Tag Archives: Rasulullah SAW

Kisah Kedermawanan Rasulullah Rela Berikan Bajunya saat Ada yang Minta


Jakarta

Nabi Muhammad SAW adalah teladan dalam kedermawanan. Terdapat sejumlah kisah kedermawanan Rasulullah SAW semasa beliau hidup.

Gambaran kedermawanan Rasulullah SAW diceritakan dalam hadits. Diriwayatkan Musa bin Anas dari ayahnya, dia berkata, “Rasulullah tidak pernah dimintai sesuatu pun atas nama Islam kecuali beliau memberikannya.”

Perawi menambahkan bahwa ketika Nabi didatangi seseorang yang meminta sedekah, maka beliau memberi orang tersebut kambing yang banyaknya di antara dua bukit.


Kemudian orang itu kembali ke kaumnya dan berseru, “Wahai kaumku! Hendaknya kalian memeluk Islam, karena sesungguhnya Muhammad akan memberikan suatu pemberian, orang yang tidak takut fakir kepada kalian.”

Serta hadits dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Rasulullah adalah manusia paling dermawan. Dan, sesungguhnya puncak kedermawan beliau adalah ketika bulan Ramadan tatkala Malaikat Jibril mengujungi beliau. Jibril mengunjungi Nabi setiap malam di bulan Ramadan untuk menyimak bacaan Al-Qur’an beliau. Sungguh, kedermawanan Rasulullah melebihi angin yang berhembus sepoi-sepoi.”

Mengutip buku Agar di Surga Bersama Nabi karya Mohammad Mufid terdapat beberapa kisah kedermawanan Nabi Muhammad SAW yang menunjukkan karakter hebatnya sebagai panutan dan teladan umat Islam.

Kisah Kedermawanan Rasulullah

Suatu ketika Rasulullah SAW berangkat ke pasar untuk membeli sesuatu dengan membawa 8 dirham. Namun, di tengah jalan beliau berpapasan dengan seorang wanita tua yang sedang menangis.

Tanpa ragu Rasulullah SAW menghampiri perempuan tua tersebut, dan menanyakan perihal alasan kenapa dia menangis. Ternyata perempuan tua itu kehilangan uangnya sejumlah 2 dirham.

“Terimalah uang 2 dirham ini sebagai gantinya,” ucap Rasulullah SAW, kemudian beliau melanjutkan perjalanan ke pasar.

Sesampainya di pasar, Rasulullah SAW membeli gamis seharga 2 dirham, memakainya, dan langsung kembali ke rumah.

Saat dalam perjalanan pulang, Rasulullah SAW bertemu dengan lelaki tua yang tidak mengenakan pakaian. Lelaki tua itu berkata, “Siapa saja yang mau memberikan pakaian kepada ku, semoga Allah memberikan kepadanya pakaian dari sutra hijau di surga nanti.”

Rasulullah SAW yang mendengar perkataannya segera melepas gamis yang baru saja beliau beli di pasar, lalu menyerahkannya kepada orang tersebut.

Rasulullah SAW yang masih memiliki 4 dirham kembali ke pasar untuk membeli gamis baru seharga 2 dirham.

Dalam perjalanan pulang, Rasulullah SAW kembali bertemu dengan perempuan tua yang sebelumnya telah beliau berikan uang dua dirham, kali ini perempuan tua itu kembali menangis.

“Apalagi yang menyebabkan kamu menangis?” tanya Rasulullah SAW.

“Wahai Rasulullah, aku ini pelayan yang disuruh belanja ke pasar oleh majikanku. Aku takut dimarahi karena terlambat, padahal keterlambatan itu disebabkan oleh uang yang hilang tadi. Aku takut pulang jangan-jangan mereka memarahiku,” jawab perempuan tua itu.

“Pulanglah, aku akan mengantarmu,” kata Rasulullah SAW.

Perempuan tua itu diantar oleh Rasulullah SAW kepada keluarganya di perkampungan sahabat Anshar.

Sesampai di rumah majikan perempuan tua itu, Rasulullah SAW berkata, “Pelayan wanitamu ini terlambat datang. Ia takut kalau kau marah atau menyiksanya. Kalau kau mau marah atau menyiksanya, silakan kepadaku saja,” kata Rasulullah SAW kepada majikan wanita itu.

“Kami telah menerima bantuanmu, wahai Rasulullah. Kami telah membebaskan perempuan ini. Karena dialah Rasulullah berkunjung ke rumah ini dan memberi salam kepada kami tiga kali. Dia merdeka untuk Allah Yang Maha Agung,” kata mereka.

“Sungguh, aku tidak pernah melihat perkara yang lebih berkah daripada sekadar uang delapan dirham ini,” kata Rasulullah SAW sambil melangkah pulang.

Kisah kedermawanan Rasulullah SAW juga terlihat saat beliau diberi makanan, hadiah atau semacamnya. Diceritakan dalam buku Kehebatan Sedekah Kisah-Kisah Seru Tentang Kedermawanan dan Kemurahan Hati karya Fuad Abdurrahman, apabila menerima pemberian itu, beliau akan membalasnya dengan yang lebih bagus dari apa yang diterimanya.

