Tag Archives: sa

Orang yang Wafatnya Dihadiri 70 Ribu Malaikat dan Buat Arsy Bergetar



Jakarta

Wafatnya orang saleh memiliki keistimewaan tersendiri. Menurut sebuah riwayat, 70 ribu malaikat menghadirinya dan Arsy sampai dibuat bergetar olehnya.

Sosok orang saleh yang dimaksud dalam riwayat ini adalah Sa’ad bin Mu’adz, salah seorang sahabat nabi. Berkaitan dengan Sa’ad, Rasulullah SAW bersabda,

“Inilah orang yang membuat Arsy bergetar, pintu-pintu langit dibuka, dan dihadiri oleh 70.000 malaikat. Sekali jasadanya dihimpit kemudian dilepaskan.” (HR An-Nasa’i dari Ibnu Umar dengan sanad shahih; Shahih al-Jami’)


Sa’ad bin Mu’adz adalah pemimpin Bani Abdul Asyhal. Ia dikenal sebagai sosok yang sangat tegas dalam berbagai hal. Ia juga termasuk sahabat yang mendukung penuh dakwah Rasulullah SAW.

Diceritakan dalam buku Sa’ad bin Mu’adz: Ahlu Nushroh Nabi Muhammad SAW karya Syamsuddin Ramadhan An Nawiy, Nabi SAW menyematkan kemuliaan tanpa tanding kepada Sa’ad bin Mu’adz. Beliau bersabda,

“Tiga orang dari kaum Anshar yang tak seorang pun dapat melebihi keutamannya. Semuanya berasal dari Bani ‘Abd al-Asyhal: Sa’ad bin Mu’adz, Usaid bin Hudlair, dan ‘Abbaad bin Bisyr.” (HR Imam Abu Ya’la dalam Musnad-nya dan Tarikh Bukhari. Imam al-Hakim menshahihkan hadits ini)

Pada riwayat lain diceritakan, tatkala Yahudi Bani Quraidhah menunggu keputusan dari Sa’ad bin Mu’adz atas pengkhianatan mereka, Rasulullah SAW mengutus Sa’ad bin Mu’adz RA. Sa’ad bin Mu’adz pun datang dengan mengendarai seekor keledai.

Ketika Sa’ad bin Mu’adz sampai di dekat masjid (tempat yang disiapkan Rasulullah SAW untuk mengerjakan salat saat pengepungan Bani Quraidhah), Nabi SAW bersabda, “Bedirilah untuk sebaik-baik di antara kalian atau untuk pemimpin kalian.” (HR Bukhari)

Ibnu Hisyam menceritakan dalam Sirah Nabawiyah-nya, kaum muslim yang saat itu berdiri di depan Sa’ad bin Mu’adz berkata, “Hai Abu Amr, sesungguhnya Rasulullah SAW mengangkatmu untuk memutuskan perkara-perkara keluargamu.”

Sa’ad bin Mu’adz berkata, “Terhadap itu semua, kalian harus komitmen dengan janji Allah bahwa hukum tentang mereka adalah sesuai dengan hukum yang aku keluarkan.”

Mereka berkata, “Ya.”

Sa’ad bin Mu’adz berkata, “Kalian juga harus komitmen kepada orang yang ada di sini.” Sa’ad mengatakan hal ini sambil menunjuk ke tempat Rasulullah SAW. Hal ini ia lakukan sebagai penghormatannya terhadap Nabi SAW.

Sa’ad bin Mu’adz lalu berkata, “Tentang Bani Quraidhah, aku putuskan bahwa orang laki-laki mereka dibunuh, kekayaan mereka dibagi-bagi, dan anak-anak serta wanita-wanita ditawan.”

Mendengar hal itu, Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh engkau telah memutuskan perkara mereka dengan hukum Allah dari atas tujuh langit.”

Kisah Sa’ad bin Mu’adz dalam memutuskan perkara tersebut terjadi saat perang Bani Quraidhah pada tahun ke-5 Hijriyah. Ibnu Ishaq meriwayatkan sejumlah kisah tersebut.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Sahabat Nabi yang Doanya Mustajab, Siapa Dia?


