Tag Archives: riwayat muslim

Galau



Jakarta

Penulis mulai dari firman-Nya dalam surah al-Qashash ayat 83 yang terjemahannya, “Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Kesudahan (yang baik, yakni surga) itu (disediakan) bagi orang-orang yang bertakwa.”

Makna ayat ini menerangkan bahwa kebahagiaan dan segala kenikmatan di akhirat disediakan untuk orang-orang yang tidak takabur, tidak menyombongkan diri, dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi seperti menganiaya dan sebagainya. Mereka itu bersifat rendah hati, tahu menempatkan diri kepada orang yang lebih tua dan lebih banyak ilmunya. Kepada yang lebih muda dan kurang ilmunya, mereka mengasihi, tidak takabur, dan menyombongkan diri.

Orang yang takabur dan menyombongkan diri tidak disukai Allah SWT. akan mendapat siksa yang amat pedih, dan tidak masuk surga di akhirat nanti, sebagaimana firman-Nya : Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, Allah akan menyempurnakan pahala bagi mereka dan menambah sebagian dari karunia-Nya. Sedangkan orang-orang yang enggan (menyembah Allah) dan menyombongkan diri, maka Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih. Dan mereka tidak akan mendapatkan pelindung dan penolong selain Allah. (an-Nisa’ ayat 173) Sabda Rasulullah SAW, “Tidak akan masuk surga orang yang ada di dalam hatinya sifat takabur, sekalipun sebesar zarah”. (Riwayat Muslim dan Abu Dawud dari Ibnu Mas’ud) Ayat 83 ini ditutup dengan penjelasan bahwa kesudahan yang baik berupa surga diperoleh orang-orang yang takwa kepada Allah SWT. dengan mengamalkan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, tidak takabur dan tidak menyombongkan diri seperti Fir’aun dan Karun.


Ketahuilah, sesungguhnya orang yang mencintai pangkat dan kedudukan adalah orang yang hatinya telah dikuasai hasrat terhadap jabatan, sebagaimana hati orang yang mencintai harta telah dikuasai hasrat untuk memiliki segala. Jika para pemilik kedudukan dan harta menjadikan kedudukan dan harta sebagai wasilah untuk suatu tujuan yang kekal ( akhirat ), maka pemilik hati akan menjadikan hatinya sebagai wasilah untuk menuju tujuan itu. Itulah kemuliaan hidup seseorang. Sebaliknya jika para pemilik kedudukan dan harta kekayaan itu sudah menjadi tujuan hidupnya, maka sengsaralah ia saat kehilangan kedudukan dan hartanya.

Pada masa akhir periode jabatan, seseorang akan terlihat pada dua keadaan :
1. Ikhlas, ia sadar bahwa jabatan itu merupakan amanah dan anugerah dari Allah SWT. sebagaimana dalam firman-Nya surah ali-Imran ayat 26. Adapun inti ayat tersebut adalah : Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak seorang pun mampu mengangkat derajat orang lain dan memuliakannya kecuali atas izin-Nya, dan tidak seorang pun mampu menjatuhkan kekuasaan orang lain dan menghinakannya kecuali atas izin-Nya. Jika seseorang berkedudukan tinggi dan menyadari sepenuhnya atas ayat ini, maka ia berbahagia dan senang saat mengakhiri jabatannya.

2. Galau. Ini merupakan ciri-ciri orang yang berkedudukan mengalami post power syndrome. Ia berharap berumur panjang dan berangan-angan seterusnya merasakan nikmatnya dunia. Kedudukan yang yang berkelanjutan dan pelayanan prima yang ia peroleh merupakan kenikmatan yang diharapkan. Ketenaran dan ketersanjungan yang merupakan buah dari kedudukan yang ia selalu dambakan dan nikmati. Ingatlah bahwa semua itu adalah fana ( tidak kekal ) dan sesungguhnya Allah SWT. pemilik karunia sudah mengingatkan bahwa kepemimpinan/kedudukan itu selalu dipergilirkan. Jika engkau galau menghadapi kondisi ini, itu merupakan lemahnya iman dan keyakinanmu.

