Tag Archives: Rasulullah SAW

Kenapa Jumlah Kain Kafan Wanita Lebih Banyak dari Laki-laki?



Yogyakarta

Mengkafani jenazah menjadi kewajiban seorang muslim terhadap saudaranya yang meninggal dunia. Sebelum mengkafani jenazah, umat muslim perlu mengetahui jumlah kain kafan yang harus digunakan.

Mengutip dari Kitab Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid Jilid 1 karya Ibnu Rusyd, para jumhur ulama menyatakan bahwa kain kafan wanita jumlahnya lebih banyak dari laki-laki. Mengapa begitu?

Alasan Kain Kafan Wanita Jumlahnya Lebih Banyak

Masih dalam sumber yang sama, kain kafan wanita jumlahnya lebih banyak karena aurat yang harus ditutupi juga lebih banyak. Pada dasarnya, wanita dalam Islam disyariatkan untuk menutup aurat dalam berpakaian sehingga ketika meninggal dunia pun jumlah kain kafan yang digunakan lebih banyak dari jenazah laki-laki.


Jumhur ulama menentukan jumlah kain kafan bagi jenazah laki-laki sebanyak tiga lapis kain, sementara jenazah wanita sebanyak lima lapis kain. Hal tersebut didasarkan pada sebuah riwayat yang menceritakan ketika jenazah Rasulullah SAW dikafani:

أَنَّ الرَّسُوْلَ اللهِ ﷺ كُفِنَ فِي ثَلَاثَةِ أَثْوَابِ بِيْضٍ سَحُوْلِيَّةٍ لَيْسَ فِيْهَا قَمِيْصُ وَلَا عِمَامَةٌ

Artinya: “Sesungguhnya jenazah Rasulullah SAW dikafani dengan tiga lapis kain putih, tanpa gamis dan sorban.” (HR Bukhari dan Muslim).

Sementara itu, banyaknya kain wanita didasarkan pada hadits riwayat Abu Dawud yang bersumber dari Laila binti Qa’if Ats Tsaqafiyyah, ia berkata:

كُنْتُ فِيْمَنْ غَسَّلَ أُمَّ كُلِّقَوْمٍ بِنْتَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فَكَانَ أَوَّلُ مَا أَعْطَانِي رَسُولُ اللهِ ﷺ الْحِقْوَ، ثُمَّ الدَّرْعَ، ثُمَّ الْخِمَارَ، ثُمَّ الْمِلْحَفَةَ، ثُمَّ أُدْرِجَتْ بَعْدُ فِي التَّوْبِ الْآخَرِ، قَالَتْ: وَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ جَالِسٌ عِنْدَ الْبَابِ مَعَهُ أَكْفَانُهَا، يُنَاوِلُنَاهَا ثَوْبًا ثَوْبًا

Artinya: “Aku termasuk orang yang turut memandikan jenazah Ummu Kultsum, putri Rasulullah SAW. Pertama kali yang diberikan oleh Rasulullah kepadaku ialah kain sarung, lalu jubah untuk perempuan, lalu kerudung panjang, lalu selimut. Kemudian setelah itu aku memasukkannya pada lapis kain yang terakhir,” kata Laila binti Qa’if, saat itu Rasulullah SAW duduk di dekat pintu sambil memegang kafan-kafan untuk putrinya, lalu kami menerima kafan-kafan tersebut satu persatu.” (HR Abu Dawud).

Sunah dalam Mengkafani Jenazah

Berdasarkan buku Terjemahan Majmu Syarif karya Ust. Muiz al-Bantani, beberapa sunah dalam mengkafani jenazah yang perlu dipahami umat muslim, yaitu sebagai berikut.

1. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih, dan menutupi seluruh tubuh mayat.

2. Kain kafan hendaknya berwarna putih.

3. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan mayat perempuan 5 lapis.

4. Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah, hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.

5. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.

Cara Mengkafani Jenazah Wanita

Dilansir dari buku Fikih Madrasah Aliyah Kelas X karya Harjan Syuhada, kain kafan wanita terdiri atas 5 lembar kain putih dengan penggunaan sebagai berikut:

· Lembar pertama yang paling bawah digunakan untuk menutupi seluruh badan dan kain ini paling lebar di antara lainnya.

· Lembar kedua sebagai kerudung kepala.

· Lembar ketiga sebagai baju kurung.

· Lembar keempat untuk menutup pinggang hingga kaki.

· Lembar kelima untuk menutup pinggul dan pahanya.

Adapun cara mengkafani jenazah perempuan, yaitu:

1. Susun kain kafan yang telah dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan tertib. Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan di atas kain kafan sejajar serta taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus.