Anas RA menceritakan sosok Rasulullah SAW, “Tidak pernah Rasulullah SAW diminta sesuatu, melainkan beliau pasti memberikannya. Suatu ketika, datanglah seorang peminta kepada beliau. Maka, diberinya kambing yang berada di antara dua bukit. Kemudian, orang itu kembali kepada kaumnya.” (HR Muslim)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Nabi Ayub dan Rasulullah SAW Diuji dengan Penyakit Jelang Wafat



Jakarta

Nabi bukanlah sekadar sebuah gelar, mereka adalah individu yang dipilih oleh Allah SWT, memiliki keteguhan hati yang tak tergoyahkan, keimanan yang mendalam, dan diuji dengan berbagai kesulitan luar biasa.

Ada seorang nabi diuji dengan diberikan penyakit yang tidak bisa disembuhkan bagi zaman sebelumnya, zaman saat itu, hingga zaman setelahnya. Berikut ini penjelasan dan jawaban mengenai sosok nabi apa yang diuji dengan penyakit.

Berikut ini kisah sakitnya nabi utusan Allah SWT yang menandakan bahwa para nabi juga lah manusia biasa.


Kisah Sakitnya Nabi Ayub AS

Mengutip buku Dahsyatnya Syukur yang ditulis Prof. Dr. Komaruddin Hidayat membahas mengenai ujian yang Allah SWT berikan kepada nabi Ayub AS.

Dikisahkan bahwa Nabi Ayub AS merupakan nabi yang mempunyai kekayaan berlimpah, namun tidak membuat dirinya menjadi sombong, malah membuatnya semakin taat dalam beribadah kepada Allah SWT.

Ketaatan nabi Ayub inilah menjadikan para iblis marah dan iri, maka mereka bersungguh-sungguh untuk menggoyahkan keimanan beliau. Iblis pun menghadap kepada Allah SWT sambil meminta izin untuk menggoda dan menguji nabi Ayub.

Allah lantas mengabulkan keinginan iblis tersebut, bukan karena Allah tidak peduli dengan nabinya, tetapi Allah bermaksud untuk menjadikan kejadian ini sebagai teladan bagi umat manusia.

Ujian pertama Allah SWT mengabulkan para iblis untuk mengambil harta kekayaan nabi Ayub, dengan cara mematikan seluruh hewan ternak, kebun-kebun mengering, buah-buahan membusuk, rumah dimusnahkan.

Nabi Ayub AS tetap sabar dan bersyukur, tidak mengeluh, apalagi berprasangka buruk kepada-Nya, beliau menyadari semua yang dimiliki adalah kepunyaan Allah SWT. Beberapa kali iblis mencobai menghasutnya, namun tidak membuahkan hasil.

Hal ini tidak membuat para iblis menyerah dalam menguji nabi Ayub, mereka pun memberikan berbagai macam penyakit ke seluruh tubuh nabi Ayub. Seluruh persendian terasa remuk, badannya panas-dingin, dadanya terasa sesak dan sakit, muncul batuk-batuk berdarah, kulitnya dipenuhi bintik-bintik merah.

Bintik merah itu lama kelamaan berubah menjadi koreng bahkan mengeluarkan bau yang tidak sedap, membuat nabi Ayub hanya bisa berbaring di tempat tidurnya, semua kebutuhannya dilayani oleh sang istri.

Kian hari penyakit nabi Ayub semakin parah, bahkan penyakit tersebut bertahan di tubuh beliau selama 7 tahun, akhirnya nabi Ayub AS curhat mengenai kondisinya.

Pesan nabi Ayub AS tergambarkan dalam surah Al-Anbiya ayat 83:

۞ وَاَيُّوْبَ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗٓ اَنِّيْ مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَاَنْتَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَ ۚ ٨٣

Artinya: “(Ingatlah) Ayyub ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “(Ya Tuhanku,) sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.”

Allah menjawab doa nabi Ayyub AS melalui surah Shad ayat 42:

اُرْكُضْ بِرِجْلِكَۚ هٰذَا مُغْتَسَلٌۢ بَارِدٌ وَّشَرَابٌ ٤٢

Artinya: “(Allah berfirman,) “Entakkanlah kakimu (ke bumi)! Inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.”

Nabi Ayyub AS lantas mandi dan meminum air tersebut, seketika penyakitnya sembuh.

Nabi Muhammad AS Sakit Sebelum Wafatnya

Neti S., Aisyah Fad, Endah W dalam buku berjudul Nabi Muhammad Saw – Kisah Manusia Paling Mulia Di Dunia menuliskan kisah wafatnya manusia paling mulia di dunia ini.

Pada tanggal 28/29 bulan Safar 11 H Nabi Muhammad SAW merasakan sakit sepulang menghadiri pemakan jenazah seorang sahabat di Baqi.

Rasulullah sakit selama 13/14 hari, meskipun sakit selama 11 hari Nabi Muhammad SAW tetap melaksanakan salat bersama para sahabatnya. Kemudian, penyakit beliau semakin berat, dan menghendaki untuk berada di rumah Aisyah pada hari-hari terakhirnya.

Beberapa hari terakhir tersebut juga Abu Bakar telah menjadi imam salat menggantikan Nabi Muhammad SAW. Lalu, ½ hari sebelum wafat, Rasulullah keluar untuk menunaikan salat Zuhur, dan duduk di samping Abu Bakar.

Rasulullah memerdekakan budaknya, bersedekah, dan memberikan senjata-senjatanya kepada umat Islam.

Wasiat Rasulullah SAW

Menjelang wafatnya Rasulullah menyampaikan pesan laknat Allah bagi Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabi menjadi masjid.