Jakarta

Nabi Muhammad SAW memiliki sejumlah sahabat yang memiliki peran yang sangat penting. Mereka berperan dalam menyebarkan dan mempertahankan Islam.

Di antara para sahabat, Sa’d bin Abu Waqash adalah salah satu sabahat Nabi SAW yang sangat istimewa. Sa’d bin Abu Waqash dikenal sebagai sahabat Nabi SAW yang doanya mustajab.

Kisah Sa’d bin Abu Waqash, Sahabat Nabi yang Doanya Mustajab

Dikutip dari buku Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi oleh Muhammad Raji Hasan Kinas, Sa’d bin Abu Waqash adalah sahabat Nabi SAW dari suku Quraisy keturunan Bani Zuhri. Sa’d bin Abu Waqash adalah salah satu dari enam sahabat yang sering diminta pendapatnya oleh Rasulullah SAW, satu dari delapan orang yang paling awal masuk Islam, dan satu dari sepuluh sahabat yang dijamin surga.


Rasulullah SAW mengenalkan Sa’d sebagai orang tuanya. Beliau bersabda, “Ini pamanku maka pandanglah aku sebagai keponakannya.”

Dalam perjalanan menuju Islam, Sa’d bin Abu Waqash menghadapi berbagai cobaan. Cobaan terberatnya adalah bahwa ibunya bersumpah tidak mau makan, minum, atau berbicara dengannya sampai ia kembali kepada agama leluhur.

Sa’d menolaknya dan tetap tidak akan meninggalkan agama Islam, ibunya pun jatuh sakit. Namun karena melihat keteguhan Sa’d, ibunya mau makan dan minum. Kemudian turunlah firman Allah SWT yang termaktub dalam surah Al Ankabut ayat 8,

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۗوَاِنْ جَاهَدٰكَ لِتُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۗاِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ٨

Artinya: “Kami telah mewasiatkan (kepada) manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku kamu kembali, lalu Aku beri tahukan kepadamu apa yang selama ini kamu kerjakan.”

Sa’d bin Abu Waqash sangat mencintai Rasulullah SAW, namun kecintaan terbesarnya tentu kepada Allah SWT. Sa’d menjaga Rasulullah SAW ketika beliau tidur.

Sa’d termasuk orang beruntung karena didoakan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, tepatkanlah (bidikan) panahnya dan kabulkanlah doanya.” Sejak itu, segala yang dibidik Sa’d pasti akan terkena dengan tepat dan doanya mustajab.

Sa’d merupakan pribadi yang sangat rendah hati dan senang berbagi. Beliau juga adil dalam mengambil keputusan, menjaga rahasia, serta tidak merasa berat memberikan hak orang lain.

Sa’d bin Abu Waqash mengikuti banyak peperangan bersama Rasulullah SAW, termasuk Perang Badar, Uhud, dan Khandaq. Beliau adalah orang pertama yang melemparkan panah di jalan Allah SWT dan orang pertama yang mengucurkan darah di jalan-Nya. Sa’d pernah diangkat gubernur di masa Khalifah Umar dan masa Khalifah Utsma, namun ia diberhentikan, bukan karena ia tidak mampu atau berkhianat.

Di masa Khalifah Umar, Sa’d dikirim untuk menghadapi pasukan Persia di Qadisia. Sa’d bersama pasukannya berangkat dengan bekal doa dari Amirul Mukminin dan seluruh kaum muslim. Akhirnya, Allah SWT menganugerahkan kemenangan kepada kaum muslim. Sa’d bersama pasukannya berhasil merebut beberapa daerah seperti Karkasia, Tikrit, Jaluja, dan Masbandan.

Sa’d bin Abu Waqash adalah sahabat yang selalu mengisi waktunya untuk menambah pengetahuan, tafakur, dan mencari kebijaksanaan. Ia enggan melibatkan diri dalam fitnah dan perselisihan yang terjadi antara Ali dan Muawiyah. Beliau memilih untuk menjauhkan diri.

Menjelang ajalnya, Sa’d meminta diambilkan jubah kasar miliknya dan berkata, “Kafanilah aku dengan jubah ini. Aku bertempur melawan kaum musyrik di Perang Badar dengan mengenakan jubah ini. Jubah ini milikku satu-satunya, dan hanya jubah ini yang pantas membungkus tubuhku.”