2. Tutup lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.

3. Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.

4. Pakaikan sarung (cukup disobek saja, tidak dijahit).

5. Pakaikan baju kurungnya (cukup disobek, tidak dijahit).

6. Dandani rambutnya lalu julurkan ke belakang.

7. Pakaikan tutup kepalanya (kerudung).

8. Bungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua ujung kain kiri dan kanan lalu digulung ke dalam. Setelah itu, ikat dengan sobekan pinggir kain kafan yang setelahnya telah disiapkan di bagian bawah kain kafan, tiga atau lima ikatan. Tali ikatan ini akan dilepaskan setelah mayat dibaringkan di liang lahat.

Demikian penjelasan kenapa kain kafan wanita jumlahnya lebih banyak dari laki-laki beserta cara mengkafaninya, semoga bermanfaat.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Bolehkah Wanita I’tikaf di Masjid pada Malam Lailatul Qadar?



Jakarta

Salah satu cara untuk menghidupkan dan meraih malam Lailatul Qadar adalah melakukan i’tikaf di masjid. Namun, bolehkah wanita i’tikaf di masjid?

I’tikaf secara pengertian bahasa diartikan sebagai berdiam diri, yakni tetap di atas sesuatu. Orang yang sedang melakukan i’tikaf disebut dengan mu’takif.

Secara syariat, i’tikaf adalah berdiam diri di masjid sebagai pelaksanaan ibadah yang disunnahkan untuk dikerjakan di setiap waktu dan diutamakan pada bulan suci Ramadan serta dikhususkan pada sepuluh hari terakhir Ramadan demi menyambut datangnya Lailatul Qadar.


Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al Baqarah ayat 125 menyebutkan terkait hal ini yang berbunyi,

وَاِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَاَمْنًاۗ وَاتَّخِذُوْا مِنْ مَّقَامِ اِبْرٰهٖمَ مُصَلًّىۗ وَعَهِدْنَآ اِلٰٓى اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ اَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّاۤىِٕفِيْنَ وَالْعٰكِفِيْنَ وَالرُّكَّعِ السُّجُوْدِ

Artinya: “(Ingatlah) ketika Kami membuat rumah itu (Ka’bah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia. (Ingatlah ketika Aku katakan,) “Jadikanlah sebagian Maqam Ibrahim) sebagai tempat salat.” (Ingatlah ketika) Kami memberi pesan kepada Ibrahim dan Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang i’tikaf, serta yang rukuk dan sujud (salat)!”

Keterangan ayat di atas dikuatkan lagi dalam hadits Rasulullah SAW. Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha, “Nabi Muhammad SAW melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan hingga beliau wafat, kemudian para istri beliau beri’tikaf sepeninggal beliau.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu menyebutkan, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Mengutip buku Keajaiban Ramadan karangan Deni Darmawan, para ulama bersepakat bahwa i’tikaf hukumnya sunnah kecuali seorang yang bernadzar untuk beri’tikaf, maka ia wajib melaksanakannya. Pada sepuluh akhir bulan Ramadan, para ulama seperti Az Zuhri berkata, “Sungguh mengherankan ada sebagian orang yang meninggalkan i’tikaf, padahal Rasulullah shalallahu ‘alihi wassalam terus melaksanakan i’tikaf hingga beliau wafat.”

Bolehkah Wanita I’tikaf di Masjid?

Dikutip dari buku Memantaskan Diri Menyambut Bulan Ramadhan oleh Abu Maryam Kautsar Amru, wanita diperbolehkan untuk melakukan i’tikaf karena para istri Rasulullah SAW juga pernah beritikaf. Keterangan ini didasarkan dari hadits berikut,

وَعَنْهَا: – أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Artinya, “Dari Aisyah RA, Nabi Muhammad SAW beri’tikaf pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Aktivitas itu dilakukan hingga beliau wafat. Kemudian para istrinya mengikuti i’tikaf pada waktu tersebut sepeninggal Rasulullah SAW.” (HR Bukhari dan Muslim)

Namun, ada beberapa syarat yang membolehkan wanita melakukan i’tikaf di masjid. Beberapa syarat tersebut di antaranya yakni, tidak sedang haid atau nifas, mendapatkan izin dari suami, dan tidak menimbulkan fitnah.

Lebih lanjut, Syekh Wahbah Az Zuhaili dalam al Fiqhul Islami wa Adillatuhu menambahkan, hendaknya wanita beri’tikaf di masjid yang memungkinkan dan kondusif bagi mereka. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan para istri Rasulullah SAW saat beri’tikaf,

“Dianjurkan membuat penutup dengan sesuatu karena para istri nabi, ketika hendak i’tikaf, nabi memerintahkan mereka untuk menjaga diri. Kemudian, mereka mendirikan kemah di masjid karena masjid dihadiri kaum laki-laki. Itu lebih baik bagi mereka dan perempuan karena laki-laki tidak melihat mereka dan sebaliknya,” jelasnya.