Wahai para pejabat yang akan mengakhiri jabatannya, segeralah mendekatkan diri kepada Tuhanmu. Ingatlah kebahagian seseorang itu bisa diperoleh dengan mengetahui Yang Mahakuasa dan menaati-Nya, mengerjakan perintah-Nya secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan serta meninggalkan larangan-Nya berupa kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan. Maka mulailah dengan memperbaiki hati, karena hati merupakan sumber semua kebaikan dan sumber segala dosa serta permusuhan.

Baik tidaknya hati terbagi dua sebagai berikut : Pertama, terbatas pada diri sendiri, seperti pengetahuan dan keyakinan. Kedua, meluas pada orang lain, seperti keinginan untuk berderma dan berbuat baik. Untuk itulah, jagalah hati agar tetap baik ( bersih ) dan lawanlah bisikan-bisikan setan agar nafsumu ikut menolak bisikan itu. Ketahuilah ada dua jalan untuk menghilangkan cinta pada jabatan yaitu jalan ilmu dan jalan amal ( Imam Ghazali ).

Jalan ilmu. Ingatlah bahwa ilmu adalah penguasaan hati. Jika seseorang telah menguasai hatinya maka ia akan mati dalam keadaan selamat. Adapun jalan amal atau tindakan, dengan mengasingkan diri dan merendahkan diri. Dalam bermasyarakat kita hendaknya tetap bergaul namun hatimu telah mengasingkan diri agar tidak tergoda dengan pesona jabatan. Merendahkan diri merupakan upaya untuk tidak merasa diri lebih tinggi dari orang lain. Ingatlah ketinggian derajat duniawi tidaklah menjadi ukuran Allah SWT. kecuali hanya ketaatan dan ketakwaannya.

Ya Allah, bimbinglah kami agar selalu mengingat-Mu dan tuntunlah agar kami beribadah dengan-Mu yang benar. Jauhkanlah kami dari tujuan akhir pada dunia dan kokohkan iman kami untuk selalu mengingat akhirat.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Islam Ajarkan Berbuat Baik kepada Hewan, Ini Dalilnya


Jakarta

Islam mengajarkan pemeluknya berbuat baik kepada hewan. Melalui tindakan sederhana, seperti memberi makanan atau melindungi hewan, dan tidak menyakiti hewan, merupakan bentuk kasih sayang terhadap sesama makhluk ciptaan Allah SWT.

Dalam Madza Qaddamal Muslimuna lil ‘Alam Ishamaatu al-Muslimin fi al-Hadharah al-Insaniyah karya Raghib As-Sirjani yang diterjemahkan Sonif dkk, disebutkan bahwa Islam memandang hewan sebagai makhluk yang memiliki peran penting dalam mendukung kehidupan manusia. Hewan tidak hanya membantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi juga membantu memelihara lingkungan dan keberlangsungan hidup.

Al-Qur’an menjelaskan kemuliaan hewan, penjelasan kedudukannya, serta batasan keadaannya di sisi manusia, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah An-Nahl ayat 6-7,


وَلَكُمْ فِيْهَا جَمَالٌ حِيْنَ تُرِيْحُوْنَ وَحِيْنَ تَسْرَحُوْنَۖ ٦ وَتَحْمِلُ اَثْقَالَكُمْ اِلٰى بَلَدٍ لَّمْ تَكُوْنُوْا بٰلِغِيْهِ اِلَّا بِشِقِّ الْاَنْفُسِۗ اِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌۙ ٧

Artinya: “Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai macam manfaat, dan sebahagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan. Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang melelahkan) diri. Sesungguhnya Rabbmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”

Oleh karena itu, manusia juga diperintahkan untuk berbuat baik kepada hewan dengan cara merawat dan melindunginya. Salah satu caranya adalah dengan tidak menyakiti mereka. Hal ini diriwayatkan oleh beberapa hadits.

Hadits tentang Berbuat Baik pada Hewan

Perintah untuk berbuat baik pada hewan diriwayatkan oleh beberapa hadits Rasulullah SAW. Berikut di antaranya seperti dikutip dari kitab Riyadush Shalihin 2 karya Imam Nawawi dan sumber sebelumnya.

