Tag Archives: rebo wekasan

Larangan Bulan Safar karena Dianggap Sial, Benarkah Ada?


Jakarta

Bulan Safar seringkali diiringi dengan berbagai mitos dan kepercayaan. Salah satunya adalah anggapan sebagai bulan kesialan atau turunnya bala.

Kepercayaan ini terutama menguat pada Rebo Wekasan, yakni hari Rabu terakhir di bulan Safar. Namun, benarkah ada larangan khusus di bulan Safar dalam ajaran Islam? Mari kita telaah lebih lanjut.

Asal Mula Kepercayaan Bulan Safar Penuh Kesialan

Anggapan bulan Safar sebagai bulan turunnya musibah sebenarnya berakar dari kepercayaan masyarakat Arab Jahiliah di masa lampau. Mereka meyakini bahwa hari-hari tertentu di bulan Safar, khususnya Rabu terakhir, adalah waktu di mana Allah SWT menurunkan banyak sekali bala bencana.


Hal ini dijelaskan dalam jurnal berjudul Agama dan Kepercayaan Masyarakat Melayu Sungai Jambu Kayong Utara terhadap Bulan Safar karya Wahab dkk yang terbit di Jurnal Mudarrisuna Vol 10 edisi 1 Januari-Maret 2020.

Abdul Hamid dalam Kanzun Najah Was-Surur Fi Fadhail Al-Azminah wash-Shufur, mengatakan kepercayaan Rebo Wekasan ini bahkan disebut-sebut berasal dari seorang sufi. Selain itu, terdapat sebuah hadits dhaif yang turut memperkuat anggapan ini.

Hadits tersebut berbunyi, “Barang siapa mengabarkan kepadaku tentang keluarnya bulan Safar, maka aku akan memberi kabar gembira kepadanya untuk masuk surga.” Namun, penting untuk dicatat bahwa hadits dhaif tidak bisa dijadikan dasar hukum yang kuat dalam ajaran Islam.

Bantahan Terhadap Mitos Kesialan Bulan Safar

Dalam ajaran Islam, tidak ada hadits shahih yang secara khusus menyebutkan keutamaan bulan Safar, apalagi larangan atau celaan terhadapnya. Hal ini dijelaskan dalam buku Kalender Ibadah Sepanjang Tahun karya Abdullah Faqih Ahmad Abdul Wahid.

Justru sebaliknya, Rasulullah SAW telah membantah anggapan kesialan pada bulan Safar melalui sabda beliau:

“Tidak ada penyakit menular dan tidak ada tanda atau firasat kesialan dan yang mengherankanku ialah kalimat yang baik dan kalimat yang bagus.” (HR Bukhari)

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam buku Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-I’tiqadiyah wa Ash-Shufiyah karya Sa’id bin Musfir Al-Qahthani (terjemahan Munirul Abidin) menjelaskan bahwa hadits di atas mengandung penolakan tegas terhadap kepercayaan tahayul atau ramalan nasib buruk yang berkembang di masa Jahiliah, termasuk anggapan kesialan di bulan Safar. Beliau menegaskan bahwa tidak ada larangan khusus pada bulan Safar, sebagaimana disiratkan dalam sabda Nabi Muhammad SAW lainnya:

“Hadits itu mengandung kemungkinan penolakan dan bisa juga larangan. Atau janganlah kamu meramal nasib buruk. Tetapi sabda beliau dalam hadits, ‘Tidak ada penyakit menular, tidak ada larangan pada bulan Safar, dan tidak ada kecelakaan yang ditandai oleh suara burung malam’ menunjukkan bahwa maksudnya adalah penolakan dan pembatalan masalah-masalah yang diperhatikan pada masa jahiliah.”

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa anggapan bulan Safar sebagai bulan kesialan adalah mitos yang tidak memiliki dasar kuat dalam ajaran Islam. Islam mengajarkan kita untuk tidak percaya pada ramalan buruk atau firasat sial, melainkan selalu bertawakal kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Niat, Tata Cara dan Waktunya


Jakarta

Sholat Rebo Wekasan merupakan amalan yang dianjurkan pada Rabu terakhir bulan Safar. Amalan ini dilakukan untuk mohon perlindungan Allah SWT.

Anjuran sholat Rebo Wekasan disebutkan dalam kitab Kanz Al-Najah Wa Al-Surur karya Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki. Dalam kitab tersebut dikatakan Allah SWT menurunkan 320 ribu bala bencana pada Rabu terakhir bulan Safar. Oleh karena itu, dianjurkan salat empat rakaat.


Menurut penelitian Rebo Wekasan Menurut Perspektif KH. Abdul Hamid Dalam Kanz Al-Najah Wa Al-Surur karya Umma Farida yang terbit dalam Jurnal THEOLOGIA Vol 30 No 2 (2019), sholat empat rakaat yang dimaksud adalah sholat sunnah mutlak. Amalan ini kemudian dikenal dengan sholat Rebo Wekasan.

Niat Sholat Rebo Wekasan

Niat sholat Rebo Wekasan dilakukan dengan niat sholat mutlak. Berikut bacaannya:

أُصَلِّيْ سُنَّةً رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Ushallî sunnatan rak’ataini lillâhi ta’âla

Artinya: “Saya niat sholat sunnah dua rakaat karena Allah ta’ala.”

Tata Cara Sholat Rebo Wekasan

Tata cara sholat Rebo Wekasan menurut keterangan Syekh Abdul Hamid dalam kitabnya dilakukan sebanyak empat rakaat. Berikut rinciannya:

  • Dilakukan empat rakaat dengan dua kali salam
  • Awali dengan niat sholat sunnah mutlak dua rakaat
  • Setelah baca surah Al Fatihah, baca surah Al Kautsar 17 kali, Al Ikhlas 5 kali, Al Falaq 1 kali dan An Nas 1 kali setiap rakaat
  • Lanjutkan sholat seperti pada umumnya
  • Salam
  • Tutup dengan doa

Waktu Pelaksanaan Sholat Rebo Wekasan

Mengacu pada Kalender Hijriah Indonesia 2025 terbitan Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, Rabu terakhir bulan Safar 1447 H atau Rebo Wekasan 2025 jatuh pada Rabu, 20 Agustus 2025.

Sebagian ulama mengerjakan sholat Rebo Wekasan pada malam Rabu, sebagian lainnya pada Rabu pagi.

Hukum Sholat Rebo Wekasan

Dalil sholat Rebo Wekasan secara khusus tidak terdapat dalam hadits-hadits shahih. Pelaksanaannya juga menjadi perdebatan pandangan di kalangan ulama.

Ulama yang menganjurkan sholat Rebo Wekasan, Syekh Abdul Hamid, menegaskan pelaksanaannya dilakukan dengan niat sholat sunnah mutlak.

Syekh Abdul Hamid dalam kitabnya mengatakan, “Aku berpendapat, termasuk yang diharamkan adalah sholat Safar (Rebo Wekasan), maka barang siapa menghendaki sholat di waktu-waktu terlarang tersebut, maka hendaknya diniati sholat sunnah mutlak dengan sendirian tanpa bilangan rakaat tertentu. Sholat sunah mutlak adalah sholat yang tidak dibatasi dengan waktu dan sebab tertentu dan tidak ada batas rakaatnya.”

Kebolehan pelaksanaan sholat Rebo Wekasan dengan niat sholat sunnah mutlak juga karena mengacu pada sebuah hadits yang menepis adanya kepercayaan datangnya malapetaka bulan Safar. Berikut bunyi haditsnya,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Safar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang’.” (HR Bukhari dan Muslim)

Pandangan lain, meski dilakukan dengan niat sholat sunnah mutlak, KH Hasyim Asy’ari menghukuminya haram. Menurutnya anjuran sholat sunnah mutlak yang ditetapkan dalam hadits shahih tak berlaku untuk sholat Rebo Wekasan karena anjuran tersebut hanya berlaku untuk sholat-sholat yang disyariatkan.

Pendapat KH Hasyim Asy’ari tersebut diterangkan dalam himpunan fatwanya sebagaimana dikutip dari kumpulan Hasil Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur, dilansir NU Online.

Pelaksanaan sholat Rebo Wekasan konon memang menjadi amalan para sufi, tapi tidak ada dasar atau nash yang bisa dijadikan hujjah untuk pelaksanaannya.

