Utsman memiliki pribadi yang cerdas dan dermawan.

Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam bukunya yang berjudul Biografi Utsman bin Affan menjelaskan silsilah Utsman bin Affan. Namanya adalah Utsman bin Afan bin Abu Al-Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah pada Abdi Manaf.

Sementara itu, ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Habib bin Abd Syams bin Abdi Manaf bin Qushay. Nama ibu Arwa (nenek Utsman bin Affan dari jalur ibu) adalah Ummu Hukaim Al-Baidha’ binti Abdul Muththalib, saudara perempuan sekandung Abdullah bin Abdul Muththalib, ayah Rasulullah.


Ada yang mengatakan bahwa Ummu Hukaim dan Abdullah adalah dua anak kembar Abdul Muthalib, kakek Rasulullah, seperti dikisahkan oleh Az-Zubair bin Bikar.

Mengutip buku Kisah Seru Para Sahabat Nabi susunan Lisdy Rahayu, sifat Utsman yang pemalu ini menyebabkan orang-orang sekitarnya juga menjadi malu kepadanya. Suatu ketika, Rasulullah SAW kedatangan Abu Bakar dan Umar bin Khattab.

Sang nabi lantas mempersilahkan mereka untuk masuk. Namun ketika Utsman bin Affan datang, ia langsung membenarkan dulu letak jubahnya karena malu kepada Utsman.

Nabi SAW bersabda dalam haditsnya, “Bagaimana aku tidak merasa malu kepada orang yang malaikat saja malu kepada dia.” (HR Muslim)

Diterangkan dalam buku Kisah Hidup Utsman ibn Affan oleh Mustafa Murrad, di kalangan sahabat Rasulullah, Utsman bin Affan termasuk orang yang paling banyak tahu tentang Al-Qur’an dan hadits. Utsman juga termasuk salah satu penghafal Al-Qur’an.

Ia selalu mengikuti petunjuk Nabi, Abu Bakar, dan Umar RA yakni para sahabat sekaligus Khalifah sebelum dirinya, ketika hendak mengambil keputusan. Utsman bin Affan yang memiliki gelar Dzunnurain (Pemilik Dua Cahaya) selalu mendampingi Nabi sehingga ia mendapatkan banyak ilmu dan petunjuk dari beliau.

Selain dikenal sebagai sahabat nabi, Utsman bin Affan juga seorang Khalifah ketiga menggantikan Umar bin Khattab pada tahun 644 Masehi. Ia menjalankan kenegaraan dengan penuh kesederhanaan.

Pada masa kepemimpinannya, kaum muslimin banyak menaklukkan negeri-negeri, seperti pula Cyprus, negara Khurasan, Armenia, dan negeri Maroko. Selain itu, penulisan kembali ayat-ayat Al-Qur’an juga terjadi pada masa kekhalifahan Utsman.

Saat itu, Utsman membuat ayat-ayat Al-Qur’an menjadi satu mushaf. Karenanya, sampai saat ini mushaf yang terkenal dan banyak digunakan adalah mushaf Utsmani.

Utsman bin Affan wafat pada 12 Zulhijjah tahun 35 Hijriah. Ia meninggal di usia ke-81 dan dimakamkan di bukit sebelah timur pemakaman Al-Baqi.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Rasulullah SAW saat Terkena Sihir dari Labid bin Al ‘Asham



Jakarta

Ilmu sihir telah ada sejak lama, bahkan ketika zaman Nabi Muhammad SAW. Ilmu ini tidak kasat mata dan banyak disalahgunakan untuk mencelakai orang lain.

Melalui ilmu sihir, pelaku meminta bantuan melalui kepada setan dan jin. Terkait sihir disebutkan dalam surah Al Baqarah ayat 102,

وَٱتَّبَعُوا۟ مَا تَتْلُوا۟ ٱلشَّيَٰطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَٰنَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَٰنُ وَلَٰكِنَّ ٱلشَّيَٰطِينَ كَفَرُوا۟ يُعَلِّمُونَ ٱلنَّاسَ ٱلسِّحْرَ وَمَآ أُنزِلَ عَلَى ٱلْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَٰرُوتَ وَمَٰرُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَآ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۖ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِۦ بَيْنَ ٱلْمَرْءِ وَزَوْجِهِۦ ۚ وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِۦ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۚ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ ۚ وَلَقَدْ عَلِمُوا۟ لَمَنِ ٱشْتَرَىٰهُ مَا لَهُۥ فِى ٱلْءَاخِرَةِ مِنْ خَلَٰقٍ ۚ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا۟ بِهِۦٓ أَنفُسَهُمْ ۚ لَوْ كَانُوا۟ يَعْلَمُونَ


Artinya: “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”

Rasulullah SAW sendiri pernah menjadi korban dari ilmu sihir. Kala itu, orang Yahudi bernama Labin bin Al ‘Asham-lah yang mengirim sihir terhadap sang rasul.

Mengutip buku Al-Qur’an Hadis Madrasah Ibtidaiyah Kelas III susunan Fida’ Abdillah dan Yusak Burhanudin, Labid menerima beberapa tawaran dengan imbalan uang untuk memberikan sihir yang mematikan kepada Rasulullah SAW. Ia membutuhkan beberapa helai rambut sang nabi.

Akhirnya, Labid dan putrinya yang juga ia warisi ilmu sihirnya mengatur strategi untuk mendapatkan rambut Nabi Muhammad SAW. Setelah berhasil, Labid mengikat sebelas buhul pada rambut sang rasul dan putrinya meniupkan semacam mantra pada setiap buhulnya.

Setelah selesai, buhul diikat pada ranting kecil pohon kurma, dibungkus daun, dan dilemparkan ke dalam sumur yang sangat dalam. Sihir tersebut hanya dapat dihancurkan dengan cara membuka ikatan buhulnya.