Nabi Muhammad SAW juga menegaskan, “Jagalah salat! Jagalah salat! Jangan sekali-kali terlantarkan budak kali.” Wasiat ini diulang-ulang hingga beberapa kali.

Pada hari Senin, 12 Rabiul Awal, di waktu Dhuha, Nabi Muhammad SAW wafat di pangkuan Aisyah RA dalam usia 63 tahun lebih 4 hari.

Demikianlah pembahasan tentang nabi yang diuji dengan penyakit. Nabi Ayub AS yang diuji Allah dengan penyakit yang belum pernah ada sebelumnya dan setelahnya, serta Nabi Muhammad SAW yang mengalami sakit menjelang wafatnya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perjalanan Hijrah Nabi SAW, Sembunyi di Gua Tsur Bersama Abu Bakar



Jakarta

Perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah penuh rintangan. Beliau kala itu sampai bersembunyi di Gua Tsur bersama Abu Bakar. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kejaran kaum kafir Quraisy.

Diceritakan dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Volume 1 susunan Moenawar Khalil, banyak tantangan yang dilalui Rasulullah SAW saat berdakwah di Makkah. Kaum kafir Quraisy tak segan mengusir umat Islam dari kota tersebut dengan harapan Rasulullah SAW berubah pikiran.

Dalam buku Kisah Teladan dan Inspiratif 25 Nabi & Rasul oleh Anita Sari dkk, dikisahkan bahwa suatu ketika kondisi di Makkah dirasa sudah tidak aman bagi umat Islam. Rasulullah SAW lalu memerintahkan kaum muslim berhijrah ke Madinah. Mulanya, beliau berangkat secara diam-diam ditemani oleh Abu Bakar RA.


Dalam perjalanannya ini, beliau bersembunyi di dalam Gua Tsur dari kejaran kaum kafir Quraisy. Atas izin Allah, muncul laba-laba dan burung merpati di gua tersebut.

Ribuan laba-laba secara tiba-tiba membuat sarang di muka Gua Tsur. Begitu pula dengan burung merpati liar yang bersarang dan bertelur di gua tersebut.

Kondisi Gua Tsur yang seperti itu menyebabkan kafir Quraisy yang mengejar Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar mengurungkan niat untuk masuk ke Gua Tsur. Meski jejak kaki sang rasul dan sahabatnya berhenti di depan gua tersebut, mereka beranggapan jika keduanya berada di dalam seharusnya sarang laba-laba hancur dan telur-telur merpati pecah.

Salah seorang kafir Quraisy berkata, “Kita perlu mencoba masuk bersama-sama, coba marilah!”

Seseorang bernama Ummayah bin Khalaf membalas, “Mengapa kamu hendak masuk ke dalamnya? Kalau Muhammad telah masuk, tentu sarang laba-laba itu telah luluh bukan? Ya, kalau di dalam gua itu tidak ada binatang liar dan buas atau ular berbisa. Kalau ada, tentu akan mencelakakan kamu bukan?”

Mendengar itu, kaum kafir Quraisy mengurungkan niat untuk masuk ke Gua Tsur. Abu Bakar lalu mengangkat kepalanya ke atas gua dan berkata, “Oh, jika mereka melihat kakinya ke bawah atau menundukkan kepalanya ke bawah, tentu dengan segera melihat kita ada di sini bukan?”

Rasulullah SAW pun berkata, “Janganlah engkau menyangka bahwa aku ini sendirian bersama engkau, tetapi sesungguhnya Allah selalu bersama kita, selamanya Ia akan melindungi kita. Adapun jika mereka nanti masuk ke dalam gua ini dengan jalan melalui pintu gua itu, nanti kita melepaskan diri melalui ini (Nabi menunjukkan jarinya ke sebelah belakang).”

Allah SWT berfirman dalam surah At Taubah ayat 40,

إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ ٱللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ثَانِىَ ٱثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِى ٱلْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنزَلَ ٱللَّهُ سَكِينَتَهُۥ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُۥ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya: “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekkah) mengeluarkannya (dari Mekkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana,”

Dengan kuasa Allah SWT, ketika Abu Bakar menoleh ke belakang terlihat pintu lebar di belakang gua yang dapat digunakan untuk melarikan diri. Padahal, sebelumnya gua itu tidak berpintu.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Sahabat Nabi yang Menyesal saat Sakaratul Maut



Jakarta

Terdapat kisah inspiratif mengenai sahabat Nabi Muhammad SAW yang bernama Sya’ban RA. Meski namanya tidak menonjol seperti sahabat-sahabat lain, Sya’ban merupakan sosok yang memiliki kebiasaan unik.

Menukil buku Fikih Madrasah Ibtidaiyah Kelas III oleh Yusak Burhanudin dan Muhammad Najib, Sya’ban selalu datang ke masjid sebelum waktu salat tiba. Ia mengambil posisi paling pojok di masjid saat salat berjamaah karena tidak ingin menghalangi orang yang ingin beribadah di masjid. Rasulullah SAW dan para sahabat lainnya mengetahui kebiasaan Sya’ban RA.

Suatu hari, Sya’ban tidak kunjung datang saat para sahabat dan Rasulullah SAW melaksanakan salat berjamaah. Nabi Muhammad SAW merasa heran dan sempat menunggu Sya’ban, tetapi batang hidungnya tak kunjung terlihat.