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Apa Itu Rebo Wekasan yang Jatuh pada Rabu Terakhir Bulan Safar?


Jakarta

Rebo Wekasan atau Rabu Wekasan menjadi hari yang dipandang keramat bagi sebagian masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Yogyakarta. Hari tersebut jatuh pada Rabu terakhir bulan Safar.

Keramatnya Rebo Wekasan karena adanya keyakinan sebagian orang bahwa Allah SWT menurunkan bala bencana pada hari tersebut. Hal ini secara khusus dibahas dalam kitab Kanz an-Najah wa al-Surur karya KH Abdul Hamid, seorang ulama asal Makkah (ada yang menyebut Hadramaut) yang pernah singgah di Semarang dan Kudus, Jawa Tengah.

Rebo Wekasan merupakan sebuah tradisi yang dikerjakan pada Rabu terakhir bulan Safar. Menurut sebuah penelitian berjudul Rebo Wekasan Menurut Perspektif KH. Abdul Hamid Dalam Kanz Al-Najah Wa Al-Surur karya Umma Farida yang terbit dalam Jurnal THEOLOGIA Vol 30 No 2 (2019), masyarakat meyakini Allah SWT menurunkan banyak cobaan dan musibah pada Rabu terakhir bulan Safar sehingga mereka melakukan ritual agar terhindar dari bencana tersebut. Mengacu pada pendapat KH Abdul Hamid dalam kitabnya, ritual ini disebut Rebo Wekasan.


KH Abdul Hamid menuturkan Allah SWT menurunkan 320 ribu bencana pada Rabu terakhir bulan Safar. Hari tersebut menjadi hari tersulit dalam setahun sehingga disarankan memperbanyak doa dan amalan. Salah satu doanya adalah doa tolak bala.

KH Abdul Hamid juga menganjurkan mengerjakan salat sunnah mutlak empat rakaat pada Rabu terakhir bulan Safar. Setiap rakaatnya setelah membaca surah Al Fatihah dianjurkan membaca surah Al Kautsar 17 kali, Al Ikhlas 5 kali, Al Falaq 1 kali, dan An Nas 1 kali.

Sementara ulama lain, Syekh Shukur Kanji dalam kitab Khawajah Mughni al-Din dan al-Buni dalam kitab al-Firdaus, menyarankan salat sunnah enam rakaat dengan cara setiap dua rakaat salam. Rakaat pertama membaca Al Fatihah dan Ayat Kursi dan rakaat kedua membaca Al Fatihah dan Al Ikhlas dan membaca doa.

Amalan lain yang dianjurkan pada Rebo Wekasan adalah membaca surah Yasin. Saat sampai pada ayat salamun qaulan min rabb al-rahim (ayat 58), KH Abdul Hamid menganjurkan mengulang bacaannya 313 kali lalu berdoa dengan lafaz berikut:

“Ya Allah, limpahkanlah sholawat dan rahmat atas Sayyidina Muhammad dengan rahmat yang menyelamatkan kami dari semua bahaya dan gangguan dan memenuhi hajat-hajat kami, membersihkan kami dari seluruh dosa, mengangkat kami derajat tertinggi, menyampaikan kami ke tujuan terjauh berupa seluruh kebaikan semasa hidup dan sesudah mati.”

Rebo Wekasan 2025 Jatuh pada Tanggal 20 Agustus

Umat Islam tahun berada pada bulan Safar 1447 H. Berdasarkan Kalender Hijriah Indonesia 2025 terbitan Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, Rabu terakhir bulan Safar 1447 H atau Rebo Wekasan 2025 jatuh pada 20 Agustus 2025.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Tanggal, Sejarah, Doa dan Amalan


Jakarta

Safar 1447 H sudah memasuki seminggu terakhirnya. Salah satu hari penting pada penghujung bulan ini terletak pada Rabu terakhir atau sering disebut Rabu Wekasan.

Rabu Wekasan atau Rebo Wekasan 2025 oleh sebagian orang diyakini sebagai hari turunnya bala bencana. Karena itu, muncul tradisi tolak bala pada hari tersebut.


Rabu Wekasan 2025 Jatuh pada 20 Agustus

Berdasarkan Kalender Hijriah Indonesia 2025 terbitan Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, hari terakhir bulan Safar 1447 H atau Rabu Wekasan 2025 jatuh pada 20 Agustus 2025. Safar akan berakhir pada Minggu, 24 Agustus 2025 dan umat Islam akan masuk Rabiul Awal atau Mulud.

Berikut kalender Safar 1447 H selengkapnya.

  • 1 Safar: 26 Juli 2025
  • 2 Safar: 27 Juli 2025
  • 3 Safar: 28 Juli 2025
  • 4 Safar: 29 Juli 2025
  • 5 Safar: 30 Juli 2025
  • 6 Safar: 31 Juli 2025
  • 7 Safar: 1 Agustus 2025
  • 8 Safar: 2 Agustus 2025
  • 9 Safar: 3 Agustus 2025
  • 10 Safar: 4 Agustus 2025
  • 11 Safar: 5 Agustus 2025
  • 12 Safar: 6 Agustus 2025
  • 13 Safar: 7 Agustus 2025
  • 14 Safar: 8 Agustus 2025
  • 15 Safar: 9 Agustus 2025
  • 16 Safar: 10 Agustus 2025
  • 17 Safar: 11 Agustus 2025
  • 18 Safar: 12 Agustus 2025
  • 19 Safar: 13 Agustus 2025
  • 20 Safar: 14 Agustus 2025
  • 21 Safar: 15 Agustus 2025
  • 22 Safar: 16 Agustus 2025
  • 23 Safar: 17 Agustus 2025
  • 24 Safar: 18 Agustus 2025
  • 25 Safar: 19 Agustus 2025
  • 26 Safar: 20 Agustus 2025 (Rabu Wekasan)
  • 27 Safar: 21 Agustus 2025
  • 28 Safar: 22 Agustus 2025
  • 29 Safar: 23 Agustus 2025
  • 30 Safar: 24 Agustus 2025

Sejarah Rabu Wekasan

Dalam Kanzun Najah Was-Surur Fi Fadhail Al-Azminah wash-Shufur, kitab acuan Tajwid Madura, karya Abdul Hamid terdapat keterangan dari seorang sufi bahwa Allah SWT menurunkan 320.000 bala bencana pada Rabu Wekasan. Ulama yang meyakini turunnya bala pada pada Rabu Wekasan menganjurkan mengerjakan sejumlah amalan sebagai upaya mencegah bala itu.

Menurut catatan detikHikmah, anjuran ini disebutkan dalam Fathul Malik Al-Majid Al-Mu-Allaf Li Naf’il ‘Abid Wa Qam’i Kulli Jabbar ‘Anid (biasa disebut: Mujarrobat al-Dairobi), kitab Al-Jawahir Al-Khams karya Syeikh Muhammad bin Khathiruddin Al-‘Atthar, Hasyiyah As-Sittin, dan sebagainya.

Amalan Rabu Wekasan 2025

Salah satu amalan yang dikerjakan pada Rabu Wekasan adalah salat empat rakaat. Menurut Gus Arifin dalam buku Jejak Cahaya di Atas Sajadah: Khazanah Salat-Salat Sunah Lengkap, ajaran salat Rabu Wekasan tertulis dalam Kanzun Najah karya Syekh Hamid dan Risalah Bahjatul Mardiyyah fil Fawaidil Ukhrhiyah karangan Syekh Muhammad Dawud Al-Fathani.

Berikut tata caranya:

“Setiap hari Rabu akhir bulan Safar turun 320.000 bala (penyakit), barang siapa yang salat empat rakaat pada hari itu, lalu setiap rakaat setelah membaca Al Fatihah ia membaca innaa a’thainaa kal kautsar (Al Kautsar) 17 kali, qulhuwallahu ahad (Al Ikhlas) 5 kali, dan mu’awwidzatain (Al Falaq dan An Nas) masing-masing satu kali, kemudian setelah salam, berdoa kemudan wafaq-nya (kertas yang ada tulisan huruf-huruf Arab tertentu) digunting lanas dibenamkan ke dalam air dan airnya diminum, insyaallah akan selamat dari semua penyakit.”

Doa Rabu Wekasan 2025

Selain salat, umat Islam bisa memanjatkan doa tolak bala pada Rabu Wekasan. Menukil NU Online, berikut bacaan doanya.

