Tag Archives: Rasulullah SAW

6 Tahapan yang Dialami Manusia setelah Datangnya Kiamat


Jakarta

Meyakini kedatangan hari kiamat termasuk ke dalam rukun iman. Namun demikian, hanya Allah SWT yang tahu pasti kapan terjadinya kiamat.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Ahzab ayat 63,

يَسْـَٔلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِۗ قُلْ اِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللّٰهِ ۗوَمَا يُدْرِيْكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُوْنُ قَرِيْبًا ٦٣


Artinya: “Orang-orang bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang hari Kiamat. Katakanlah bahwa pengetahuan tentang hal itu hanya ada di sisi Allah.” Tahukah engkau, boleh jadi hari Kiamat itu sudah dekat.”

Kiamat merupakan peristiwa kehancuran seluruh alam semesta dan seisinya. Mengutip dari buku Kehidupan Setelah Kematian Surga yang Dijanjikan Al-Qur’an oleh M Quraish Shihab, muslima akan kembali dibangkitkan setelah kiamat untuk menanggung perbuatannya. Setidaknya ada beberapa tahapan yang harus dilalui manusia.

Tahapan yang Dialami Manusia Setelah Kiamat

Berikut tahapan yang harus dilalui manusia setelah kiamat sebagaimana dinukil dari buku Kita di Alam Akhirat susunan Rizem Aizid.

1. Hari Kebangkitan

Tahapan pertama yang akan dialami manusia usai kiamat adalah dibangkitkan kembali dari kematiannya. Setelah Malaikat Israfil meniup sangkakala untuk kedua kalinya, peristiwa hari kebangkitan atau Yaumul Ba’ats terjadi.

Rasulullah SAW bersabda dalam hadits,

“Manusia pada hari kiamat akan dihimpun di Padang Mahsyar dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang bulat dan tidak bersunat.” (HR Muslim)

Turut diterangkan dalam buku Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi yang disusun Beni Kurniawan, manusia tidak mengenakan sehelai pakaian maupun alas kaki ketika dibangkitkan. Walau kondisinya telanjang bulat, tak ada yang mempedulikan hal itu karena masing-masing dari mereka sibuk dengan apa yang harus dipertanggungjawabkan.

Terkait hari kebangkitan juga disebutkan dalam surah At Tagabun ayat 9,

يَوْمَ يَجْمَعُكُمْ لِيَوْمِ الْجَمْعِ ذٰلِكَ يَوْمُ التَّغَابُنِۗ وَمَنْ يُّؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُّكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّاٰتِهٖ وَيُدْخِلْهُ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًاۗ ذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ ٩

Artinya: “(Ingatlah) hari (ketika) Allah mengumpulkan kamu pada hari berhimpun (hari Kiamat). Itulah hari pengungkapan kesalahan. Siapa yang beriman kepada Allah dan mengerjakan kebajikan, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.”

2. Hari Berkumpulnya Seluruh Manusia

Selanjutnya adalah hari berkumpulnya seluruh manusia atau Yaumul Hasyr. Pada tahapan ini, manusia dikumpulkan untuk menerima beban (mukallaf) untuk dihisab.

Seluruh manusia dari Nabi Adam AS hingga kaum akhir zaman akan berkumpul di Padang Mahsyar. Dari sinilah, seluruh manusia menerima catatan amal mereka semasa hidup.

Setelah itu, Allah SWT akan mengadili setiap manusia dengan seadil-adilnya. Hal ini disebutkan dalam surah Az Zumar ayat 69,

وَأَشْرَقَتِ ٱلْأَرْضُ بِنُورِ رَبِّهَا وَوُضِعَ ٱلْكِتَٰبُ وَجِا۟ىٓءَ بِٱلنَّبِيِّۦنَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَقُضِىَ بَيْنَهُم بِٱلْحَقِّ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ

Artinya: “Dan terang benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya; dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan.”

Menurut buku Panduan Muslim Sehari-hari oleh Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El Sutha, kondisi manusia ketika tahapan Yaumul Hasyr sangat kepanasan karena jarak matahari dengan bumi sangat dekat. Saking dekatnya, mereka dibanjiri oleh keringat sendiri sampai-sampai menggenang di mata kaki, lutut, perut hinggga ditenggelami keringat, sesuai dengan amalan yang dikerjakan ketika hidup.

3. Hari Perhitungan

Tahapan ketiga adalah hari perhitungan atau Yaumul Hisab. Pada tahapan ini, seluruh perbuatan manusia ketika hidup di dunia ditunjukkan.

Umat Nabi Muhammad SAW menjadi yang paling pertama dihisab. Sementara itu, amalan pertama yang dihisab adalah sholat .

Allah SWT berfirman dalam surah An Nur ayat 24,

يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

Artinya: “Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”

4. Hari Penimbangan

Pada tahapan hari penimbangan, manusia akan ditimbang seluruh amalnya dari yang kecil hingga paling besar. Penimbangan ini dilakukan seadil-adilnya dengan rinci.

Hari penimbangan juga biasa disebut sebagai Yaumul Mizan. Allah SWT berfirman dalam surah Al Anbiya ayat 47,

وَنَضَعُ ٱلْمَوَٰزِينَ ٱلْقِسْطَ لِيَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْـًٔا ۖ وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَٰسِبِينَ

Artinya: “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.”

5. Hari Melewati Jembatan

Hari melewati jembatan dikenal dengan Yaumul Sirat. Menurut buku Konsep Mayoritas Ahlussunah wal Jamaah tulisan Idik Saeful Bahri, jembatan yang disebrangi manusia ini menghubungkan dan mengantarkan ke surga atau neraka.

Sebagaimana dijelaskan melalui surah Maryam ayat 71,

وَاِنْ مِّنْكُمْ اِلَّا وَارِدُهَا ۚ كَانَ عَلٰى رَبِّكَ حَتْمًا مَّقْضِيًّا ۚ

Artinya: “Tidak ada seorang pun di antaramu yang tidak melewatinya (sirat di atas neraka). Hal itu bagi Tuhanmu adalah ketentuan yang sudah ditetapkan.”

6. Hari Pembalasan

Tahapan terakhir adalah Yaumul Jaza atau hari pembalasan. Pada tahap ini, manusia menerima balasan atas segala yang mereka perbuat di dunia.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Jatsiyah ayat 28,

وَتَرَىٰ كُلَّ أُمَّةٍ جَاثِيَةً ۚ كُلُّ أُمَّةٍ تُدْعَىٰٓ إِلَىٰ كِتَٰبِهَا ٱلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Artinya: “Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.”

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Lengkap dan Waktu Mengamalkannya


Jakarta

Niat puasa qadha Ramadhan dibaca ketika muslim akan mengganti puasa yang ditinggalkannya selama bulan suci. Sebagaimana diketahui, mengqadha puasa Ramadhan wajib hukumnya.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 184,

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ


Artinya: “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Dijelaskan dalam buku Puasa Ibadah Kaya Makna oleh Miftah Faridl, niat puasa adalah hal yang utama. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits,

“Barang siapa tidak berniat puasa di waktu malam maka tidak ada puasa baginya (tidak sah).” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)

Niat Puasa Qadha Ramadhan: Arab, Latin dan Artinya

Mengutip dari buku Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari dari Kandungan hingga Kematian tulisan Muh Hambali, berikut niat puasa qadha Ramadhan yang bisa dibaca muslim.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu soumaghadin ‘an qadha’i fardhi syahri Ramadhana lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat untuk mengqadha puasa bulan Ramadhan esok hari karena Allah ta’ala.”