Setelah menunaikan salat Subuh berjamaah dengan para sahabat, Rasulullah SAW meminta seorang sahabat untuk mengantarnya ke rumah Sya’ban. Sesampainya di sana, sang istri memberitahukan bahwa Sya’ban telah wafat.

Istri Sya’ban memberitahukan soal teriakan suaminya saat sakaratul maut. Saat itu, Sya’ban berteriak, “Aduh, kenapa tidak lebih jauh. Aduh, kenapa tidak yang baru. Aduh, kenapa tidak semua,”

Mengutip buku Iman dan Taqwa susunan Dirman, ternyata Sya’ban ditampakkan masa lalunya oleh Allah SWT. Nabi Muhammad SAW lalu mengisahkan bahwa ketika sakaratul maut Allah SWT memperlihatkan pahala setiap langkah menuju masjid, saking besarnya pahala melangkah menuju masjid untuk salat lima waktu, maka Sya’ban menyesal sambil berharap, “Ya Allah, andaikan saja jarak rumahku dan masjid masih jauh, tentu pahala setiap langkah semakin banyak,”

Sya’ban menyesal tidak memiliki rumah yang lebih jauh dari masjid. Sebab, setiap langkah muslim ke masjid dihitung sebagai pahala.

Sementara itu teriakan, “Aduh, kenapa tidak yang baru,” dikarenakan ia menyesal tidak memberikan baju baru kepada orang yang pernah ditemuinya. Saat itu, cuacanya sangat dingin hingga Sya’ban harus mengenakan dua mantel.

Sya’ban memakai pakaian lusuh pada lapisan luar dan pakaian baru di dalam. Ia memberikan pakaian lusuh itu kepada orang tersebut.

Adapun, terkait penyesalan ketiga yang ia ucapkan, “Aduh, kenapa tidak semua,” dikarenakan Sya’ban menyesal hanya memberi sebagian roti yang ia miliki pada pengemis yang kelaparan. Ia menyesal, seandainya roti tersebut ia berikan seluruhnya maka kebaikan yang diperbuatnya menjadi lebih sempurna.

Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Dhimad Al-Azdi, Dukun yang Masuk Islam Setelah Bertemu Rasulullah SAW



Jakarta

Di zaman Rasulullah SAW, banyak dukun dan tukang sihir yang mengklaim dirinya bisa mengobati penyakit. Termasuk salah satunya bernama Dhimad Al-Azdi.

Dhimad dikenal sebagai dukun yang tinggal di Azad Syanuah, daerah sekitar Yaman. Dhimad bermaksud bertemu dengan Rasulullah SAW karena mendengar kalangan dukun yang membicarakan bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang terkena gangguan sihir. Para dukun ini tidak percaya bahwa ajaran yang dibawa Rasulullah SAW merupakan firman Allah SWT.

Merangkum buku Syama’il Rasulullah oleh DR. Ahmad Mustafa Mutawalli dijelaskan, Ibnu Abbas berkata, Dhimad datang ke Mekkah. Ia dikenal sebagai seorang yang terbiasa mengobati penyakit sihir.


Kedatangan Dhimad ke Makkah disambut kabar dari orang-orang Quraisy yang berkata, “Sesungguhnya Muhammad telah gila.”

Merasa dirinya memiliki ilmu yang mumpuni untuk mengobati penyakit sihir, Dhimad bertekad menemui Rasulullah SAW. “Akan ku temui orang ini, semoga Allah menyembuhkannya melalui tanganku,” ujar Dhimad.

Setelah bertemu dengan Rasulullah SAW, ia lantas berkata, ‘Aku dapat menyembuhkan penyakit gilamu dengan izin Allah, maka ke marilah (aku obati).”

Mendengar perkataan Dhimad, Rasulullah SAW berkata, “Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya. Kita memohon pertolongan serta ampunan-Nya. Kita berlindung kepada-Nya dari kejahatan jiwa dan amal buruk kita. Barangsiapa mendapat hidayah Allah maka tiada yang dapat menyesatkannya. Barangsiapa disesatkan oleh Allah maka tiada yang dapat memberinya hidayah. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, dan Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.”

Mendengar ucapan Rasulullah SAW ini, Dhimad terkesima dan meminta untuk diulangi lagi. “Bacalah sekali lagi,” ujar Dhimad.

Rasulullah SAW pun mengulangi ucapannya.

Dhimad berkata, “Demi Allah wahai Muhammad, aku telah mendengar perkataan para dukun, penyihir, dan ahli syair, tetapi aku tidak pernah mendengar perkataan seindah ini. Kalimat-kalimat ini melampaui segalanya. Ulurkanlah tanganmu dan aku akan berbaiat atas nama Islam.”

Setelah peristiwa ini, Dhimad pun memeluk Islam dan mengikuti ajaran yang dibawa Rasulullah SAW. Ia termasuk orang-orang yang pertama memeluk Islam di masa awal dakwah Rasulullah SAW. MasyaAllah!

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Bilal bin Rabbah, Sahabat Nabi yang Dijuluki Muadzin Ar-Rasul



Jakarta

Bilal bin Rabah adalah sahabat Rasulullah SAW yang berasal dari Habasyah atau Ethiopia. Ia merupakan seorang budak dari bani Jumhin.

Menukil dari buku Kisah-kisah Inspiratif Sahabat Nabi oleh Muhammad Nasrulloh, status sosial Bilal yang lemah menyebabkan dirinya menjadi bulan-bulanan kaum kafir Quraisy. Majikannya yang berasal dari bani Jumhin bahkan menyiksa Bilal habis-habisan begitu tahu Bilal memeluk Islam.

