Tag Archives: rasulullah shallallahu

Kenapa Kita Lebih Mudah Bermaksiat Saat Sendiri? Ini Jawaban Ulama


Jakarta

Maksiat merupakan tindakan yang menyalahi perintah Allah SWT. Umat Islam sangat dianjurkan untuk menjauhi berbagai bentuk maksiat karena akibatnya sangat merugikan diri sendiri.

Dalam bukunya 101 Fakta Maksiat yang Membuatmu Pasti Akan Segera Meninggalkannya, Ustadzah Umi A. Khalil menjelaskan bahwa maksiat muncul karena lemahnya iman, sehingga setan lebih mudah menggoda akal dan hawa nafsu manusia.

Kadang, orang terlihat alim dan saleh ketika berada di hadapan orang banyak. Namun kala sendirian dan sepi, ia menjadi orang yang menerjang larangan Allah tanpa rasa takut atau malu.


Bermaksiat Ketika Sendirian

Fenomena orang-orang yang melakukan kegiatan maksiat dan penuh dosa ketika dia sendirian sebenarnya pernah disinggung oleh Nabi Muhammad SAW. Sebuah hadits dalam salah satu kitab sunan disebutkan,

عَنْ ثَوْبَانَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ : لأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِى يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا ». قَالَ ثَوْبَانُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لاَ نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لاَ نَعْلَمُ. قَالَ : « أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنَ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا

Artinya: Dari Tsauban, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Sungguh aku mengetahui suatu kaum dari umatku datang pada hari kiamat dengan banyak kebaikan semisal Gunung Tihamah. Namun Allah menjadikan kebaikan tersebut menjadi debu yang bertebaran.” Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah, coba sebutkan sifat-sifat mereka pada kami supaya kami tidak menjadi seperti mereka sedangkan kami tidak mengetahuinya.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun mereka adalah saudara kalian. Kulit mereka sama dengan kulit kalian. Mereka menghidupkan malam (dengan ibadah) seperti kalian. Akan tetapi mereka adalah kaum yang jika bersepian mereka merobek tirai untuk bisa bermaksiat pada Allah.” (HR Ibnu Majah)

Ibnu Hajar Al-Haitami dalam karyanya Az-Zawajir ‘an Iqtiraf Al-Kabair menjelaskan pada pembahasan dosa besar, bahwa termasuk dosa besar adalah ketika seseorang yang tampak saleh justru melanggar larangan Allah. Meskipun pelanggaran itu berupa dosa kecil dan dilakukan dalam keadaan sepi, tetap saja ia termasuk perbuatan tercela.

Jika mereka melakukan maksiat secara sembunyi-sembunyi, bahayanya justru lebih besar dan dapat menipu kaum muslimin. Maksiat yang dilakukan oleh orang yang dikenal saleh menunjukkan pudarnya ketakwaan dan hilangnya rasa takut kepada Allah.

Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa kita lebih mudah terjerumus dalam maksiat saat sendiri karena hilangnya ketakwaan di dalam hati. Ketika iman melemah, godaan setan menjadi sangat kuat hingga manusia mudah mengikuti dorongan hawa nafsu.

Selain itu, seseorang yang berani bermaksiat kala sepi sejatinya telah kehilangan rasa takut kepada Allah. Ia hanya peduli pada penilaian manusia, padahal Allah Maha Menyaksikan segala perbuatannya meski tidak ada seorang pun yang melihat.

Dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 108, Allah SWT berfirman,

يَّسْتَخْفُوْنَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُوْنَ مِنَ اللّٰهِ وَهُوَ مَعَهُمْ اِذْ يُبَيِّتُوْنَ مَا لَا يَرْضٰى مِنَ الْقَوْلِۗ وَكَانَ اللّٰهُ بِمَا يَعْمَلُوْنَ مُحِيْطًا ۝١٠٨

Artinya: “Mereka dapat bersembunyi dari manusia, tetapi tidak dapat bersembunyi dari Allah. Dia bersama (mengawasi) mereka ketika pada malam hari mereka menetapkan keputusan rahasia yang tidak diridai-Nya. Allah Maha Meliputi apa yang mereka kerjakan.”

