Tag Archives: Rasulullah SAW

Kisah ketika Rasulullah Dihina oleh Orang di Sekitarnya


Jakarta

Sepanjang perjalanan dakwahnya, Rasulullah SAW menghadapi berbagai tantangan berat, mulai dari penolakan, penghinaan, hingga kekerasan. Meskipun demikian, beliau tetap tegar dalam menyampaikan wahyu dan mengajarkan nilai-nilai kebenaran.

Tidak hanya cobaan dalam dakwahnya saja, di kehidupan sehari-hari pun, beliau harus menghadapi hinaan dan perlakuan buruk dari sebagian orang di sekitarnya. Namun, Rasulullah SAW selalu bisa mengendalikan dirinya, tidak membalas dengan kebencian, dan justru mendoakan kebaikan bagi mereka.

Dari kesabaran dan kerendahan hati beliau ini akhirnya meluluhkan hati banyak orang, bahkan sebagian di antara penghina beliau membalikkan hati mereka untuk mengikuti ajaran Islam.


Seperti dua kisah ketika Rasulullah dihina oleh umatnya berikut ini. Sebagaimana dikutip dari buku Kisah Orang-orang Sabar yang distulis oleh Nasiruddin.

Kisah ketika Rasulullah Dihina Pengemis Buta

Di sudut pasar Madinah, terdapat seorang pengemis Yahudi yang buta. Setiap hari, ia selalu mencela Nabi Muhammad SAW di depan orang-orang yang melintas, dengan mengatakan “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya.” Berulang kali ia katakan ucapan buruk ini.

Namun, setiap pagi, Rasulullah SAW tetap mendekatinya, membawa makanan, dan menyuapinya tanpa berkata sepatah kata pun, meskipun pengemis itu terus menghinanya. Rasulullah melakukan hal ini dengan penuh kesabaran, bahkan hingga menjelang wafatnya.

Setelah Rasulullah wafat, pengemis buta tersebut tidak lagi menerima makanan setiap pagi. Suatu hari, Abu Bakar RA bertanya kepada putrinya, Aisyah RA, “Anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan?”

Aisyah menjawab, “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja.”

“Apakah itu?” tanya Abu bakar RA.

“Setiap pagi Rasulullah selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana,” kata Aisyah.

Keesokan harinya, Abu Bakar RA mendatangi pengemis tersebut dan memberinya makanan. Saat Abu Bakar mulai menyuapinya, pengemis itu marah dan berteriak, “Siapakah kamu?”

Abu Bakar menjawab, “Aku orang yang biasa.”

Pengemis itu menyangkal, “Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku,”

“Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan padaku dengan mulutnya sendiri,” pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Mendengar hal itu, Abu Bakar RA pun menangis dan berkata, “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Rasulullah SAW.”

Setelah mendengar penjelasan tersebut, pengemis buta itu pun menangis. Ia menyadari kesalahannya selama ini, yang telah menghinakan Rasulullah tanpa tahu betapa mulianya beliau. “Benarkah demikian?, tanya pengemis itu.

“Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pemah memarahiku sedikit pun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.”

Pengemis itu akhirnya bersyahadat di hadapan Abu Bakar RA, mengakui kekeliruannya, dan memeluk Islam. Kesabaran Rasulullah SAW memang tidak terbatas dan tanpa pandang bulu walaupun kepada seorang pengemis buta Yahudi yang selalu mencemooh beliau.

Kisah ketika Rasulullah Diludahi Wanita Tua

Tidak hanya satu saja kisah ketika Rasulullah dihina oleh umatnya. Bahkan, ada seorang wanita tua yang berani mencerca Rasulullah SAW. Setiap kali beliau melintas di depan rumahnya, wanita tersebut meludahi beliau dengan air liurnya, “Cuh, cuh, cuh.” Peristiwa ini terjadi berulang kali, bahkan setiap hari.

Suatu kali, ketika Rasulullah melewati rumah wanita itu, ia tidak meludahinya seperti biasanya, bahkan rumahnya pun tampak kosong. Rasulullah SAW pun mempertanyakan wanita si peludah tadi.

Karena penasaran, Rasulullah SAW lantas bertanya kepada seseorang, “Wahai Fulan, tahukah engkau, di manakah wanita pemilik rumah ini, yang setiap kali aku lewat selalu meludahiku?”

Orang yang ditanya merasa heran mengapa Rasulullah justru menunjukkan rasa penasaran, bukannya merasa senang. Namun, orang tersebut tidak terlalu memikirkannya dan segera menjawab pertanyaan beliau, “Apakah engkau tidak tahu wahai Muhammad, bahwa si wanita yang biasa meludahimu sudah beberapa hari terbaring sakit?”

Mendengar jawaban itu, Rasulullah SAW hanya mengangguk, kemudian melanjutkan perjalanannya menuju Ka’bah untuk beribadah dan memohon kepada Allah SWT.

Setelah kembali dari ibadah, Rasulullah SAW datang untuk menjenguk wanita yang biasa meludahinya. Begitu mengetahui bahwa orang yang setiap hari dia ludahi justru datang menjenguk, wanita itu lantas menangis.

“Duhai, betapa luhur budi manusia ini. Kendati tiap hari aku ludahi, justru dialah orang pertama yang menjenguk kemari.” Dengan penuh haru, wanita itu pun bertanya, “Wahai Muhammad, kenapa engkau menjengukku, padahal tiap hari aku meludahimu?”

Rasulullah menjawab, “Aku yakin, engkau meludahiku karena engkau belum tahu tentang kebenaranku. Jika engkau sudah mengetahuinya, aku yakin engkau tak akan lagi melakukannya.”