Waktu Mengamalkan Niat Puasa Qadha Ramadhan

Diterangkan dalam buku Inilah Alasan Rasulullah SAW Menganjurkan Puasa Sunnah yang disusun H Amirulloh Syarbini dan Iis Nur’aeni, niat puasa qadha Ramadhan bisa dibaca sejak malam hari sebelum mengerjakan puasa hingga waktu fajar. Artinya, niat bisa dibaca selama tidak melebihi waktu terbitnya matahari.

Ketentuan ini berlaku karena puasa qadha termasuk puasa wajib, bukan sunnah. Berbeda dengan puasa sunnah yang pembacaan niatnya boleh diamalkan setelah terbit fajar selama orang tersebut belum makan, minum dan melakukan hal-hal yang bisa membatalkan puasa.

Siapa yang Wajib Mengqadha Puasa Ramadhan?

Mengacu pada sumber yang sama, berikut sejumlah golongan yang diwajibkan mengqadha puasa Ramadhan.

  1. Orang yang sakit
  2. Musafir atau sedang dalam perjalanan
  3. Ibu hamil dan menyusui
  4. Orang tua yang sudah tidak sanggup berpuasa
  5. Pekerja berat
  6. Wanita yang sedang haid serta nifas

Batas Waktu Mengqadha Puasa Ramadhan

Menurut buku 10 Formula Dasar Islam: Konsep dan Penerapannya yang ditulis Gamar Al Haddar, qadha puasa Ramadhan harus dilakukan sebelum Ramadhan berikutnya. Jika terlewat muslim tetap wajib mengganti dan membayar fidyah.

Pendapat ini mengacu pada mazhab Syafi’i dan Hambali. Dengan demikian, puasa qadha Ramadhan bisa dikerjakan kapan saja sebelum datang Ramadhan berikutnya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Zikir Pagi Hari yang Bisa Diamalkan Muslim dan Keutamaannya


Jakarta

Membaca zikir di pagi hari dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Dengan begitu, muslim bisa mendekatkan diri dan mendapat perlindungan dari Allah SWT.

Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Aku duduk bersama orang-orang yang berzikir kepada Allah dari mulai salat Subuh sampai terbit matahari lebih aku sukai dari memerdekakan empat orang budak dari anak Ismail. Dan aku duduk bersama orang-orang yang berdzikir kepada Allah dari mulai salat ‘Ashar sampai terbenam matahari lebih aku cintai dari memerdekakan empat orang budak.” (HR Abu Dawud)


Mengutip dari buku Keutamaan Doa & Dzikir untuk Hidup Bahagia Sejahtera yang ditulis M Khalilurrahman Al Mahfani, zikir dimaknai sebagai proses komunikasi antara hamba dengan Allah SWT agar selalu mengingat dan tunduk kepada perintah-Nya. Zikir bisa dilakukan dengan melafalkan takbir, tahmid, tasbih, membaca doa dan Al-Qur’an.

Berzikir di pagi hari juga dianjurkan dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam surah Al Ahzab ayat 41-42

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْراً كَثِيراً. وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلاً

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut Nama) Allah zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.”

Kumpulan Bacaan Zikir Pagi Hari

Mengutip dari buku Dzikir Pagi & Petang Sesuai Sunnah Nabi tulisan Ustaz Abul Aswa Al Bayaty, berikut bacaan zikir pagi hari yang dapat diamalkan muslim.

1. Awali dengan Taawudz

Mulai zikir pagi dengan membaca taawudz terlebih dahulu, Berikut bacaannya,

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Audzubillahiminasyaitonirojim.

Artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.”

2. Membaca Ayat Kursi Satu Kali

اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ ٢٥٥

Allahu laa ilaa haillaa huwa hayyul qoyyuum, laa ta’khudzu sinatuu wa laa naum, lahuu maa fissamaawaati wamaa fil ardhi, mandzalladzii yasyfa’u ‘indahu illaa bi’idznihi ya’lamu maa baina aidiihim wa maa khalfahum, wa laa yukhiithuuna bi syai’im min ‘ilmihi illa bi maa syaa’, wa si’a kursiyyuhus samaawaati wal ardhi, wa laa yaudhuhu hifdzu humaa wa huwal aliyyul ‘adhiim.

Artinya: “Allah tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan Dia Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang (berada) dihadapan mereka, dan dibelakang mereka dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari Ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” [Al-Baqarah/2: 255]

3. Membaca Surah Al Ikhlas Tiga Kali

قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ ١ اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ ٢ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ ٣ وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ ࣖ ٤

Qul huwa Allahu ahad Allahus Shamad Lam yalid wa lam yuulad Wa lam ya kullahu kufuwan ahad.

Artinya: “Katakanlah, Dia-lah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah (Rabb) yang segala sesuatu bergantung kepada-Nya. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.”

4. Membaca Surah Al Falaq Tiga Kali

قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِۙ ١ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَۙ ٢ وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ اِذَا وَقَبَۙ ٣ وَمِنْ شَرِّ النَّفّٰثٰتِ فِى الْعُقَدِۙ ٤ وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَ ࣖ ٥

Qul a’uudzu birabbil falaq Min syarri maa khalaq Wa min syarri ghaasiqin idza waqab Wa min syarrin naffathaati fil ‘uqad Wa min syarri haasidin idza hasad.

Artinya: “Katakanlah: ‘Aku berlindung kepada Rabb Yang menguasai (waktu) Shubuh dari kejahatan makhluk Nya. Dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul. Serta dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.”

5. Membaca Surah An Naas Tiga Kali

قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِۙ ١ مَلِكِ النَّاسِۙ ٢ اِلٰهِ النَّاسِۙ ٣ مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ ەۙ الْخَنَّاسِۖ ٤ الَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِيْ صُدُوْرِ النَّاسِۙ ٥ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ ࣖ ٦

Qul a’uudzu bi rabbin naas Malikin naas Ilahinaas Min syarril waswaasil khannaas Alladzii yuwaswisu fii shuduurin naas Minal jinnati wannaas.

Artinya: “Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Rabb (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan (Ilah) manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada-dada manusia. Dari golongan jin dan manusia.”

6. Membaca Zikir Pagi Pertama Satu Kali

أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ اْلإِسْلاَمِ وَعَلَى كَلِمَةِ اْلإِخْلاَصِ، وَعَلَى دِيْنِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى مِلَّةِ أَبِيْنَا إِبْرَاهِيْمَ، حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ

Ashbahnaa ‘ala fithrotil Islam, wa ‘ala kalimatil ikhlash, wa ‘ala diini nabiiyinaa muhammad shallallahu alaihi wa sallam, wa ‘ala millati abaina ibrahim haniifan muslimaw wa maa kaana minal musyrikiin.

Artinya: “Di waktu pagi kami berada diatas fitrah agama Islam, kalimat ikhlas, agama Nabi kami Muhammad صلى الله عليه وسلم dan agama ayah kami, Ibrahim, yang berdiri di atas jalan yang lurus, muslim dan tidak tergolong orang-orang musyrik.

7. Membaca Zikir Pagi Kedua Tiga Kali

رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا، وَبِالإِسْلَامِ دِيْنًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا

Radhiitu billahi rabba, wa bil islaama diina, wa bimuhammadin nabiyya.

Artinya: “Aku rela (ridha) Allah sebagai Rabb-ku (untukku dan orang lain), Islam sebagai agamaku dan Muhammad صلى الله عليه وسلم sebagai Nabiku (yang diutus oleh Allah).”

8. Membaca Zikir Pagi Ketiga Satu Kali

اَللَّهُمَّ بِكَ أَصْبَحْنَا وَبِكَ أَمْسَيْنَا، وَبِكَ نَحْيَا، وَبِكَ نَمُوْتُ، وَإِلَيْكَ النُّشُوْرُ

Allahumma bika ashbahna wa bika amsaynaa wa bika nahyaa, wa bika namuutu wa ilaikan nusyuur.