اللَّهُمَّ افْتَحْ لَنَا أَبْوَابَ الخَيْرِ وَأَبْوَابَ البَرَكَةِ وَأَبْوَابَ النِّعْمَةِ وَأَبْوَابَ الرِّزْقِ وَأَبْوَابَ القُوَّةِ وَأَبْوَابَ الصِّحَّةِ وَأَبْوَابَ السَّلَامَةِ وَأَبْوَابَ العَافِيَةِ وَأَبْوَابَ الجَنَّةِ اللَّهُمَّ عَافِنَا مِنْ كُلِّ بَلَاءِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ وَاصْرِفْ عَنَّا بِحَقِّ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَبِيِّكَ الكَرِيْمِ شَرَّ الدُّنْيَا وَعَذَابَ الآخِرَةِ،غَفَرَ اللهُ لَنَا وَلَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ وَ الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ

Allȃhummaftah lanȃ abwȃbal khair, wa abwȃbal barakah, wa abwȃban ni’mah, wa abwȃbar rizqi, wa abwȃbal quwwah, wa abwȃbas shihhah, wa abwȃbas salȃmah, wa abwȃbal ‘ȃfiyah, wa abwȃbal jannah. Allȃhumma ‘ȃfinȃ min kulli balȃ’id dunyȃ wa ‘adzȃbil ȃkhirah, washrif ‘annȃ bi haqqil Qur’ȃnil ‘azhȋm wa nabiyyikal karȋm syarrad dunyȃ wa ‘adzȃbal ȃkhirah. Ghafarallȃhu lanȃ wa lahum bi rahmatika yȃ arhamar rȃhimȋn. Subhȃna rabbika rabbil ‘izzati ‘an mȃ yashifūn, wa salȃmun ‘alal mursalȋn, walhamdulillȃhi rabbil ‘ȃlamȋn.

Artinya: “Ya Allah, bukalah bagi kami pintu kebaikan, pintu keberkahan, pintu kenikmatan, pintu rezeki, pintu kekuatan, pintu kesehatan, pintu keselamatan, pintu afiyah, dan pintu surga. Ya Allah, jauhkan kami dari semua ujian dunia dan siksa akhirat. Palingkan kami dari keburukan dunia dan siksa akhirat dengan hak Al-Qur’an yang agung dan derajat nabi-Mu yang pemurah. Semoga Allah mengampuni kami dan mereka. Wahai Zat yang maha pengasih. Maha suci Tuhanmu, Tuhan keagungan, dari segala yang mereka sifatkan. Semoga salam tercurah kepada para rasul. Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.”

Menurut penjelasan dalam 1001 Hal yang Paling Sering Ditanyakan tentang Islam karya Abu Muslim, kepercayaan bahwa Allah SWT menurunkan bala bencana pada Rabu terakhir bulan Safar adalah tidak benar. Tidak ada nash baik dalam Al-Qur’an dan hadits yang menyatakan hal ini.

Anggapan turunnya bala atau kesialan pada bulan Safar dibantah dengan hadits. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada penyakit menular, tidak ada thiyarah (merasa sial dengan sebab adanya burung tertentu atau hewan-hewan tertentu), tidak hamah (merasa sial dengan adanya burung gagak), dan tidak ada pula merasa sial pada bulan Safar.” (HR Bukhari dan Muslim)

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Antara Fikih dan Kepercayaan Masyarakat


Jakarta

Setiap tahun, perbincangan tentang Rabu terakhir di bulan Safar atau yang dikenal dengan istilah Rebo Wekasan selalu ramai diperbincangkan. Isu ini tidak hanya sebatas sejarah atau ritual, tetapi juga menyentuh aspek-aspek syariat, termasuk hukum salat khusus yang diyakini sebagian orang.

Lalu, bagaimana sebenarnya Islam memandang tradisi ini? Apakah benar ada ajaran khusus tentang Rebo Wekasan, termasuk salat tolak bala di dalamnya?


Hukum Salat Rebo Wekasan dalam Islam

Mengutip laman NU Online, Ustaz M. Mubasysyarum Bih, menjelaskan bahwa tidak ada dalil yang secara eksplisit menganjurkan salat Rebo Wekasan. Oleh karena itu, jika seseorang melakukan salat dengan niat khusus “salat Rebo Wekasan” atau “salat Safar”, maka salat tersebut dianggap tidak sah dan bahkan haram.

Hal ini didasarkan pada kaidah fikih,

والأصل في العبادة أنها إذا لم تطلب لم تصح

Artinya: “Hukum asal dalam ibadah apabila tidak dianjurkan, maka tidak sah.” (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib Hasyiyah ‘ala al-Iqna’, juz 2, hal. 60).

Berdasarkan kaidah ini, para ulama mengharamkan salat-salat khusus yang tidak memiliki dasar kuat dari hadits, seperti salat Raghaib, salat nishfu Sya’ban, atau salat Kafarat di akhir Ramadan. Bahkan, dalam kitab I’anah al-Thalibin, praktik-praktik salat tersebut disebut sebagai bid’ah tercela yang pelakunya berdosa.

قال المؤلف في إرشاد العباد ومن البدع المذمومة التي يأثم فاعلها ويجب على ولاة الأمر منع فاعلها صلاة الرغائب اثنتا عشرة ركعة بين العشاءين ليلة أول جمعة من رجب وصلاة ليلة نصف شعبان مائة ركعة وصلاة آخر جمعة من رمضان سبعة عشر ركعة بنية قضاء الصلوات الخمس التي لم يقضها وصلاة يوم عاشوراء أربع ركعات أو أكثر وصلاة الأسبوع أما أحاديثها فموضوعة باطلة ولا تغتر بمن ذكرها اه

Artinya: “Sang pengarang (syekh Zainuddin al-Malibari) berkata dalam kitab Irsyad al-‘Ibad, termasuk bid’ah yang tercela, pelakunya berdosa dan wajib bagi pemerintah mencegahnya, adalah salat Raghaib, 12 Rakaat di antara Maghrib dan Isya’ di malam Jumat pertama bulan Rajab, salat nisfu Sya’ban sebanyak 100 rakaat, salat di akhir Jumat bulan Ramadan sebanyak 17 rakaat dengan niat mengganti salat lima waktu yang ditinggalkan, salat hari Asyura sebanyak 4 rakaat atau lebih dan salat ushbu’. Adapun hadits-hadits salat tersebut adalah palsu dan batal, jangan terbujuk oleh orang yang menyebutkannya.” (Syekh Abu Bakr bin Syatha, I’anah al-Thalibin, juz 1, hal. 270).

Meskipun demikian, muncul perbedaan pendapat di kalangan ulama jika salat tersebut diniatkan sebagai salat sunah mutlak.

Pandangan Ulama Mengenai Salat Rebo Wekasan

Rais Akbar NU, KH Hasyim Asy’ari berpendapat bahwa salat Rebo Wekasan tetap haram, bahkan jika diniatkan sunah mutlak. Beliau menegaskan bahwa anjuran salat sunah mutlak hanya berlaku untuk salat yang sudah disyariatkan, bukan yang tidak memiliki dasar sama sekali.

اورا ويناع فيتواه اجاء اجاء لن علاكوني صلاة رابو وكاسان لن صلاة هدية كاع كاسبوت اع سؤال كارنا صلاة لورو ايكو ماهو اورا انا اصلى في الشرع. والدليل على ذلك خلو الكتب المعتمدة عن ذكرها كايا كتاب تقريب، المنهاج القويم، فتح المعين ، التحرير لن سافندوكور كايا كتاب النهاية المهذب لن احياء علوم الدين، كابيه ماهو أورا انا كاع نوتور صلاة كاع كاسبوت. الى ان قال وليس لأحد أن يستدل بما صح عن رسول الله انه قال الصلاة خير موضوع فمن شاء فليستكثر ومن شاء فليستقلل، فإن ذلك مختص بصلاة مشروعة

Artinya: “Tidak boleh berfatwa, mengajak dan melakukan shalat Rebo Wekasan dan shalat hadiah yang disebutkan dalam pertanyaan, karena dua shalat tersebut tidak ada dasarnya dalam syariat. Tendensinya adalah bahwa kitab-kitab yang bisa dibuat pijakan tidak menyebutkannya, seperti kitab al-Taqrib, al-Minhaj al-Qawim, Fath al-Mu’in, al-Tahrir dan kitab seatasnya seperti al-Nihayah, al-Muhadzab dan Ihya’ Ulum al-Din. Semua kitab-kitab tersebut tidak ada yang menyebutkannya. Bagi siapapun tidak boleh berdalih kebolehan melakukan kedua shalat tersebut dengan hadits shahih bahwa Nabi bersabda, shalat adalah sebaik-baiknya tempat, perbanyaklah atau sedikitkanlah, karena sesungguhnya hadits tersebut hanya mengarah kepada shalat-shalat yang disyariatkan.” (KH. Hasyim Asy’ari sebagaimana dikutip kumpulan Hasil Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur).

Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki justru membolehkannya. Menurutnya, solusi untuk praktik-praktik yang tidak memiliki dasar kuat adalah dengan melaksanakannya sebagai salat sunah mutlak tanpa batasan waktu, jumlah rakaat, atau sebab tertentu.

قلت ومثله صلاة صفر فمن أراد الصلاة فى وقت هذه الأوقات فلينو النفل المطلق فرادى من غير عدد معين وهو ما لا يتقيد بوقت ولا سبب ولا حصر له . انتهى

Artinya: “Aku berpendapat, termasuk yang diharamkan adalah salat Safar (Rebo wekasan), maka barang siapa menghendaki salat di waktu-waktu terlarang tersebut, maka hendaknya diniati salat sunah mutlak dengan sendirian tanpa bilangan rakaat tertentu. Salat sunah mutlak adalah salat yang tidak dibatasi dengan waktu dan sebab tertentu dan tidak ada batas rakaatnya.” (Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki, Kanz al-Najah wa al-Surur, hal. 22).

Buya Yahya dalam kajiannya menegaskan bahwa keyakinan adanya bencana atau petaka khusus di hari Rebo Wekasan harus ditinjau dari sisi keimanan yang ilmiah. Beliau mempertanyakan, “Siapa yang memberitakan adanya musibah datang di hari Rebo Wekasan itu? Dari mana berita itu?” kata Buya Yahya dalam video Memangkas Keyakinan Salah dalam Tradisi Rebo Wekasan yang diunggah di YouTube Al-Bahjah TV. detikHikmah telah mendapatkan izin dari tim Al-Bahjah TV untuk mengutip kajian tersebut.

Menurutnya, informasi gaib seperti datangnya bencana haruslah bersumber dari Al-Qur’an atau hadits Nabi yang jelas. Jika keyakinan ini berasal dari “ilham para wali”, maka statusnya tidak wajib diyakini oleh semua orang.

“Yang mempercayai perkataan para wali silakan mempercayai. Adapun yang tidak percaya, tidak ada masalah,” ujar Buya Yahya.

Jika pun keyakinan itu benar-benar ilham dari wali, maka solusi untuk menolak bala-nya juga harus mengikuti tuntunan Rasulullah SAW. Nabi tidak pernah mengajarkan salat khusus atau ritual tertentu di hari itu.

Sebaliknya, ada amalan-amalan yang jelas diajarkan Nabi untuk menolak bala, seperti:

  • Bersedekah, karena sedekah bisa menolak bencana.
  • Mengadakan majelis zikir atau taklim, karena majelis seperti ini akan mendatangkan rahmat dan menghilangkan bencana.

Buya Yahya menekankan agar umat Islam tidak terjebak dalam keyakinan yang tidak memiliki standar ilmu yang jelas. Ia khawatir, keyakinan seperti ini akan membuat Islam terlihat aneh dan tak berdasar.

Ia juga menyentil soal larangan menikah di bulan Safar. “Yang ingin nikah di bulan Safar, segera nikah. Jangan ditunda-tunda,” tegasnya, menolak mitos bulan Safar sebagai bulan ‘kapit’ yang membawa sial.

Wallahu alam.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Benarkah Allah Menurunkan 320 Ribu Bala pada Rabu Terakhir Bulan Safar?


Jakarta

Hari ini adalah Rabu terakhir bulan Safar 1447 H. Masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, menyebutnya Rebo Wekasan.

Ada satu keyakinan bahwa Allah SWT akan menurunkan 320.000 bala bencana pada hari ini. Karenanya, Rebo Wekasan menjadi hari tersulit dalam setahun hingga muncul anjuran mengerjakan salat sunnah untuk mohon perlindungan.


Hal tersebut tertulis dalam Kanz Al-Najah Wa Al-Surur karya Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki. Gus Arifin dalam buku Jejak Cahaya di Atas Sajadah mengatakan anjuran salat Rebo Wekasan juga terdapat dalam Risalah Bahjatul Mardhiyyah fil Fawaidil Ukhrhiyah karangan Syekh Muhammad Dawud Al-Fathani.

Berikut bunyinya,

“Setiap hari Rabu akhir bulan Safar turun 320.000 bala (penyakit), barang siapa yang salat 4 (empat) rakaat pada hari itu, lalu setiap rakaat setelah membaca Al-Fatihah ia membaca innâ a’thainâ kal kautsar 17 kali, qulhuwallahu ahad 5 kali, dan mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas) masing-masing satu kali, kemudian setelah salam, berdoa kemudian wafaq-nya (kertas yang ada tulisan huruf-huruf Arab tertentu) digunting lantas dibenamkan ke dalam air dan airnya diminum, insyaallah akan selamat dari semua penyakit.”

Ulama lain, Syekh Shukur Kanji dalam Khawajah Mughni al-Din dan al-Buni dalam al-Firdaus juga memaparkan turunnya bala pada Rabu terakhir bulan Safar. Mereka juga menganjurkan salat tapi enam rakaat dengan tiap dua rakaat salam. Rakaat pertama membaca Al Fatihah dan Ayat Kursi, rakaat kedua membaca Al Fatihah dan Al Ikhlas lalu melanjutkannya dengan doa tolak bala.

Benarkah 320.000 Malapetaka Turun Bulan Safar?

Menurut penelusuran detikHikmah, turunnya 320.000 bala pada Rabu terakhir bulan Safar termasuk anjuran salat Rebo Wekasan tidak terdapat dalam hadits-hadits shahih. Keyakinan ini ditolak dengan hadits bahwa tak ada kepercayaan turunnya malapetaka pada bulan Safar.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Safar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang’.” (HR Bukhari dan Muslim)

Redaksi lain,

لاَ عَدْوَى وَلَا طَيْرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَر وَفر مِنَ المَجْذُوْمِ كَمَا تَفِرُ مِنَ الأَسَدِ

Artinya: “Tidak ada penyakit menular, thiyarah, dan burung hantu, dan Safar (yang dianggap membawa kesialan). Dan larilah dari penyakit kusta seperti engkau lari dari singa.” (HR Bukhari dan Muslim)

Kepercayaan Safar sebagai bulan sial berkembang di masyarakat Arab jahiliah. Sebutan safar diambil dari nama jenis penyakit di perut.

Wallahu a’lam.

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Tata Cara, Bacaan dan Waktu Pelaksanaan


Jakarta

Di antara sholat yang memiliki tujuan khusus, ada sholat lidaf’il balā’, yang juga dikenal dengan sholat tolak bala. Ibadah ini dilakukan untuk memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari mara bahaya.

Menurut buku Tuntunan Lengkap 99 Sholat Sunah Superkomplet karya Puspa Swara dan Ibnu Watiniyah, sholat lidaf’il balā’ adalah ibadah yang dikerjakan untuk memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari mara bahaya. Sholat ini diharapkan dapat membantu seseorang terhindar dari berbagai ujian berupa bencana atau musibah yang bisa datang kapan saja.


Sholat ini juga dipahami sebagai upaya menolak, menghalangi, dan menjaga diri sebelum malapetaka terjadi. Peribahasa yang sesuai dengan maknanya adalah “sedia payung sebelum hujan”. Dengan kata lain, seorang muslim dianjurkan untuk mempersiapkan diri melalui doa dan ibadah agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Sholat lidaf’il balā’ dikerjakan sebanyak dua rakaat. Waktu pelaksanaannya tidak diatur secara khusus, sehingga boleh dilakukan kapan saja sesuai kebutuhan dan keadaan.

Tata Cara Sholat Lidaf’il Bala dan Bacaannya

Mengenai tata cara pelaksanaannya, sholat lidaf’il bala dikerjakan sama seperti sholat pada umumnya. Namun, ada beberapa bacaan yang dianjurkan.