Sementara itu, mengutip dari buku Step by Step Puasa Ramadhan bagi Orang Sibuk karya Gus Arifin dipaparkan bahwa terdapat beberapa perbedaan mazhab mengenai permasalahan bolehkah wanita itikaf di masjid. Beberapa pendapat tersebut secara singkat adalah sebagai berikut.

  • Mazhab Hanafi, makruh bagi wanita untuk i’tikaf di masjid jami’ (untuk salat Jumat) namun diperbolehkan di mushola rumah.
  • Mazhab Syafi’i, setiap masjid meskipun itu adalah masjid jami’ diperbolehkan atau sah juga untuk wanita berit’ikaf.
  • Mazhab Hanbali, setiap masjid juga digunakan hukum sah atau tidak apa-apa bagi wanita.

Wallahu’alam.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Istri Rasulullah yang Pergi Itikaf Tanpa Seizin Suami



Jakarta

Itikaf merupakan ibadah yang dianjurkan pengerjaannya pada 10 hari terakhir Ramadan. Amalan ini merupakan aktivitas berdiam diri di masjid yang dengan niat dan bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Itikaf dikerjakan pada 10 hari terakhir Ramadan seraya meraih malam yang lebih mulia dari seribu bulan, yakni lailatul qadar. Saking mulianya, umat Islam yang mendapat lailatul qadar setara dengan pahala lebih dari seribu bulan atau setara dengan 84 tahun.

Berkaitan dengan itikaf, ada sebuah kisah mengenai istri nabi yakni Aisyah, Hafshah, dan Zainab. Dikisahkan dalam buku Perempuan Madinah: Romantika Cinta, Iman & Heroisme para Perempuan Muslim karya Munawir Husni, kala itu Rasulullah SAW tengah mengerjakan itikaf pada 10 hari terakhir Ramadan.


Sejatinya, ibadah itu beliau kerjakan untuk memfokuskan diri kepada Allah SWT. Karenanya, Nabi Muhammad SAW tidak ingin diganggu oleh siapa pun.

Sang istri, Aisyah RA membuatkan Rasulullah tenda khusus. Namun, dia juga membuat tenda lain untuk dirinya sendiri agar bisa mendampingi sang suami.

Melihat Aisyah yang mendirikan tenda itu, istri nabi lainnya yakni Hafshah melakukan hal serupa dan meminta izin kepada Nabi SAW untuk mendirikan tenda di sampingnya. Kini, ada 3 tenda yang berdiri termasuk tenda Rasulullah.

Kemudian, istri nabi yang lain yaitu Zainab tidak terima menyaksikan Aisyah dan Hafshah membangun tenda di samping milik Nabi SAW. Tanpa meminta izin dari sang rasul, Zainab lantas mendirikan tenda sendiri.

Karena hari sudah malam dan gelap, Rasulullah SAW tidak tahu menahu mengenai hal tersebut. Ketika pagi menjelang waktu Subuh barulah ia terkejut menyaksikan banyak tenda disekelilingnya.

Mengutip dari buku Pesona Ibadah Nabi tulisan Ahmad Rofi’ Usmani, Rasulullah lantas meminta para istrinya memindahkan kemah-kemah yang mereka gunakan untuk itikaf. Beliau bahkan menghentikan dan tidak melanjutkan itikafnya.

Abdul Halim Abu Syuqqah dalam bukunya yang bertajuk Kebebasan Wanita Volume 2 menyebutkan dalam kisah tersebut, Zainab merupakan sosok wanita pencemburu. Alasan Rasulullah menghentikan itikaf dan meminta para istrinya berkemas karena ia khawatir mereka mengerjakan itikaf atas dasar cemburu, bukan karena Allah SWT, ini sesuai perkataan Hafizh Ibnu Hajar dalam Kitab Fathul Bari.

Kemungkinan lainnya Nabi Muhammad juga khawatir bahwa ketiga istrinya itu membuat area masjid sempit dan mengganggu jemaah yang ingin salat. Atau, bisa jadi berkumpulnya para istri mengganggu konsentrasi beliau dalam mengerjakan itikaf.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Ini Wanita yang Menyusui Nabi Muhammad SAW



Jakarta

Bangsa Arab memiliki tradisi menyusukan bayi kepada wanita lain. Hal ini juga dilakukan Siti Aminah, ibunda Rasulullah SAW, kepada wanita di desa untuk menyusui Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW disebut memiliki banyak ibu susuan. Di antara yang paling dikenal, dua wanita yang menyusui Nabi Muhammad SAW adalah Tsuwaibah dan Halimah as-Sa’diyah.