Mendengar ucapan bijak dari manusia utusan Allah SWT ini, si wanita menangis dalam hati. Dadanya terasa sesak, dan tenggorokannya seperti tercekik. Setelah beberapa saat mengatur napas, akhirnya ia bisa berbicara dengan lega, “Wahai Muhammad, mulai saat ini aku bersaksi untuk mengikuti agamamu.” Kemudian, wanita itu mengikrarkan dua kalimat syahadat.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Bakar yang Menahan Marah saat Dicela


Jakarta

Menahan marah memang tidak mudah, tapi muslim wajib melakukannya. Sebuah kisah dari Abu Bakar RA mengajarkan bahwa menahan marah adalah perbuatan mulia.

Rasulullah SAW mengajarkan umat Islam untuk menahan marah ketika sedang merasa emosi. Anjuran menahan marah telah dijelaskan dalam beberapa hadits.

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Orang yang kuat itu bukanlah karena jago gulat, tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya di kala sedang marah.” (HR Bukhari dan Muslim).


Dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang memerintahkan setiap muslim untuk menahan amarah. Siapapun yang mampu menahan marahnya maka termasuk dalam golongan orang bertakwa yang mendapat ampunan Allah SWT.

Dalam surat Ali Imran ayat 133-134, Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”

Kisah Abu Bakar Menahan Marah

Mengutip buku Kisah Mengagumkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW karya Khoirul Anam, dikisahkan suatu ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama Abu Bakar RA. Tiba-tiba muncul seseorang yang mencela Abu Bakar RA.

Menyaksikan tingkah orang itu, Rasulullah SAW hanya diam dan tersenyum. Namun, Abu Bakar merasa jengkel dan kesal mendengar celaan orang itu sehingga ia pun balas mencelanya. Namun, Rasulullah SAW tidak menyukai hal yang dilakukan Abu Bakar.

Beliau bangkit berdiri dan merengkuh pundak Abu Bakar dengan raut wajah yang menampakkan kemarahan.

Tentu saja Abu Bakar merasa heran dan bertanya, “Ya Rasul, ketika orang itu mencelaku, kau tetap duduk dan diam. Namun, ketika aku membantah celaannya, engkau tampak marah dan berdiri?”

Rasulullah SAW menjelaskan, “Ketika kau diam dan tidak membalas, ada malaikat yang menyertaimu dan ialah yang membantah celaan orang itu. Namun ketika kau mulai membantahnya, malaikat itu pergi dan yang datang adalah setan.”

Abu Bakar terdiam mendengar penjelasan Rasulullah SAW kemudian beliau melanjutkan, “Hai Abu Bakar, ada tiga hal yang semuanya benar. Pertama, ketika seorang hamba dizalimi, kemudian ia memaafkan karena Allah, niscaya Allah akan memuliakannya dengan pertolongan-Nya. Kedua, ketika seorang hamba memberi sedekah dan menginginkan kebaikan, Allah akan menambah banyak hartanya. Ketiga, ketika seorang hamba meminta harta kepada manusia untuk memperbanyak hartanya, niscaya Allah tambahkan kepadanya kekurangan.”

Dalam kesempatan lain, beliau bersabda, “Jika engkau marah, diamlah. Jika engkau marah, diamlah. Jika engkau marah, diamlah.”

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Kerikil yang Bertasbih di Tangan Rasulullah SAW



Jakarta

Dari banyaknya mukjizat yang menunjukkan kebesaran Allah SWT kepada Rasulullah SAW, salah satu mukjizat menarik yang dianugerahkan kepada beliau adalah batu kerikil yang bertasbih di tangannya.

Keajaiban yang dialami Rasulullah SAW ini tidak hanya menunjukkan kedekatan beliau dengan Allah SWT, tetapi juga menjadi bukti nyata bahwa Rasulullah SAW terlihat istimewa di seluruh ciptaan-Nya, termasuk benda-benda mati, hingga batu kerikil pun bertasbih di tangannya. Untuk mengetahui lebih jelas bagaimana mukjizat Rasulullah SAW ini terjadi, simak kisahnya berikut ini.

Kisah Kerikil yang Bertasbih di Tangan Rasulullah SAW

Dalam buku Mukjizat-mukjizat Nabi Muhammad, Abdul Aziz bin Muhammad As-Salam mengutip sebuah riwayat yang dikisahkan Al-Bazzar, dari Abu Dzar yang menceritakan bahwa, kisah kerikil yang bertasbih ini terjadi ketika suatu hari, Abu Dzar mengikuti Rasulullah SAW lalu duduk di samping beliau.


Mengetahui keberadaannya, kemudian Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Wahai Abu Dzar, apa yang membuatmu datang ke sini?”

Abu Dzar menjawab, “Allah dan Rasul-Nya.”

Lalu datanglah Abu Bakar RA yang mengucapkan salam dan duduk di sebelah kanan Rasulullah SAW. Rasulullah SAW kembali bertanya, “Apa yang membuatmu datang ke sini, wahai Abu Bakar?”

Abu Bakar menjawab, “Allah dan Rasul-Nya.”

Kemudian datanglah Umar yang duduk di sebelah kanan Abu Bakar. Rasulullah SAW pun bertanya kepadanya, “Wahai Umar, apa yang membuatmu datang ke sini?”

“Allah dan Rasul-Nya,” jawab Umar.