Artinya: “Ya Allah, dengan rahmat dan pertolongan-Mu kami memasuki waktu pagi, dan dengan rahmat dan pertolongan-Mu kami memasuki waktu sore. Dengan rahmat dan kehendak-Mu kami hidup dan dengan rahmat dan kehendak-Mu kami mati. Dan kepada-Mu kebangkitan (bagi semua makhluk).”

9. Membaca Zikir Pagi Keempat Satu Kali

أَصْبَحْنَا وَأَصْبَحَ الْمُلْكُ لِلَّهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. رَبِّ أَسْأَلُكَ خَيْرَ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَخَيْرَ مَا بَعْدَهُ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا فِيْ هَذَا الْيَوْمِ وَشَرِّ مَا بَعْدَهُ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَسُوْءِ الْكِبَرِ، رَبِّ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابٍ فِي النَّارِ وَعَذَابٍ فِي الْقَبْرِ

Ashbahnaa wa ashbahal mulku lillahi, walhamdulillah, laa ilahaillallah wahdahu laa syariikalahu, lahul mulku wa lahulhamdu, wa huwa ‘ala kulli syai’in qadiir, rabbi as’aluka khaira maa fii haadhihil lailah wa khaira maa ba’dahu, wa a’uudzu bika min syarri maa fii hadhihil lailah wa syarrimaa ba’daha, rabbi a’uudzubika minal kasali, wa suu’ul kibri, rabbi auudzu bika min ‘adzaabin naari, wa ‘adzaabilqabri.

Artinya: “Kami telah memasuki waktu pagi dan kerajaan hanya milik Allah, segala puji bagi Allah. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya. Bagi-Nya kerajaan dan bagiNya pujian. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala se-suatu. Hai Tuhan, aku mohon kepada-Mu kebaikan di hari ini dan kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan hari ini dan kejahatan sesudahnya. Wahai Tuhan, aku berlin-dung kepadaMu dari kemalasan dan kejelekan di hari tua. Wahai Tuhan! Aku berlindung kepadaMu dari siksaan di Neraka dan kubur.”

10. Membaca Sayyidul Istighfar Satu Kali

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ

Allahumma anta rabby laa ilaa hailla anta, khalaqtanii wa ana ‘abduka, wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mas tatho’tu. ‘a uudzu bika min syarrimaa shana’tu, abuu ‘u laka bini’matika ‘alayya wa abuu’u bidhanbii, faghfirlii, fainnahu laa yaghfiru dzunuuba illa anta.

Artinya: “Ya Allah, Engkau lah Tuhanku. Tidak ada Tuhan selain Engkau. Engkau yang menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Aku berada di dalam hidayahmu, dan perjanjian dengan-Mu. Sebisa yang aku mampu. Aku berlindung kepada-Mu, dari segala kejelekan yang aku perbuat. Aku bersyukur atas nikmat yang Engkau limpahkan kepada kami, dan aku menyesal atas segala yang dosa yang aku perbuat. Maka ampunilah aku, sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau.”

11. Membaca Zikir Pagi Kelima Satu Kali

اللَّهُمَّ إنِّي أَسْأَلُكَ العَفْوَ وَالعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، اللَّهُمَّ إنِّي أَسْأَلُكَ العَفْوَ وَالعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي، وَآمِنْ

رَوْعَاتِي، اللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنَ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِي، وَعَنْ يَمِينِي، وَعَنْ شِمَالِي، وَمِنْ فَوْقِي، وَأَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي

Allahumma inni as-alukal ‘afwa wal ‘afiyata fid dunya wal akhiroh. Allahumma inni as-alukal a’fwa wal ‘afiyata fi dini wa dunyaya wa ahli wa mali. Allahummastur ‘auroti wa amin row’ati. Allahummahfadzni min baini yadayya wa min kholfi wa min yamini wa ‘an syimali wa min fauqi wa a’uzubika bi ‘adzamatika an ughtala min tahti.

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kebajikan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kebajikan dan keselamatan dalam agama, dunia, keluarga dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku (aib dan sesuatu yang tidak layak dilihat orang) dan tentramkan-lah aku dari rasa takut. Ya Allah, peliharalah aku dari depan, belakang, kanan, kiri dan dari atasku. Aku berlindung dengan kebesaran-Mu, agar aku tidak disambar dari bawahku (aku berlindung dari dibenamkan ke dalam bumi).

12. Membaca Zikir Pagi Keenam Satu Kali

لَّهُمَّ عَافِنِي فِي بَدَنِي، اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي سَمْعِي، اللَّهُمَّ عَافِنِي فِي بَصَرِي، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

Allahumma ‘aafinii fii badani, Allahumma ‘aafini fii sasm’ii, Allahumma ‘Aafini fii basharii, laa ilaa haillah anta, Allahumma inni ‘auudzubika minal kufri walfaqri, Allahumma innii ‘audzubika min ‘adzaabil qabri, laa ilahaillaa anta.

Artinya: “Ya Allah, selamatkanlah tubuhku (dari penyakit dan dari apa yang tidak aku inginkan). Ya Allah, sehatkanlah pendengaranku. Ya Allah, sehatkanlah penglihatanku, tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau. Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran. Aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau.”

13. Membaca Zikir Pagi Ketujuh Satu Kali

اَللَّهُمَّ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ، رَبَّ كُلِّ شَيْءٍ وَمَلِيْكَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ نَفْسِيْ، وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَشِرْكِهِ، وَأَنْ أَقْتَرِفَ عَلَى نَفْسِيْ سُوْءًا أَوْ أَجُرَّهُ إِلَى مُسْلِمٍ

Allahumma ‘aalimal ghaibi was syahaadah, faathiras samaawaati wal ardhi, rabba kulli syain in wa maliikahu, asyhadu allaa ilaa hailla anta, a’udzuu bika min syarri nafsii, wa min syarri syaithoni wa syirkihi, wa an aqtarifa ‘alaa nafsi suu’aan au ajurrohu ila muslim.

Artinya: “Ya Allah Yang Mahamengetahui yang ghaib dan yang nyata, wahai Rabb Pencipta langit dan bumi, Rabb atas segala sesuatu dan Yang Merajainya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Engkau. Aku berlindung kepada Mu dari kejahatan diriku, syaitan dan ajakannya menyekutukan Allah (aku berlindung kepada-Mu) dari berbuat kejelekan atas diriku atau mendorong seorang muslim kepadanya.

14. Membaca Zikir Pagi Kedelapan Tiga Kali

بِسْمِ اللَّهِ الَّذِى لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَىْءٌ فِى الأَرْضِ وَلاَ فِى السَّمَاءِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Bismillahi ladzi laa yadhurru ma’a smihi syaiun fil ardhi wa laa fis samaa’ i wa huwassamii’ul ‘aliim.

Artinya: “Dengan Menyebut Nama Allah, yang dengan Nama-Nya tidak ada satupun yang membahayakan, baik di bumi maupun dilangit. Dia-lah Yang Mahamendengar dan Maha mengetahui.”

15. Membaca Zikir Pagi Kesembilan Satu Kali

يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ

Ya Hayyu ya Qayyumu birahmatika astaghiistu, ashlih lii sya’nii kullahu walaa takilnii ilaa nafsii tharfata ‘ainin.

Artinya: “Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri (tidak butuh segala sesuatu), dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekalipun sekejap mata (tanpa mendapat pertolongan dari-Mu).”

16. Membaca Zikir Pagi Kesepuluh Tiga Kali

سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ: عَدَدَ خَلْقِهِ، وَرِضَا نَفْسِهِ، وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ

Subahnallah wa bihamdihi; ‘adada khalqihi, wa ridha nafsihi, wa zinata ‘arsyihi, wa midaada kalimatihi.