Sa’d bin Abu Waqash wafat di al-Aqiq, letaknya kurang lebih dua belas kilometer dari Madinah. Jenazah Sa’d digotong oleh beberapa orang ke Madinah. Marwan dan para istri Nabi SAW ikut menyalati jenazah Sa’d. Semoga Allah SWT merahmatinya, Aamiin.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Masuk Islamnya Sa’ad bin Abi Waqqash yang Sempat Ditentang sang Ibu



Jakarta

Sa’ad bin Abi Waqqash adalah sahabat Nabi Muhammad SAW yang termasuk termasuk Assabiqunal Awwalun atau sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Sosoknya dikenal sebagai pemanah handal.

Mengutip buku Kisah 10 Pahlawan Surga tulisan Abu Zaein, Sa’ad bin Abi Waqqash masuk Islam pada usia 17 tahun. Nama lengkapnya adalah Sa’ad bin Abi Waqqash Wuhaib bin Abdi Manaf.

Sa’ad hidup di bani Zuhrah yang merupakan paman-paman Nabi Muhammad SAW dari pihak ibu. Allah SWT menganugerahi Sa’ad dengan kesempurnaan jasmani, posturnya kokoh, ototnya keras, cengkeramannya kuat, matanya tajam dan jiwanya berani.


Menurut buku Kisah Edukatif 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga karya Luthfi Yansyah, ciri fisik Sa’ad digambarnya mirip dengan Ali bin Abi Thalib. Putri Sa’ad yang bernama Aisyah berkata,

“Ayahku adalah seorang laki-laki pendek, kekar, mempunyai tubuh yang keras dan kuat dengan otot yang besar. Ia memiliki kepala yang besar, jari-jari yang besar dan pendek, dan memiliki banyak bulu.”

Ada kisah menarik mengenai Sa’ad bin Abi Waqqash saat dirinya memutuskan untuk masuk Islam. Menukil dari Nafahat ‘Athirah fi Sirah Shahabath Rasulullah SAW oleh Muhammad Raji Hasan Kinas terjemahan Nurhasan Humaedi dkk, sang ibu menentang Sa’ad ketika masuk Islam.

Ibu Sa’ad bersumpah tidak akan makan, minum atau berbicara dengannya sampai putranya itu kembali ke agama leluhur mereka. Walau demikian, Sa’ad tidak menuruti sang ibu.

Meski ibunya sakit, Sa’ad tetap berpegang teguh pada keputusannya untuk masuk Islam. Ia tetap merawat dan menjaga sang ibu selayaknya anak yang berbakti.

Semua ia lakukan dengan baik walaupun ibunya terus menentang Sa’ad yang masuk Islam. Melalui kelembutan yang Sa’ad berikan, ibu Sa’ad akhirnya mengalah.

Allah SWT menjadikan Sa’ad orang yang menyebabkan turunnya surah Luqman ayat 15. Allah SWT berfirman,

وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَٱتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّ ۚ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nyata Pengamal Tasbih Nabi Yunus 40 Hari Dikabulkan Allah



Jakarta

Doa Nabi Yunus yang juga dikenal dengan tasbih Nabi Yunus adalah doa yang mustajab. Hal ini dibuktikan dari kisah pengamal tasbih Nabi Yunus selama 40 hari.

Bacaan tasbih Nabi Yunus terdapat dalam Al-Qur’an surah Al Anbiya’ ayat 87. Al Anbiya’ adalah surah ke-21 dalam urutan mushaf Al-Qur’an yang terdiri dari 112 ayat.

Bacaan Tasbih Nabi Yunus

لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ


Laa ilaaha illaa anta subhaanaka innii kuntu minaz-zaalimiin

Artinya: “Tidak ada Tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim.”

Disebutkan dalam Tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama RI, doa tersebut dipanjatkan Nabi Yunus AS saat berada di perut ikan besar. Allah SWT menerangkan Nabi Yunus AS kala itu tengah berada dalam kegelapan. Menurut tafsir, kegelapan yang dimaksud adalah berada dalam perut ikan yang gelap, dalam laut yang dalam dan gelap, dan di malam hari yang gelap gulita.