Buku Panduan Shalat Sunah Lengkap susunan KH. Muhammad Sholikhin menjelaskan langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Niat Sholat Lidaf’il Bala

Sebelum memulai sholat, dianjurkan untuk membaca niat berikut:

أُصَلَّى سُنَّةً لِدَفْعِ الْبَلَاءِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ لِلَّهِ تَعَالَى اللَّهُ

Arab latin: Ushalli sunnatal lidaf’il bala’i rak’ataini mustaqbilal qiblati lillahi ta’ala

Artinya: “Aku berniat sholat sunnah untuk menolak bala dua rakaat sambil menghadap ke kiblat karena Allah ta’ala.”

2. Bacaan dalam Sholat

Dalam pelaksanaan sholat lidaf’il bala, setelah membaca surah Al-Fatihah di setiap rakaat, dianjurkan untuk menambahkan bacaan Ayat Kursi (1 kali) dan surah Al-Ikhlas (7 kali).

Surah Al-Fatihah Ayat 1-7

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ١ . اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ ٢ . الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ ٣ . مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ ٤ . اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ ٥ . اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَۙ ٦ . صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ ࣖ ٧

Arab latin: Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm. Al-ḥamdu lillāhi rabbil-‘ālamīn. Ar-raḥmānir-raḥīm. Māliki yaumid-dīn. Iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn. Ihdināṣ-ṣirāṭal-mustaqīm. Ṣirāṭal-ladhīna an’amta ‘alaihim ghairil-maghḍūbi ‘alaihim walāḍ-ḍāllīn

Artinya: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Pemilik hari Pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.Bimbinglah kami ke jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat.”

Ayat Kursi / Surah Al-Baqarah ayat 255

اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ ٢٥٥

Arab latin: Allaahu Laailaaha illa huwal hayyul qayyuum. Laa ta’khudzuhu sinatuw walaa nauum. Lahuu maa fissamaawaati wamaa fil ardhi. Mangdzalladzii yasyfa’u ‘indahuu illai bi idznih. Ya’lamu maa baina aidiihim wamaa khalfahum. Walaa yuhiithuuna bisyai-in min ‘ilmihii illaa bimaa syaa-a. Wasi’a kursiyyuhus samaawaati wal ardha. Walaa ya-uuduhuu hifdzuhumaa wahuwal ‘aliyyul ‘azhiim

Artinya: “Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahahidup lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). Dia tidak dilanda oleh kantuk dan tidak (pula) oleh tidur. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun dari ilmu-Nya, kecuali apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya (ilmu dan kekuasaan-Nya) meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat memelihara keduanya. Dialah yang Mahatinggi lagi Mahaagung.”

Surah Al-Ikhlas Ayat 1-4

قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ ١ . اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ ٢ . لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ ٣ . وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ ࣖ ٤

Arab latin: Qul huwallahu ahad. Allahush shomad. Lam yalid walam yuulad. Walam yakul lahu kufuwan ahad

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan serta tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.”

3. Doa setelah Sholat Lidaf’il Bala

Setelah salam, dianjurkan membaca doa berikut:

الْحَمْدُ للهِ الَّذِي عَافَانِي مِمَّا ابْتَلاكَ بِهِ وَفَضَّلَنِي عَلَى كَثِيْرِ مِمَّنْ خُلِقَ تَفْضِيلاً, رَبِّي نَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

Arab latin: Alhamdulillahilladzi ‘afânî mimmabtalaka bihi wa fadhdhalani ala katsiri mimman khuliqa tafdhila, rabbî najjinî minal qaumidz dzâlimîn.

Artinya: “Segala puji bagi Allah yang menyelamatkanku dari bala bencana dan mengutamakanku dari banyak makhluk. Ya Allah, selamatkanlah aku dari tindakan orang-orang yang aniaya (zalim).”

Selain itu, dapat pula dilanjutkan dengan bacaan doa agar dilindungi dari bala yang lebih panjang, sebagaimana tercantum dalam buku Panduan Shalat Sunah Lengkap.

أَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الغَلاَءَ وَالْبَلاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالسُّيُوفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ , مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِينَ عَامَّةً, إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرِ. غَفَرَ اللَّهُ لَنَا وَلَهُمْ, بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

Arab latin: Allâhummadfa’ ‘anna alghala’a wal bala’a wal waba’a wal fahsya’a wal munkara was suyufal mukhtalifata, wasy syadaid wal mihan ma dza- hara minha wama bathan, min baladina khashshah wamin buldanil muslimina ‘ammah, innaka ‘ala kulli syaiin qadır. Gahafarallâhu lanà wa labum, birahmatika ya arhamar rahimîn.

Artinya: “Ya Allah hindarkanlah dari kami kesengsaraan, bala, wabah penyakit, perbuatan keji, kemungkaran, perselisihan, kesukaran, dan kesulitan yang tampak atau yang tidak tampak dari semuanya itu, dari negeri kami khususnya, dan umumnya dari seluruh negeri-negeri orang muslim, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Semoga Allah memberikan ampunan bagi kita dan bagi mereka semua, dengan rahmat-Mu ya Allah, wahai Maha Penyayang dari yang penyayang.”

Pendapat Lain tentang Sholat Tolak Bala

Ada ulama yang berbeda pendapat terkait pelaksanaan sholat tolak bala secara khusus. Salah satunya dilontarkan Pengasuh Lembaga Pengembangan Da’wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Buya Yahya. Menurutnya, tidak ada sholat tolak bala.

“Sepengetahuan kami tidak pernah mendengar adanya sholat tolak bala. Kalau ada yang mengatakan ada tentu harus ada dasar-dasar sandaran,” kata Buya Yahya dalam salah satu ceramahnya yang diunggah di YouTube Al-Bahjah TV. detikHikmah telah mendapat izin untuk mengutip tayangan dalam channel tersebut.

“Kalau pendidikan dari Nabi SAW adalah tentang ajaran-ajaran di saat ada bencana, bencana paceklik, bencana kekeringan, sholat istisqa dan seterusnya ada pendidikan dari Baginda Nabi SAW,” jelasnya.

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

Niat, Tata Cara dan Waktunya


Jakarta

Dalam tradisi muslim di Indonesia, terdapat istilah Rebo Wekasan. Salah satu amalan yang bisa dikerjakan pada hari Rabu terakhir bulan Safar ini adalah sholat hajat. Ibadah ini bertujuan memohon perlindungan kepada Allah SWT dari berbagai bala dan musibah.

Dikutip dari buku Kumpulan Khotbah Jumat Sepanjang Tahun Hijriyah karya Reyvan Maulid, Rebo Wekasan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut hari Rabu di akhir bulan Safar. Rebo berarti hari Rabu dalam bahasa Jawa, sedangkan wekasan berasal dari kata wekas, pamungkas, atau pungkasan yang artinya adalah akhir.


Jika ditarik makna secara bahasa, Rebo Wekasan adalah Rabu terakhir di bulan Safar. Salah satu tujuan peringatan Rebo Wekasan adalah perwujudan rasa syukur dan menepis bala bencana.

Perlu dipahami bahwa tidak ada dalil kuat dari Al-Qur’an maupun hadits shahih yang secara khusus menyebutkan sholat Rebo Wekasan. Tradisi ini lahir dari penafsiran ulama tertentu dan berkembang menjadi amalan masyarakat.

Waktu Pelaksanaan Sholat Hajat

Merujuk buku Menjemput Berkah Lewat: Sholat Hajat oleh Abu Khansa Al-Harits, dijelaskan bahwa sholat hajat sebenarnya bisa dilakukan kapan saja. Namun, waktu terbaik untuk melaksanakan sholat sunnah tersebut adalah pada sepertiga malam yang terakhir.

Sholat hajat ini bisa dilaksanakan sebagai bagian dari sholat malam. Beberapa ada yang mengerjakannya pada Rebo Wekasan.

Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda,

“Barang siapa yang mempunyai kebutuhan (hajat) kepada Allah atau salah seorang manusia dari anak cucu Adam, maka wudhulah dengan sebaik-baik wudhu. Kemudian sholat dua rakaat (sholat hajat) lalu memuji kepada Allah, mengucapkan sholawat kepada Nabi SAW. Setelah itu mengucapkan ‘La ilaha illallahul halimul karimu, subhana…” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Bacaan Niat Sholat Hajat

Dikutip dari buku Dahsyatnya Shalat Sunnah karya Maulana Ahmad, adapun bacaan niat sholat hajat adalah sebagai berikut:

أصَلَّى سُنَّةَ الْحَاجَةِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

Latin: Ushalli sunnata al-haajati rak’ataini lillahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku niat sholat sunnah hajat dua rakaat karena Allah Taala.”