Selanjutnya, datanglah Utsman lalu duduk di sebelah kanan Umar. Kepadanya, Rasulullah SAW juga bertanya, “Wahai Utsman, apa yang membuatmu datang ke sini?” Utsman menjawab, “Allah dan Rasul-Nya.”

Rasulullah SAW lalu mengambil tujuh buah kerikil (ada yang mengatakan sembilan). Kerikil-kerikil yang beliau ambil itu tiba-tiba bertasbih, hingga Abu Dzar mendengar suaranya seperti suara lebah. Lalu beliau meletakkan kerikil-kerikil itu di tanah, anehnya mereka pun diam.

Selanjutnya, Rasulullah SAW mencoba meletakkannya di tangan Abu Bakar dan kerikil-kerikil itu kembali bertasbih di tangan Abu Bakar, hingga Abu Dzar mendengar suaranya masih seperti suara lebah.

Lalu beliau mengambilnya kembali dan meletakkannya di tangan Umar. Kerikil-kerikil itu pun bertasbih, hingga Abu Dzar mendengar lagi suara yang menyerupai lebah tersebut. Beliau meletakkan lagi kerikil-kerikil itu di tanah, dan mereka pun diam.

Terakhir, Rasulullah SAW mengambil kerikil-kerikil itu dan meletakkannya di tangan Utsman. Mereka pun kembali bertasbih hingga Abu Dzar mendengarnya lagi seperti suara lebah.

Setelah diletakkan kembali ke tanah, kerikil-kerikil itu pun terdiam. Mengenai kisah kerikil yang bertasbih ini, az-Zuhri berkata, “Itu adalah petunjuk tentang khilafah.”

Selain bertasbih, para sahabat pun telah meriwayatkan bahwa sebuah batu selalu memberikan salam kepada Rasulullah SAW setiap kali beliau melewatinya.

Dari Jabir bin Samurah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

إِنِّي لَأَعْرِفُ حَجَرًا بِمَكَّةَ كَانَ يُسَلِّمُ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ أُبْعَثَ إِنِّي لَأَعْرِفُهُ الآن.

“Aku masih ingat pada sebuah batu di Makkah yang mengucapkan salam kepadaku sebelum aku diutus, sekarang pun aku masih mengenalnya,” (HR. Muslim)

Dalam riwayat lain, dari Ali bin Abi Thalib, beliau berkata, “Aku pernah bersama Nabi di Makkah. Kami menuju beberapa tempat di luar Makkah antara pegunungan dan pohon-pohon. Beliau tidak melewati pohon dan batu kecuali mereka mengucapkan ‘Assalamu ‘Alaika, ya Rasulullah.” (HR. Tirmidzi)

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Wujud dan Usia Nabi Adam AS, Dijelaskan dalam Hadits



Jakarta

Nabi Adam AS menjadi manusia pertama yang diciptakan Allah SWT. Wujud dan ciri Nabi Adam AS dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW.

Allah SWT telah lebih dulu mengabarkan pada malaikat bahwa Dia akan menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30, Allah SWT berfirman,


وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى ٱلْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوٓا۟ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّىٓ أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Arab-Latin: Wa iż qāla rabbuka lil-malā`ikati innī jā’ilun fil-arḍi khalīfah, qālū a taj’alu fīhā may yufsidu fīhā wa yasfikud-dimā`, wa naḥnu nusabbiḥu biḥamdika wa nuqaddisu lak, qāla innī a’lamu mā lā ta’lamụn

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

Wujud Nabi Adam Sesuai Penjelasan Rasulullah SAW

Mengutip buku Menengok Kisah 25 Nabi dan Rasul karya Ahmad Fatih, S.Pd, dijelaskan hadits Rasulullah SAW yang menjelaskan sekaligus menjadi gambaran wujud Nabi Adam AS.

Nabi Adam diciptakan oleh Allah SWT dengan bentuk yang sempurna dan lengkap. Namun berbeda dengan manusia saat ini, Nabi Adam memiliki tinggi 60 hasta atau sekitar 18 meter.

Hal ini sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW bersabda,

“Allah menciptakan Adam AS tingginya enam puluh hasta, kemudian Dia berfirman: Pergilah kamu dan berilah salam kepada para malaikat, maka dengarkanlah bagaimana mereka menjawab salam penghormatan anak keturunanmu. Maka Adam menyampaikan salam: Assalamualaikum (salam sejahtera untuk kalian). Mereka menjawab: Assalaamualaika wa rahmatullah (salam sejahtera dan rahmat Allah untukmu) Mereka menambahkan kalimat wa
rahmatullah. Setiap orang yang akan masuk surga sifatnya seperti Adam as, dan manusia terus saja berkurang (tingginya) sampai sekarang.” (HR Bukhari)

Mengutip sumber yang sama, terdapat pula dalil yang menjelaskan tentang usia Nabi Adam AS.

Banyak riwayat menyebutkan bahwa Nabi Adam memiliki umur 1.000 tahun. Namun dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi Adam pernah memberikan 40 tahun umurnya untuk Nabi Dawud.

“Begitu melihat seseorang dari mereka Adam kagum akan kilatan cahaya yang ada di antara kedua matanya. la lantas bertanya, “Wahai Tuhan, siapakah dia?”

Allah menjawab, “Ini seorang umat akhir zaman dari keturunanmu. Namanya Dawud.” Adam kembali bertanya, “Wahai Tuhan, berapakah engkau jadikan umurnya?”