Tak ada satu pun makhluk yang bisa bersembunyi dari penglihatan dan pengetahuan Allah, karena Allah senantiasa bersama hamba-Nya di mana pun mereka berada. Segala yang tampak maupun tersembunyi, yang dilakukan terang-terangan maupun diam-diam, seluruhnya diketahui oleh-Nya dengan sempurna.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Hukum Wanita Haid Masuk Masjid untuk Mengikuti Kajian


Jakarta

Haid adalah keniscayaan bagi setiap wanita baligh. Ini adalah sebuah siklus alami yang telah ditetapkan Allah SWT.

Wanita yang sedang haid juga diatur aktivitasnya dalam Islam. Ada beberapa hal yang boleh mereka lakukan, ada pula yang tidak.

Lantas, bagaimana jika wanita yang sedang haid ingin mengikuti kajian di dalam masjid? Apakah hal ini diperbolehkan?


Selama periode itu, ada beberapa ketentuan syariat yang perlu dipahami oleh muslimah. Salah satunya mengenai aktivitas di masjid.

Artikel ini akan membahas secara mendalam hukum wanita haid masuk masjid untuk mengikuti kajian, merujuk pada berbagai pandangan ulama dan dalil-dalilnya.

Larangan dan Kebolehan bagi Wanita Haid

Secara umum, wanita yang sedang haid dilarang melakukan beberapa ibadah tertentu. Mengutip Ensiklopedia Fikih Wanita oleh Agus Arifin dan Sundus Wahidah, hal-hal yang diharamkan antara lain:

  • Melakukan semua hal yang diharamkan bagi orang junub.
  • Puasa, salat, dan thawaf (puasa Ramadan wajib diganti).
  • Sujud syukur dan sujud tilawah.
  • Menyentuh, membawa, dan membaca Al-Qur’an.
  • Bersetubuh dengan suami.

Namun, ada pula aktivitas yang diperbolehkan bagi wanita haid, seperti:

  • Berzikir.
  • Mendengarkan lantunan Al-Qur’an.
  • Istimta’ (bercumbu) dengan suami.

Bolehkan Wanita Haid Masuk Masjid?

Pertanyaan mengenai kebolehan wanita haid memasuki masjid sering kali menjadi perdebatan. Ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Ada yang melarang, ada pula yang membolehkan dengan syarat tertentu.

Dalil yang Membolehkan Wanita Haid Masuk Masjid

Mengutip buku Fiqih Wanita oleh Qomaruddin Awwam, S.AG., M.A, Syaikh Khalid Muslih, seorang ulama terkemuka, pernah menyatakan bahwa wanita haid boleh masuk masjid selama tidak dalam rangka salat. Misalnya untuk menghadiri majelis ilmu atau mendengarkan nasihat.

Pandangan ini didukung oleh beberapa dalil, di antaranya:

Dalil 1

Dalil yang pertama adalah hadits dari Aisyah RA. Beliau pernah diminta oleh Rasulullah SAW untuk mengambil al-khumrah (sajadah kecil) di dalam masjid.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَاوِلِينِي الْخُمْرَةَ مِنْ الْمَسْجِدِ قَالَتْ فَقُلْتُ إِنِّي حَائِضٌ فَقَالَ إِنَّ حَيْضَتَكِ لَيْسَتْ فِي يَدِكِ

[رواه مسلم].

Artinya: “Diriwayatkan dari ‘Aisyah, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku: Ambilkan sajadah untukku di masjid! Aisyah mengatakan: Saya sedang haid. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya, haidmu tidak berada di tanganmu.” (HR Muslim)

Dalil 2

Hadits lain dari Aisyah RA, yang menceritakan bahwa Nabi SAW mendekatkan kepalanya kepada Aisyah untuk dicuci dan disisir rambutnya saat Aisyah sedang haid dan beliau sedang beriktikaf di masjid. Ini menunjukkan interaksi Nabi SAW dengan wanita haid di lingkungan masjid.

عن عائشة قالت كان النبي صلى الله عليه وسلم يدني رأسه إلي وأنا حائض وهو مجاور تعني معتكفا فاغسله وأرج

Artinya: Aisyah berkata, “Nabi SAW mendekatkan kepalanya kepadaku ketika aku dalam keadaan haid, sementara beliau sedang mujawir (maksudnya beriktikaf). Aku pun mencuci dan menyisir rambutnya.” (HR Abu Daud)

Dalil 3

Selanjutnya dalam hadis yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah haji, disebutkan bahwa Aisyah mengalami haid. Dalam riwayat tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melarang Aisyah memasuki masjid, sebagaimana jemaah haji lainnya yang tetap diperbolehkan masuk. Yang dilarang oleh Nabi SAW hanyalah melaksanakan tawaf di sekitar Ka’bah.