Ulama tafsir sekaligus ahli hadits, Imam Ibnu Katsir, dalam kitab Qashashul Anbiya yang diterjemahkan Umar Mujtahid memaparkan sejumlah riwayat dan pendapat para ahli tafsir yang menceritakan kisah Nabi Yunus AS saat mengamalkan tasbih tersebut.

Dikisahkan, Allah SWT mengutus Nabi Yunus AS kepada penduduk Nainawi, sebuah perkampungan di Mosul, dekat Kufah. Penduduk kampung itu berada dalam kekafiran.

Nabi Yunus AS menyeru kepada penduduk Nainawi untuk beribadah kepada Allah SWT. Bukannya mengikuti Nabi Yunus AS, mereka justru mendustakan dan bertindak semena-mena kepada rasul utusan Allah SWT itu. Mereka tetap berada dalam kekafiran dan terus menentang Nabi Yunus AS.

Kondisi tersebut berlangsung lama. Akhirnya Nabi Yunus AS memutuskan pergi meninggalkan perkampungan mereka seraya mengancam azab akan menimpa mereka setelah tiga hari kepergiannya.

Sejumlah ulama salaf termasuk Ibnu Mas’ud, Mujahid, Sa’id bin Jubair, dan Qatadah menceritakan, saat Nabi Yunus AS pergi, penduduk Nainawi yakin akan tetimpa azab. Pada kondisi demikian, rupanya Allah SWT memberikan hidayah kepada mereka untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar.

Penduduk Nainawi lantas berteriak kencang memanggil-manggil Allah SWT, berdoa sepenuh hati, merendahkan diri di hadapan Allah SWT. Mereka semua menangis. Bahkan, hewan-hewan ikut bersuara.

Allah SWT dengan kekuatan, kasih sayang, dan rahmat-Nya kemudian melenyapkan azab dari mereka. Azab yang sedianya turun itu hanya berputar-putar di atas penduduk Nainawi seperti malam yang gelap.

Di sisi lain, Nabi Yunus AS yang berniat pergi mengalami kejadian tak terduga saat berada di kapal. Kapal yang ia naik terombang-ambing karena keberatan muatan dan nyaris tenggelam. Mereka kemudian sepakat untuk mengurangi satu penumpang dengan cara diundi.

Pengundian pertama, nama Nabi Yunus AS yang keluar. Mereka kembali mengundi dan lagi-lagi yang keluar nama Nabi Yunus AS. Pun dengan pengundian yang ketiga. Akhirnya Nabi Yunus AS terpaksa dilemparkan ke lautan.

Allah SWT kemudian mengirimkan ikan besar dan langsung menelan Nabi Yunus AS. Allah SWT memerintahkan ikan itu untuk tidak memakan daging dan mematahkan tulang Nabi Yunus AS. Ikan tersebut kemudian membawa Nabi Yunus AS berkelana di lautan.

Menurut para mufassir, Nabi Yunus AS sempat mengira dirinya sudah mati saat berada di perut ikan. Ia lalu menggerak-gerakkan tubuhnya. Begitu tahu masih hidup, Nabi Yunus AS langsung bersujud kepada Allah SWT.

Nabi Yunus AS tak hentinya berdoa, berdzikir (tasbih) selama di perut ikan. Bacaan tasbih Nabi Yunus yakni laa ilaaha illaa anta subhaanaka innii kuntu minaz-zaalimiin (Tidak ada tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang zalim).

Doa tersebut naik sampai bawah ‘Arasy. Para malaikat berkata, “Ya Rabb! Suara lemah dan tidak asing berasal dari tempat yang tidak diketahui.” Allah bertanya, “Apa kalian tidak mengenali suara itu?” Mereka menjawab, “Tidak ya Rabb. Siapa dia?” Allah menjawab, “Hamba-Ku, Yunus.”