Allah menjawab “Enam puluh tahun.” Adam lantas memohon, “Tambahkanlah padanya 40 tahun lagi dari umurku.” (HR Al Tirmidzi)

Wallahu alam.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Cemburunya Aisyah RA saat Rasulullah SAW Menyebut Khadijah RA



Jakarta

Aisyah RA pernah mengutarakan rasa cemburunya pada Rasulullah SAW yang kerap menyebut nama Khadijah RA. Bagaimana sikap Rasulullah SAW?

Cemburu menjadi salah satu sikap yang ditunjukkan seseorang apabila ia tidak senang. Ibnu Hajar berkata, “Al Ghairah (cemburu) adalah perubahan hati dan berkobarnya amarah akibat adanya ikatan dalam sesuatu yang seharusnya dimiliki secara pribadi. Dan ghairah (kecemburuan) yang paling besar adalah yang terjadi antara pasangan suami istri.”

Cemburu itu sendiri sebetulnya tidak jelek. Namun, jika seorang wanita berlebihan dalam cemburu, maka ia tercela. Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Atiik al-Anshaari, “Ada kecemburuan yang disukai oleh Allah, dan ada pula yang dibenci-Nya. Cemburu yang disukai Allah SWT adalah cemburu karena sesuatu yang haram, sedang cemburu yang dibenci oleh Allah adalah cemburu bukan karena sesuatu yang haram.”


Cemburunya Aisyah pada Khadijah

Mengutip buku Kisah dan Kemuliaan Para Wanita Ahli Surga Di Sekeliling Nabi: Teladan Terbaik Sepanjang Masa yang Menyentuh dan Menginspirasi karya Mohammad A. Suropati, disebutkan bahwa Rasulullah SAW masih menunjukkan rasa sayang yang besar kepada Khadijah walaupun sang istri tercintanya telah lama berpulang.

Rasulullah SAW sering kali memuji Khadijah RA sebagai bentuk kesetiaan dan rasa cintanya.

Dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Wanita mereka yang terbaik adalah Maryam. Dan wanitanya yang terbaik adalah Khadijah.”

Mengutip buku Beginilah Nabi Mencintai Istri karya Isham Muhammad Asy-Syariif, Ibnu Hajar, ath Thayyibiyy berkata tentang hadits ini bahwa kata ganti yang pertama (mereka) kembali kepada umat yang di dalamnya terdapat Maryam, sedangkan kata ganti yang kedua (nya) kembali kepada umat ini.

Hal ini dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bazzaar dan ath-Thabranni dari Ammar bin Yasir, “Khadijah melebihi wanita-wanita umatku sebagaimana Maryam melebihi wanita-wanita seluruh dunia.”

Kecintaan Rasulullah SAW kepada Khadijah RA, membuat Aisyah RA merasa cemburu. Imam Bukhari meriwayatkan, Aisyah RA pernah berkata, “Bahwa Aku tidak pernah cemburu kepada satu pun istri Rasulullah SAW seperti cemburu kepada Khadijah. Dia memang telah wafat sebelum beliau menikahiku. Tetapi aku cemburu karena aku mendengar beliau menyebut-nyebutnya, dan beliau diperintahkan oleh Allah untuk memberinya kabar gembira bahwa dia mendapat sebuah istana di surga, juga kalau beliau menyembelih kambing, lalu menghadiahkan dagingnya kepada teman-teman Khadijah.”

Dalam riwayat lain disebutkan, Aisyah RA berkata, “Seakan tidak ada wanita lain di dunia ini selain Khadijah.”

Rasulullah SAW menjawab, “Khadijah memiliki banyak keutamaan, dan dari dialah aku mendapatkan keturunan.” (HR Bukhari)

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Umar RA dan Paman Rasulullah SAW saat Ingin Memperluas Masjid Nabawi



Jakarta

Umar bin Khattab RA adalah sosok sahabat Rasulullah SAW yang dikenal tegas namun bijaksana. Ia juga sosok yang amanah dan berbudi luhur.

Sepeninggal Rasulullah SAW, Umar RA bermaksud memperluas Masjid Nabawi. Rencana Umar RA ini sekaligus menjalankan wasiat Rasulullah SAW sebelum beliau wafat.

Mengutip buku Kisah Hidup Umar ibn Khattab karya Mustafa Murrad, dikisahkan suatu ketika Umar RA bertemu dengan paman Rasulullah SAW, Abbas ibn Abdul Muthalib.


Umar RA berkata kepadanya, “Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah berwasiat sebelum wafat. Beliau menginginkan penambahan jumlah masjid. Sesungguhnya rumahmu, wahai Abbas, sangatlah dekat dengan masjid. Maka berikanlah rumahmu itu untuk urusan masjid, dan kami akan memperluas masjid tersebut. Lalu kami akan mengganti rumahmu dengan tanah yang lebih luas.”

Abbas kemudian menjawab, “Aku tidak akan melakukannya.” Umar RA kemudian berkata, “Kalau begitu, aku akan mengambil rumahmu dengan paksa.” Abbas pun menjawab, “Itu bukan menjadi hakmu. Cari penengah untuk memutuskan perkara ini.”

Umar lalu bertanya, “Siapakah orang yang kau pilih itu?” Abbas menjawab, “Aku memilih Hudzaifah ibn al-Yaman.”

Umar RA dan Abbas kemudian menemui Hudzaifah yang akan dijadikan penengah untuk masalah ini. Saat itu, Hudzaifah sedang memegang jabatan tertinggi dari Umar RA sebagai khalifah. Ia adalah penasihat kekhalifahan dan negara. Ia yang akan memutuskan perkara antara Umar dan Abbas.