Artinya: “Mahasuci Allah, aku memuji-Nya sebanyak bilangan makhluk-Nya, Mahasuci Allah sesuai ke-ridhaan-Nya, Mahasuci seberat timbangan ‘Arsy-Nya, dan Mahasuci sebanyak tinta (yang menulis) kalimat-Nya.”

17. Membaca Zikir Pagi Kesebelas

Zikir pagi ini bisa dibaca satu kali, sepuluh kali atau seratus kali.

سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ

Subhanallahi wabihamdihi.

Artinya: “Mahasuci Allah, aku memuji-Nya.”

18. Membaca Zikir Pagi Keduabelas

Sama seperti zikir pagi sebelumnya, bacaan ini dapat dibaca satu hingga seratus kali.

لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ

Laa ilaahaillallah wahdahu laa syariikalahu, lahul mulku walahul hamdu wa huwa alaa kulli syain qadiiru.

Artinya: “Tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Mahaesa tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nyalah segala kerajaan dan bagi-Nya pujian dan Dia Mahaberkuasa atas segala sesuatu.”

19. Membaca Zikir Pagi Ketigabelas Seratus Kali

أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

Astaghfirullah wa atuubu ilaihi.

Artinya: “Aku memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.”

Keutamaan Membaca Zikir Pagi Hari

Mengutip dari Buku Saku Tuntunan Doa dan Dzikir oleh Rahmadi Wibowo Suwarno, berikut keutamaan zikir pagi hari yang bisa diraih muslim.

  1. Mendekatkan diri kepada Allah SWT
  2. Membersihkan hati dan jiwa
  3. Penghapus dosa
  4. Menarik rahmat Allah SWT
  5. Menguatkan iman muslim
  6. Dilindungi oleh Allah SWT
  7. Menenangkan hati
  8. Memperkuat hubungan dengan Allah SWT

Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Rezeki Rumah Tangga Seret? Hati-hati Bisa Jadi karena Dosa Ini


Jakarta

Setiap pasangan suami istri pasti menginginkan rumah tangga yang harmonis dan rezeki yang lancar. Namun tidak sedikit juga yang merasa rezekinya seret meskipun sudah berusaha keras. Ternyata penyebab rezeki rumah tangga seret tidak selalu karena faktor ekonomi, bisa jadi terhambat karena dosa-dosa yang dilakukan tanpa sadar.

Dalam Islam, rezeki bukan hanya soal jumlah uang, tapi juga keberkahan. Jika rumah tangga jauh dari keberkahan, maka sebesar apa pun penghasilan, tetap terasa kurang, cepat habis dan penuh dengan masalah.

Dosa yang Menjadi Penghalang Rezeki Rumah Tangga

Agar rezeki tidak tersendat, sebaiknya hindari beberapa dosa ini agar rezeki lancar:


1. Tidak Taat kepada Allah SWT

Salah satu kunci kesuksesan dalam hidup adalah taat kepada Allah SWT. Dalam buku 29 Dosa yang Menghalangi Datangnya Rezeki tulisan Ibnu Mas’ad Masjhur dijelaskan bahwa salah satu penyebab utama terhambatnya rezeki dalam rumah tangga adalah karena ketidaktaatan kepada Allah SWT.

Dosa ini sering kali dianggap sepele, namun dampaknya sangat besar terhadap kelancaran rezeki keluarga. Hal demikian juga berlaku dalam hubungannya dengan rezeki, hubungan antara kita sebagai hamba dan Allah sebagai pemberi rezeki.

Allah SWT berfirman dalam surah Fatir ayat 3:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْۗ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللّٰهِ يَرْزُقُكُمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِۗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۖ فَاَنّٰى تُؤْفَكُوْنَ

Artinya: “Wahai manusia, ingatlah nikmat Allah kepadamu! Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Dia. Lalu, bagaimana kamu dapat dipalingkan (dari ketauhidan)?”

2. Berkhianat pada Istri dan Anak

Suami merupakan perantara rezeki bagi keluarga. Namun, jika suami mengkhianati istri dan anak dengan menggunakan uang yang didapat dari bekerja hanya untuk kesenangan pribadi, tentu akan menghambat datangnya rezeki.

Ketika seorang suami menyimpang dari amanah ini, artinya ia telah mengkhianati kepercayaan yang diberikan oleh Allah SWT. Padahal, rezeki yang ia terima bukanlah semata-mata untuk dirinya sendiri, melainkan untuk kesejahteraan seluruh anggota keluarganya.

Jika seorang suami tak lagi bisa dipercaya dalam menyalurkan rezeki kepada keluarganya, maka kepercayaan sebagai pemimpin rumah tangga pun ikut tergerus. Ketika amanah hilang, tidak menutup kemungkinan bahwa pintu rezeki juga akan perlahan tertutup.

Oleh karena itu, penting bagi setiap suami untuk menyadari bahwa setiap rupiah yang ia peroleh membawa tanggung jawab besar. Allah SWT menitipkan harta tersebut agar digunakan dengan benar, terutama untuk mencukupi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannya.

Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh tidaklah engkau menginfakkan harta dengan tujuan mengharapkan wajah Allah, kecuali kamu akan mendapatkan pahala, hingga makanan yang kamu berikan kepada istrimu.” (HR Bukhari)

3. Mengambil Jalan Rezeki yang Haram

Rezeki yang didapatkan dengan cara yang haram tentu akan membuat keluarga tidak harmonis. Mencari rezeki di jalan yang haram ini akan mengundang kerusakan keluarga maupun diri sendiri.

Allah SWT telah memperingatkan umat Islam agar selalu menikmati sesuatu dari yang halal.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah apa-apa yang baik yang Kami anugerahkan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika kamu benar-benar hanya menyembah kepada-Nya.” (QS Al-Baqarah: 172)

4. Terlibat Maksiat

Mengutip buku 29 Dosa Suami Istri yang Menghalangi Datangnya Rezeki tulisan Ibnu Mas’ad Masjhur dijelaskan bahwa maksiat ini tidak hanya berlaku bagi suami saja atau istri saja, melainkan keduanya. Keduanya harus sama-sama berniat meninggalkan maksiat jika ingin lancar rezekinya, karena dosa menjadi penghalang bagi datangnya rezeki.

Dalam kitab Risalatul Mustarsyidin karangan Al-Muhasibi diterangkan, Imam Abu Hanifah RA berkata kepada para muridnya. “Jika kita menghadapi suatu masalah dan sulit menyelesaikannya, hal ini terjadi karena dosa-dosa yang kita lakukan.” Jika sudah demikian, pemilik masalah sebaiknya melakukan salat dan bertaubat.

Pada kitab yang sama, sahabat Abdullah bin Abbas RA memperjelas situasi di atas. la mengatakan bahwa:

“Sesungguhnya amal kebajikan memiliki cahaya di dalam dada, keceriaan pada muka, kekuatan di badan, keluasan dalam rezeki, dan kecintaan di hati para makhluk, sedangkan perbuatan dosa memiliki kegelapan di dalam hati, keburukan di muka, kelemahan di tubuh, kekurangan dalam rezeki, dan kebencian di hati para makhluk.”

Mengenai hubungan rezeki dan maksiat ini, Imam Ibnu Qayyim mengatakan:

“Maksiat mempunyai pengaruh yang membahayakan bagi hati dan badan di dunia dan akhirat. Di antara pengaruh maksiat, yaitu 1) maksiat yang bersifat menular dari satu orang ke orang lainnya, 2) maksiat yang membuat orang berani terhadap orang lain yang tidak bersalah, 3) maksiat meninggalkan tabiat dalam hati yang jika semakin banyak dilakukan, menjadikan pelakunya termasuk golongan orang yang lalai.”

5. Durhaka terhadap Orang Tua

Melupakan orang tua sama saja anak tersebut durhaka karena sampai kapan pun kita tidak akan pernah mampu membalas jasa kedua orang tua. Orang tua merupakan salah satu pintu rezeki anak.