Para malaikat kemudian berkata, “Hamba-Mu Yunus yang amalannya selalu dibawa naik dan doanya selalu dikabulkan?” Mereka juga mengatakan, “Ya Rabb kami! Mengapa Engkau tidak mengasihi apa yang ia lakukan pada saat lapang, sehingga Kau selamatkan dia dari musibah?” “Ya.,” kata Allah. Allah kemudian memerintahkan ikan besar yang menelan Nabi Yunus AS itu untuk memuntahkannya di daratan tandus. Hadits ini turut diriwayatkan Ibnu Jarir dari Yunus, dari Ibnu Wahab.

Menurut riwayat Sa’id bin Abu Hasan dan Abu Malik, Nabi Yunus AS berada di perut ikan selama 40 hari. Ada juga yang menyebut 7 hari dan ada juga yang mengatakan tiga hari. Para ahli tafsir berbeda pendapat terkait hal ini. Namun yang pasti, hanya Allah SWT yang mengetahui berapa lama Nabi Yunus AS berada dalam perut ikan.

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Ketika Allah Memberikan Wahyu pada Lebah



Jakarta

Surah An-Nahl merupakan surah yang membahas mengenai lebah yang mendapat wahyu dari Allah SWT. Sehingga para lebah bisa hidup berkoloni dan membangun markas.

Melansir dalam buku Qadha dan Qadar yang ditulis Ibnul Qayyim al-Jauziyyah menceritakan bahwa petunjuk atau insting yang diberikan Allah pada lebah benar-benar sangat menakjubkan. Sekawanan lebah memiliki raja yaitu seekor lebah jantan yang memiliki tubuh besar dibandingkan dengan lebah lainnya.

Tempat pertama yang dibangun oleh sekelompok lebah adalah singgasana sang raja. Lebah-lebah itu membangun sarangnya dengan ukuran yang sangat seimbang dalam bentuk heksagonal tanpa menggunakan alat ukur.


Betapa Mahabesar Allah yang telah memberikan insting pada binatang lebah ini untuk mengembara ke tempat jauh tanpa tersesat. Mereka dapat makan sari-sari bunga kemudian kembali ke rumahnya yang masih kosong dan mengisinya dengan madu segar.

Allah SWT memerintahkan kepada para lebah untuk membuat sarang melalui surah An-Nahl ayat 68:

وَاَوْحٰى رَبُّكَ اِلَى النَّحْلِ اَنِ اتَّخِذِيْ مِنَ الْجِبَالِ بُيُوْتًا وَّمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُوْنَۙ ٦٨

Artinya: “Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, “Buatlah sarang-sarang di pegunungan, pepohonan, dan bangunan yang dibuat oleh manusia.”

Serta Surah An-Nahl ayat 69:

ثُمَّ كُلِيْ مِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِ فَاسْلُكِيْ سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًاۗ يَخْرُجُ مِنْۢ بُطُوْنِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ اَلْوَانُهٗ ۖفِيْهِ شِفَاۤءٌ لِّلنَّاسِۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ ٦٩

Artinya: “Kemudian, makanlah (wahai lebah) dari segala (macam) buah-buahan lalu tempuhlah jalan-jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” Dari perutnya itu keluar minuman (madu) yang beraneka warnanya. Di dalamnya terdapat obat bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Surah An-Nahl Artinya Lebah

Menurut buku Al Qur’an Terjemah dan Tafsir karya Maulana Muhammad Ali, Surah An-Nahl artinya lebah, karena lebah mempunyai naluri yang terpimpin.

Lebah bisa mengumpulkan madu dari segala macam bunga dengan mengambil kandungan nektar yang terbaik, sehingga lebah bisa menghasilkan minuman (madu) yang amat berkhasiat bagi kesehatan manusia.

Wahyu Para Lebah

Menurut tafsir Ibnu Katsir dalam tafsirnya Lubaabut Tafsir min Ibni Katsir terjemahan Abdul Ghoffar, Abdurrahim Mu’thi dan Abu Ihsan Al Ansari, lebah dianugerahkan beberapa kelebihan daripada hewan lainnya.

1. Ilham Lebah

Dimaksud wahyu adalah lebah yang mendapatkan ilham, petunjuk, dan bimbingan, supaya mereka menjadikan gunung-gunung, pohon-pohon, dan buatan manusia sebagai sarang/rumah tempat tinggal.