Dari Sahl bin Amru, ia berkata, “Rasulullah SAW pernah melewati seekor unta yang punggungnya telah menempel dengan perutnya. Kemudian beliau berkata:

“Bertakwalah kepada Allah dalam merawat binatang-binatang ternak yang tidak bisa berbicara ini, dan tunggangilah dalam keadaan layak, dan makanlah dalam keadaan layak!” (HR Abu Daud dengan sanad shahih)

Dalam riwayat lain, Islam juga memerintahkan untuk memelihara hewan dengan memilih tempat yang subur (rumput hijau). Jika tidak mendapatkannya, hendaklah memindahkannya ke tempat lain.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Lembut, Dia menyukai kelemahlembutan. Rida dengan perbuatan itu, Menentukan kepadanya apa yang tidak di tentukan pada kekerasan. Apabila kamu menunggangi hewan yang tidak bisa bicara, hendaklah kalian menurunkannya pada tempatnya. Jika tanah itu gersang, angkatlah untuknya dengan sesuatu yang bersih atau yang paling baik (An-Naqaa).

Larangan Menyakiti Hewan

Dalam kitab Riyadush Shalihin juga terdapat hadits yang berisi larangan menyakiti hewan. Berikut di antaranya.

1. Larangan Mengurung Hewan untuk dibunuh

Dari Anas dia berkata, “Rasulullah melarang mengurung hewan untuk dibunuh.”(HR Muttafaq ‘alaih)

2. Larangan Membakar Hewan

Dari Ibnu Mas’ud dia berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan, kemudian beliau pergi untuk suatu keperluannya, lalu kami melihat seekor burung bersama kedua anaknya, kemudian kami mengambil kedua anaknya, setelah itu induk burung tersebut datang dan mengepak-ngepakkan sayapnya.

Kemudian Rasulullah SAW datang dan berkata: ‘Siapakah yang menyakiti burung ini dengan mengambil anaknya? Kembalikan anaknya kepadanya!”‘

Kemudian Rasulullah SAW melihat sarang semut yang telah kami bakar, kemudian beliau bersabda, ‘Siapakah yang telah membakar sarang semut ini?’ Kami katakan, ‘Kami.’ Beliau berkata, ‘Sesungguhnya tidak layak untuk menyiksa dengan api kecuali Rabb penguasa api’.” (HR Abu Daud dengan sanad shahih)

3. Larangan Menembak Hewan

Ibnu Umar meriwayatkan bahwa suatu ketika dia melewati beberapa pemuda Quraisy yang mengurung seekor burung untuk sasaran memanah. Mereka membayar kepada pemilik burung setiap panahan yang tidak mengenai.

Tatkala mereka melihat Ibnu Umar, mereka lari berpencar. Lantas Ibnu Umar berkata, “Siapakah yang melakukan perbuatan ini? Allah SWT telah melaknat orang yang melakukan hal ini. Sungguh, Rasulullah SAW mengutuk orang yang menjadikan makhluk bernyawa sebagai sasaran (menembak).” (HR Muttafaq’alaih)

4. Larangan Mengurung Hewan

Dari Ibnu Umar, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Ada seorang wanita disiksa (di neraka) disebabkan seekor kucing yang dikurungnya hingga mati kelaparan lalu wanita itu pun masuk neraka karena dia tidak memberinya makan dan minum ketika mengurungnya, dan tidak pula melepaskannya sehingga kucing itu dapat menyantap serangga tanah.” (HR Muttafaq ‘alaih)

5. Larangan Memukul dan Memberi Tanda di Wajah Hewan

Larangan memukul dan memberi tanda di wajah hewan bersandar pada hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah SAW pernah berpapasan dengan keledai yang diberi tanda di mukanya, lalu beliau bersabda, “Allah melaknat orang yang memberi tanda itu.” (HR Muslim)

Dalam riwayat Muslim juga disebutkan, “Rasulullah melarang memukul wajah, dan memberi tanda di wajah.”

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com