Allah SWT berfirman dalam surah Luqman ayat 14:

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

Artinya: Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.

Durhaka dan melupakan orang tua sama saja menutup pintu rezeki bagi keluarga. Sebab, doa kedua orang tualah yang membuat hidup kita lebih baik.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Enggan Bayar Utang Jadi Dosa yang Tak Diampuni Walau Mati Syahid


Jakarta

Bagi sebagian besar umat Islam, mati syahid adalah cita-cita luhur yang dijanjikan ganjaran surga dan pengampunan seluruh dosa. Namun, tahukah detikers bahwa ada satu jenis dosa yang bahkan kematian di medan jihad sekalipun tidak akan menghapusnya?

Dosa tersebut adalah utang.

Ini adalah peringatan serius bagi kita semua tentang pentingnya menunaikan hak sesama manusia. Mari kita telaah lebih dalam mengapa utang menjadi pengecualian dalam kemuliaan mati syahid ini, berdasarkan dalil-dalil dan penjelasan ulama.


Kemuliaan Mati Syahid dan Pengecualian Dosa Utang

Mati syahid merujuk pada kondisi seorang muslim yang wafat di jalan Allah SWT. Mereka disebut sebagai syuhada.

Golongan syuhada meliputi mereka yang gugur dalam perjuangan fi sabilillah, meninggal dalam ketaatan, karena wabah penyakit (seperti pes), sakit perut, atau tenggelam. Hal ini disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah RA yang diriwayatkan oleh Rasulullah SAW.

“Orang yang gugur karena berjuang di jalan Allah mati syahid, orang yang meninggal dalam keadaan taat kepada Allah adalah mati syahid, orang yang meninggal karena penyakit pes juga mati syahid, orang yang meninggal karena sakit perut mati syahid, orang yang tenggelam mati syahid.”

Dalam Buku Pintar Calon Haji karya Fahmi Amhar, menjelaskan bahwa orang yang mati syahid dijanjikan pengampunan dosa dan masuk surga tanpa hisab. Namun, ada satu pengecualian penting. Dosa utang tidak akan diampuni oleh Allah SWT, walaupun ia syahid sekalipun.

Hal ini dipertegas dalam hadits riwayat Muslim dari Abdullah bin Amru bin Ash RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ

Artinya: “Orang mati syahid itu diampuni segala dosanya kecuali utang.” (HR Muslim)

Mengapa Dosa Utang Begitu Berat?

Beratnya dosa utang terletak pada hakikatnya yang merupakan urusan antara hamba dengan sesama manusia, bukan semata-mata hak Allah SWT. Menukil buku Seputar Budak dan Yang Berutang: Seri Hukum Zakat karya Abdul Bakir, menjelaskan bahwa utang dapat menjadi penghalang seseorang untuk masuk surga, bahkan jika utang tersebut tanpa bunga atau riba. Ini karena hak yang belum terpenuhi terhadap orang lain akan menjadi tuntutan di akhirat kelak.

Lebih mengkhawatirkan lagi, orang yang memiliki niat untuk tidak melunasi utangnya disamakan dengan kufur (kekafiran). Hal ini tergambar jelas dari doa Rasulullah SAW yang selalu memohon perlindungan kepada Allah SWT dari kekufuran dan utang secara bersamaan.

Kemudian ada seorang laki-laki bertanya, “Apakah engkau menyamakan kufur dengan utang, Ya Rasulullah?”

Beliau menjawab, “Ya!” (HR Nasa’i dan Hakim)

Ini menunjukkan betapa eratnya hubungan antara kewajiban melunasi utang dengan keimanan seseorang.

Pentingnya Melunasi Utang sebelum Ajal Tiba

Mengingat urgensi ini, Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk senantiasa melunasi utang sebelum ajal menjemput. Beliau bersabda,

لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقَادَ لِلشَّاةِ الْجَلْحَاءِ مِنَ الشَّاةِ الْقَرْنَاءِ

Artinya: “Sungguh kalian pasti menunaikan hak-hak kepada pemiliknya pada hari kiamat. Hingga dituntut balas (qisas) untuk kambing tidak bertanduk dari kambing bertanduk yang dahulu menanduknya.” (HR Muslim)

Hadits ini menggambarkan betapa adilnya pengadilan Allah di hari kiamat bahwa setiap hak akan dituntut, bahkan hak seekor hewan sekalipun. Tentu saja, hak sesama manusia jauh lebih utama untuk ditunaikan.

Melunasi utang tepat waktu merupakan bentuk tidak menzalimi orang yang telah berbaik hati memberikan pinjaman. Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,

“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, dia tidak boleh menzalimi saudaranya, tidak boleh menipunya, tidak boleh memperdayanya dan tidak boleh meremehkannya.” (HR Muslim)

Selain itu, menunaikan utang juga termasuk dalam kategori memberi manfaat kepada manusia. Sebuah hadits menyebutkan,

أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Artinya: “Orang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR Al Jami’)

Dengan melunasi utang, kita tidak hanya menunaikan kewajiban tetapi juga meringankan beban orang lain dan menjaga kebermanfaatan dalam hubungan sosial.

Kisah tentang dosa utang yang tidak terampuni walau mati syahid ini menjadi pengingat yang sangat kuat bagi kita semua. Ia mengajarkan bahwa hak-hak sesama manusia memiliki kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah SWT.

Oleh karena itu, berhati-hatilah dalam berutang, pastikan memiliki niat dan kemampuan untuk melunasinya, serta bersegeralah menunaikan kewajiban tersebut sebelum ajal menjemput. Jangan sampai kemuliaan syahid terhalang oleh selembar utang yang belum terbayar.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Hukum Cipika Cipiki Menurut Islam, Apakah Diperbolehkan?


Jakarta

Cium pipi kanan dan cium pipi kiri yang biasa disebut cipika cipiki menjadi suatu kebiasaan dalam masyarakat pada kehidupan sehari-hari. Hal ini biasa dilakukan kepada orang tua, suami, istri, anak, adik, kakak atau antar sesama teman.

Cipika cipiki juga menjadi salah satu bentuk ekspresi keakraban. Bagaimana hukum Islam memandang hal ini?

Hukum Cipika Cipiki dalam Islam

1. Mubah

Mengutip dari buku Ulama Sunnah Begini, Kok Kita Tidak Begitu? yang disusun Brilly El Rasheed, tidak ada ajaran Rasulullah SAW yang menunjukkan cipika cipiki. Hal tersebut diterangkan dalam Fatwa Al Lajnah Ad Daimah.


Sementara itu, Ustaz Abu Salma berfatwa bahwa cipika cipiki termasuk kebiasaan atau urf yang bukan bagian dari ibadah. Jika itu merupakan kebiasaan yang lazim maka tidak mengapa.

“Itu termasuk urf (kebiasaan) bukan bagian dari ibadah. Karena itu, jabat tangan, cium tangan, pelukan, cipika cipiki, cium jidat, dan lain-lain selama tu urf yang lazim maka tidak mengapa. Dalam kaidah disebutkan hukum asal adat kebiasaan itu mudah.” tulisnya.

Maksud dari adat kebiasaan adalah segala hal selain ibadah yang lazim dikerjakan, asalkan tidak ada unsur haram. Sekadar cipika cipiki antara sesama saudara perempuan, apalagi untuk mempererat ukhuwah, persahabatan, kasih sayang dan tidak menimbulkan fitnah maka dihukumi mubah sesuai fatwa Ustaz Abu Salma.

2. Sunnah

Selain itu, cipika cipiki disunnahkan apabila untuk menyambut seseorang yang baru pulang dari perjalanan jauh atau safar. Memeluk dan mencium mereka diperbolehkan sebagai sambutan dan bentuk kasih sayang.