Para lebah pun menyusun bagian demi bagian rumah dengan penuh ketekunan, sehingga tidak ada satupun yang rusak.

2. Allah Mengizinkan Lebah Memakan Segala Bunga

Allah mengizinkan para lebah dalam bentuk qadariyyah (Sunnatullah) dan pengarahan, untuk memakan segala macam buah-buahan, berjalan di berbagai medan yang sudah dimudahkan oleh Allah SWT.

Kemudian, masing-masing dari lebah yang mencari makanan ini, kembali lagi ke sarang-sarang mereka tanpa ada satupun yang keliru memasuki rumahnya baik sebelah kanan atau kiri.

Lebah membangun sarang dari bahan yang ada dikedua sayapnya, lalu memuntahkan madu dari dalam mulutnya, dan bertelur dari duburnya.

3. Lebah Menghasilkan Madu

(يَخْرُجُ مِنْۢ بُطُوْنِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ اَلْوَانُهٗ ۖفِيْهِ شِفَاۤءٌ لِّلنَّاسِۗ), artinya, “Dari perutnya itu keluar minuman (madu) yang beraneka warnanya.”

Madu ada yang berwarna putih, kuning, merah, dan warna-warna lainnya yang indah sesuai dengan makanannya.

4. Madu Obat Penyakit

(اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ), artinya, “Di dalamnya terdapat obat bagi manusia.”

Sebagian orang yang berbicara tentang thibbun Nabawi (ilmu kedokteran Nabi) mengatakan, jika Allah mengatakan, “fubisy-syifa’ linnas”, berarti madu itu menjadi obat bagi segala macam penyakit.

Dia mengatakan, “fiibi syifa’ linnas”, yang berarti bahwa madu itu bisa dipergunakan untuk obat penyakit kedinginan, karena madu itu panas.

Dalil yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala “Di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia,” yaitu madu.

Hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitab ash Shahihain dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwasanya ada seseorang yang datang kepada Rasulullah.

lalu orang itu berkata, “Sesungguhnya saudaraku sakit perut.”

Maka beliau bersabda: “Berilah dia minum madu.” Kemudian orang itu pergi dan memberinya minum madu.

Setelah itu orang tersebut datang dan berkata, “Ya Rasulullah, aku telah memberinya minum madu dan tidak bereaksi kecuali bertambah parah.”

Maka beliau berkata, “Pergi dan beri dia minum madu lagi.” Kemudian orang itu pun pergi dan memberi- nya minum madu.

Setelah itu orang tersebut datang lagi dan berkata, “Ya Rasulullah, dia semakin bertambah parah.”

Maka Rasulullah bersabda, “Maha Benar Allah dan perut saudaramu yang berdusta. Pergi dan berilah dia minum madu.” Kemudian dia pun pergi dan memberinya minum madu hingga akhirnya saudaranya itu sembuh.

Dalam kitab ash-Shahihain juga disebutkan, dari ‘Aisyah, bahwa Rasulullah pernah tertarik oleh manisan dan madu. Ini adalah lafazh al-Bukhari.

Dalam kitab Shahih al-Bukhari disebutkan dari Ibnu ‘Abbas, di mana dia bercerita, Rasulullah bersabda:

( الشفاء في ثلاثة: فِي شَرْطَةِ مِحْجَمٍ، أَو شُربَةِ عَسَلٍ، أَوْ كَيَّةٍ بِنَارٍ وَأَنْهَى أُمَّتِي عَنِ الكَي )

Artinya: “Kesembuhan itu ada pada tiga hal, yaitu pada pembekaman, pada minum madu, atau pembakaran dengan api. Aku melarang umatku dari kayy (pengobatan dengan cara pembakaran).”

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Ashim bin ‘Umar bin Qatadah dari Jabir.