خَرَجْنَا لاَ نَرَى إِلاَّ الْحَجَّ فَلَمَّا كُنَّا بِسَرِفَ حِضْتُ فَدَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا أَبْكِي قَالَ مَا لَكِ أَنُفِسْتِ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ إِنَّ هَذَا أَمْرٌ كَتَبَهُ اللهُ عَلَى بَنَاتِ آدَمَ فَاقْضِي مَا يَقْضِي الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِي بِالْبَيْتِ …

[رواه البخارى].

Artinya: “Kami keluar untuk melaksanakan haji, ketika kami sampai di Sarif saya mengalami haid, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk menemui aku, sementara saya sedang menangis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: Apakah kamu sedang haid? Saya menjawab: Ya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya ini masalah yang telah ditentukan Allah bagi kaum wanita, maka lakukanlah sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang berhaji, kecuali jangan tawaf di Ka’bah..” (HR al-Bukhari)

Dalil 4

Imam Ahmad, Al-Muzani, Abu Dawud, Ibn Al-Munzir, dan Ibnu Hazm, seperti yang dikutip dalam Kitab Fikih al-Thaharah Al-Qardhawi, menggunakan dalil hadits Abu Hurairah dalam Shahih Bukhari yang menyatakan bahwa muslim itu tidak najis.

Mereka mengkiaskan orang junub dengan orang musyrik, sehingga jika orang junub lebih utama diperbolehkan masuk masjid, maka wanita haid yang uzurnya bersifat alami (tidak dapat dicegah) lebih utama mendapatkan keringanan.

Dalil yang Melarang Wanita Haid Masuk Masjid

Pandangan ini didukung oleh beberapa dalil, di antaranya:

Dalil 1

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي غَنِيَّةَ عَنْ أَبِي الْخَطَّابِ الْهَجَرِيِّ عَنْ مَحْدُوجٍ الذُّهْلِيِّ عَنْ جَسْرَةَ قَالَتْ أَخْبَرَتْنِي أُمُّ سَلَمَةَ قَالَتْ دَخَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَرْحَةَ هَذَا الْمَسْجِدِ فَنَادَى بِأَعْلَى صَوْتِهِ إِنَّ الْمَسْجِدَ لاَ يَحِلُّ لِجُنُبٍ وَلاَ لِحَائِضٍ

[رواه ابن ماجه] .

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Muhammad bin Yahya, mereka berkata telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Ghaniyyah dari al-Khathab al-Hajariy dari Mahduj adz-Dzuhliy dari Jasrah, ia berkata telah mengkhabarkan kepadaku Ummu Salamah, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk halaman masjid kemudian mengumumkan dengan suara keras, sesungguhnya masjid tidak halal untuk orang junub dan tidak pula untuk orang haid.” (HR Ibnu Majah)

Dalil 2

أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ الْحُيَّضَ يَوْمَ الْعِيدَيْنِ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَدَعْوَتَهُمْ وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ عَنْ مُصَلَّاهُنَّ …

[رواه البخارى].

Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk menyertakan wanita yang sedang haid dan wanita pingitan pada dua hari Raya. Mereka menyaksikan kumpulan kaum muslimin dan dakwah untuk mereka. Adapun wanita yang sedang haid supaya menjauh dari tempat salat…” (HR al-Bukhari)

Dalil 3

Buya Yahya, dalam video “Hukum Wanita Haid Mengikuti Pengajian” di kanal YouTube Al-Bahjah TV, menjelaskan secara gamblang mengenai hukum wanita haid yang ingin mengikuti kajian di masjid. Beliau menekankan pentingnya berpegang pada pandangan empat mazhab utama dalam Islam, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.

Buya Yahya menegaskan bahwa wanita haid tetap diperbolehkan untuk mengikuti kajian. Namun, poin krusial yang menjadi pembahasan adalah kehadiran atau berdiam diri di dalam masjid.