Rasulullah SAW menyadari ada yang tidak beres dengan dirinya. Ingatan beliau terhadap sesuatu sering hilang secara tiba-tiba dan sering berkhayal melakukan sesuatu yang tidak dilakukan.

Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga diselimuti rasa mudah lelah dan hilangnya selera makan. Akhirnya, ia berdoa kepada Allah SWT agar disembuhkan dari apa yang dideritanya.

Ketika tidur, Rasulullah SAW bermimpi melihat dua orang. Orang pertama sedang duduk di kepala beliau dan satu orang lainnya berada di kaki beliau. Lalu, satu di antara mereka memberitahu kepada yang lain penyebab dari penyakit Nabi Muhammad SAW dan nama dari sumur.

Malaikat Jibril datang dan membenarkan mimpi Nabi Muhammad SAW serta menyampaikan dua surah, yaitu Al Falaq dan An Nas. Sang rasul meminta Ali bin Abi Thalib RA untuk ke sumur tersebut sambil membaca dua surah itu.

Setiap satu ayat dibaca, satu buhul terlepas dengan sendirinya hingga semua buhul terlepas dan sihir hancur. Setelah itu, Rasulullah SAW kembali pulih seperti sedia kala.

Selain surah Al Falaq dan An Nas, ada juga doa yang bisa dibaca agar terhindar dari sihir. Dikutip dari buku Do’a & Wirid: Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah tulisan Yazid bin Abdul Qadir Jawas terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, berikut doanya.

لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ

Arab latin: Laa ilaha illallah wahdahu la syarika lahu lahul mulku wa lahul hamdu yuhyi wa yumit, wa huwa ‘ala syai’in qadir

Artinya: “Tidak ada Tuhan Selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik Allah segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,”

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Ini Putri Nabi Muhammad SAW yang Menikah Beda Agama


Jakarta

Melalui pernikahannya dengan Khadijah binti Khuwailid RA, Rasulullah SAW memiliki 7 keturunan yang terdiri dari putra maupun putri. Salah satu putrinya tersebut dikisahkan menikah dengan pria yang berbeda agama.

Dialah Sayyidah Zainab RA, putri sulung Rasulullah SAW dalam pernikahannya dengan Khadijah RA. Dikisahkan, Zainab RA menikahi salah seorang pemuka Quraisy yang bernama Abul Ash atau Abu Al Ash bin Rabi.

Menurut buku Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam karya Bassam Muhammad Hamami, Zainab bernama lengkap Zainab binti Muhammad al-Amin bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim al-Qurasyiyyah al-Hasyimiyah. Saat itu, Zainab dilahirkan saat Rasulullah SAW berusia 30 tahun atau sekitar 23 tahun sebelum beliau hijrah ke Madinah.


Hari demi hari tahun demi tahun berlalu. Zainab RA tumbuh menjadi gadis dewasa. Hingga datanglah Abu Al Ash Bin Rabi untuk melamar.

Pernikahan Beda Agama Putri Rasulullah SAW

Dilansir dari buku Khadijah: Cinta Sejati Rasulullah karya Abdul Mun’im Muhammad Umar disebutkan, saat Zainab RA telah memasuki usia untuk menikah, banyak orang tua dari kaum Quraisy menginginkan anak lelakinya menikahi Zainab RA.

Hal ini lantaran Zainab RA adalah anak dari seorang yang dikenal paling jujur dan terpercaya yaitu Rasulullah SAW, serta menikahi Zainab RA artinya menjadi bagian dari keluarga yang terhormat di kota.

Hingga kemudian, Khadijah RA ingat bahwa saudaranya, Halah binti Khuwailid, mempunyai anak laki-laki yang seumuran dengan Zainab RA, bernama Abu Al Ash bin Rabi. Pemuda tersebut juga dikenal akan kejujurannya, sukses dalam berdagang, dan sifatnya yang bisa dipercaya.

Selanjutnya, Khadijah RA menemui Rasulullah SAW untuk menceritakan perihal Abu Al Ash yang ingin meminang Zainab RA.

Tidak diketahui apakah Abu Al Ash datang bersama keluarganya atau sendirian. Namun, Rasulullah SAW menyambut pinangannya dengan terbuka.

Pernikahan antara Zainab RA dan Abul Ash dilaksanakan setahun sebelum turunnya wahyu atau sebelum masa kenabian Rasulullah SAW Pada pernikahan itu Khadijah RA menghadiahkan sebuah kalung kepada Zainab RA.

Gejolak Pernikahan Zainab RA dan Abu Al Ash

Melansir buku Perempuan-Perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah karya Muhammad Ibrahim Salim disebutkan, meski wahyu kenabian sudah diturunkan kepada Rasulullah SAW, Abu Al Ash tetap mempertahankan kepercayaan nenek moyang dengan menyembah berhala.

Pernikahan keduanya menjadi pernikahan beda agama hingga perpisahan mereka berdua tidak bisa dihindari. Pada masa hijrah ketika kaum muslimin pergi menuju Madinah, Zainab RA termasuk rombongan yang hijrah ke Madinah.

Suatu hari peperangan kaum kafir Quraisy dengan umat Islam pun terjadi, dalam rombongan kaum kafir Quraisy juga terdapat Abu Al Ash. Peperangan terus berlanjut hingga umat Islam berhasil meraih kemenangan.

Abu Al Ash termasuk dalam tawanan kaum muslimin Ketika kaum Quraisy menebus para tawanan dengan harta mereka, Zainab RA pun mengirim harta dan kalungnya untuk menebus suaminya, Abu Al Ash bin Rabi.

Ketika melihat kalung itu, hati Rasulullah SAW tersentuh sambil berkata kepada para sahabat, “Jika kalian berpendapat untuk membebaskan tawanan Zainab, dan mengembalikan uang tebusannya maka lakukanlah.”