Tradisi yang berjalan di kalangan bangsa Arab yang relatif sudah maju, mencari wanita-wanita yang bisa menyusui anak-anaknya.


Seperti yang dijelaskan Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dalam Sirah Nabawiyah bahwa tradisi itu menjadi langkah untuk menjauhkan anak-anak itu dari penyakit yang bisa menjalar.

Hal itu juga dianggap supaya bayi menjadi kuat, otot-ototnya kekar, dan keluarga yang menyusui bisa melatih bahasa Arab dengan fasih.

Oleh karena itu, Abdul Muthalib mencari wanita dari bani Sa’d bin Bakr untuk menjadi wanita yang menyusui Nabi Muhammad SAW. Akhirnya ia menjatuhkan pilihan pada Halimah binti Abu Dzu’aib dengan didampingi suaminya, Al-Harits bin Abdul Uzza yang berjuluk Abu Kabsyah.

Halimah bisa merasakan barakah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Ishaq, bahwa Halimah pernah bercerita, suatu kali dia pergi dari negerinya bersama suaminya dan anaknya yang masih kecil dan disusuinya, bersama dengan beberapa wanita dari bani Sa’d.

Tujuan mereka adalah mencari anak yang bisa disusui, para wanita itu sedang mengalami kesulitan. Halimah saat itu membawa seekor keledai dan unta perempuan yang sudah tua sehingga air susunya tidak bisa diperah. Para wanita itu, tidak pernah tidur karena harus meninabobokan bayi-bayi mereka yang terus menangis. Sesampainya di Makkah, banyak yang menolak untuk menjadi wanita yang menyusui Rasulullah SAW.

Hal itu dikarenakan Rasulullah SAW adalah seorang anak yatim. Para wanita itu mengharapkan imbalan yang besar dari ayah kandung anak tersebut maka mereka menolak untuk menjadi wanita yang menyusui Nabi Muhammad SAW.

Namun, Halimah bersedia untuk menjadi wanita yang menyusui Rasulullah SAW. Tatkala menggendongnya, Halimah tidak merasakan repot karena mendapatkan beban yang lain.

Ketika ia kembali menunggangi keledai dan mulai menyusui Rasulullah SAW, air susunya kembali keluar. Bahkan, anak kandungnya pun bisa meminumnya hingga kenyang dan setelah itu keduanya tertidur pulas.

Unta miliknya yang semula tidak menghasilkan air susu pun seketika air susunya menjadi penuh, sehingga Halimah beserta suaminya bisa meminumnya hingga benar-benar kenyang.

Sejak saat itu keluarga Halimah terus dikaruniai limpahan rahmat dan rezeki dari Allah SWT.

Sementara itu, di dalam buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW: Dari Sebelum Masa Kenabian hingga Sesudahnya karya Abdurrahman bin Abdul Karim dikatakan, sebelum disusui oleh Halimah, Rasulullah SAW disusui oleh wanita lain.

Wanita pertama yang menjadi ibu susuan beliau selama beberapa hari adalah Tsuwaibah. Urwah berkata, “Tsuwaibah adalah wanita bekas budak Abu Lahab yang telah ia merdekakan, lalu ia menyusui Nabi Muhammad SAW. Setelah Abu Lahab mati, seorang keluarganya bermimpi melihatnya dalam keadaan yang sangat buruk.

Orang itu bertanya kepada Abu Lahab, ‘Apa yang engkau temui?” Abu Lahab menjawab, ‘Setelah aku meninggalkan kalian, aku tidak menemukan keadaan yang menyenangkan. Akan tetapi, aku diberi minum sebanyak ini karena dulu aku memerdekakan Tsuwaibah.”

Sebagai wanita pertama yang menyusui beliau, Nabi Muhammad SAW tidak melupakan Tsuwaibah. Selama di Makkah, beliau selalu mencarinya dan menjalin hubungan kekeluargaan.

Khadijah RA juga sangat memuliakannya. Berkali-kali ia meminta Abu Lahab untuk membeli dan membebaskan Tsuwaibah namun selalu ditolak.

Baru, setelah Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah ia dibebaskan oleh Abu Lahab. Tidak henti-hentinya Nabi Muhammad SAW menjalin hubungan silaturahim dengannya. Dikirimnya pula segala kebutuhan, seperti makanan dan pakaian hingga sampai kepada beliau berita wafatnya pada tahun kembalinya beliau dari Khaibar.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Istri yang Sering Marah Ternyata Bisa Kurangi Keberkahan Keluarga



Jakarta

Salah satu tujuan dari pernikahan yakni mengharapkan keberkahan dari Allah SWT sekaligus membina keluarga yang bahagia. Namun ketika seorang istri kerap marah maka keberkahan keluarga akan berkurang.