Dari Aisyah RA berkata,

“Zaid bin Haritsah datang ke Madinah dan saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di rumahku. Ia mengetuk pintu, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dalam keadaan tergesa, hingga kainnya terseret. Demi Allah, aku tidak pernah melihat beliau dalam keadaan seperti itu, baik sebelum maupun sesudahnya. Beliau lalu memeluk dan menciumnya.” (HR Tirmidzi)

Perlu digarisbawahi, dalil di atas menegaskan bahwa mencium wajah teman dekat sesama jenis yang baru datang dari perjalanan diperbolehkan selama tanpa adanya syahwat.

Diperbolehkan juga cipika cipiki antara orang dewasa dengan anak kecil. Dari Al Barro Ibni ‘Azib RA berkata,

“Pernah aku masuk bersama Abu Bakar RA pada mula-mula kedatangannya di Madinah, maka tiba-tiba Aisyah putri Abu Bakar RA tengah berbaring diserang penyakit demam, maka dia datangi Abu Bakar RA sambil berkata: “Bagaimana keadaanmu wahai anakku?” Lalu Abu Bakar menciu pipinya.” (HR Bukhari dan Abu Dawud)

3. Makruh

Namun, Imam Nawawi melalui kitab Al Adzkar berpendapat mencium wajah sesama lelaki dalam kondisi biasa tanpa sebab tertentu dihukumi makruh.

“Adapun berpelukan dan mencium wajah selain kepada anak kecil atau orang yang datang dari safar maka hukumnya makruh. Ini telah ditegaskan oleh Abu Muhammad Al Baghawi dan para ulama mazhab kami lainnya.” demikian bunyi pendapat Imam Nawawi.

Hadits yang melandasi hal tersebut berasal dari Anas bin Malik RA yang berkata,

“Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah apakah seseorang boleh menunduk saat bertemu saudaranya?” Beliau menjawab, “Tidak.”

Ia bertanya lagi, “Apakah boleh memeluk dan menciumnya?” Beliau menjawab, “Tidak.”

Kemudian ia bertanya, “Bolehkah menjabat tangannya?” Beliau menjawab, “Ya.”” (HR Tirmidzi dinilai hasan)

4. Haram

Apabila cipika cipiki yang dilakukan terdapat unsur syahwat, maka hukumnya bisa berubah menjadi haram. Islam sangat menjaga umatnya agar tidak terjerumus ke dalam godaan nafsu.

Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Benarkah Doa Ibu Lebih Mustajab daripada Ayah? Ini Penjelasannya


Jakarta

Doa ibu menjadi salah satu doa yang mustajab dalam Islam. Ibu merupakan sosok yang mulia dan berperan besar selain ayah dalam suatu keluarga.

Perintah berbakti kepada ibu dan ayah diterangkan dalam surah Luqman ayat 14. Allah SWT berfirman,

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِي


Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”

Mengutip dari buku Keajaiban Doa & Ridho Ibu tulisan Mutia Mutmainnah, doa ibu dahsyat bagi anaknya. Bahkan, dalam sebuah hadits Rasulullah SAW menyebut doa ibu sama seperti doa nabi terhadap umatnya.

Beliau bersabda,

“Doa orang tua untuk anaknya sama seperti doa nabi terhadap umatnya.” (HR Ad Dailami)

Doa Ibu dan Ayah Sama-sama Mustajab dalam Islam

Lebih mustajab mana doa seorang ibu atau seorang ayah? Ustaz Abi Makki Mulki Miski melalui program TV Islam Itu Indah di Trans TV menyebut bahwa doa ibu dan ayah sama mustajabnya.

“Apakah doa seorang ayah juga semustajab doa seorang ibu? Jawabannya adalah ya. Kenapa? Karena kita di dalam al quran pun ketika berbakti kepada ayah dan kepada ibu disamakan,” terangya, dilihat detikHikmah dari kanal YouTube Trans TV Official pada Minggu (20/7/2025).

Lebih lanjut, Ustaz Makki mengatakan dalil kemustajaban doa seorang ayah yang sama dengan ibu disebutkan dalam hadits berikut.

“Tiga macam golongan yang doanya mustajab yang tidak diragukan lagi kedahsyatannya, yaitu: doa orang tua kepada anaknya, doa musafir (orang yang sedang bepergian), dan doa orang yang dizalimi.” (HR Bukhari Muslim)

Diterangkan dalam buku Jangan Abaikan Doa Ayah yang disusun KH Muhammad Rusli Amin, ibu memang harus diperlakukan secara khusus dalam Islam. Tetapi, ayah juga tidak boleh diabaikan.

Rasulullah SAW pernah menasehati seorang anak yang mengadu karena ayahnya sering meminta uang. Kepada anak yang mengadukan ayahnya, Nabi SAW berkata:

“Kamu dan hartamu adalah milik bapakmu,”

Doa ibu sangat mustajab karena keikhlasannya, tetapi doa ayah juga tidak kalah mustajabnya.

Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Rasulullah SAW Larang Muslim Gunakan Nama Ini untuk Anak, Mengapa?


Jakarta

Nabi Muhammad SAW melarang muslim menggunakan sejumlah nama untuk anak mereka. Ada alasan yang melatarbelakangi pelarangan itu.

Sejatinya, setiap muslim dianjurkan untuk memberi nama terbaik kepada anaknya. Sebab, nantinya para manusia dipanggil dengan namanya masing-masing serta nama orang tua mereka.

Dari Abu Darda RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:


“Sesungguhnya kalian akan dipanggil di hari kiamat dengan nama-nama kalian dan nama bapak-bapak kalian maka baguskanlah nama-nama kalian.” (HR Abu Dawud)

Hadits Nama Anak yang Dilarang Nabi Muhammad SAW

Sayyid Sabiq melalui Fiqh As Sunnah-nya yang diterjemahkan Khairul Amru Harahap menyebut terkait hadits Rasulullah SAW yang melarang sejumlah nama untuk diberikan kepada anak mereka. Dari Samurah RA berkata bahwa Nabi SAW bersabda,

“Janganlah kamu menamai anakmu dengan Yasār, Rabāh, Najīh, atau Aflah. Sungguh, kamu akan berkata, “Apakah ada dia di sana?” Dan dia tidak ada sehingga seseorang menjawab, “Tidak.” (HR Muslim)

Hadits di atas tercantum dalam kitab Al Adab. Maksud dari hadits di atas adalah nama-nama tersebut bisa digunakan untuk meramal.

Berdasarkan sabda Nabi SAW, nama-nama yang Rasul SAW larang untuk diberikan kepada anak yaitu Yasār (kemudahan), Rabāh (keuntungan), Najīh (orang yang berhasil), dan Aflah (orang yang paling menang).

Nama yang Dimakruhkan Ulama

Selain nama yang disebutkan Nabi Muhammad SAW, ada juga sejumlah nama yang dimakruhkan untuk diberikan kepada anak seperti diterangkan dalam buku Tasyabbuh yang Dilarang dalam Fikih Islam oleh Jamil bin Habib Al Luwaihiq terjemahan Asmuni.

Nama-nama yang hukumnya makruh diberikan kepada anak menurut Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad adalah nama-nama asing. Sebab, jika menamai anak dengan nama-nama asing maka sama halnya dengan tasyabbuh atau meniru nama dari kalangan orang musyrik, dikhawatirkan iman anak akan terguncang jika diberi nama seperti itu.

Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Hukum Menabung Emas Digital Tanpa Serah Terima Fisik


Jakarta

Dalam beberapa tahun terakhir, menabung emas secara digital menjadi tren investasi yang populer di kalangan masyarakat. Layanan ini umumnya ditawarkan oleh berbagai lembaga keuangan seperti bank syariah, maupun platform fintech berbasis syariah.

Namun masih ada beberapa kalangan yang mempertanyakan hukum menabung emas digital. Bagaimana Islam memandang hal ini?