Umar dan Abbas duduk di hadapan Hudzaifah. Keduanya menceritakan duduk perkaranya. Hudzaifah lalu berkata, “Aku mendengar bahwa Nabi Daud bermaksud memperluas Baitul Maqdis. Daud menemukan sebuah rumah dekat Baitul Maqdis. Rumah itu milik anak yatim. Nabi Daud lantas memintanya dari anak yatim itu, tetapi ia enggan memberikannya. Daud pun berusaha mendapatkan rumah tersebut secara paksa. Lantas Allah SWT berfirman kepada Daud, “Sesungguhnya rumah yang bersih dari kezaliman adalah rumah-Ku.” Daud kemudian mengembalikan rumah tersebut kepada pemiliknya.

Umar dan Abbas tertegun mendengar cerita Hudzaifah itu. Abbas memandang Umar dan berkata, “Wahai Umar, apakah engkau masih ingin mengambil rumahku?” “Tidak” jawab Umar.

Abbas pun berkata, “Bersamaan dengan itu, aku telah memberikan rumahku untuk memperluas masjid Rasulullah SAW.”

Umar kemudian bisa memperluas Masjid Nabawi tanpa mengambil paksa rumah Abbas. Demikian pula Abbas yang secara ikhlas memberikan rumah tersebut untuk menjadi lahan perluasan masjid.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Penjaga Arasy saat Lupa Bacaan Tasbih dan Tahmidnya


Jakarta

Arasy merupakan singgasana Allah SWT yang sangat besar yang berada di atas langit ketujuh. Arasy dijaga oleh malaikat penjaga yang senantiasa berzikir memuliakan Allah SWT.

Namun, pada suatu hari, terdapat kejadian yang membuat malaikat tersebut terlupa akan bacaan zikirnya. Yakni ketika ia mendengar tangis Rasulullah SAW saat bertemu dengan seorang Arab Badui.

Simak kisah selengkapnya berikut ini yang dikutip dari kitab Silsilah al-Qashash, karya Saleh al-Munajjed yang terdapat dalam buku Kumpulan Kisah Teladan yang disusun oleh Prof. Dr. Hasballah Thaib, MA dan H. Zamakhsyari Hasballah, Lc, MA, Ph.D.


Tangis Rasulullah yang Membuat Penjaga Arasy Lupa Bacaan Zikirnya

Suatu hari, Rasulullah SAW sedang melakukan tawaf di Ka’bah. Ketika itu, beliau mendengar seseorang di hadapannya yang bertawaf sambil berzikir, “Ya Karim! Ya Karim!”

Mendengar hal tersebut, Rasulullah SAW ikut meniru orang itu dan mengucapkan, “Ya Karim! Ya Karim!”

Orang tersebut kemudian berhenti di sudut Ka’bah dan kembali berzikir, “Ya Karim! Ya Karim!”

Rasulullah SAW yang berada di belakangnya mengulangi lagi zikir tersebut, “Ya Karim! Ya Karim!”

Merasa dirinya diejek, orang itu menoleh ke belakang dan melihat seorang lelaki yang sangat tampan dan gagah, yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Orang itu pun berkata, “Wahai orang tampan, apakah engkau sengaja mengejekku hanya karena aku ini orang Badui? Kalau bukan karena ketampanan dan kegagahanmu, aku akan melaporkanmu kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah.”

Rasulullah SAW tersenyum lalu berkata, “Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?”

Orang itu menjawab, “Belum.”

Rasulullah SAW bertanya, “Lalu bagaimana kamu beriman kepadanya?” Orang Arab Badui itu menjawab, “Aku beriman kepada kenabiannya meski aku belum pernah melihatnya, dan aku membenarkan bahwa dialah utusan Allah walaupun aku belum pernah bertemu dengannya.”

Rasulullah SAW berkata, “Wahai orang Arab, ketahuilah bahwa aku ini adalah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat.”

Mendengar hal tersebut, orang Badui itu terkejut dan berkata, “Tuan ini Nabi Muhammad?”

Rasulullah SAW menjawab, “Ya.”

Seketika itu, orang tersebut tunduk dan mencium kedua kaki Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW segera menariknya dan berkata, “Wahai orang Arab, janganlah berbuat seperti itu. Perbuatan seperti ini biasa dilakukan seorang hamba sahaya kepada tuannya. Ketahuilah, Allah mengutusku bukan untuk menjadi orang yang takabur atau minta dihormati, tetapi untuk membawa berita gembira bagi yang beriman dan membawa peringatan bagi yang mengingkarinya.”

Kemudian, Malaikat Jibril turun membawa pesan dari langit, “Wahai Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: ‘Katakan kepada orang Arab itu agar tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahwa Allah akan menghisabnya di Hari Mahsyar nanti dan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar.'”

Setelah mendengar pesan tersebut, orang Arab Badui itu berkata, “Demi keagungan Allah, jika Allah memperhitungkan amal hamba-Nya, maka hamba pun akan membuat perhitungan dengan-Nya.” Orang itu melanjutkan, “Jika Allah menghitung dosa hamba, maka hamba akan menghitung betapa besar maghfirah-Nya. Jika Dia menghitung kebakhilan hamba, maka hamba akan menghitung betapa luas kedermawanan-Nya.”

Mendengar ucapan itu, Rasulullah SAW menangis, hingga air matanya membasahi janggutnya.

Lalu, Malaikat Jibril turun lagi dan berkata, “Ya Muhammad, Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu dan berfirman: ‘Berhentilah engkau menangis. Karena tangisanmu, penjaga Arasy lupa bacaan tasbih dan tahmidnya hingga Arasy bergoncang. Katakan kepada orang Arab itu bahwa Allah tidak akan menghisabnya, tidak akan menghitung kemaksiatannya, dan dia akan menjadi temanmu di surga.'”