Menurut Buya Yahya, empat mazhab sepakat bahwa wanita haid tidak diperkenankan untuk “al-mukthu” (diam atau berdiam diri) di dalam masjid. Beliau juga menambahkan bahwa jika ada ustaz atau ulama lain yang memiliki pandangan berbeda, itu adalah urusan mereka, namun Buya Yahya tetap berpegang pada kesepakatan empat mazhab yang dianggap sebagai referensi utama.

Hukum Melintas di Masjid bagi Wanita Haid dan Nifas

Meskipun berdiam diri tidak diperbolehkan, ada kelonggaran untuk “murur” atau melintas. Buya Yahya mencontohkan, jika anak lari ke dalam masjid dan ibu ingin mengambilnya, itu diperbolehkan.

Begitu pula jika ingin mengantar minum untuk suami dan segera keluar lagi. Ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara berdiam diri dengan hanya sekadar lewat untuk suatu keperluan.

Dalam Ensiklopedia Fikih Wanita oleh Agus Arifin dan Sundus Wahidah, dijelaskan rincian hukum berjalan melewati masjid bagi wanita haid dan nifas:

Boleh

Jika sekadar untuk mengisi kotak amal atau melintas dari satu pintu ke pintu lain.

Haram

Jika ada kekhawatiran darah akan menetes dan menajiskan masjid.

Makruh

Jika tidak ada kekhawatiran darah menetes.

Syekh Abdurrahman Al-Jaziri menjelaskan bahwa mazhab Syafi’i membolehkan orang junub, haid, dan nifas untuk melintas di masjid tanpa berdiam diri atau berputar-putar, dengan syarat aman dari pencemaran masjid. Begitupun jika masuk dari satu pintu dan keluar dari pintu lain, itu diperbolehkan.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Apa Hukum Suami yang Jarang Pulang? Ini Penjelasan Fikih Keluarga


Jakarta

Keharmonisan dalam rumah tangga tidak hanya ditentukan oleh terpenuhinya kebutuhan materi, tetapi juga oleh kehadiran dan perhatian antara suami dan istri. Dalam ajaran Islam, suami memiliki tanggung jawab besar sebagai pemimpin keluarga.

Salah satu bentuk tanggung jawab itu adalah hadir dalam kehidupan rumah tangga, baik secara fisik maupun emosional. Namun, bagaimana pandangan Islam terhadap suami yang jarang pulang? Apakah hal tersebut dibenarkan secara syariat?

Suami Sebagai Pemimpin dalam Keluarga

Islam menetapkan suami sebagai pemimpin dalam keluarga. Peran ini tidak hanya bersifat simbolis, tetapi mengandung tanggung jawab besar dalam menjaga, membimbing, dan memperhatikan seluruh anggota keluarga. Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisa ayat 34,


اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ

Ar-rijālu qawwāmūna ‘alan-nisā’i bimā faḍḍalallāhu ba’ḍahum ‘alā ba’ḍiw wa bimā anfaqū min amwālihim…

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya…”

Sebagai pemimpin, suami diharapkan hadir dalam kehidupan rumah tangga, memberikan perhatian, dan menjaga keharmonisan. Jika seorang suami jarang pulang tanpa alasan yang jelas, apalagi hingga mengabaikan kebutuhan lahir dan batin keluarganya, maka hal itu bertentangan dengan tanggung jawab yang disebut dalam ayat di atas.

Kewajiban Suami untuk Berlaku Baik kepada Istri

Salah satu prinsip penting dalam Islam adalah keharusan bagi suami untuk memperlakukan istri dengan baik. Sebagaimana dijelaskan dalam buku Akhlaq dan Muamalah karya Ahmad Muslich, M.Si, dkk, Allah berfirman dalam surah An-Nisa ayat 19, disebutkan,

“Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah), karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Menurut Tafsir Tahlili, ayat ini menjelaskan bahwa suami wajib memperlakukan istri dengan cara yang baik dan wajar. Suami tidak boleh kikir dalam memberi nafkah, tidak boleh memarahinya secara berlebihan, memukul, atau bersikap dingin seperti selalu bermuka masam.

Jika suami merasa tidak menyukai istrinya karena suatu kekurangan, sifat yang tidak disukai, atau karena hatinya sudah tertarik pada wanita lain, maka Islam menganjurkan untuk bersabar dan tidak terburu-buru mengambil keputusan untuk menceraikan.