Dikutip dari buku Ringkasan Shahih Bukhari 2 karya M. Nashiruddin al-Albani, Rasulullah SAW pernah menjelaskan terkait jual beli logam mulia berupa perak dan emas. Dalam sabdanya. beliau berkata,


لَا تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ، وَلَا تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلَا تَبِيعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ، وَلَا تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلَا تَبِيعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ.

Artinya; “Janganlah kalian menjual perak dengan perak kecuali sama dengan sama, dan janganlah kalian melebihkan sebagiannya atas sebagian yang lain. Dan janganlah kalian menjual salah satunya yang tidak ada (ghā’iban) dengan yang ada (nājizan).” (HR. Muslim).

Hadits ini menunjukkan bahwa emas dan perak harus ditukar dengan sesamanya secara setara dan langsung (yadan bi yadin) jika jenisnya sama.

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda,

“Emas dengan emas adalah riba kecuali hā’a wa hā’a (tunai)”

Para ulama menegaskan bahwa agar transaksi jual beli emas bebas dari unsur riba, maka transaksi tersebut wajib dilakukan secara langsung dan tunai. Artinya, emas harus diserahkan kepada pembeli di saat dan tempat yang sama saat akad dilakukan.

Jika emas hanya tercatat dalam sistem tanpa bukti keberadaan fisik dan tanpa kemampuan untuk ditarik oleh pemiliknya, maka hal ini bisa menimbulkan unsur gharar (ketidakjelasan) dan berpotensi haram.

Prinsip serah terima langsung ini, yang dikenal dengan istilah taqabudh. Jika proses taqabudh tidak terpenuhi, maka transaksi tersebut dapat masuk dalam kategori riba, yang jelas dilarang dalam syariat Islam.

Hukum Jual Beli Emas Digital

Dilansir dari laman MUI, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menegaskan bahwa kepemilikan emas digital pada dasarnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Emas digital bisa menjadi instrumen investasi yang sah dalam Islam, selama memenuhi rukun dan syarat jual beli menurut ketentuan syariah.

Meskipun diperbolehkan secara syariat, Muhammad Faishol, Lc, MA, anggota Badan Pelaksana Harian DSN-MUI menegaskan untuk tetap memperhatikan berbagai ketentuannya.

Dalam Fatwa MUI 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai, yaitu: “Jual beli emas secara tidak tunai, baik melalui jual beli biasa atau jual beli murābahah, hukumnya boleh (mubāh, jā’iz) selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi (uang).”

Fatwa ini dapat menjadi landasan bahwa jual beli emas dalam bentuk digital ataupun cicilan (pada saat jual beli berlangsung emas fisik tidak tersedia, melainkan dalam bentuk digital/cicilan) dimungkinkan secara syar’i walaupun jual beli dilakukan tidak secara tunai selama emas bukan alat tukar (uang) yang resmi di sebuah negara.

Di zaman modern ini, mata uang resmi sudah tidak lagi menggunakan emas, melainkan uang fiat (mudahnya, uang fiat: uang kertas dan digital saat ini). Di Indonesia sendiri mata uang resminya adalah Rupiah, bukan emas.

Sayangnya, masih banyak praktik jual beli emas digital yang berisiko dan belum sepenuhnya sesuai dengan syariat, terutama terkait aspek kepemilikan fisik. Transaksi seperti inilah yang dilarang secara syariat.

Dalam beberapa kasus, perusahaan menawarkan emas digital kepada masyarakat, tetapi emas tersebut tidak benar-benar tersedia atau tidak pernah diserahkan kepada pembeli.

Akibatnya, banyak investor mengalami kerugian karena tidak mendapatkan hak mereka, bahkan tidak jarang emas yang dijanjikan hilang begitu saja tanpa ada penggantian.

Menabung emas digital secara prinsip dibolehkan dalam Islam, namun tetap harus memenuhi syarat yang ketat agar tidak jatuh dalam praktik yang merugikan atau melanggar syariat.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Hukum Salam Salat Hanya Menoleh ke Kanan, Apakah Sah?


Jakarta

Ibadah salat adalah rangkaian gerakan dan bacaan tertentu yang dimulai dari takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Salat fardhu atau salat lima waktu ini wajib dilaksanakan seluruh umat Islam dan tak boleh ditinggalkan.

Jika diperhatikan, rangkaian ibadah salat yang termasuk rukun yaitu gerakan dan bacaan salat yang harus ada dalam setiap rakaat salat. Dalam buku Tuntunan Shalat lengkap dan Benar tulisan Neni Nuraeni disebutkan bahwa yang paling banyak dalam salat adalah berupa gerakan. Rukun salat yang berupa bacaan hanya ada empat yaitu takbiratul ihram (takdir di awal salat), surah Al-Fatihah, bacaan tasyahud-shalawat dan bacaan salam.

Perintah salat banyak disebutkan dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam surah Al-Baqarah ayat 43:


وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرّٰكِعِيْنَ

Artinya: “Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah: 43)

Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi dalam Salat

Ustadz Solechus Azis dalam buku Tuntunan Shalat Lengkap dan Asmaul Husna menjabarkan beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam salat yakni:

1. Beragama Islam
2. Memiliki akal waras atau tidak gila
3. Baligh
4. Telah sampai dakwah Islam kepadanya
5. Bersih dan suci dari najis, haid, nifas dan lain sebagainya
6. Sadar atau tidak sedang tidur

Syarat Sah Salat

1. Masuk waktu salat
2. Menghadap ke Kiblat
3. Suci dari Najis baik hadas kecil maupun besar
4. Menutup Aurat

Rukun Salat

Dalam buku Tuntunan Bersuci dan Sholat: Madzhab Imam Asy Syafi’i tulisan Humaidi Al Faruq disebutkan rukun salat adalah bagian dari salat yang menentukan sah atau tidaknya salat. Rukun salat seperti disebutkan Imam Nawawi di dalam kitab ‘Minhaj” ada tiga belas perkara dengan memasukkan tuma’ninah pada empat tempat ke dalam perbuatan yang mengikuti rukun tetapi bukan termasuk rukun.

Dikutip dalam buku Mengungkap Rahasia Shalat Para Nabi tulisan Ust Syamsuddin Noor, berikut rukun salat yang dilakukan Rasulullah SAW:

1. Membaca Niat

Mayoritas ulama mengatakan bahwa niat masuk ke dalam rukun salat. Niat adalah kehendak hati untuk mencari keridhaan Allah SWT dan menuruti perintah-Nya.

2. Berdiri, Jika Mampu
Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 238:

حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْنَ ٢٣٨

Artinya: “Peliharalah semua salat (fardu) dan salat Wustā. Berdirilah karena Allah (dalam salat) dengan khusyuk.”

Juga didasarkan pada hadits Imran bin Hashin, dia bercerita, “Aku menderita penyakit wasir, lalu aku bertanya kepada Nabi SAW tentang salat? Maka beliau bersabda:

صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ.

Artinya: “Salatlah dengan berdiri, jika kamu tidak bisa maka salatlah dengan duduk, dan jika tidak sanggup juga maka salatlah dengan berbaring.” (HR. Bukhari).

Juga hadits Malik bin al-Huwairits, dari Nabi:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي.

Artinya: “Salatlah kalian seperti kalian melihatku mengerjakan salat.” (HR. Bukhari).

3. Takbiratul Ihram
Hal itu didasarkan pada sabda Nabi dalam sebuah hadits tentang seseorang yang kurang baik dalam mengerjakan salatnya: “Jika kamu hendak mengerjakan salat, maka bacalah takbir.” (Muttafaqun ‘alaih).

4. Membaca Al-Fatihah

Hal itu didasarkan pada hadits Ubadah bin Shamit, Rasulullah SAW bersabda:

لا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ.