Sehari-hari, Bilal dijadikan layaknya mainan bagi kaum kafir Quraisy. Lehernya dikalungi tali dan dibuat seolah-olah ia adalah binatang.


Majikannya yang bernama Umayyah bin Khalaf bahkan menyeret Bilal keluar pada waktu siang terik. Bilal dipaksa keluar dari agama Islam, namun lidahnya selalu mengucap nama Allah SWT.

Merasa geram, Umayyah terus memaksa Bilal menyebut al-Latta dan al-Uzza. Tetapi hal itu tidak menghentikannya menyebut nama Allah SWT.

Bilal terus mengalami penyiksaan. Ia bahkan dipakaikan baju besi dan dibiarkan berjemur di bawah matahari. Dadanya juga ditimpa batu besar.

Meski dengan kondisi seperti itu, iman Bilal tidak runtuh. Berita penyiksaan Bilal ini sampai ke telinga Abu Bakar Ash-Shiddiq hingga akhirnya ia memerdekakan Bilal dengan harga sembilan uqiyah emas seperti diterangkan dalam buku Bilal bin Rabah susunan Abdul Latip Talib.

Setelah merdeka, Bilal dipilih sebagai muazin. Dikisahkan dalam buku The Great Sahaba susunan Rizem Aizid, Bilal selalu berada di samping Rasulullah SAW ketika salat.

Saking dekatnya, Bilal kerap dijuluki sebagai bayangan Nabi Muhammad SAW. Bahkan, sang rasul sendiri yang menunjuk Bilal sebagai muazin karena suaranya terdengar kencang ke seluruh Madinah. Bilal juga digelari Muadzin ar-Rasul.

Walau begitu, selepas kepergian Nabi Muhammad SAW, Bilal bin Rabah memutuskan pensiun menjadi muazin. Saat Khalifah Abu Bakar RA meminta Bilal bin Rabah supaya menjadi muazin kembali, Bilal berkata dengan sedih, “Aku hanya menjadi muazin Rasulullah. Rasulullah telah tiada, maka aku bukan muazin siapa-siapa lagi.”

Sejak itulah Bilal tidak lagi mengumandangkan azan kecuali hanya sebanyak dua kali. Setelah itu, Bilal bin Rabah meninggalkan Madinah dan tinggal di Homs, Syria.

Menurut kitab Hadil Arwah ila Biladil Afrah oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyyah yang diterjemahkan Sholihin, Bilal menjadi sosok yang mendahului Nabi Muhammad SAW masuk ke surga. Kisah ini bersandar pada hadits dari Buraidah ibn Hushaib.

Ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW memanggil Bilal, “Bilal! Bagaimana kau mendahului yang lain ke surga. Ketika aku hendak masuk surga kudengar suara di depanku. Semalam aku memasukinya dan kudengar suaramu di depanku.

Aku mendatangi istana segi empat yang sangat indah terbuat dari emas. Aku pun bertanya, ‘Milik siapakah istana ini?’ Para malaikat menjawab, ‘Milik seorang lelaki Arab.’

Aku menukas, ‘Aku orang Arab. Milik siapakah ia?’ Malaikat menjawab, ‘Milik lelaki Quraisy.’ Aku katakan, ‘Aku lelaki Quraisy. Milik siapakah ia?’ Mereka menjawab, ‘Milik lelaki umat Muhammad.’

Aku berkata, ‘Aku Muhammad. Punya siapakah ia?’ Para malaikat menjawab, ‘Milik Umar ibn Khaththab.’ Bilal pun menyahut, ‘Ya Rasulullah! Aku melantunkan azan setelah melakukan salat dua rakaat. Setiap kali berhadas, aku segera berwudhu. Aku bermimpi, Allah SWT menghargai salat dua rakaat itu.'”

Rasulullah SAW bersabda, “Dengan dua rakaat itu, engkau mendahuluiku masuk surga.” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi)

Dijelaskan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Bilal mendahului Rasulullah SAW karena berdoa lebih dulu kepada Allah SWT sebelum azan. Oleh sebab itu, azan Bilal terdengar di depan Rasulullah SAW.

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abbad ibn Bisyr, Sahabat Rasulullah SAW Pemilik Tongkat Bercahaya



Jakarta

Abbad ibn Bisyr ibn Waqasy adalah sahabat Rasulullah SAW dari kalangan Anshar. Ia berasal dari suku Aus keturunan Bani Asyahli.

Merangkum buku Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi yang ditulis Muhammad Raji Hassan Kunnas dijelaskan Abbad memiliki dua nama panggilan, yaitu Abu Bisyr dan Abu al-Rabi.

Abbad termasuk sahabat setia Rasulullah SAW. Ia berada di barisan pertama dalam membela ajaran Islam. Abbad turut serta dalam Perang Badar, Perang Uhud, dan peperangan lainnya bersama Rasulullah SAW.


Abbad termasuk sahabat yang dicintai Rasulullah SAW.

Aisyah RA, pernah berkata tentang Abbad, “Ada tiga orang Anshar yang keutamaan mereka sebanding. Mereka semua dari Bani Abdul Asyhal, yaitu Sa’d ibn Muaz, Usaid ibn Hudhair, dan Abbad ibn Bisyr.” Itulah kesaksian Ummul Mukminin.