Para sahabat menjawab, “Baik wahai Rasulullah SAW.” Dibebaskanlah Abu Al Ash, dan dikembalikan uang tebusan Zainab RA.

Hukum Islam melarang seorang wanita mukmin tidak boleh menikahi laki-laki kafir. Abu Al Ash yang mendengarnya kemudian menyetujui hal tersebut. Ketika kembali ke Makkah keluarga Abul Ash berkata, “Biarlah engkau menceraikan istrimu itu, dan kami akan mencarikan bagimu gadis yang jauh lebih cantik daripadanya.”

Keduanya pun berpisah. Abu Al Ash melepaskan Zainab RA ke Madinah. Hingga pada akhirnya, dikutip dalam buku 40 Putri Terhebat, Bunda Terkuat karya Tethy Ezokanzo Abu Al Ash diberi hidayah oleh Allah SWT dan masuk Islam.

Abu Al Ash kembali menyusul Zainab RA pada tahun ke 7 Hijriah. Rasulullah SAW sangat senang menerima menantunya kembali.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Ibu Pengasuh Rasulullah SAW yang Dijaminkan Surga


Jakarta

Semasa hidup Rasulullah SAW telah menjadi seorang yatim piatu sejak kecil, sebab itu kakeknya mencarikan seorang ibu pengasuh. Salah satu nama pengasuh Rasulullah SAW adalah Ummu Aiman. Sosok yang sekaligus bertugas untuk membantu dan menemani perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW.

Dilansir dari buku Berbakti kepada Orang Tua karya Muhammad Al-Fahham, Ummu Aiman selalu mendampingi Rasulullah SAW sejak anak-anak hingga beliau menjadi dewasa sebagai orang tua asuh. Ummu Aiman selalu menjaga dan memperhatikan Rasulullah SAW.

Melalui kedekatan tersebut, Nabi Muhammad SAW pun bisa melihat bayangan ibu kandung yang tidak pernah hilang dari ingatannya. Dikisahkan, Rasulullah SAW pernah bersabda:


أُمُّ أَيْمَنَ أُمِّي بَعْدَ أُمِّي

Artinya: “Ummu Aiman adalah ibuku setelah ibu (kandung)-ku.”

Rasulullah SAW juga selalu memanggil Ummu Aiman dengan sebutan “Wahai ibu.” Apabila beliau menatapnya maka beliau selalu mengatakan, “Ini adalah (anggota) keluargaku yang masih tersisa.”

Muslim meriwayatkan dari Anas RA, dikisahkan saat itu Rasulullah SAW pergi menemui Ummu Aiman. Sang ibu pengasuh itu kemudian memberikan wadah yang berisi minuman kepada Rasulullah SAW.

Namun, Ummu Aiman memberikan minuman tersebut dengan nada yang cenderung memaksa sebab Rasulullah SAW tidak meminumnya. Disebutkan Anas RA, entah Ummu Aiman tidak tahu bila Rasulullah SAW sedang berpuasa atau beliau tidak menginginkan minuman tersebut.

Syekh Mansur ‘Ali Nashif pernah menjelaskan maksud dari hadits tersebut. Disebutkan, hadits tersebut menunjukkan betapa tingginya kedudukan Ummu Aiman di sisi Rasulullah.

Melansir buku Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam karya Bassam Muhammad Hamami dijelaskan setelah Rasulullah SAW menikah dengan Sayyidah Khadijah RA, beliau kemudian memerdekakan Ummu Aiman sebagai bentuk pengorbanan dan penghormatan atas ketulusan dan kebaikan selama mendidik dan membesarkannya.

Selanjutnya, Ummu Aiman pun mendeklarasikan untuk masuk Islam dan menjadi muslimah yang baik dan taat agama. Ummu Aiman bahkan termasuk dalam deretan wanita pertama yang ikut hijrah ke Habsyah dan Madinah.

Ummu Aiman Wanita yang Istimewa

Masih melansir sumber sebelumnya, pada saat hijrah ke Madinah Al Munawwarah, kala itu Ummu Aiman berpuasa dan bangun malam. Wanita itu pun melanjutkan hijrah dengan berjalan kaki. Ia tidak membawa minum atau bekal sehingga kehausan karena panas yang menyengat menyiksanya.

Tiba waktu berbuka, saat matahari terbenam Allah SWT turunkan karamah yang besar dan tidak bisa terlihat oleh seseorang pun yang berjalan bersamanya. Dikisahkan, Allah SWT menurunkan ember berisi air, Ummu Aiman segera mengambil ember itu dan meminum airnya.

Ummu Aiman juga ternyata mempunyai kedudukan istimewa di sisi Rasulullah SAW, karena ia adalah satu-satunya keluarga beliau yang masih hidup. Kalimat di atas didukung oleh sabda Rasulullah SAW setiap melihat Ummu Aiman, “Ini ahli baitku yang masih ada,” serta kabar bahagia saat Nabi Muhammad SAW mengabarkan kepada Ummu Aiman akan kedudukanya di surga, “Siapa yang ingin menikahi seorang wanita penduduk surga, maka hendaklah ia menikahi Ummu Aiman.”

Zaid bin Haritsah mendengar ucapan beliau, dan segera meminang dan menikahi Ummu Aiman. Lalu, dari pernikahan ini mereka dikaruniai seorang anak bernama Usamah bin Zaid.

Selain itu, bahkan saat di usia yang sudah tuanya dan kesehatannya menurun, Ummu Aiman tidak pernah sekalipun melewatkan bergabung dengan pasukan Islam dan berperang dengan musuh-musuh Allah SWT.

Ummu Aiman tercatat ikut dalam perang Uhud, perang Khaibar, dirinya bersama pasukan wanita menyediakan air minum dan mengobati prajurit yang terluka.