Bisa jadi, apa yang tampak tidak menyenangkan justru membawa kebaikan dan kebahagiaan di kemudian hari. Sikap seperti inilah yang disebut sebagai pergaulan yang patut, sebagaimana diperintahkan dalam ayat tersebut.

Karena itu, suami yang jarang pulang, menjauh tanpa alasan yang sah, atau bersikap acuh terhadap istri, berarti telah mengabaikan kewajiban dasar dalam rumah tangga. Tindakan seperti ini tidak dibenarkan dalam Islam apabila dilakukan tanpa uzur syar’i.

Teladan Rasulullah dalam Kehidupan Keluarga

Selain tuntunan dari Al-Qur’an, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menjadi teladan utama dalam membina rumah tangga. Dalam Al-Qur’an surah Al Ahzab ayat 21 disebutkan pula:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

Arab latin: Laqad kāna lakum fī rasūlillāhi uswatun ḥasanatul liman kāna yarjullāha wal yaumal ākhira wa żakarallāha kaṡīrā(n).

Artinya: Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.

Dalam buku Akhlaq dan Muamalah karya Ahmad Muslich, M.Si, dkk., dijelaskan bahwa salah satu ciri suami yang baik adalah kehadirannya dan kasih sayangnya terhadap keluarga. Penjelasan ini merujuk pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku adalah orang yang paling baik bagi keluargaku.” (HR. At-Tirmidzi)

Dalam riwayat lain, disebutkan pula:

“Tidak pernah aku melihat seseorang yang lebih pengasih kepada keluarganya melebihi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam.” (HR. Muslim)

Dua hadits ini memperkuat bahwa keberadaan dan kasih sayang suami sangat penting dalam kehidupan rumah tangga. Rasulullah sendiri menjadi teladan terbaik dalam memperlakukan keluarga dengan cinta, perhatian, dan kelembutan.

Oleh karena itu, jika seorang suami jarang pulang tanpa alasan yang dibenarkan dalam Islam, tidak peduli pada istri dan anak-anaknya, atau bersikap cuek terhadap keluarga, maka ia sudah meninggalkan kewajiban sebagai suami.

Perilaku ini bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dan contoh yang diberikan Nabi Muhammad SAW. Dalam fikih keluarga, sikap seperti ini termasuk bentuk kelalaian yang tidak boleh dibiarkan dan harus segera diperbaiki.

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

Benarkah 9 dari 10 Pintu Rezeki Ada di Perdagangan?


Jakarta

Dalam Islam, mencari nafkah dengan cara yang halal adalah kewajiban setiap Muslim. Salah satu jalur rezeki yang sering disebut memiliki banyak keutamaan adalah melalui usaha berdagang.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam sendiri dikenal sebagai seorang pedagang yang jujur dan amanah sebelum beliau diangkat menjadi Nabi. Teladan beliau dalam berdagang menjadi inspirasi besar bagi umat Islam hingga saat ini.

Namun, di tengah masyarakat, sering terdengar sebuah hadits yang berbunyi “9 dari 10 pintu rezeki ada dalam perdagangan”. Lantas, benarkah hadits tersebut shahih dan benar berasal dari Rasulullah?


Hadits yang Lemah

Mengenai hadits yang menyebutkan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah dengan berdagang, berikut ini adalah bunyi riwayat lengkapnya.

عن نعيم بن عبد الرحمن الأزدي قال: بلغني أن رسول الله قال: تسعةُ أعشارِ الرزقِ في التجارةِ قال نعيمٌ : العشرُ الباقي في السائمةِ ، يعني : الغنمَ

Artinya: Dari Nu’aim bin ‘Abdir Rahman al-Azdi, dia berkata: Telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sembilan persepuluh (90 %) rezeki ada pada (usaha) perdagangan”. Nu’aim berkata: “Usaha sepersepuluh (10 %) sisanya ada pada (ternak) kambing”.

Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Musaddad bin Musarhad dan Imam Abu ‘Ubaid dengan sanad keduanya dari Dawud bin Abi Hind, dari Nu’aim bin ‘Abdir Rahman al-Azdi, dari Rasulullah SAW.

Hadits ini dianggap lemah oleh Imam Ibnu Abi Hatim dalam al-Jarhu wat Ta’dil karena perawinya, Nu’aim bin ‘Abdir Rahman al-Azdi, adalah majhul atau tidak dikenal.