Artinya: “Tidak ada salat bagi orang yang tidak membaca al-Fatihah.” (Muttfaqun ‘alaih).

5. Rukuk

Hal itu didasarkan pada firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, rukuk dan sujudlah kalian, sembahlah Rabb kalian dan perbuatlah kebajikan, supaya kalian mendapat kemenangan.” (QS. al-Hajj: 77)

Juga pada hadits Abu Hurairah, di dalam hadits yang membahas tentang seseorang yang kurang bagus dalam mengerjakan shalatnya. Di dalamnya disebutkan: “Kemudian rukuklah sehingga engkau benar-benar tuma’ninah dalam rukuk.” (HR. Bukhari).

6. I’tidal

Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW di dalam hadits tentang orang yang kurang baik shalatnya: “Kemudian bangkitlah sehingga engkau benar-benar berdiri dengan i’tidal.” (HR. Bukhari).

7. Sujud Dua Kali

Hal itu didasarkan pada firman Allah Ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah sujudlah kalian.” (QS. al-Hajj: 77)

Juga didasarkan hadits Abu Hurairah dalam hadits tentang orang yang kurang baik dalam mengerjakan salatnya: “Kemudian sujudlah sehingga engkau benar-benar tuma’ninah dalam sujud.” (Muttafaqun ‘alaih).

Serta hadits Ibnu Abbas, dia bercerita, Nabi SAW diperintahkan untuk sujud di atas tujuh tulang: di atas dahi-dan beliau mengisyaratkan tangannya ke hidung dua tangan, dua lutut, dan jari-jemari kedua kaki. “

8. Duduk di Antara Dua Sujud

Hal itu didasarkan pada sabda Nabi SAW: sehingga engkau benar-benar tuma’ninah dalam duduk.” (HR. Bukhari).

9. Tuma’ninah

Tuma’ninah dalam mengerjakan semua rukun salat. Sebab, Nabi ketika mengajari orang yang kurang baik dalam mengerjakan shalatnya mengatakan kepadanya pada setiap rukun: “Sehingga engkau benar-benar tuma’ninah. “(HR. Bukhari dan Muslim).

Tuma’ninah berarti diam dengan cukup membaca zikir yang wajib dibaca. Jika tidak diam (tenang) berarti belum tuma’ninah.”

10. Tasyahud Akhir

Hal itu didasarkan pada hadits Abdullah bin Mas’ud, yang di dalamnya disebutkan:

لا تَقُولُوا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ وَلَكِنْ قُولُوا التَّحِيَّاتُ …. لله

Artinya: “Janganlah kalian mengucapkan: Assalamu ‘alallahi, karena Allah itu adalah As-Salam, tetapi hendaklah kalian mengucapkan: “Segala kehormatan itu milik Allah…. “(Muttafaqun ‘alaih).

Dan lafaznya ada pada Nasa’i:

كُنَّا نَقُولُ فِي الصَّلَاةِ قَبْلَ أَنْ يُفْرِضَ التَّشَهُدِ: السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ السَّلَامُ عَلَى جِبْرِيلَ السَّلَامُ عَلَى مِيكَائِيلَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لَا تَقُولُوا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ وَلَكِنْ قُولُوا التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ ….

Artinya: “Kami pernah dalam shalat, sebelum diwajibkannya tasyahud, mengucapkan: Assalamu ‘alallahi, Assalamu ‘alaa Jibril wa Mika’il. “Maka Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian mengucapkan seperti itu, karena Allah itu adalah as-Salam, tetapi hendaklah kalian mengucapkan: “Segala kehormatan itu milik Allah….” (HR. Nasa’i).

11. Duduk untuk Tasyahud Akhir

Nabi senantiasa mengerjakan hal itu, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits-hadits sebelumnya. Rasulullah sendiri juga telah memerintahkan kami untuk mengerjakan salat seperti salat beliau, di mana beliau bersabda: “Salatlah kalian seperti kalian melihatku mengerjakan shalat.” (HR. Bukhari).

12. Shalawat atas Nabi di Tasyahud Akhir

Hal itu didasarkan pada firman Allah Ta’ala: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzaab: 56)

Juga hadits Ka’ab bin Ujrah”, yang di dalamnya disebutkan: “Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui bagaimana memberi salam kepadamu, tetapi bagaimana kami harus bershalawat atas dirimu?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah: Ya Allah, limpahkan kesejahteraan kepada Muhammad…. “(Muttafaqun ‘alaih).

Serta hadits Abdullah bin Mas’ud, yang di dalamnya disebutkan: “Allah telah memerintahkan kami untuk bershalawat atas dirimu, wahai Rasulullah, lalu bagaimana kami harus bershalawat atas dirimu?” Maka Rasulullah berdiam sampai kami berharap beliau tidak menanyakannya. Kemudian beliau bersabda, “Ucapkanlah: Allahumma shalli ‘alaa Muhammad….” (HR. Muslim).

13. Mengucapkan Salam

Rasulullah SAW menetapkan salam sebagai rukun salat. Difardukan hanya salam pertama saja, sementara salam kedua adalah sunnah.

14. Tertib

Tertib maksudnya adalah melakukan rukun salat secara berurutan, seperti berdiri sebelum rukuk, rukuk sebelum sujud dan seterusnya sampai salam. Sehingga, orang yang mendahulukan sujud dari rukuk atau mendahulukan sujud dari berdiri maka salatnya batal.

Hukum Salam Salat Hanya Menoleh ke Kanan

Ibadah salat dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Salam ini dilakukan dengan cara memalingkan wajah ke arah kanan dan kiri disertai ucapan salam, sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ شِمَالِهِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ خَدِّهِ ، السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَعَنْ وَرَحْمَةُ اللهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ .

Artinya: Nabi mengucapkan salam ke arah kanannya dan ke arah kirinya sampai terlihat putih pipinya, “Assalamu’alaikum warahmatullah. Assalamu’alaikum warahmatullah.” HR Abu Daud.

Salam adalah bacaan terakhir atau penutup salat. Imam al-Ghazali dalam Rahasia Shalatnya Orang-orang Makrifat menyebut ada dua bacaan salam. Salam pertama saat menoleh ke kanan dan salam kedua saat menoleh ke kiri. Salam pertama diperuntukkan bagi para malaikat yang berada di sebelah kanan dan kiri. Sebab ketika seseorang shalat, ada dua malaikat yang mencatat amal perbuatan yang ada di sebelah kanan dan kiri. Ada malaikat hafazhah yang senantiasa menjaga dan memeliharanya, bahkan ketika salat Subuh ada malaikat yang menyaksikannya. Sedangkan salam kedua adalah bagi semua makhluk yang ada di sekelilingnya.

Mengucapkan salam ke sebelah kanan hukumnya wajib, selain sebagai tanda penutup salat. Ini juga menjadi isyarat adanya tanggungjawab sosial terhadap sesama. Al-Quran menyebutnya “kelompok kanan” (ash-hab al-yamin) yang kelak memperoleh keselamatan di akhirat.

Sedangkan salam ke kiri hukumnya sunnah. Ia merupakan isyarat agar mushalli menebar kedamaian pada sesama, tidak hanya sesama muslim tetapi juga pada yang bukan muslim. Al-Quran menyebutnya ash-hab al-syimal (kelompok kiri). Tujuannya untuk menunjukkan kepada mereka bahwa Islam itu cinta damai. Pembuktian ini bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan tindakan nyata.

Salam dalam salat merupakan bagian dari rukun penutup. Menoleh ke kanan sambil mengucapkan salam hukumnya wajib dan menandai berakhirnya salat. Sedangkan salam ke kiri hukumnya sunnah, sebagai bentuk penyempurna dan simbol penyebaran kedamaian. Jadi, salat tetap sah jika hanya mengucapkan salam sambil menoleh ke kanan.

(lus/inf)



Sumber : www.detik.com