Begitulah kisah Ummu Aiman pengasuh Rasulullah SAW. Berkat ketulusannya dalam mendidik dan membesarkan Nabi Muhammad SAW, dia pun menjadi budak merdeka. Hingga sampai masuk Islam dan telah dikabarkan sebagai salah satu penghuni surga.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Sosok Abdullah bin Ummi Maktum, Sahabat Nabi SAW yang Buta sejak Kecil



Jakarta

Sosok sahabat nabi yang buta bernama Abdullah bin Ummi Maktum RA. Beliau merupakan seorang penyandang tunanetra sejak kecil.

Mengutip buku Kisah Menakjubkan dalam Al-Qur’an susunan Ridwan Abqary, kekurangannya itu tidak menjadikan Abdullah untuk beriman kepada Allah SWT. Ia termasuk satu dari sekumpulan orang yang pertama kali memeluk Islam.

Sosok Abdullah dikenal sebagai muslim yang taat. Dirinya tidak pernah absen menghadiri ceramah yang disampaikan Rasulullah SAW. Bahkan, Abdullah juga menghafal ayat suci Al-Qur’an yang diajarkan sang rasul.


Menurut buku Sosok Para Sahabat Nabi karya Dr Abdurrahman Raf’at al-Basya yang diterjemahkan Abdulkadir Mahdamy, Abdullah bin Ummi Maktum memiliki ikatan keluarga dengan Nabi Muhammad SAW. Ia adalah putra dari bibi istri Rasulullah SAW, Khadijah binti Khuwalid dari pihak ibu.

Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Qais bin Zaidah. Penamaan Abdullah bin Ummi Maktum menjadi sebutan karena dirinya terlahir dalam keadaan tunanetra.

Meski buta sejak lahir, semangat Abdullah tidak pernah padam ketika mempelajari Islam. Padahal, kala itu kaum muslimin mengalami banyak penindasan di Makkah.

Rasulullah SAW pada masa tersebut sibuk berdiplomasi. Hal tersebut dilakukan untuk menarik tokoh-tokoh terkemuka Quraisy agar memeluk Islam.

Pada saat yang bersamaan, ada momen yang berkaitan dengan Abdullah bin Ummi Maktum yang mana menyebabkan Rasulullah SAW menerima teguran dari Allah SWT. Teguran tersebut termaktub dalam surah Abasa ayat 1-11,

“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling karena telah datang seorang buta kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum). Tahukah kamu, barangkali ia ingin membersihkan diri nya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal, tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pelajaran), sedang ia takut kepada (Allah) maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya (ajaran Allah) itu merupakan peringatan.” (QS ‘Abasa: 1-11)

Ketika ayat-ayat tersebut turun, Abdullah bin Ummi Maktum datang kepada Rasulullah SAW yang sedang sibuk berdiplomasi. Dirinya yang tidak dapat melihat dan tidak paham akan kegiatan yang dikerjakan Nabi SAW meminta sang rasul mengajari apa yang Allah SWT ajarkan kepada dirinya.

Merasa terganggu, Nabi Muhammad SAW memalingkan wajahnya dengan ekspresi masam. Beliau kembali mengarahkan fokusnya pada orang-orang Quraisy.

Setelahnya, turunlah surah ‘Abasa ayat 1-11. Pada Tafsir Ar Rahmah susunan Dr KH Rachmat Morado Sugiarto, saat itu Rasulullah SAW tidak bermaksud memalingkan wajah dari Abdullah Ummi Maktum, ia hanya menunda pembicaraan dengannya. Ini dimaksudkan agar obrolannya dengan kaum Quraisy tidak terganggu.

Usai turunnya firman Allah SWT itu, Rasulullah SAW lebih menghormati Abdullah bin Ummi Maktum. Tiap Abdullah bin Ummi Maktum datang dan duduk di sisi Nabi SAW, ia langsung menanyakan keperluan dan merespons segala pertanyaannya.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Rasulullah SAW yang Anjurkan dan Contohkan Berbuat Baik pada Hewan



Jakarta

Hewan termasuk makhluk ciptaan Allah SWT yang harus mendapatkan kasih sayang. Manusia hidup berdampingan dengan berbagai hewan, jadi sudah sepatutnya untuk berbuat baik dan melindungi hewan yang hidup di sekitar kita.

Semasa hidupnya, Rasulullah SAW dikenal sebagai sosok yang menyayangi hewan, termasuk kucing.

Saking cintanya dengan hewan, Rasulullah SAW bersabda,


“Barang siapa yang menganiaya binatang, maka ia akan mendapat laknat dari Allah, malaikat, dan semua manusia.” (HR Thabrani)

Hadits ini menegaskan bahwa manusia harus menyayangi hewan dan dilarang untuk menganiayanya.

Dalam buku 115 Kisah Menakjubkan Dalam Hidup Rasulullah karya Fuad Abdurrahman, dituliskan banyak kisah Rasulullah SAW yang mencontohkan sikap berbuat baik kepada hewan.

Suatu hari Rasulullah SAW dan para sahabat menempuh perjalanan. Di tengah perjalanan, Rasulullah memisahkan diri sebentar dari rombongan untuk suatu keperluan.

Para sahabat melihat dua ekor anak burung hammarah (burung merah), lalu mengambilnya. Tidak lama kemudian, induknya datang dan tampak gelisah karena tidak menemukan kedua anaknya. Ketika Rasulullah SAW datang dan melihat induk burung itu, beliau bertanya, “Siapakah yang telah menyusahkan burung ini? Segera kembalikan anak-anaknya!”

Di lain kesempatan, ketika melihat sarang burung yang dibakar, beliau bertanya, “Siapakah yang telah membakar sarang ini?”

Para sahabat menjawab, “Kami.”

“Hanya Rabb Al-Nar (Sang Pemilik Api, yakni Allah) yang pantas mengazab dengan api.”