Peran Abbad dalam Perang Dzaturriqa

Diriwayatkan dari sahabatnya, Ibn Yasar dari Uqail ibn Jabir bahwa Jabir ibn Abdullah al-Anshari berkata, “Kami keluar bersama Rasulullah dari tempat perlindungan kami di kebun kurma dalam Perang Dzaturriqa. Dalam perang itu, seorang wanita musyrik terkena lemparan anak panah dari pasukan muslim.”

Usai peperangan, dan setelah Rasulullah pulang ke markas, suami wanita musyrik itu datang dan melihat apa yang terjadi pada istrinya. Ia marah dan bersumpah akan membalas dendam hingga salah seorang sahabat Nabi SAW bersimbah darah. Diam-diam, ia mencari tahu di mana Nabi SAW menginap malam itu.

Saat Nabi SAW hendak masuk rumah, beliau bersabda, “Siapakah yang mau berjaga malam ini?”

Amar ibn Yasar dan Abbad ibn Bisyr bangkit dan berkata, “Kami (siap berjaga), wahai Rasulullah.”

Keduanya kemudian berjaga dekat gerbang Syi’ib. Saat itu Nabi SAW dan para sahabat menginap di Syi’ib, di sebuah lembah.

Ketika berjaga, Abbad bertanya kepada Amar, “Kau ingin aku berjaga di awal atau di akhir malam?”

Amar menjawab, “Kau berjaga di awal malam, dan aku di akhir malam.” Kemudian Amar berbaring dan tertidur pulas. Sementara Abbad mendirikan salat sunnah sambil berjaga.

Ketika itulah suami wanita musyrik itu datang. Ketika melihat Abbad yang sedang salat, lelaki itu tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia langsung melepaskan panah ke arah Abbad dan tepat mengenai tubuhnya.

Meskipun tubuhnya dihantam anak panah, ia tetap mendirikan salat dan berusaha menyelesaikannya.

Lelaki itu kemudian kembali melemparkan panah. Dan Abbad tetap berdiri dalam salatnya. Untuk ketiga kalinya lelaki itu meluncurkan panah, dan Abbad mencabut panah yang tertancap di tubuhnya, lalu ia rukuk, lantas sujud. Baru setelah selesai salat Abbad membangunkan Ammar dan berkata, “Bangunlah, ada orang yang datang.”

Ammar terkejut ketika melihat suami wanita musyrik itu berada di dekat mereka. Ketika melihat mereka berdua, lelaki itu tahu, mereka menjadi benteng hidup bagi Muhammad dan menjadikan diri mereka sebagai penebus sumpahnya.

Amar kaget melihat sahabatnya Abbad berlumuran darah, “Subhanallah! Kenapa kau tidak membangunkanku saat pertama kali kau terkena panah?”

Abbad menjawab, “Aku sedang membaca salah satu surat dan aku tak mau memutuskan bacaanku sampai selesai. Saat beberapa anak panah menancap di tubuhku, aku pun menyelesaikan salat membangunkanmu. Demi Allah, jika tidak karena tugas berjaga yang diperintahkan Rasulullah, niscaya jiwaku sudah lepas dari raga sebelum aku memutuskan atau menyelesaikan bacaanku.”

Abbad tak pernah absen mengikuti peperangan bersama Rasulullah SAW sampai beliau wafat. Ia pernah mendengar beliau bersabda di depan kaum Anshar, “Wahai Anshar, kalian (bagaikan) pakaian dalam dan manusia bagaikan pakaian luar. Maka, jangan mengikuti orang-orang sebelum kalian.”

Pada saat itu, kaum Anshar ingin agar tidak ada lagi orang yang lari dari medan perang seperti yang terjadi saat Perang Uhud dan Hunain. Ucapan Rasulullah SAW itu menegaskan bahwa mereka adalah para penolong agama Allah dan RasulNya.

Janji setia yang pernah mereka ucapkan di Aqabah benar-benar mereka tunaikan. Sedikit pun tak terlintas dalam benak mereka keinginan meninggalkan Rasulullah sampai beliau wafat menghadap Allah SWT. Mereka teguh memegang janji yang pernah diucapkan meskipun beliau telah tiada.

Ketakwaan Abbad ibn Bisyr

Abbad membagi kehidupannya menjadi dua bagian, waktu malam ia gunakan untuk ibadah dan membaca Al-Quran, sedangkan siang harinya ia manfaatkan untuk berjihad melawan kaum kafir.

Kebiasaan Abbad membaca kalam Allah SWT setiap malam sangat menarik hati setiap orang yang mendengarnya. Pada suatu malam, saat ia menunaikan tahajud di Masjid Nabawi, suara bacaannya yang lembut terdengar hingga kamar Ummul Mukminin Aisyah RA. Saat itu Rasulullah SAW berada di sana.

Beliau bersabda kepada istrinya, “Ini suara Abbad ibn Bisyar.”

Aisyah menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.”

Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, ampunilah dia!” (menurut Ibn al-Atsir, “Ya Allah, kasihilah Abbad”).

Abbad ibn Bisyr Pemilik Tongkat Bercahaya

Dalam kitab Musnad Imam Ahmad, ada sebuah hadits yang diriwayatkan dari Bahz ibn Asad dari Hamad ibn Salamah dari Tsabit dari Anas bahwa Usaid ibn Hudhair dan Abbad ibn Bisyr menemani Rasulullah SAW pada suatu malam. Kemudian mereka keluar meninggalkan beliau.