Tata Cara Sholat Hajat

Dilansir dari laman Kemenag RI, berikut tata cara sholat hajat:

1. Niat melaksanakan sholat hajat:

أصَلَّى سُنَّةَ الْحَاجَةِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

Latin: Ushalli sunnata al-haajati rak’ataini lillahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku niat sholat sunnah Hajat dua rakaat karena Allah Taala.”

2. Membaca surah Al-Fatihah yang dilanjutkan dengan membaca surah-surah pendek (dianjurkan untuk membaca surah Al-Ikhlas dan Ayat Kursi).

3. Setelah selesai sholat, dianjurkan untuk membaca sholawat dan doa sebagaimana berikut:

سُبْحَانَ الَّذِي لَبِسَ العِزَّ وَقَالَ بِهِ، سُبْحَانَ الَّذِي تَعَطَّفَ بِالمَجْدِ وَتَكَرَّمَ بِهِ، سُبْحَانَ ذِي العِزِّ وَالكَرَمِ، سُبْحَانَ ذِي الطَوْلِ أَسْأَلُكَ بِمَعَاقِدِ العِزِّ مِنْ عَرْشِكَ وَمُنْتَهَى الرَّحْمَةِ مِنْ كِتَابِكَ وَبِاسْمِكَ الأَعْظَمِ وَجَدِّكَ الأَعْلَى وَكَلِمَاتِكَ التَّامَّاتِ العَامَّاتِ الَّتِي لَا يُجَاوِزُهُنَّ بِرٌّ وَلَا فَاجِرٌ أَنْ تُصَلِّيَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Subḫânal-ladzî labisal-‘izza wa qâla bihi. Subḫânal-ladzî ta’aththafa bil-majdi wa takarrama bihi. Subḫâna dzil-‘izzi wal-kirami, subḫâna dzith-thauli as’aluka bimu’âqidil-‘izzi min ‘arsyika wa muntahar-raḫmati min kitâbika wa bismikal-a’dhami wa jaddikal-a’la wa kalimâtikat-tâmmâtil-‘âmmâtil-latî lâ yujâwizuhunna birrun wa lâ fâjirun an tushalliya ‘ala sayyidinâ Muḫammadin wa ‘ala âli sayyidinâ Muḫammadin.

Artinya: “Mahasuci Zat yang mengenakan keagungan dan berkata dengannya. Mahasuci Zat yang menaruh iba dan menjadi mulia karenanya. Mahasuci Zat pemilik keagungan dan kemuliaan. Mahasuci Zat pemilik karunia. Aku memohon kepada-Mu agar bersholawat untuk Sayyidina Muhammad dan keluarganya dengan garis-garis luar mulia Arasy-Mu, puncak rahmat kitab-Mu, dan dengan nama-Mu yang sangat agung, kemuliaan-Mu yang tinggi, kalimat-kalimat-Mu yang sempurna dan umum yang tidak dapat dilampaui oleh hamba yang taat dan durjana.”

Setelah itu, dianjurkan juga untuk membaca doa Rasulullah SAW sebagaimana riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim.

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الحَلِيمُ الكَرِيْمُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ العَلِيُّ العَظِيْمُ سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ العَرْشِ العَظِيْمِ والحَمْدُ لِلهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

Lâ ilaha illallâhul-ḫalîmul-karîmu, lâ ilaha illallâhul-‘aliyyul-adhîmu subḫânallâhi rabbil-‘arsyil-‘adhîmi wal-ḫamdulillâhi rabbil-‘alamîna.

Artinya: “Tiada Tuhan selain Allah yang santun dan pemurah. Tiada Tuhan selain Allah yang maha tinggi dan agung. Mahasuci Allah, Tuhan Arasy yang megah. Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam,”

Selanjutnya, orang yang sedang memiliki hajat tertentu bisa melanjutkan bacaan doa Rasulullah SAW riwayat Imam At-Tirmidzi sebagaimana berikut:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ رَحْمَتِكَ، وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ، وَالغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ، وَالسَلَامَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ، لَا تَدَعْ لِيْ ذَنْبًا إِلَّا غَفَرْتَهُ، وَلَا هَمًّا إِلَّا فَرَّجْتَهُ، وَلَا حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضىً إِلَّا قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

Allâḫumma innî as’aluka mûjibâti raḫmatika, wa ‘azâ’ima maghfiratika, wal-ghanîmata min kulli birrin, was-salâmata min kulli itsmin lâ tada’ lî dzanban illâ ghafartahu, wa lâ hamman illâ farrajtahu, wa lâ ḫâjatan hiya laka ridlan illâ qadlaitahâ yâ arḫamar-râḫimîna.

Artinya: “Tiada Tuhan selain Allah yang maha lembut dan maha mulia. Maha suci Allah, penjaga Arasy yang agung. Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta. Aku mohon kepada-Mu bimbingan amal sesuai rahmat-Mu, ketetapan ampunan-Mu, kesempatan meraih sebanyak kebaikan, dan perlindungan dari segala dosa. Janganlah Kau biarkan satu dosa tersisa padaku, tetapi ampunilah. Jangan juga Kau tinggalkanku dalam keadaan bimbang, karenanya bebaskanlah. Jangan pula Kau telantarkanku yang sedang berhajat sesuai ridha-Mu karena itu penuhilah hajatku. Hai Tuhan yang maha pengasih.”

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

3 Amalan Rebo Wekasan yang Bisa Dilakukan Muslim, Apa Saja?


Jakarta

Amalan Rebo Wekasan biasa dikerjakan muslim Indonesia, khususnya masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta. Tradisi ini berlangsung pada Rabu terakhir bulan Safar dalam kalender Hijriah.

Rebo Wekasan diyakini sebagai momen turunnya bencana. Dengan begitu, masyarakat kerap mengerjakan tradisi tolak bala pada hari tersebut.

Menukil dari buku Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An Nahdliyah Kajian Tradisi Islam Nusantara susunan Subaidi, tradisi Rebo Wekasan menjadi ritual yang juga sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT dan sekaligus memohon pada Sang Khalik agar dijauhkan dari bencana.


Mengacu pada Kalender Hijriah Indonesia 2025 yang diterbitkan Kementerian Agama RI, Rebo Wekasan tahun ini jatuh pada Rabu, 20 Agustus 2025. Bulan Safar 1447 Hijriah sendiri masih berlangsung hingga Minggu, 24 Agustus 2025.

Syekh Abdul Hamid Khudus dalam kitabnya berjudul Kanzun Najah was Surur menyebut bahwa Allah SWT menurunkan ratusan ribu jenis musibah pada Rabu terakhir bulan Safar. Inilah yang menjadi dasar keyakinan ritual Rebo Wekasan.

Meski demikian, mengutip buku 1001 Hal yang Paling Sering Ditanyakan tentang Islam susunan Abu Muslim, kepercayaan Allah SWT yang menurunkan bala bencana pada Rabu terakhir Safar tak benar adanya. Tidak ada nash baik dalam Al-Qur’an atau hadits yang menyebutkan hal itu.

Kemudian, Rasulullah SAW dalam sebuah hadits juga menjelaskan terkait turunnya kesialan pada Safar. Beliau bersabda,

“Tidak ada penyakit menular, tidak ada thiyarah (merasa sial dengan sebab adanya burung tertentu atau hewan-hewan tertentu), tidak hamah (merasa sial dengan adanya burung gagak), dan tidak ada pula merasa sial pada bulan Safar.” (HR Bukhari dan Muslim)

Wallahu a’lam.

Amalan Rebo Wekasan bagi Muslim

1. Sholat Rebo Wekasan

Sholat Rebo Wekasan termasuk amalan yang bisa dikerjakan muslim. Menukil dari buku Jabalkat I susunan Purnasiswa, sholat Rebo Wekasan ini bisa diniatkan sholat sunnah mutlak sebagai bentuk permohonan perlindungan kepada Allah SWT dari musibah.