Kebaikan Rasulullah SAW terhadap hewan juga dapat dilihat dari kisah Rasulullah SAW ketika melihat seseorang menginjak perut seekor kambing, menajamkan pisaunya, dan memperlihatkan pisau itu di depan mata si kambing ketika hendak menyembelih.

Rasulullah SAW bersabda, “Apakah kau ingin membunuhnya dengan dua kematian? Asahlah pisaumu itu sebelum kau merebahkannya!”

Dalam hadits lain, beliau berpesan kepada para sahabat, “Sesungguhnya Allah SWT telah menetapkan kebaikan atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh (menyembelih), perbaguslah caranya. Tajamkanlah pisau kalian dan senangkanlah sembelihan kalian.” (HR Muslim).

Imam Al-Thabrani meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah memiringkan bejana untuk seekor kucing agar ia bisa meminum airnya, kemudian beliau berwudhu dengan sisa air dari bejana itu.

Suatu saat Rasulullah SAW bercerita kepada para sahabat bahwa dulu ada seorang pelacur yang merasa sangat kehausan sehingga ia bergegas mendekati sumur untuk mendapatkan air. Namun, di dekat sumur, pelacur itu melihat seekor anjing berjalan lemah mengitari sumur. Sepertinya, anjing itu pun kehausan.

Ia ingin minum air dari sumur itu tetapi tidak bisa mengambilnya. Akhirnya, ia hanya bisa menjulur-julurkan lidahnya.

Pelacur itu merasa iba sehingga ia segera membuka sepatunya, mengikat sepatu itu dengan selendangnya, lalu menurunkannya ke dalam sumur. Ujung lain selendang itu ia ikatkan pada tubuhnya. Setelah sepatunya terisi air, ia menariknya, lalu minum air dari sepatu itu dan kemudian memberi minum anjing itu hingga hausnya hilang.

Karena kebaikannya itulah Allah SWT mengampuni dosa-dosanya sebagai pelacur. Amal salehnya (bersedekah pada anjing) telah menghapus dosa-dosa yang ia lakukan di masa silam (HR Muslim).

Dari kisah-kisah tersebut, dapat dipetik pelajaran bahwa menyayangi hewan adalah tanda seorang mukmin.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pemuda Kaya yang Durhaka pada Ayahnya, Calon Ahli Neraka


Jakarta

Di zaman Rasulullah SAW hidup seorang lelaki yang durhaka kepada ayahnya. Ia memiliki banyak harta dan suka bersedekah kepada banyak orang namun tidak memperdulikan ayahnya.

Berbuat baik kepada sesama adalah perintah bagi seluruh muslim, namun berbuat baik kepada orang tua termasuk sebuah kewajiban. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman melalui surah Al-Luqman ayat 14,

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ


Artinya: Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.

Kisah seorang pemuda durhaka yang menjadi ahli neraka ini dikisahkan dalam buku 115 Kisah Menakjubkan Dalam Hidup Rasulullah oleh Fuad Abdurahman.

Suatu hari seorang laki-laki tua menemui Rasulullah SAW dan mengadukan perilaku anaknya yang kaya raya tetapi kerap mengabaikannya.

Laki-laki tua tersebut menuturkan, “Wahai Rasulullah, anakku berbuat baik kepada semua orang dan mau membantu mereka, tetapi ia tidak mau membantuku sebagai orangtuanya. Bahkan, ia mengusirku dari rumahnya.”

Mendengar laporan orangtua itu, Rasulullah SAW segera mengutus seorang sahabat untuk menemui anak itu dan menasihatinya agar mau menerima dan mengurus ayahnya. Namun, pemuda itu berbohong dengan mengatakan, “Aku tidak punya cukup harta untuk mengurusi ayahku.”

Ia mengatakan hal tersebut hanya sebagai alasan, padahal pemuda ini memiliki banyak harta dan stok makanan berlimpah.

Rasulullah SAW berkata, “Aku tahu, kau punya gudang gandum dan kurma. Kau juga memiliki simpanan uang yang sangat banyak.”

Pemuda itu tetap mengelak, “Wahai Rasulullah, siapa pun yang mengatakan hal itu kepadamu pasti telah berdusta.”

Pesan Rasulullah SAW pada Pemuda Durhaka

Rasulullah SAW telah berusaha menasehati pemuda itu namun tak membuahkan hasil. Pemuda tersebut tetap bersikukuh tak mau berbuat baik pada ayahnya.

Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Berdiri dan pergilah dari hadapanku. Ingatlah! Tak lama lagi kau akan menyesal dan di saat itu datang, penyesalanmu itu tak lagi berguna.”

Untuk ayah dari pemuda tersebut Rasulullah SAW menyediakan tempat tinggal dan memenuhi kebutuhan hidupnya dari baitulmal.

Mengetahui sang ayah tak lagi mengganggu, pemuda durhaka tersebut lantas merasa senang dan bebas karena tidak lagi mendapat rengekan dari ayahnya.

Balasan bagi Anak Durhaka

Tak lama waktu berlalu, tiba saat untuk menjual kurma dan gandum. Namun nasib sial menghampiri pemuda tersebut, seluruh bahan makanan yang disimpan di gudang ludes dimakan hama.

Pemuda itu membuka gudang tempat penyimpanan kurma miliknya. Namun, ia terkejut saat mendapati semua kurma di dalam gudangnya telah habis dimakan ulat. Tak ada yang tersisa sedikit pun kecuali biji-biji kurma yang tidak lagi laku dijual.

Kemudian, ia bergegas pergi menuju gudang tempat penyimpanan gandumnya. Lagi-lagi ia kaget dan marah melihat gandum di dalam gudangnya diserang serangga. Hewan kecil itu memakan seluruh gandum hingga yang tersisa hanya batangnya.

Tentu saja hal ini membuat pemuda tersebut mengalami kerugian yang besar dalam waktu sekejap.