Tiba-tiba tongkat salah seorang dari mereka memancarkan cahaya terang sehingga mereka dapat berjalan diterangi cahaya itu. Saat keduanya berpisah, tongkat mereka masing-masing mengeluarkan cahaya.

Suatu malam menjelang Perang Yamamah, Abbad bermimpi sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri bahwa Abbad ibn Bisyr berkata, “Hai Abu Said, aku bermimpi langit terbuka untukku, kemudian tertutup lagi. Aku menafsirkannya, insya Allah, sebagai kesyahidan.”

Abu Said berkata, “Demi Allah, sungguh baik mimpimu itu.”

Keesokan harinya Abbad bersama beberapa sahabat bergabung dalam pasukan Khalid ibn Walid untuk memerangi Musailamah al-Kazzab. Mimpi dan harapan Abbad menjadi kenyataan. Ia terbunuh sebagai syahid dalam peperangan itu. Sungguh mimpi orang bertakwa adalah kebenaran.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Sahabat Ditegur Nabi karena Baca Al Baqarah saat Salat


Jakarta

Sahabat Nabi Muhammad SAW yang ditegur adalah Muadz bin Jabal. Kala itu, Muadz mengimami salat Isya tetapi bacaan yang ia panjatkan terlalu panjang.

Dalam kisah yang diriwayatkan Jabir bin Abdullah RA, saking panjangnya bacaan Muadz menyebabkan salah seorang makmum memisahkan diri dari barisan salat berjamaah. Orang tersebut memutuskan untuk salat sendirian.

Menukil dari Shalatul Mu’min Bab Imamah susunan Dr Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani yang diterjemahkan Abu Khadijah, Muadz membaca surah Al Baqarah ketika menjadi imam. Perginya makmum dari barisan salat yang Muadz imami sampai ke telinganya dan ia berkata, “Sungguh dia itu munafik,”


Perkataan Muadz juga sampai kepada laki-laki yang memisahkan diri dari barisan salat. Ia lantas mendatangi Rasulullah SAW dan mengadukan hal tersebut seraya berujar,

“Ya Rasulullah, sesungguhnya kami ini adalah orang yang bekerja dengan tangan kami sendiri dan kami menyirami sendiri tanah kami dengan bantuan unta, dan sesungguhnya semalam Muadz mengimami kami salat dengan membaca surah Al Baqarah, kemudian aku memisahkan diri, kemudian dia mengatakan bahwa aku munafik (bagaimana ini?)”

Menanggapi lelaki itu, sang Rasul lantas mendatangi Muadz. Rasulullah SAW menegur Muadz dengan lembut dan mengingatkannya untuk lebih mempertimbangkan kondisi makmum ketika salat.

“Wahai Muadz, apakah engkau seorang yang suka menimbulkan kesulitan kepada orang lain? Apakah engkau seorang yang suka menimbulkan kesulitan kepada orang lain? Apakah engkau seorang yang suka menimbulkan kesulitan kepada orang lain? Oleh karena itu, bacalah surat Asy-Syams dan Al-A’la atau surat lain yang kurang lebih sama panjangnya.” (HR Bukhari)

Sebagaimana diketahui, ketika menjadi imam salat hendaknya muslim membaca surah pendek. Ini dimaksudkan agar amal ibadah tidak memberatkan jemaah lainnya seperti dijelaskan oleh Imam Ahmad dalam buku Panduan Shalat Praktis & Lengkap susunan Ustaz Syaifurrahman El-Fati. Meski demikian, ukuran berat dan ringannya sesuai dengan kebiasaan imam dan makmum wilayah setempat.

Sosok Muadz bin Jabal RA

Muadz bin Jabal merupakan sahabat Rasulullah SAW yang termasuk Assabiqunal Awwalun. Dijelaskan dalam buku Akidah Akhlak susunan Harjan Syuhada, nama lengkapnya adalah Muadz bin Jabal bin Aus al-Khazraji atau sering dijuluki Abu Abdurrahman.

Muadz bin Jabal dikenal sebagai cendekiawan yang wawasannya luas. Ia bahkan memiliki ilmu pengetahuan mendalam terkait fiqih hingga Rasulullah SAW menyebutnya sebagai sahabat yang paling mengerti terkait hukum halal dan haram.

Muadz bin Jabal juga dikenal dengan keberaniannya dalam memperjuangkan Islam. Ia termasuk salah satu sosok yang diteladani pada zamannya.

Mengutip dari Nukilan Tarikh karya Hasan Zein Mahmud, Muadz bin Jabal memiliki ingatan yang kuat. Kehadirannya sebagai sosok yang mendalami ilmu fiqih dan hukum Islam menjadi teladan yang membakar semangat keingintahuan dan kecintaan terhadap pengetahuan.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Dzar RA, Mantan Perampok yang Bertobat dan Memeluk Islam



Jakarta

Abu Dzar RA adalah salah satu dari sekian banyak sahabat Nabi Muhammad SAW yang setia menemani beliau. Ia termasuk ke dalam golongan pertama yang memeluk Islam.

Menukil dari Shahih Sirah Nabawiyah oleh Ibnu Katsir terjemahan M. Nashiruddin Al Albani, dalam sebuah riwayat dikatakan Abu Dzar RA merupakan orang keempat yang memeluk Islam. Imam Al Baihaqi meriwayatkan dari Imam Al Hakim dengan sanadnya dari Abu Dzar RA berkata,

“Aku adalah orang keempat yang masuk Islam. Sebelumku telah masuk Islam tiga orang, dan aku yang keempat. Aku mendatangi Rasulullah SAW seraya mengucapkan Assamu’alaika wahai Rasulullah. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Pada waktu itu aku menyaksikan keceriaan pada raut muka Rasulullah SAW.”