Alasan lain yang menyebabkan hadits ini dinilai lemah adalah karena sanadnya mursal (terputus), yakni Nu’aim bin ‘Abdir Rahman al-Azdi tidak sempat bertemu langsung dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Hal ini disebabkan karena ia termasuk kalangan Tabi’in, yaitu generasi setelah para Shahabat Radhiallahu’anhum.

Imam Sa’id bin Manshur juga meriwayatkan hadits ini dalam kitab as-Sunan melalui jalur yang sama, dengan menggandengkan Nu’aim bin ‘Abdir Rahman dengan Yahya bin Jabir ath-Tha’i.

Namun, sanad ini tidak dapat memperkuat jalur riwayat hadits sebelumnya karena meskipun Yahya bin Jabir adalah perawi yang terpercaya, ia tetap termasuk golongan Tabi’in. Oleh karena itu, sanad ini juga terputus (mursal), apalagi Yahya bin Jabir memang dikenal sering meriwayatkan hadits-hadits mursal.

Berisi Pesan yang Baik

Meskipun hadits ini tergolong sebagai riwayat yang lemah, isi dan pesan yang terkandung dari hadits ini juga baik bagi umat Islam.

Menukil buku Manut Quran Bisa Karya oleh Udin Yuliyanto, meskipun riwayat ini bukan berasal langsung dari Rasulullah, tetapi isi kandungannya bisa diresapi baik-baik oleh umat Islam.

Ungkapan yang menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki berasal dari berdagang memang sering dijadikan motivasi oleh umat Islam untuk terjun ke dunia bisnis. Meskipun hadits tersebut lemah, maknanya tetap menginspirasi banyak orang untuk mencari rezeki secara mandiri dan berani mengambil peluang.

Berbisnis memberikan ruang yang luas untuk berkembang karena tidak ada batasan tetap dalam keuntungan yang bisa diraih. Berbeda dengan pekerjaan tetap yang biasanya memiliki penghasilan terbatas, berdagang memungkinkan seseorang untuk terus bertumbuh sesuai usaha dan kreativitasnya.

Selain itu, berdagang juga membuka peluang untuk memberi manfaat kepada orang lain, seperti membuka lapangan kerja dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini tentu sejalan dengan nilai-nilai Islam yang mendorong umatnya untuk menjadi pribadi yang produktif dan bermanfaat.

Dengan niat yang baik, kejujuran, dan amanah, berdagang bisa menjadi sarana meraih keberkahan rezeki. Maka tak heran jika banyak sahabat Nabi dan generasi setelahnya yang memilih jalur perdagangan sebagai sumber penghidupan utama mereka.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Doa Bangun Tidur Sesuai Sunnah Rasulullah SAW



Jakarta

Setiap hari manusia membutuhkan waktu untuk istirahat, termasuk tidur. Ketika bangun tidur, hendaknya membaca doa sebagai ungkapan syukur karena telah diberi nikmat untuk istirahat sekaligus nikmat kesempatan untuk merasakan hidup kembali.

Tidur juga tercatat dalam Al-Qur’an surat Ar Rum ayat 23. Allah SWT berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ مَنَامُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَاؤُكُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ


Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan”

Mengutip buku Amalan Shalih Dari Bangun Tidur Hingga Menjelang Tidur oleh Bagus Eko Dono dijelaskan bahwa setiap muslim memiliki kesempatan untuk melakukan amalan bangun tidur. Salah satunya yakni membaca doa bangun tidur sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Bacaan Doa Bangun Tidur

Doa Bangun Tidur

Berdasarkan hadist riwayat Bukhari, doa bangun tidur pagi sesuai sunnah adalah:

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ

Arab Latin: Alhamdullillahilladzi ahyaanaa ba’da maa amaatanaa wa ilaihin nusyuur

Artinya: Segala puji bagi Allah, yang telah membangunkan kami setelah menidurkan kami, dan kepada-Nya lah kami dibangkitkan.

Doa ketika terbangun saat tidur

Dilansir dari NU, Selasa (21/2/2023) Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah mengutip hadits Rasulullah SAW yang berisi doa bangun tidur riwayat dua kitab shahih melalui karyanya Al-Wabilus Shayyib minal Kalimit Thayyib (Kairo, Darur Rayyan lit Turats: 1987 M/1408 H, halaman: 132).

الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ عَافَانِيْ فِي جَسَدِيْ وَرَدَّ عَلَيَّ رُوْحِيْ وَأَذِنَ لِيْ بِذِكْرِهِ

Arab Latin: Alhamdulillāhil ladzī ‘āfānī fī jasadī, wa radda ‘alayya rūhī, wa adzina lī bi dzikrihī.

Artinya: Segala puji bagi Allah yang telah menjaga kesehat ragaku, mengembalikan nyawaku, dan mengizinkanku menyebut nama-Nya. (HR Bukhari dan Muslim).

Kemudian diriwayatkan dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda,

“Barangsiapa yang terbangun dari tidurnya di malam hari, ucapkanlah, Laa ilaaha illallahu wahdahu laa syariikala lah, lahul mulku walahul hamdu wa Huwa ‘alaa kulli syaiin qadiir. Alhamdulillah wa subhaanallaah, wa la ilaaha llallah, wallahu akbar, wa laa haula wa laa quwwata illa billaah.”

Kemudian beliau berdoa: ‘Ya Allah, ampunilah aku.’

Atau berdoa, niscaya Allah akan mengabulkannya. Dan jika ia berwudhu kemudian sholat, maka sholatnya akan diterima. (HR. Al-Bukhari (no. 1154), at-Tirmidzi (no. 3414), Abu Dawud (no. 5060), Ibnu Majah (no. 3878), ad-Darimi (no. 2687).

Doa Mau Tidur

Dari Hudzaifah dan Abu Dzar radhiyallahu ‘anhuma, mereka berkata: “Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam apabila beranjak menepati tempat tidurnya (hendak tidur), beliau mengucapkan: Bismikallahumma ahya wa amutu(Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan mati).

Dan apabila beliau bangun dari tidur mengucapkan: (Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kita (membangunkan dari tidur) sesudah mematikan kita (tidur disamakan dengan mati) dan Al-hamdulillahiladzi ahyana ba’da maamatana wa ilaihin nusyur kapada-Nyalah kita kembali).” (HR. Al-Bukhari).

Demikian bacaan doa bangun tidur yang bisa dibaca umat muslim. Semoga bisa menjadi amalan bernilai pahala yang dikerjakan setiap hari.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

5 Doa Ketika Sakit Hati agar Diberi Ketenangan dan Kelapangan


Jakarta

Doa menjadi salah satu cara utama untuk mengobati hati yang terluka atau tersakiti. Melalui doa, seorang muslim dapat berserah diri kepada Allah, memohon kekuatan, dan meminta ketenangan.

Dengan doa, hati yang gelisah dapat menjadi damai dan rasa sakit bisa berubah menjadi kesabaran yang mendatangkan pahala. Lantas, doa apa saja yang dapat dibacakan ketika sakit hati?

5 Doa Ketika Sakit Hati agar Diberi Ketenangan dan Kelaapangan

Ketika merasa sakit hati, ada beberapa doa yang dapat dipanjatkan. Bahkan beberapa di antara doa ini dipanjatkan oleh Nabi Muhammad SAW dan Nabi Ibrahim AS.


1. Doa Bersedih Hati dan Meminta Pertolongan Allah

يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ أَبَدًا

Arab latin: Ya hayyu ya qoyyum bi rahmatika astaghiits, wa ash-lihlii sya’nii kullahu wa laa takilnii ilaa nafsii thorfata ‘ainin abadan.

Artinya: “Wahai Rabb Yang Maha Hidup, wahai Rabb Yang Berdiri Sendiri tidak butuh segala sesuatu, dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekali pun sekejap mata tanpa mendapat pertolongan dari-Mu selamanya.”

Menukil buku Penawar Hati yang Sakit oleh Muhammad Ibn Abi Bakr Ibn Qayyim al Jawziyah, ada sebuah riwayat yang menyatakan bahwa rasulullah membacakan doa “Yaa hayyu yaa qoyyuum” ketika sedang bersedih. Berikut haditsnya:

عن أنس بن مالك -رضي الله عنه- قال: “كان النبي -صلى الله عليه وسلم- إذا كربه أمر قال يا حي يا قيوم برحمتك أستغيث”.

Artinya: “Anas bin Malik berkata, jika Rasulullah tertimpa suatu perkara yang menyedihkan, beliau mengucapkan, ‘Ya hayyu ya qoyyuum birahmatika astaghitsu’.” (Jami’ Tirmidzi.)