Meskipun telah mendapatkan musibah yang besar, pemuda ini tak juga menyadari kesalahannya. Ia tak kunjung meminta maaf kepada sang ayah.

Beberapa hari setelah musibah itu, ia jatuh sakit. Dan ketika ia hendak mengambil uang yang selama ini disimpannya untuk berobat, lagi-lagi ia terkejut karena semua uangnya telah berubah menjadi lempengan tembikar tak berharga.

Semua teman dan kerabat menjauhi pemuda ini karena penyakit yang dideritanya. Semakin hari keadaannya semakin memprihatinkan.

Suatu hari Rasulullah SAW berjalan bersama beberapa sahabat. Beliau melihat pemuda itu duduk di pinggir gang dengan kondisi yang sangat mengenaskan.

Beliau menoleh kepada sahabatnya dan berkata, “Hai orang-orang yang durhaka kepada ayah dan ibunya, ambillah pelajaran dari orang ini. Alih-alih mendapatkan kedudukan mulia di surga, itulah yang ia dapatkan. la merasa mampu membeli surga dengan harta dan kedudukannya. Ketahuilah! Sebentar lagi pemuda ini akan meninggal dunia dan masuk Neraka Jahanam.”

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, ia berkata: “Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya, ‘Ya Rasulullah siapakah orang yang paling berhak aku layani (patuhi)?’ Jawab Nabi SAW, ‘Ibumu.’ Ia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Jawab Nabi SAW, ‘Ibumu.’ Ia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Jawab Nabi SAW, ‘Ibumu.’ Ia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Jawab Nabi SAW, ‘Ayahmu.” (HR Bukhari & Muslim)

Berbuat baik kepada orangtua adalah ciri orang beriman, siapapun yang beriman kepada Allah SWT hendaknya ia memuliakan orangtuanya.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Apa yang Dilakukan Rasulullah SAW Sehari sebelum Wafat?


Jakarta

Rasulullah SAW merupakan sosok teladan bagi seluruh umat Islam di dunia. Wafatnya nabi dan rasul terakhir tersebut meninggalkan duka yang amat mendalam bagi kaum muslim. Apa yang dilakukan Rasulullah SAW sehari sebelum beliau wafat?

Diceritakan dalam buku Pengantar Sejarah Dakwah karya Wahyu Ilaihi dan Harjani Hefni Polah, Rasulullah SAW menderita demam selama 13 atau 14 hari sebelum akhirnya wafat pada 12 Rabiul Awal 11 Hijriah atau 8 Juni 632 Masehi.

Hal yang Dilakukan Rasulullah SAW Sehari sebelum Wafat

Masih dari sumber yang sama, Rasulullah SAW wafat pada hari Senin. Sehari sebelumnya yaitu Ahad, beliau memerdekakan budak-budak lelakinya, menyedekahkan tujuh dinar dari harta yang dimilikinya, dan menghibahkan senjata-senjatanya kepada kaum muslim.


Diceritakan dalam Ar-Rahiqul Makhtum karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri yang diterjemahkan oleh Abu Ahsan, pada malam Senin, Aisyah RA meminjam minyak lampu dari tetangganya.

“Berikanlah kepada kami sedikit dari minyak yang kamu miliki pada lampu kami ini,” kata Aisyah RA.

Saat itu, baju besi Rasulullah SAW masih digadaikan kepada orang Yahudi senilai 30 sha’ gandum.

Adapun mengutip Tafsir al-Azhar karya Hamka, Rasulullah SAW masih sempat menyampaikan pidato sehari sebelum beliau wafat. Beliau berpidato kepada sahabat-sahabat tercinta dari kaum Muhajirin dan Anshar.

Dalam pidatonya, Rasulullah SAW menyampaikan bahwa sekalipun masa berpisah sudah dekat, kelak mereka akan bertemu kembali di tempat perjanjian, yaitu telaga bernama Haudh. Dengan kata-katanya tersebut, Rasulullah SAW pun memberi pengharapan kepada umat-umatnya yang tidak sempat melihat wajah beliau.

Kisah Wafatnya Rasulullah SAW

Diceritakan dalam kitab Asy-Syamail al-Muhammadiyah karya Imam At-Tirmidzi yang diterjemahkan Rusdianto, Rasulullah SAW wafat pada usia 63 tahun. Hal ini dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad bin Mani, dari Rauh bin Ubadah, dari Zakariya bin Ishaq, dari Amr bin Dinar, dari Ibnu Abbas. Ia berkata,

“Rasulullah SAW tinggal di Makkah setelah menerima wahyu selama 13 tahun. Beliau wafat dalam usia 63 tahun.” (HR Tirmidzi)

Kisah wafatnya Rasulullah SAW dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan Nashr bin Ali al-Jahdhami, dari Abdullah bin Dawud, dari Nubaith bin Syarith, dari Salim bin Ubaid. Ia berkata,

“Rasulullah SAW jatuh pingsan setelah beliau sakit, lalu beliau sadar dan bersabda, ‘Apakah waktu salat telah tiba?’

Para sahabat menjawab, ‘Ya.’ Rasulullah SAW pun bersabda, ‘Perintahkan Bilal untuk mengumandangkan azan, dan perintahkan Abu Bakar untuk memimpin orang-orang dalam salat.’

Kemudian, beliau kehilangan kesadaran, dan ketika pulih, beliau bersabda, ‘Apakah waktu salat telah tiba?’ Para sahabat menjawab, ‘Ya.’ Rasulullah SAW lalu bersabda, ‘Perintahkan Bilal untuk mengumandangkan azan, dan perintahkan Abu Bakar untuk memimpin orang-orang dalam salat.’

Mendengar itu, Aisyah RA berkata kepada Rasulullah SAW, ‘Sesungguhnya, ayahku adalah orang yang melankolis. Jika ia diberi tanggung jawab untuk menjadi imam salat, ia akan menangis dan kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Jadi, kalau saja engkau menunjuk orang lain.’