Sholat Rebo Wekasan dapat dilaksanakan dengan empat rakaat dua kali salam. Berikut bacaan niatnya,

أُصَلِّيْ سُنَّةً رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Ushallî sunnatan rak’ataini lillâhi ta’âla

Artinya: “Saya niat sholat sunnah dua rakaat karena Allah ta’ala.”

2. Membaca Doa Tolak Bala

Menyadur dari NU Online, ada juga doa tolak bala yang bisa diamalkan pada Rebo Wekasan. Berikut bacaannya,

اللَّهُمَّ افْتَحْ لَنَا أَبْوَابَ الخَيْرِ وَأَبْوَابَ البَرَكَةِ وَأَبْوَابَ النِّعْمَةِ وَأَبْوَابَ الرِّزْقِ وَأَبْوَابَ القُوَّةِ وَأَبْوَابَ الصِّحَّةِ وَأَبْوَابَ السَّلَامَةِ وَأَبْوَابَ العَافِيَةِ وَأَبْوَابَ الجَنَّةِ اللَّهُمَّ عَافِنَا مِنْ كُلِّ بَلَاءِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ وَاصْرِفْ عَنَّا بِحَقِّ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَبِيِّكَ الكَرِيْمِ شَرَّ الدُّنْيَا وَعَذَابَ الآخِرَةِ،غَفَرَ اللهُ لَنَا وَلَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلَامٌ عَلَى المُرْسَلِيْنَ وَ الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ

Allȃhummaftah lanȃ abwȃbal khair, wa abwȃbal barakah, wa abwȃban ni’mah, wa abwȃbar rizqi, wa abwȃbal quwwah, wa abwȃbas shihhah, wa abwȃbas salȃmah, wa abwȃbal ‘ȃfiyah, wa abwȃbal jannah. Allȃhumma ‘ȃfinȃ min kulli balȃ’id dunyȃ wa ‘adzȃbil ȃkhirah, washrif ‘annȃ bi haqqil Qur’ȃnil ‘azhȋm wa nabiyyikal karȋm syarrad dunyȃ wa ‘adzȃbal ȃkhirah. Ghafarallȃhu lanȃ wa lahum bi rahmatika yȃ arhamar rȃhimȋn. Subhȃna rabbika rabbil ‘izzati ‘an mȃ yashifūn, wa salȃmun ‘alal mursalȋn, walhamdulillȃhi rabbil ‘ȃlamȋn.

Artinya: “Ya Allah, bukalah bagi kami pintu kebaikan, pintu keberkahan, pintu kenikmatan, pintu rezeki, pintu kekuatan, pintu kesehatan, pintu keselamatan, pintu afiyah, dan pintu surga. Ya Allah, jauhkan kami dari semua ujian dunia dan siksa akhirat. Palingkan kami dari keburukan dunia dan siksa akhirat dengan hak Al-Qur’an yang agung dan derajat nabi-Mu yang pemurah. Semoga Allah mengampuni kami dan mereka. Wahai Zat yang maha pengasih. Maha suci Tuhanmu, Tuhan keagungan, dari segala yang mereka sifatkan. Semoga salam tercurah kepada para rasul. Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.”

3. Sholawat Barzanji

Diterangkan dalam buku Warisan Ulama Nusantara susunan Ainun Lathifah, Rebo Wekasan juga biasa diisi dengan pembacaan sholawat Barzanji. Berikut bunyi sholawatnya,

الْجَنَّةُ وَنَعِيْمُهَا سَعْدٌ لِمَنْ يُصَلِّي وَيُسَلِّمُ وَيُبَارِكُ عَلَيْهِ

Al-Jannatu wa na’iimuhaa sa’dun liman yushallii wa yusallimu wa yubaariku ‘alaih.

Artinya: “Surga dan segala kenikmatannya adalah kebahagiaan bagi orang yang bersholawat dan yang memohon keselamatan serta keberkahan atasnya (Rasulullah).”

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Bismillaahir rahmaanir rahiim.

Artinya: “Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”

أَبْتَدِئُ الْإِمْلَاءَ بِاسْمِ الذَّاتِ الْعَلِيَّةِ

Abtadi-ul imlaa-a bismidz dzaatil ‘aliyyah.

Artinya: “Saya (penulis, Syekh Ja’far bin Hasan al-Barzanji) mulai menulis tulisan ini dengan nama Zat Yang Mahatinggi.”

مُسْتَدِرًا فَيْضَ الْبَرَكَاتِ عَلَى مَا أَنَالَهُ وَأَوْلَاهُ

Mustadirran faidlal barakaati ‘alaa maa anaalahu wa aulaah.

Artinya: “Tujuannya semata-mata memohon limpahan keberkahan atas apa yang telah saya peroleh.”

وَأُثَنِي بِحَمْدٍ مَوَارِدُهُ سَائِغَةٌ هَنِيَّةٌ

Wa utsannii bihamdin mawaariduhu saa-ighatun haniyyah.

Artinya: “Saya memuji dengan pujian yang tiada henti-hentinya.”

مُمْتَطِيًا مِنَ الشُّكْرِ الْجَمِيلِ مَطَايَاهُ

Mumtathiyan minasy syukril jamiili mathaayaah.

Artinya: “Dengan mengendarai kendaraan syukur yang indah.”

وَأُصَلِّي وَأُسَلِّمُ عَلَى النُّوْرِ الْمَوْصُوْفِ بِالتَّقَدُّمِ وَالْأَوَّلِيَّةِ

Wa ushallii wa usallimu ‘alan-nuuril maushuufi bit- taqaddumi wal-awwaliyyah.

Artinya: “Saya bersholawat dan memohon salam kesejahteraan atas cahaya yang disifati dengan kedahuluan (atas makhluk lain) dan keawalan (atas seluruh makhluk).”

الْمُنْتَقِلِ فِي الْغُرَرِ الْكَرِيمَةِ وَالْجِبَاهِ

Al-muntaqili fil-ghuraril kariimati wal-jibaah.

Artinya: “Yang berpindah-pindah pada wajah dan dahi orang-orang yang mulia.”

وَأَسْتَمْنِحُ اللَّهَ تَعَالَى رِضْوَانًا يَخُصُّ الْعِتْرَةَ الطَّاهِرَةَ النَّبَوِيَّةَ

Wa astamnihullaaha ta’aalaa ridlwaanan yakhushshul ‘itratath thaahiratan nabawiyyah.

Artinya: “Saya memohon kepada Allah karunia keridaan yang khusus bagi keluarga beliau yang suci.”

وَيَعْمُ الصَّحَابَةَ وَالْأَتْبَاعَ وَمَنْ وَالَاهُ

Wa ya’ummush shahaabata wal atbaa’a wa man waalaah.

Artinya: “Dan umumnya bagi para sahabat, para pengikut, dan orang-orang yang mencintainya.”

وَأَسْتَجْدِيْهِ هِدَايَةً لِسُلُوكِ السُّبُلِ الْوَاضِحَةِ الْجَلِيَّةِ

Wa astajdiihi hidaayatan lisuluukis subulil waadlihatil jaliyyah.

Artinya: “Dan saya juga memohon kepada-Nya agar mendapat petunjuk untuk menempuh jalan yang jelas dan terang.”

وَحِفْظًا مِنَ الْغَوَايَةِ فِي خِطَطِ الْخَطَاءِ وَخُطَاهُ

Wa hifzhan minal ghawaayati fii khithathil khatha-i wa khuthaah.

Artinya: “Dan terpelihara dari kesesatan di tempat-tempat dan jalan-jalan kesalahan.”

وَأَنْشُرُ مِنْ قِصَّةِ الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ بُرُودًا حِسَانًا عَبْقَرِيَّةً

Wa ansyuru min qishshatil maulidin nabawiyyi buruudan hisaanan ‘abqariyyah.

Artinya: “Saya bentangkan kain yang baik lagi indah tentang kisah kelahiran Nabi SAW.”

نَاظِمًا مِنَ النَّسَبِ الشَّرِيفِ عِقْدًا تُحَلَّى الْمَسَامِعُ بِحُلَاهُ

Naazhiman minan nasabisy syariifi ‘iqdan tuhallal masaami’u bihulaah.

Artinya: “Dengan merangkai puisi mengenai keturunan yang mulia sebagai kalung yang membuat telinga terhias dengannya.”