Suami atau istri memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Ketika salah satu tidak bisa atau dianggap kurang memenuhi hak dan kewajibannya maka upayakan untuk menyelesaikannya dengan tenang. Jangan gunakan emosi, apalagi sampai keluar amarah.

Mengutip buku 29 Dosa Suami Istri yang Menghalangi Datangnya Rezeki oleh Ibnu Mas’ad Masjhur, dijelaskan bahwa membahagiakan istri adalah suatu kewajiban bagi suami. Akan tetapi, yang harus dimengerti oleh istri adalah kadar antarsuami berbeda-beda.


Tidak ada standar khusus dalam membahagiakan istri dalam Islam. Hal ini sangat tergantung pada kebutuhan masing-masing dan tergantung pula pada kemampuan suami.

Seorang istri yang selalu bersyukur atas pemberian nafkah dari suami akan membantu melancarkan rezeki keluarga. Dengan begitu, keluarga akan hidup harmonis dan bahagia.

Dampak Positif dari Istri yang Bahagia

1. Dipenuhi rasa syukur

Rasa syukur akan mendorong datangnya rezeki dari berbagai
pintu.

2. Senantiasa mendoakan suaminya

Istri akan sangat menghargai kerja suami meskipun hasilnya tidak seberapa. Dengan doa-doa yang dipanjatkan oleh istri, Allah akan mempermudah rezeki suami.

3. Menjadi partner yang menyenangkan bagi suami

Istri akan mampu membuat suami tenang dalam mencari rezeki untuk keluarga.

4. Menjadi pendukung utama suaminya

Ketika suami berusaha semampunya untuk membahagiakan istri, istri juga akan berusaha membahagiakan suaminya dalam berbagai kondisi.

5. Dapat diandalkan suaminya untuk mendidik anak-anak

Istri yang bahagia cenderung tidak menganggap pekerjaan rumah sebagai beban, termasuk dalam mendidik anak-anak.

Dampak Negatif dari Istri yang Sering Marah

Mengutip buku Akibat-Akibat Fatal Marah Kepada Suami oleh Abdurrahman Sandriyanie W., dalam kehidupan rumah tangga kerap ditemui berbagai permasalahan. Ketika menjumpai perbedaan pendapat atau berselisih atas sesuatu, hendaknya diselesaikan dengan kepala dingin.

Amarah adalah tabiat buruk manusia yang kerap muncul dalam kehidupan rumah tangga. Ketika satu kali amarah dibiarkan, maka hal ini akan menjadi pemicu dari amarah-amarah lainnya di kemudian hari.

Bagi seorang istri, amarah yang meluap-luap terkadang akan berdampak panjang. Baik suami, maupun istri sebaiknya saling berkaca ketika menghadapi sebuah masalah.

Dari Abu Hurairah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya terhadap istrinya (HR at-Tirmidzi).

Berikut dampak negatif dari istri yang sering marah:

1. Menghalangi Keberkahan Hidup

Dalam Islam, keberkahan berarti ziyadatul khair yakni bertambahnya kebaikan. Keberkahan dalam pernikahan maka akan bermanfaat bagi kebahagiaan yang hakiki, meliputi kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Ketika amarah telah menguasai diri, maka disitulah celah setan menggoda umat manusia. Setiap kali menjumpai permasalahan maka akan langsung timbul perasaan kesal yang mengundang amarah. Hal inilah yang mengurangi keberkahan sebuah hubungan rumah tangga.

2. Masuk golongan kufur nikmat

Asma’ binti Yazid al-Anshariyah Ra.menceritakan bahwa ketika ia sedang duduk bersama orang-orang sebayanya, Rasulullah SAW lewat dan mengucapkan salam kepada mereka.

Kemudian, beliau bersabda, “Waspadalah kalian, jangan mengingkari orang-orang yang telah memberikan kenikmatan.”

Selanjutnya Asma’ bertanya, “Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan pengingkaran terhadap orang-orang yang memberi kenikmatan?”

“Bisa jadi di antara kalian (perempuan) lama menjanda, lalu Allah menganugerahi suami, dan memberi anak, tetapi ia sangat marah dan mengingkari nikmat. Ia berkata, ‘Aku tidak mendapatkan satu kebaikan apapun darimu.” (HR. Bukhari dan Ahmad)

Melalui hadits ini, Rasulullah mengingatkan kaum perempuan dan para istri untuk tidak selalu mengedepankan rasa marah. Keberadaan suami di sisi istrinya merupakan anugerah yang harus disyukuri. Demikian pula sebaliknya, sebagai suami juga wajib menjadikan istrinya sebagai pasangan hidup yang istimewa.