2. Doa Minta Kelapangan hati

رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ ۙ وَيَسِّرْ لِيْٓ اَمْرِيْ ۙ وَيَسِّرْ لِيْٓ اَمْرِيْ ۙ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّنْ لِّسَانِيْ ۙ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ ۖ

Arab Latin: Rabbisyraḥ lī ṣadrī wa yassir lī amrī waḥlul ‘uqdatam mil lisānī yafqahụ qaulī.

Artinya: “Dia (Musa) berkata, ‘Ya Tuhanku, lapangkan lah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku.'”

Doa kelapangan hati tercantum dalam surat Thoha ayat 27. Isi dari doa ini yaitu permohonan kepada Allah untuk melapangkan hati, menghilangkan rasa gelisah, dan memberi ketenangan dalam menghadaoi setiap ujian dan cobaan.

Dengan doa ini pula, kita memohon agar Allah memudahkan urusan kita. Menurut buku Pengobatan dan Doa Mustajab oleh Muhammad Hasan Husen, doa tersebut baik dibaca saat menghadapi kezholiman seseorang atau kelompok.

3. Doa Meminta Perlindungan Allah

حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ

Arab latin: Hasbunallāhu wa ni’mal-wakīl.

Artinya: “Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.”

Doa meminta perlindungan dan pertolongan Allah juga bisa dibacakan ketika sedang sakit hati. Menurut buku Syarah Riyadhus Sholihin oleh Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, doa ini pernah dibacakan oleh Nabi Ibrahim ketika dilemparkan ke api. Qadarullah, Allah membuat api tersebut menjadi dingin.

4. Doa Meminta Ketenangan

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ نَفْسًا بِكَ مُطْمَئِنَّةً، تُؤْمِنُ بِلِقَائِكَ، وَتَرْضَى بِقَضَائِكَ، وَتَقْنَعُ بِعَطَائِكَ

Arab latin: Allahumma inni as aluka nafsan bika muthmainnatan tukminu biliqaaika wa tardha bi qadhaika wa taqna’u bi ‘athaika.

Artinya: “Ya Allah aku memohon kepada-Mu jiwa yang merasa tenang kepada-Mu yang yakin akan bertemu dengan-Mu, yang ridho dengan ketetapan-Mu, dan yang merasa cukup dengan pemberian-Mu.”

Ketika merasa sakit hati, doa ini dapat dibacakan agar hati merasa tenang. Selain itu, doa ini juga berisi permohonan agar ridho dengan ketetapan Allah SWT.

5. Doa Ketika Tertimpa Kesulitan dan Kesedihan

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَرَبُّ الأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيممِ

Arab latin: La Ilaha Illallahul adzimul halim, la ilaha illallah rabbul arsyil adzim, la ilaha illallahu rabbus samawati wa rabbul ardhi rabbul arsyil karim.

Artinya: “Tiada tuhan yang patut disembah selain Allah Yang Maha Agung lagi Maha Penyayang. Tiada tuhan yang patut disembah selain Allah Pemilik ‘Arsy yang agung. Tiada tuhan yang patut disembah selain Allah Pencipta Langit, Pencipta Bumi, Pemilik ‘Arsy yang mulia.”

Dalam sebuah hadits dari Ibnu Abbas, doa ini dipanjatkan Rasulullah saat mengalami kesulitan. Mengutip Academia Edu oleh Rm Alfi Abdurrahman, “Al karb” yang termaktub dalam hadits ini adalah suatu perkara yang memberatkan manusia dan memenuhi dadanya, sehingga membuatnya marah.

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ يَقُوْلُ عِنْدَ الكَرْبِ : (( لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ العَظِيمُ الحَليمُ ، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ العَرْشِ العَظِيْمِ ، لاَ إلهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَاوَاتِ، وَرَبُّ الأَرْضِ، وَرَبُّ العَرْشِ الكَرِيمِ)) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .

Artinya: “Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengalami kesulitan (tertekan), beliau mengucapkan,’La Ilaha Illallahul adzimul halim, la ilaha illallah rabbul arsyil adzim, la ilaha illallahu rabbus samawati wa rabbul ardhi rabbul arsyil karim’.” (HR Bukhari dan Muslim).

Itulah beberapa doa yang bisa dibacakan ketika sedang merasa sakit hati. Wallaahu a’lam.

(elk/row)



Sumber : www.detik.com