وَأَسْتَعِينُ بِحَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى وَقُوَّتِهِ الْقَوِيَّةِ

Wa asta’iinu bihaulillaahi ta’aalaa wa quwwatihil qawiyyah.

Artinya: “Dan saya memohon daya dan kekuatan Allah Ta’ala dan kekuatan-Nya yang kuat.”

فَإِنَّهُ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ

Fa innahu laa haula wa laa quwwata illaa billaah.

Artinya: “Karena sesungguhnya tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.”

صَلَّى اللهُ عَلى مُحَمَّدْ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ . مَرْحَبًا يَا مَرْحَبًا يَا مَرْحَبًا، مَرْحَبًا جَدَّ الحُسَيْنِ مَرْحَبًا

Shallallāhu ‘alā Muhammad, shāllallāhu ‘alayhi wasallam. Marhaban yā marhaban yā marhaban, marhaban jaddal Husaini marhaban.

Artinya: “Allah SWT bersholawat untuk Nabi Muhammad SAW, Allah SWT bershalawat dan mengucap salam sejahtera untuknya. Selamat datang, selamat datang, selamat datang, selamat datang kakek dari Husain, selamat datang.”

يَا نَبِى سَلَامْ عَلَيْكَ، يَا رَسُوْلْ سَلَامْ عَلَيْكَ . يَا حَبِيْبْ سَلَامْ عَلَيْكَ، صَلَوَاتُ اللهْ عَلَيْكَ

Yā nabī salām ‘alayka, yā rasūl salām ‘alayka. Yā habīb salām ‘alayka, shalawātullāh ‘alayka.

Artinya: “Wahai Nabi, salam sejahtera untukmu, wahai Rasul salam sejahtera untukmu. Wahai Kekasih, salam sejahtera untukmu, sholawat (rahmat) Allah SWT untukmu.”

اَشْرَقَ الْبَدْرُ عَلَيْنَا، فَاخْتَفَتْ مِنْهُ الْبُدُوْرُ . مِثْلَ حُسْنِكْ مَا رَأَيْنَا، قَطُّ يَا وَجْهَ السُّرُوْرِ

Asyraqal badru ‘alayna, fakhtafat minhul budūru. Mitsla husnik mā ra’aynā, qaththu yā wajhus surūri.

Artinya: “Satu purnama telah terbit di atas kami, pudarlah jutaan purnama lain karenanya. Belum pernah kulihat seperti keelokanmu, wahai wajah yang gembira.”

اَنْتَ شَمْسٌ اَنْتَ بَدْرٌ، اَنْتَ نُوْرٌ فَوْقَ نُوْرِ . اَنْتَ اِكْسِيْرٌ وَّغَالِى، اَنْتَ مِصْبَاحُ الصُّدُوْرِ

Anta syamsun anta badrun, anta nūrun fawqa nūri. Anta iksīruw wa ghālī, anta mishbāhus shudūri.

Artinya: “Kau bak mentari, kau juga laksana purnama, kau cahaya di atas cahaya. Kau laksana obat segala guna lagi mahal, kau adalah lentera hati.”

يَاحَبِيْبِيْ يَامُحَمَّدْ، يَا عَرُوْسَ الخَافِقَيْنِ . يَا مُؤَيَّدْ يَا مُمَجَّدْ، يَا اِمَامَ القِبْلَتَيْنِ

Yā habībi yā Muhammad, yā ‘arūsal khāfiqayni. Yā mu’ayyad yā mumajjad, yā imāmal qiblatayni.

Artinya: “Wahai Kekasih, wahai Muhammad SAW, wahai pengantin timur dan barat. Wahai Rasul yang diperkuat (oleh wahyu), wahai Nabi yang agung, wahai imam dua kiblat.”

مَنْ رَآى وَجْهَكَ يَسْعَدْ، يَا كَرِيْمَ الوَالِدَيْ نِ . حَوْضُكَ الصَّافِى الْمُبَرَّدْ، وِرْدُنَا يَوْمَ النُّشُوْرِ

Man ra’ā wajhaka yas’ad, yā karīmal wālidayni. Hawdhukas shāfil mubarrad, wirdunā yawman nusyūri.

Artinya: “Siapapun yang memandang wajahmu pasti bahagia, wahai manusia yang memiliki orang tua mulia. Telagamu berair jernih dan sejuk, yang kelak kami datangi pada hari kebangkitan.”

مَا رَأَيْنَا الْعِيْسَ حَنَّتْ، بِالسُّرَى اِلَّا اِلَيْكَ . وَاْلَغَمَامَةْ قَدْ اَظَلَّتْ، وَالْمَلَا صَلُّوْا عَلَيْكَ

Mā ra’aynal ‘īsa hannat, bis surā illā ilayka. Wal ghamāmah qad azhallat, wal malā shallū ‘alayka.

Artinya: “Belum pernah kami melihat unta peranakan unggul yang bersuara sambil berjalan malam hari, kecuali menuju kepadamu. Gumpalan awan menaungimu, semua makhluk mengucapkan sholawat untukmu.”

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Sholat Rebo Wekasan Dilaksanakan Jam Berapa? Ini Waktu dan Hukumnya


Jakarta

Sholat Rebo Wekasan menjadi amalan yang dikerjakan sebagian masyarakat pada Rabu terakhir bulan Safar. Konon, amalan ini berasal dari para sufi.

Anjuran pelaksanaan sholat Rebo Wekasan tertulis dalam kitab Kanz Al-Najah Wa Al-Surur karya Syekh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Maki. Berdasarkan kitab tersebut, seperti dinukil dari Jurnal THEOLOGIA Vol 3 No 2 (2019) tentang Rebo Wekasan Menurut Perspektif KH. Abdul Hamid dalam Kanz Al-Najah wa Al-Surur karya Umma Farida, amalan ini berkaitan dengan keyakinan turunnya bala bencana pada Rabu terakhir bulan Safar.


Dikatakan, Allah SWT menurunkan 320.000 bencana pada Rabu terakhir bulan Safar. Hal tersebut menjadikannya waktu tersulit dalam setahun, sehingga disarankan melakukan ritual atau amalan dan memperbanyak doa pada hari tersebut. Salah satu amalannya adalah sholat.

Sholat Rebo Wekasan Dilaksanakan Jam setelah Maghrib

Sholat Rebo Wekasan biasanya dilaksanakan pada malam Rabu terakhir bulan Safar, tepatnya setelah Maghrib. Ada juga yang melakukannya pada Rabu pagi harinya.

Berdasarkan Kalender Hijriah Indonesia 2025 terbitan Kementerian Agama RI, Rabu terakhir bulan Safar 1447 H jatuh pada 20 Agustus 2025 besok.

Tata Cara Sholat Rebo Wekasan

Tata cara sholat Rebo Wekasan sesuai yang tercantum dalam kitab Kanz al-Najah wa al-Surur karya Syekh Abdul Hamid adalah sebagai berikut:

  • Dilakukan empat rakaat
  • Niat sholat sunnah mutlak
  • Setiap rakaatnya membaca surah Al Fatihah dilanjutkan Al Kautsar 17 kali, Al Ikhlas 5 kali, Al Falaq 1 kali, dan An Nas 1 kali
  • Sholat pada umumnya hingga salam (empat rakaat dua kali salam)
  • Akhiri dengan doa

Amalan sholat Rebo Wekasan mendapat banyak kritik. Sebab, tak ada dalil shahih yang bisa dijadikan sandaran. Ritual Rebo Wekasan menuai kritik karena sumber yang dirujuk Syekh Abdul Hamid dalam Kanz al-Najah wa al-Surur dinilai kurang otoritatif, tak menyebutkan identitas asli atau secara spesifik siapa sumber yang dirujuk. Hal ini terkesan mubham (tidak jelas) bahkan mahjul (tak diketahui atau tak dikenali).

Selain itu, hadits yang dipaparkan Syekh Abdul Hamid dalam Kanz al-Najah wa al-Surur tentang turunnya 320.000 bencana dinilai lemah. Terlebih dengan adanya hadits shahih yang menyebut tak ada kesialan pada bulan-bulan tertentu.

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Safar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang’.” (HR Bukhari dan Muslim)

Syekh Abdul Hamid sendiri menegaskan pelaksanaan sholat Rebo Wekasan bisa dilakukan dengan niat sholat sunnah mutlak. Namun, pendapat ini ditolak oleh KH Hasyim Asy’ari yang menghukuminya haram.

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com