3. Mengganjal khusyuknya ibadah

Seseorang akan menjalani ibadah yang khusyuk karena perasaan yang ikhlas dan lapang mengharapkan keberkahan. Bila ada perasaan amarah mengganjal di hati, maka hal ini dikhawatirkan bisa mengganggu jalannya ibadah.

Jalan untuk mencapai kekhusyukan dalam beribadah yakni melalui akhlak yang baik terhadap sesama. Hindari perselisihan dan amarah sekecil apapun agar ibadah tidak ternodai dengan penyakit hati.

Demikian dampak positif dari istri yang bahagia dan dampak negatif dari istri yang sering marah. Sebagai pasangan suami istri hendaknya saling memahami kondisi pasangan agar tercipta keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Usia Siti Khadijah saat Menikah dengan Nabi Muhammad



Jakarta

Siti Khadijah merupakan istri pertama Rasulullah SAW. Usia Siti Khadijah pada saat menikah dengan Nabi Muhammad SAW terpaut 15 tahun lebih tua.

Menurut riwayat masyhur, Siti Khadijah menikah dengan Nabi Muhammad SAW pada usia 40 tahun, sedangkan Rasulullah SAW masih berusia 25 tahun, sebagaimana diceritakan dalam buku Sejarah Terlengkap 25 Nabi karya Rizem Aizid.

Dalam Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Kisah Istri-istri Nabi Muhammad SAW karya Herwanti dan Sutarman dikatakan, Siti Khadijah merupakan seorang wanita di kalangan Quraisy, dengan status janda.


Pada pernikahan sebelumnya Siti Khadijah menikah dengan Abu Halah bin Nabbasy Al Tamimi. Ia dikarunia dua orang anak yang diberi nama Halah dan Hindun. Namun, kebahagiaan itu sirna karena suaminya meninggal dunia.

Setelah kepergian suaminya, Siti Khadijah akhirnya menikah kembali dengan Atiq bin Aid bin Abdullah Al Makhzumi tapi tidak begitu lama karena berakhir dengan perceraian. Setelah itu, Siti Khadijah tidak menikah lagi untuk beberapa tahun.

Hingga pada akhirnya, ia menikah dengan Rasulullah SAW. Pernikahan Siti Khadijah dan Nabi Muhammad SAW yang berbeda usia cukup jauh ini tidak membuat mereka terbebani atau malu dengan yang lain. Karena dalam hati mereka ada hati yang bagaikan sutra yang penuh dengan cinta, kasih sayang dan akhlak yang mulia.

Siti Khadijah dan Rasulullah SAW dikaruniai putra dan putri. Di antaranya Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah. Sementara itu, dua orang putra Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah meninggal dunia terlebih dahulu, yaitu Qasim dan Abdullah.

Sosok Siti Khadijah dan Kisah Cintanya pada Rasulullah

Masih di dalam buku yang sama dijelaskan bahwa Siti Khadjiah merupakan sosok istri yang penuh dengan kasih sayang dan cinta. Ia bahkan rela berkorban untuk membela agama Allah SWT sekaligus menjadi orang pertama yang percaya kepada suaminya seorang Nabi Allah SWT.

Ia juga beriman kepada apa yang diyakini oleh Nabi Muhammad SAW, ia adalah wanita Quraisy pertama yang masuk Islam. Khadijah binti Khuwailid seorang istri yang memiliki gelar Ummul Mukminin pertama. Pengorbanan yang ia berikan kepada Islam tidak hanya harta melainkan jiwa dan raganya pula.

Merangkum dari buku Dakwah Rasullullah Sejarah & Problematika karya Yunan Yusuf dan buku Fathimah Zahra: Biografi Kehidupan & Perjuangannya karya Baqir Syarif Qarasyi, dalam pernikahan pertamanya ini, Rasulullah SAW tidak pernah menikah dengan perempuan mana pun. Baru setelah istri pertama beliau wafat, Rasulullah SAW menikah dengan perempuan lain.

Dikisahkan pula bahwa Siti Khadijah mempersembahkan seluruh kekayaannya demi Islam hingga tidak tersisa apapun lagi, hingga membuatnya jatuh miskin sampai tidak memiliki sebuah tikar untuk alas duduk sekalipun di rumahnya.