Namun, Rasulullah SAW pingsan kembali. Selang beberapa saat, beliau sadarkan diri dan bersabda, ‘Perintahkan Bilal mengumandangkan azan dan perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam salat. Sungguh, kalian layaknya sahabat-sahabat Yusuf.’

Bilal pun mengumandangkan azan, lalu Abu Bakar mengimami salat bersama para sahabat. Saat itu, Rasulullah SAW merasakan sakitnya sudah mulai membaik. Beliau pun bersabda, ‘Carikan untukku orang yang bisa memapahku.’ Maka datanglah Barirah dan seorang laki-laki lainnya. Kemudian, Rasulullah SAW dipapah oleh dua orang tersebut.

Saat melihat beliau dipapah keluar rumah, Abu Bakar hendak mundur, tetapi beliau memberi isyarat agar Abu Bakar tetap di tempatnya sampai menyelesaikan salatnya. Kemudian, Rasulullah SAW wafat.

Umar bin Khattab berkata, ‘Demi Allah, jika aku mendengar seseorang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW telah wafat, maka aku akan menebas orang itu dengan pedangku ini!’

Sebelumnya, para sahabat adalah kaum yang ummi, dan tidak ada nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, sekarang mereka diam saja. Lalu mereka berkata, ‘Wahai Salim, pergilah kepada sahabat Rasulullah SAW (Abu Bakar) dan panggillah ia kemari.’ Maka, aku pun pergi menemui Abu Bakar yang sedang berada di masjid sambil menangis sesenggukan.

Ketika melihat kedatanganku, Abu Bakar bertanya kepadaku, ‘Apakah Rasulullah SAW telah wafat?’ Aku menjawab, ‘Akan tetapi, Umar bin Khattab berkata, ‘Demi Allah, jika aku mendengar seseorang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW telah wafat, maka aku akan menebas orang itu dengan pedangku ini!’ Abu Bakar berkata, ‘Mari, kita pergi.’ Aku pun segera pergi bersamanya.

Ketika kami datang, orang-orang sudah banyak yang masuk ke kamar Rasulullah SAW. Lalu Abu Bakar berkata, ‘Wahai manusia, menyingkirlah dari jalanku.’ Mereka pun memberinya jalan.

Abu Bakar pun masuk ke kamar Rasulullah SAW, lalu memeluk beliau, kemudian memegang beliau sambil berkata,

اِنَّكَ مَيِّتٌ وَّاِنَّهُمْ مَّيِّتُوْنَ ۖ

Artinya: “Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad akan) mati dan sesungguhnya mereka pun (akan) mati.” (QS Az-Zumar: 30)

Allahumma Sholli ala Sayyidina Muhammad.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Rasulullah SAW Mengajarkan Adab Merawat Masjid


Jakarta

Masjid adalah tempat ibadah umat Islam yang wajib dijaga dan dimakmurkan oleh setiap muslim. Menjaga masjid menjadi salah satu adab yang diajarkan Rasulullah SAW.

Masjid bukan hanya sebatas tempat salat, tetapi juga menjadi wadah untuk dakwah, tempat pendidikan dan juga tempat untuk melakukan musyawarah. Sebagai tempat untuk menjalankan berbagai amalan, masjid harus dijaga kebersihannya.

Dalam sebuah hadits dari Abu Darda’ bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Masjid adalah rumah setiap orang bertakwa dan Allah memberi jaminan kepada orang yang menganggap masjid sebagai rumahnya bahwa ia memberinya ketenangan, rahmat, dan kemampuan untuk melintasi shirath menuju ridha Allah, yakni surga.” (HR. Thabrani dan Bazzar)


Terkait adab menjaga masjid, ada kisah di zaman Rasulullah SAW di mana para sahabat dan orang-orang mukmin berlomba-lomba menjaga masjid.

Merangkum buku 115 Kisah Menakjubkan Dalam Hidup Rasulullah oleh Fuad Abdurrahman dikisahkan bahwa para sahabat Rasulullah SAW sangat memahami adab di masjid. Mereka selalu mempelajarinya, dan kukuh menjalankannya.

Mereka sangat tekun dan berlomba-lomba memelihara kebersihan masjid.

Suatu hari, para sahabat melihat Rasulullah SAW membersihkan dahak di masjid dengan ujung ranting, lalu beliau meminta minyak wangi kepada jemaah yang hadir. Lalu seorang pemuda memberikan parfum jenis “khaluq”, dan beliau langsung memercikkannya ke bekas dahak tadi.

Setelah kejadian itu, beliau berbicara di depan jemaah dan mengajarkan bagaimana mengatasi masalah mulut.

“Siapa di antara kalian yang ingin dibelakangi Allah?” tanya Rasulullah SAW.

Para sahabat diam, terkejut mendengar pertanyaan beliau. Namun, setelah beliau mengulangi pertanyaannya, mereka menjawab, “Tidak ada, wahai Rasulullah!”

“Ingatlah,” lanjut beliau, “ketika kalian berdiri salat, Allah SWT ada di hadapan kalian. Maka, jangan meludah ke depan dan ke kanan. Jika mendesak ingin meludah, ” Rasulullah SAW lalu melipat pakaian satu di atas yang lain.

“Usaplah dengan pakaianmu, seperti ini,” ujar Rasulullah SAW mengajarkan.

Kemudian beliau juga memerintahkan agar masjid diberi harum-haruman dan dupa bakar, “Harumkanlah masjid kalian dengan asap dupa.”

Kemudian beliau berpesan agar masjid dibersihkan dari kotoran seraya bersabda, “Dipampangkan kepadaku seluruh pahala umatku, sampai pahala orang yang membuang kotoran dari masjid.”

Perempuan Penjaga Masjid

Dikisahkan bahwa suatu ketika seorang perempuan berkulit hitam tinggal di salah satu pojok masjid. Ia mendirikan sebuah kemah kecil di sana.