Abu Dzar RA adalah keturunan keluarga Al-Ghiffar dan dibesarkan dalam lingkungan perampok. Sebelum memeluk Islam, Abu Dzar adalah seorang perampok.

Menurut buku The Great Sahabat tulisan Rizem Aizid, nama lengkapnya adalah Abu Dzar Jundub bin Junadah bin Sufyan al-Ghifari. Ketika kecil, Abu Dzar terbiasa dengan kekerasan dan teror hingga tumbuh menjadi salah seorang perampok besar dan ditakuti.

Setelah datang hidayah Allah SWT, Abu Dzar RA menyesali perbuatannya. Kerusakan dan cerita yang ia timbulkan dari aksinya menjadi celah cahaya ilahi masuk ke dalam hati.

Sejak masuk Islam, Abu Dzar RA mengajak teman-temannya untuk bertobat. Alih-alih menuruti apa yang dikatakannya, mereka justru menolak dan mengusir Abu Dzar RA. Bersama ibu dan saudara laki-lakinya Anis al-Ghiffari, mereka pindah ke Najd Atas.

Di Najd Atas, Abu Dzar RA banyak menciptakan ide-ide revolusioner. Sayangnya, ide Abu Dzar RA ditolak mentah-mentah sampai akhirnya beliau hijrah ke Makkah.

Kedatangan Abu Dzar RA ke Makkah ketika kondisi kota tersebut kacau. Kala itu kaum muslimin dan kafir Quraisy mengalami pertentangan.

Dari situ, Abu Dzar RA tertarik masuk Islam. Ia lantas menemui Rasulullah SAW untuk menyatakan keislamannya.

Saat itu, keadaan Makkah sangat tidak kondusif. Karenanya, Rasulullah SAW meminta umatnya untuk menyembunyikan keislaman mereka.

Abu Dzar RA yang juga dikenal sebagai sosok pemberani itu justru mengumumkan keislamannya di depan orang-orang kafir. Akibatnya, ia mendapat siksaan dari kafir Quraisy.

Meski demikian, hal tersebut tidak membuatnya berhenti. Abu Dzar RA terus mengulangi perbuatan sampai akhirnya mereka berhenti menyiksanya setelah mengetahui bahwa ia berasal dari suku Ghifar.

Setelah resmi memeluk Islam, Abu Dzar RA kembali ke kaumnya di Madinah. Ia mengajak ibu dan saudaranya untuk masuk Islam, sampai-sampai hampir seluruh kaum Ghifar beragama Islam.

Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Amalan Sederhana Imam Ghazali Lewat Seekor Lalat



Jakarta

Ada amalan sederhana yang dilakukan ulama besar Abu Hamid Muhammad bin Muhammad ath-Thusi asy-Syafi’i al-Ghazali atau yang masyhur dikenal dengan Imam Ghazali. Amalan sederhana ini menjadi bekalnya saat menghadap Allah SWT yang dikabarkan lewat mimpinya.

Kisah ini termaktub dalam Nashaihul ‘Ibad karangan Syekh Nawawi Al Bantani yang diterjemahkan A R Shohibul Ulum. Imam Ghazali menceritakan mimpinya menerima deretan pertanyaan tentang keimanannya.

Hingga akhirnya sang ahli tasawuf ini ditanyai bekal apa yang dibawanya sebelum menghadap Allah SWT. Ia pun ini lantas menyebutkan seluruh amal kebaikan yang pernah diperbuatnya selama di dunia.


Pengarang kitab Ihya’ Ulumuddin mengatakan ternyata amalan-amalan tersebut tertolak Allah SWT sampai ia menyebutkan satu amal sederhana yang pernah dilakukannya. Amalan itu adalah menolong seekor lalat.

M Ghofur Al Lathif dalam buku Hujjatul Islam Al Ghazali menjelaskan, pertolongan yang dimaksud kepada lalat tersebut adalah tidak membunuh hewan itu saat hewan itu sedang minum.

Saat itu, Imam Ghazali tengah menulis sebuah kitab. Tiba-tiba ada seekor lalat yang hinggap di ujung pena yang digunakannya untuk menulis.

Imam Ghazali lantas menghentikan kegiatannya. Ia menunggu dan membiarkan lalat tersebut hingga benar-benar puas meminum dan menyerap isi tinta miliknya.

“Al Ghazali pun merasa kasihan lantas berhenti menulis untuk memberi kesempatan si lalat melepas dahaga dari tintanya,” demikian keterangan buku terbitan Araska tersebut.

Berkenaan dengan hal ini, Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk menyayangi hewan. Orang-orang yang menyayangi hewan pada posisi yang mulia di sisi Allah SWT.

Landasan ini bersumber dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda,

اَلرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى اِرْحَمُوْا مَنْ فِى الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَآءِ

Artinya: “Orang-orang yang ada rasa Rahim akan dirahmati oleh Tuhan yang maha Rahman, yang memberikan berkat dan Mahatinggi, sayangilah makhluk yang ada di muka bumi, niscaya engkau akan disayangi makhluk yang ada di langit.” (HR Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan al Hakim)

(rah/kri)



Sumber : www.detik.com