Mendengar kabar tersebut, orang Arab Badui itu menangis haru karena tidak mampu menahan rasa syukur dan kebahagiaan.

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

Ini ‘Manusia Bertangan Emas’ yang Banyak Sedekah Bikin Hartanya Melimpah


Jakarta

Abdurrahman bin Auf adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang dikenal sebagai pedagang ulung dan dermawan. Kekayaannya yang melimpah tidak membuatnya lupa akan kewajibannya kepada Allah SWT, justru semakin banyak hartanya, semakin besar pula sedekah yang ia berikan di jalan kebaikan.

Sebagai seorang yang dijuluki “Manusia Bertangan Emas,” Abdurrahman bin Auf tidak hanya sukses dalam bisnis, tetapi juga menjadi teladan dalam berbagi dan membantu sesama.

Kedermawanannya tercatat dalam sejarah Islam. Ia selalu menyumbangkan hartanya demi perjuangan agama, membantu kaum Muslimin, serta menjaga kesejahteraan keluarga Nabi Muhammad SAW.


Kedermawanan Abdurrahman bin Auf

Dalam buku Dahsyatnya Ibadah, Bisnis, dan Jihad Para Sahabat Nabi yang Kaya Raya karya Ustadz Imam Mubarok Bin Ali, sebelum memeluk Islam, ia dikenal dengan nama Abdu Amru, meskipun ada pendapat lain yang menyebutkan namanya adalah Abdul Ka’bah.

Setelah masuk Islam, Rasulullah SAW mengganti namanya menjadi Abdurrahman bin Auf, nama yang kini lebih dikenal dalam sejarah Islam. Ia lahir pada tahun kesepuluh setelah peristiwa Tahun Gajah, sekitar tahun 581 M, yang membuatnya sepuluh tahun lebih muda dari Rasulullah SAW.

Selain dikenal sebagai saudagar ulung, ia juga seorang sahabat yang selalu bersegera dalam berinfak dan menginfakkan hartanya di jalan Allah SWT.

Diceritakan dalam buku Kisah 10 Pahlawan Surga oleh Abu Zaein, suatu hari Rasulullah SAW memimpin pasukan Muslim menuju Tabuk untuk menghadapi ancaman dari bangsa Romawi.

Saat itu, buah-buahan di Madinah belum matang, sehingga masyarakat tidak dapat menjualnya atau menyedekahkannya kepada pasukan. Situasi ini membuat kaum Muslimin merasa khawatir.

Namun, demi menegakkan perintah Allah SWT, Abu Bakar menyumbangkan seluruh hartanya, sementara Umar bin Khattab memberikan setengah dari kepemilikannya. Utsman bin Affan juga turut menyumbangkan hartanya. Meskipun demikian, jumlah yang terkumpul masih belum mencukupi.

Di tengah kekhawatiran itu, Abdurrahman bin Auf datang membawa kantong berisi dua ratus keping emas dan menyerahkannya kepada Rasulullah SAW. Para sahabat terkejut melihat kemurahan hatinya, bahkan Umar sempat mengira bahwa Abdurrahman ingin menebus kesalahan dengan cara ini.

Rasulullah kemudian bertanya kepadanya, “Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu, wahai Abdurrahman?”

Dengan penuh keyakinan, Abdurrahman menjawab, “Aku tinggalkan banyak untuk mereka, lebih banyak daripada yang aku sedekahkan ini.”

Rasulullah kembali bertanya, “Seberapa banyak yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?”

Ia pun menjawab, “Aku meninggalkan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka.” Mendengar jawaban itu, Rasulullah dan para sahabat merasa kagum atas keikhlasannya.

Kedermawanan Abdurrahman bin Auf juga terlihat dalam peristiwa lain. Suatu ketika, penduduk Madinah dikejutkan oleh suara gemuruh yang dikira berasal dari serangan musuh. Namun, suara itu ternyata berasal dari iring-iringan kafilah dagang milik Abdurrahman yang terdiri dari tujuh ratus unta penuh muatan.

Saat itu, Aisyah RA mengingatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Aku melihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merayap.” Mendengar hal ini, Abdurrahman tanpa ragu menyedekahkan seluruh kafilahnya, termasuk barang dagangan, pelana, dan perlengkapannya, sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.

Warisan Abdurrahman bin Auf

Ketika Abdurrahman bin Auf ikut serta dalam Perang Uhud, ia menderita 20 luka, salah satunya menyebabkan kakinya cacat permanen. Ia bahkan kesulitan berbicara karena giginya patah akibat serangan.

Menjelang akhir hayatnya, Abdurrahman merasa khawatir bahwa kekayaannya akan menjadi penghalang bagi dirinya untuk masuk surga, meskipun ia sudah dijamin untuk mendapatkan tempat di surga.

Ia mewasiatkan 500 dinar untuk perjuangan di jalan Allah SWT dan 400 dinar untuk setiap orang yang berpartisipasi dalam Perang Badar.

Abdurrahman bin Auf meninggal pada tahun 31 H, meskipun ada juga yang berpendapat bahwa ia wafat pada tahun 32 H, pada usia 75 tahun. Beliau meninggalkan 28 anak lelaki dan 8 anak perempuan. Meskipun hampir seluruh hartanya telah disumbangkan untuk jalan Allah, ia masih meninggalkan warisan yang sangat banyak bagi anak-anaknya.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Allah Menukar Arak Menjadi Madu kepada Pemuda yang Berniat Tobat


Jakarta

Allah SWT sangat mencintai hamba-Nya yang bertobat. Ada berbagai kisah bagaimana Ia telah mengampuni hamba-Nya hendak bertobat bahkan sebelum tobatnya itu terlaksana.