Ia adalah seorang budak milik seorang penduduk Makkah. Suatu hari, sang majikan kehilangan barang, dan mereka menuduh budak itu sebagai pencurinya.

Perempuan ini diperiksa dan ditelanjangi lalu dihina sejadi-jadinya. Setelah diketahui bahwa ia bukan pelakunya, budak wanita ini mereka tinggalkan sehingga akhirnya ia pergi ke Madinah.

Perempuan ini sangat rajin menyapu dan membersihkan masjid. Rasulullah SAW menyukai pekerjaan wanita itu hingga ketika suatu hari beliau tidak melihatnya, beliau bertanya kepada para sahabat.

“Ia sudah meninggal, wahai Rasulullah,” jawab para sahabat.

Rasulullah SAW menegur keras mereka karena dianggap memandang remeh masalah ini. “Apakah (dengan tidak peduli terhadap perempuan itu) kalian merasa tidak menyakitiku? Tunjukkan kepadaku, mana kuburannya?” tanya Rasulullah SAW.

Para sahabat mengantarkan Rasulullah SAW ke kuburan perempuan itu, kemudian beliau mendirikan salat di dekat kuburan wanita itu dan berdoa untuknya. MasyaAllah.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Kondisi Kesehatan Rasulullah Sepulang Haji Wada Menurun, Begini Kisahnya


Jakarta

Haji wada adalah haji pertama dan terakhir Rasulullah SAW. Beliau berangkat haji pada tahun ke-10 Hijriah. Kondisi kesehatan Rasulullah SAW sepulang haji wada menurun.

Haji wada Rasulullah SAW dikisahkan dalam Sirah Nabawiyah karya Ibnu Hisyam. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Ishaq, dari Abdurrahman bin Qasim, dari Qasim bin Muhammad, dari Aisyah RA, ia berkata,

“Rasulullah berangkat untuk menunaikan ibadah haji pada tanggal 25 Zulkaidah.” (HR Bukhari dan Muslim)


Kondisi Kesehatan Rasulullah Sepulang Haji Wada

Mengutip buku Tapak Sejarah Seputar Mekah-Madinah karya Muslim H. Nasution, Rasulullah SAW menyiapkan pasukan untuk melawan Romawi sekembalinya dari haji wada. Pasukan yang dibentuk Rasulullah SAW bergerak di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, putra Zaid bin Haritsah.

Akan tetapi, sementara pasukan muslimin mulai bergerak meninggalkan Madinah, terdengar berita bahwa Rasulullah SAW jatuh sakit. Sakit Rasulullah SAW pada awalnya dirasakan di bagian kepala, kemudian berkembang menjadi demam. Sehari sebelum jatuh sakit, beliau sempat berziarah ke Pemakaman Baqi’ dan mendoakan orang-orang yang dikuburkan di sana.

Dikisahkan dalam Sirah Nabawiyah bahwa Rasulullah SAW pergi ke Pemakaman Baqi’ bersama Abu Muwaihibah. Diriwayatkan dari Ubaid bin Jubair, dari Abdullah bin Umar, dari Ibnu Ishaq, dari Abdullah bin Amru bin Ash, dari Abu Muwaihibah, ia berkata,

“Rasulullah SAW mengutusku pada tengah malam, Beliau bersabda, ‘Abu Muwaihibah, aku diperintahkan untuk memintakan ampunan bagi penghuni Baqi’. Mari pergi bersamaku’.”

Abu Muwaihibah pun berangkat bersama beliau. Setibanya di pekuburan, Rasulullah SAW bersabda,

“Assalamu’alaikum, wahai penghuni kubur. Berbahagialah kalian dengan apa yang kalian rasakan dari apa yang dirasakan manusia. Berbagai fitnah datang laksana kepingan malam gelap. Fitnah terakhir menyusul fitnah pertama, dan fitnah yang terakhir lebih buruk daripada yang pertama.”

Beliau kemudian menengok ke arah Abu Muwaihibah dan bersabda, “Abu Muwaihibah, sesungguhnya aku diberi kunci harta dunia dan keabadian di dalamnya, sesudah itu surga. Aku diberi pilihan di antara itu atau bertemu dengan Tuhanku dan surga.”

Abu Muwaihibah berkata, “Demi ayah bundaku, ambillah kunci harta dunia, hidup langgeng di dalamnya, lalu surga.”

Rasulullah SAW pun bersabda, “Tidak, demi Allah, Abu Muwaihibah, aku sudah memilih kembali kepada Tuhanku dan surga.”

Rasulullah kemudian memintakan ampunan bagi penghuni Baqi’ dan pulang. Semenjak itu, Rasulullah SAW mulai menderita sakit yang menyebabkannya meninggal dunia. (HR Ahmad)

Diriwayatkan dari Ya’qub bin Utbah, dari Muhammad bin Muslim az-Zuhri, dari Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah bin Mas’ud, dari Aisyah RA, ia berkata,

“Rasulullah pulang dari Baqi’, lalu menemuiku. Saat itu aku sedang sakit kepala. Aku mengerang, ‘Aduh, kepalaku sakit sekali’.”

Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah, justru kepalaku lebih sakit, Aisyah.” Selanjutnya beliau bersabda, “Apa salahnya seandainya engkau mati mendahuluiku sehingga aku mengurusmu, mengkafanimu, menyalatkanmu, dan menguburkanmu?”

Aisyah RA berkata, “Demi Allah, jika itu yang terjadi padaku, begitu engkau selesai mengurusku, engkau akan kembali ke rumahku dan bermesraan dengan salah satu istrimu.”

Rasulullah SAW pun tersenyum. Sejak saat itu, sakit Rasulullah SAW semakin parah hingga beliau wafat pada 12 Rabiul Awal tahun ke-11 Hijriah. (HR Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimi)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com