Dari situlah Allah SWT memberikan tempat khusus bagi Siti Khadijah. Allah SWT menganugerahinya sebuah istana surga tertinggi. Istana surga ini merupakan istana tertinggi jika dibandingkan dengan istana surga untuk hamba-hamba-Nya yang saleh.

Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW bersabda, “Aku diperintahkan untuk memberi kabar gembira kepada Khadijah, dengan rumah di surga yang terbuat dari mutiara, yang tidak ada suara gaduh di dalamnya dan tidak ada rasa letih.”

Allamah Hurr Amili dalam al-Manzhumah berkata,

“Di surga ada sebuah rumah dari mutiara yang tidak ada suara gaduh di dalamnya dan tidak ada rasa letih”

Tidak hanya itu, Rasulullah SAW juga memberikan kasih sayang istimewa kepada Siti Khadijah. Beliau mencintai Siti Khadijah dengan ikhlas. Mengenai hal ini, Aisyah RA berkata, “Setiap kali Rasulullah SAW berada di rumahku, belau tidak mungkin akan keluar rumah tanpa terlebih dahulu mengingat Khadijah dengan memuji dan menyanjungnya.

Suatu hari ketika ia melakukan hal itu, beliau berkata dengan marah, ‘Bukankah ia tak lebih dari perempuan tua sedangkan Allah SWT telah memberikan yang lebih baik kepadamu!’

Setelah itu, Rasulullah SAW menjadi sangat kecewa hingga rambut bagian depan kepalanya bergetar karena marah dan berkata, ‘Demi Allah! Allah tidak pernah memberikan yang lebih baik darinya kepadaku. Dia beriman kepadaku sementara orang lain tak menerimaku. Dia mendukungku dengan seluruh hartanya sementara masyarakat menyampingkan aku dan Allah menganugerahkan keturunan kepadaku sementara aku tidak memilikinya dari istri-istriku yang lain.'”

Menurut Moenawar Chalil dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, Siti Khadijah wafat pada tahun kesepuluh kenabian Nabi Muhammad SAW. Ia dimakamkan di Makkah.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

4 Wanita yang Dijamin Masuk Surga oleh Allah SWT



Jakarta

Surga digambarkan sebagai tempat yang begitu indah dengan berbagai kenikmatannya. Menurut sebuah riwayat, ada empat wanita yang dijamin masuk surga.

Umi Salamah dalam buku Wanita Pilihan yang Dirindukan Surga menceritakan, sejak Nabi Adam AS sebagai manusia pertama diciptakan, Allah SWT lalu menciptakan Siti Hawa yang terbuat dari tulang rusuk Nabi Adam AS sebagai pendamping hidup di surga.

Siti Hawa menjadi wanita pertama yang telah menjadi penghuni surga. Hingga lambat laun hadirlah wanita-wanita tangguh yang dijamin masuk surga oleh Allah SWT karena membuka hati serta menerima hidayah dan keimanan yang sangat sulit. Hal itu dikarenakan adanya tantangan yang begitu besar dan harus mereka hadapi.


Rasulullah SAW pernah mengabarkan mengenai wanita yang dijamin masuk surga. Beliau bersabda, “Sebaik-baik wanita surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Asiyah binti Muzahim istri Fir’aun.” (HR Ibnu Hibban, Ahmad, Abu Ya’la, Ath-Thabrani, Abu Daud, dan Al-Hakim)

Wanita yang Dijamin Masuk Surga

1. Khadijah binti Khuwailid

Lestari Ummu Al-Fatih dalam buku 99 Pesan Rasulullah untuk Perempuan: Terapi Hati untuk Wanita yang Mendambakan Surga menceritakan kisah dari Khadijah binti Khuwailid.

Khadijah binti Khuwailid merupakan istri dari Nabi Muhammad SAW yang namanya disebut dalam percakapan antara Rasulullah SAW dengan Malaikat Jibril. Seperti yang diceritakan oleh Abu Hurairah RA,

“Khadijah adalah wanita yang akan menghidangkan sebuah tempayan berisi makanan dan minuman kepadamu di surga. Sampaikanlah salamku kepadanya, bahwa dia kelak akan masuk surga yang penuh dengan kenikmatan dan tiada terdengar suara jerit penderitaan di sana.” (HR Bukhari dan Muslim)

Khadijah binti Khuwailid merupakan sosok wanita pertama yang beriman kepada Allah SWT, ia adalah wanita suci dan mulia. Tingkah lakunya terjaga dari kebiasaan buruk masyarakat jahiliah. Ia memiliki sifat pemurah dan peduli pada kaum dhuafa.

Khadijah binti Khuwailid adalah sosok wanita yang rela mengorbankan harta, jiwa, dan raganya demi tegaknya agama Allah SWT.