Seperti salah satu kisah tentang seorang pemuda yang berniat tobat dari khamar. Kisah ini mengandung pelajaran berharga tentang kejujuran, tobat, dan kasih sayang Allah bagi hamba-Nya yang ingin kembali ke jalan yang benar.

Berikut kisahnya yang dikutip dari kitab Qashash Muatssirah li al-Syabab karya Iyyadh Faiz yang tercantum dalam buku Kumpulan Kisah Teladan yang disusun oleh Prof. Dr. Hasballah Thaib, MA dan H. Zamakhsyari Hasballah, Lc, MA, Ph.D.


Pada suatu hari, Khalifah Umar bin Al-Khattab berjalan di lorong-lorong Kota Madinah, mengamati keadaan rakyatnya. Saat mencapai sebuah persimpangan jalan, beliau melihat seorang pemuda yang tampak gelisah.

Pemuda itu membawa sebuah kendi yang ia sembunyikan di balik kain sarung yang diselempangkan di punggungnya. Gerak-geriknya mencurigakan, sehingga Umar bin Khattab pun bertanya dengan suara tegas, “Apa yang engkau bawa itu?”

Mendengar pertanyaan tersebut, pemuda itu menjadi panik dan gugup. Ia sangat takut akan kemarahan Umar yang terkenal dengan ketegasannya dalam menegakkan hukum Islam.

Dalam kepanikannya, ia spontan menjawab, “Ini adalah kendi berisi madu.”

Padahal, kenyataannya kendi tersebut berisi khamar (arak), minuman yang diharamkan dalam Islam.

Meski telah berbohong, pemuda itu sebenarnya sedang berada dalam pergulatan batin. Ia telah menyadari kesalahannya dan memiliki keinginan kuat untuk bertobat.

Namun, kebiasaan buruk itu sulit ia tinggalkan. Dalam hatinya, ia telah menyesali perbuatannya dan ingin berhenti dari kebiasaan minum khamar. Diam-diam, ia berdoa kepada Allah dengan penuh harap agar Umar tidak sampai memeriksa isi kendinya.

Namun, Khalifah Umar yang terkenal dengan ketegasannya tidak langsung percaya begitu saja. Beliau ingin memastikan kebenaran ucapan pemuda itu, lalu berkata, “Biar aku lihat sendiri isi kendi itu.”

Saat pemuda itu mendengar permintaan tersebut, ia semakin takut. Ia menyadari bahwa jika Umar mengetahui isi kendi itu adalah arak, ia akan dihukum berat. Dengan penuh ketakutan, dalam hati ia memohon kepada Allah SWT agar menyelamatkannya dari kemarahan sang khalifah.

Dalam keajaiban yang luar biasa, Allah SWT mengabulkan doa pemuda tersebut. Ketika Umar membuka tutup kendi dan melihat isinya, ternyata yang ada di dalamnya benar-benar madu, bukan lagi khamar.

Allah telah menggantikan isinya sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada hamba yang ingin bertobat dengan sungguh-sungguh. Pemuda itu sangat terharu dan semakin yakin bahwa Allah Maha Pengampun bagi siapa pun yang bersungguh-sungguh ingin meninggalkan keburukan.

Kisah ini menjadi pelajaran bahwa ketika seseorang memiliki niat yang ikhlas untuk bertobat, Allah akan membukakan jalan baginya. Dalam ajaran Islam, minum khamar merupakan dosa besar yang memiliki dampak spiritual yang berat. Rasulullah SAW bersabda,

“Seteguk khamar diminum, maka tidak diterima Allah amal fardhu dan sunatnya selama tiga hari. Dan siapa yang minum khamar dalam jumlah satu gelas, maka Allah tidak akan menerima sholatnya selama empat puluh hari. Dan orang yang tetap minum khamar, maka Allah akan memberinya minuman dari ‘Nahrul Khabal’.”

Ketika para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah Nahrul Khabal itu?” Rasulullah SAW menjawab, “Itu adalah darah bercampur nanah dari ahli neraka.”

Kisah ini menjadi pengingat bahwa Allah Maha Pengampun, tetapi juga Maha Adil dalam memberikan balasan. Bagi siapa yang masih bergelimang dalam dosa, hendaklah segera bertobat sebelum ajal menjemput. Sebagaimana pemuda dalam kisah ini yang berniat untuk meninggalkan kemaksiatan, Allah SWT pun membantunya dengan cara yang tidak disangka-sangka.

Wallahu a’lam.

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

10 Sifat Utama dari Sayyidah Aisyah RA, dari Cerdas hingga Rendah Hati


Jakarta

Salah satu istri Nabi Muhammad SAW yang banyak dicontoh dan dijadikan teladan adalah Aisyah RA. Apa saja sifat-sifat paling menonjol dari Aisyah RA?

Dikutip dari buku Akidah Akhlak Madrasah Tsanawiyah Kelas IX karya Harjan Syuhada dan Fida’ Abdilah, pada bulan Syawal tahun 614 Masehi, lahirlah seorang anak perempuan dari pasangan bernama Abu Bakar Ash Shiddiq RA dan Ummu Ruman binti ‘Amir ibn ‘Uwaimir Al-Kinaniyyah, yang diberi nama Aisyah binti Abu Bakar.