2. Fatimah binti Muhammad

Merangkum buku Ternyata Wanita Lebih Mudah Masuk Surga karya Iis Nuraeni Afgandi dan buku Kamulah Wanita Karier yang Hebat karya Arum Faiza dkk, Fatimah Az-Zahra merupakan putri kesayangan Nabi Muhammad SAW yang dikenal sebagai anak yang taat kepada orang tuanya.

Bukan hanya itu, ia juga seorang wanita muslim yang sangat sabar, cerdas, kuat imannya, serta taat kepada suaminya.

Kisah keteladanan Fatimah binti Muhammad ini dapat dijadikan panutan. Ia benar-benar memahami kondisi suaminya Ali bin Abi Thalib.

Dituturkan pada suatu ketika Fatimah binti Muhammad bersama suaminya, Ali bin Abi Thalib sedang mengalami kesulitan ekonomi yang mengakibatkan Fatimah lapar selama tiga hari. Ketika, Ali bertanya, “Apa yang menimpa dirimu, wahai Fatimah?” Fatimah menjawab, “Sejak tiga hari yang lalu kami tidak menemukan sesuatu di rumah.” Lalu Ali bertanya lagi, “Mengapa engkau tidak memberitahuku?” Ia menjawab, “Pada malam pertama kita, dahulu, ayahku, Rasulullah SAW pernah berkata, “Wahai Fatimah, jika Ali datang kepadamu dengan membawa sesuatu, makanlah, dan jika tidak, janganlah engkau memintanya.”

Begitulah kisah Fatimah binti Muhammad yang tidak pernah menyusahkan suaminya dan pantas saja jika Rasulullah SAW mengatakan bahwa Fatimah binti Muhammad adalah salah satu wanita yang dijamin masuk surga.

3. Maryam binti Imran

Melansir dari Kisah-Kisah Teladan dalam Al-Quran karya Munnal Hani’ah, Maryam binti Imran merupakan ibu dari Nabi Isa AS, ia dikenal dengan seorang perempuan salihah dan rajin beribadah. Dia selalu beribadah sepanjang hari kepada Allah SWT. Allah SWT memuliakan Maryam dengan cara yang unik.

Allah SWT meniupkan satu ruh di rahimnya, akhirnya Maryam pun hamil tanpa proses kehamilan seperti perempuan pada umumnya. Kabar kehamilan Maryam ini disampaikan langsung oleh Malaikat Jibril.

Maryam pun meyakini kebenaran akan kabar yang diberikan oleh Malaikat Jibril, dia benar-benar perempuan yang salihah. Maryam menerima apapun keputusan Allah SWT untuk mencegah fitnah.

Hingga akhirnya, Maryam pun pergi mengasingkan diri dan tidak ingin ada yang tahu tentang kehamilannya. Maryam selalu yakin bahwa apa yang terjadi pada dirinya merupakan bentuk kekuasaan Allah SWT.

4. Siti Asiyah binti Muzahim istri Fir’aun

Merujuk pada Arum Faiza dalam buku 11 Kisah Wanita Superhebat di Masa Lalu: Menjadi Wanita Kuat, Cerdas, dan Taat, mengisahkan mengenai Asiyah istri Fir’aun.

Meskipun Asiyah merupakan istri dari Fir’aun, namun ia dijamin masuk surga oleh Allah SWT, seperti yang dikatakan oleh Rasulullah SAW. Pada awalnya, Asiyah menolak untuk dijadikan istri oleh Fir’aun namun penolakan itu berakhir dengan penyeretan kedua orang tuanya dan penyiksaan yang bertubi-tubi.

Hingga akhirnya, Asiyah mengiyakan lamaran Fir’aun. Parasnya yang menawan membuat Fir’aun begitu mencintai Asiyah. Namun, Asiyah berdoa kepada Allah SWT supaya ia dapat dijauhkan dari Fir’aun dan kaumnya yang zalim.

Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah At-Tahrim ayat 11,

وَضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوا امْرَاَتَ فِرْعَوْنَۘ اِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِيْ عِنْدَكَ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ وَنَجِّنِيْ مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهٖ وَنَجِّنِيْ مِنَ الْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَۙ

Artinya: “Allah juga membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, yaitu istri Fir’aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku di sisi-Mu sebuah rumah dalam surga, selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, serta selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.”

Doa Asiyah pun didengar oleh Allah SWT, dan Dia mengutus malaikat untuk memperlihatkan tempatnya di surga. Hingga pada akhirnya, Asiyah gugur sebagai seorang syuhada yang mempertahankan iman dan ia termasuk wanita yang dijamin masuk surga.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com