Aisyah RA kemudian menikah dengan Rasulullah SAW di usianya yang belia atau bertepatan dengan dua tahun sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Keduanya baru tinggal bersama ketika Aisyah RA sudah baligh.


Ia memiliki akhlak yang sangat mulia dan sangat bertakwa kepada Allah SWT. Selain itu, dirinya juga memiliki kecerdasan yang luar biasa. Oleh karena itu, banyak sekali keteladanan yang bisa dicontoh darinya.

10 Sifat yang Menonjol dari Sayyidah Aisyah RA

1. Pemberani

Sifat-sifat yang menonjol Sayyidah Aisyah RA pertama adalah ia memiliki kepribadian yang pemberani dan tidak kenal takut kecuali kepada Allah SWT.

Buktinya, Aisyah RA pernah beberapa kali ikut turun ke medan perang, termasuk Perang Badar dan Perang Khandaq. Ia bertugas untuk membantu para prajurit untuk memberi minum dan merawat luka saat Perang Uhud meletus.

2. Rajin Bekerja

Sifat yang menonjol Sayyidah Aisyah RA yang kedua adalah ia adalah ummul mukminin yang sangat rajin dalam urusan bekerja.

Walaupun ia difasilitasi pembantu oleh suaminya, Rasulullah SAW, ia tetap melakukan sendiri segala pekerjaan rumah dan melayani kebutuhan suaminya. Ia terbiasa sendiri menumbuk gandum, memasak, membersihkan perabotan, menyiapkan air wudhu dan siwak, serta mencuci pakaian beliau.

3. Sabar

Kepribadian dan teladan yang wajib ditiru dari Sayyidah Aisyah RA ketiga adalah sifatnya yang sangat sabar. Hal ini dibuktikan dengan kesehariannya bermalam tanpa lampu apa pun selama 40 malam.

Selain itu, ia juga sangat sabar ketika melewati masa dimana ia dan Rasulullah SAW tidak bisa membuat roti atau memasak lauk sama sekali. Keduanya hanya makan dengan kurma dan air saja selama satu bulan.

4. Rendah Hati

Aisyah RA dikenal dengan sifatnya yang rendah hati dan tidak sombong. Ia tetap bersikap rendah hati kepada semua orang meskipun memiliki kecerdasan dan ilmu yang amat luas. Tak pernah sekalipun ia menyombongkan hal itu.

5. Senang Berbagi Ilmu

Aisyah RA adalah seorang guru agama di Madinah Al Munawarah, tepatnya di salah satu sudut Masjid Nabawi. Madrasah ini merupakan tempat untuk menuntut ilmu atau meminta fatwa, sekaligus sebagai pusat para pecinta ilmu.

Aisyah RA juga merupakan orang yang selalu mengakui kelebihan orang lain, sehingga ia tidak malu bertanya kepada yang lebih tahu apabila ia sendiri masih belum terlalu paham.

6. Kritis dan Selalu Ingin Tahu

Sebagaimana disebutkan di atas, Aisyah RA adalah seorang wanita yang memiliki ilmu yang luas dan kecerdasan yang tinggi. Oleh sebab itu, ia memiliki sifat kritis dan selalu ingin tahu.

Rasa ingin tahunya sangat besar. Apabila ada sesuatu hadits yang belum jelas, maka ia akan langsung menanyakannya kepada Rasulullah SAW tentang hakikat dan inti maknanya.

7. Cerdas

Sifat-sifat yang menonjol Sayyidah Aisyah RA ketujuh adalah ia memiliki otak yang pintar dan kecerdasan yang tinggi, terutama dalam bidang memahami dan menyimpulkan.

Kecerdasan Aisyah RA tidak ada tandingannya, bahkan di antara para sahabat. Abu Musa Al-Asy’ari berkata, “Tidak ada satu hadits yang sulit bagi kamu, para sahabat Muhammad SAW, kecuali kami tanyakan kepada Aisyah RA. Pada diri beliau kami temukan pengetahuan tentang hadits tersebut.”

8. Suka Belajar

Kecerdasan yang dimiliki oleh Aisyah RA sejalan dengan kegemarannya dalam belajar dan menuntut ilmu. Ia selalu mendengarkan pelajaran yang disampaikan oleh Rasulullah SAW di mana pun itu.

Apabila ada materi yang sulit maka ia langsung menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW. Ia juga dapat menghafal banyak hadits tentang berbagai masalah dan ilmu pengetahuan.

9. Rajin Bersedekah

Sifat-sifat yang menonjol Sayyidah Aisyah RA yang kesembilan adalah ia merupakan sosok yang rajin bersedekah.

Suatu waktu dikisahkan, pemerintah Mu’awiyah mengirim uang sejumlah 200 ribu dirham kepada Aisyah RA. Namun, ia malah membagikannya kepada orang-orang yang lebih membutuhkan daripada dia.

Bahkan ketika Aisyah RA sedang berpuasa, ia masih tetap mengutamakan para pengemis dan orang-orang yang lebih membutuhkannya daripada dirinya sendiri.

10. Zuhud Dan Qana’ah

Sifat-sifat yang menonjol Sayyidah Aisyah RA yang terakhir adalah ia merupakan orang yang zuhud dan qana’ah. Wanita salihah ini sangat tegar dalam menghadapi berbagai cobaan dan ujian hidup.

Bahkan ketika ia tahu bahwa kas negara Islam Madinah amat banyak, ia tetap tidak pernah meminta tambahan nafkah dan memilih untuk zuhud pada gemerlap dunia. Seringkali didapati, ia hanya memiliki sepotong pakaian dan ia tidak punya perhiasan mewah sedikit pun.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com