Imam Ahmad meriwayatkan, Ali bin Ishaq memberitahu kami, ‘Abdullah memberitahu kami, Sa’id bin Abi Ayyub memberitahu kami, dari ‘Abdullah bin al-Walid, dari Abul Khair, dari ‘Uqbah bin ‘Amir al-Juhni, dia bercerita, Rasulullah bersabda:

( ثَلَاثَ إِنْ كَانَ فِي شَيْ شِفَاءُ: فَشَرْطَةُ مِحْجَمٍ، أَوْ شُرْبَةُ عَسَلٍ، أَوْ كَيَّةٌ تُصِيبُ أَلَمًا وَأَنَا أَكْرَهُ الْكَيَّ وَلَا أُحِبُّهُ )

Artinya: “Ada tiga hal (obat) jika orang terkena sesuatu (penyakit); hijam (pembekaman), minum madu, atau pembakaran pada bagian yang terkena penyakit, dan aku membenci pembakaran dan tidak menyukainya.”

Demikian pembahasannya, lebah dengan segala keteraturan dan manfaat yang mereka hasilkan, menunjukkan kebesaran Allah SWT melalui wahyu-Nya dalam Surah An-Nahl.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perang Uhud dan Kesalahan Fatal Penyebab Kalahnya Pasukan Muslim


Jakarta

Perang Uhud adalah peristiwa bersejarah dalam Islam di masa Rasulullah SAW. Terjadinya perang ini disebabkan karena kekalahan pada perang sebelumnya.

Perang Uhud adalah upaya balas dendam dari kaum Quraisy setelah kekalahan mereka di Perang Badr. Pernyataan tersebut ditulis dalam buku Sang Panglima Tak Terkalahkan “Khalid Bin Walid” karya Hanatul Ula Maulidya. Perang Uhud terjadi pada 15 Syawal di Tahun ketiga Hijriyah (325 M).


Dalam pertempuran ini, Nabi Muhammad SAW mengerahkan 1.000 pasukan, tetapi 300 di antaranya, yang dipimpin oleh Abdullah ibn Abi al-Munafik, membelot. Akibatnya, pasukan Rasulullah tersisa 700 orang, termasuk 50 penunggang kuda.

Menghadapi jumlah musuh yang lebih banyak, Nabi Muhammad SAW menyusun strategi dengan menempatkan pasukan di atas Jabal Uhud untuk menghadapi perang ini.

Persiapan Kedua Pihak Menghadapi Perang

Merangkum buku Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Setelah kalah di Perang Badr, kebencian masyarakat Makkah terhadap kaum Muslim semakin membara. Quraisy merasa kehilangan banyak pemimpin dan bertekad untuk membalas dendam, sehingga mereka melarang penduduk Makkah meratapi korban Badr dan menunda tebusan tawanan agar kaum Muslim tidak merasa lebih unggul.

Quraisy sepakat untuk melancarkan serangan besar-besaran sebagai bentuk balas dendam. Pemimpin seperti Ikrimah bin Abu Jahl, Shafwan bin Umayyah, dan Abu Sufyan bin Harb sangat antusias dalam persiapan ini. Mereka mengumpulkan barang dagangan yang hilang dan menggugah semangat warga kaya untuk memberikan dukungan finansial. Shafwan membujuk penyair Abu Azzah untuk membantu membangkitkan semangat kabilah-kabilah.

Setelah setahun persiapan, mereka berhasil mengumpulkan sekitar tiga ribu prajurit, termasuk lima belas wanita untuk memberikan semangat. Pasukan ini terdiri dari tiga ribu unta, dua ratus orang penunggang kuda, dan tujuh ratus prajurit bersenjata. Abu Sufyan ditunjuk sebagai komandan tertinggi, dengan Khalid bin Al-Walid memimpin pasukan berkuda.

Sementara itu, di Madinah, umat Islam dalam keadaan siaga. Setiap Muslim siap siaga dengan senjata, bahkan saat salat. Juga ada sekumpulan Anshar seperti Sa’d bin Mu’adz yang selalu menjaga dekat Rasulullah SAW.

Di setiap pintu gerbang Madinah terdapat penjaga untuk mengantisipasi serangan mendadak. Selain itu, sejumlah muslim bertugas memata-matai gerakan musuh, berkeliling di jalur-jalur yang mungkin dilalui para musyrik untuk menyerang orang-orang Muslim.

Meletusnya Bara Peperangan

Merangkum kembali dari sumber sebelumnya, saat pertempuran dimulai, dua pihak saling mendekat. Thalhah bin Abu Thalhah Al-Abdari, pembawa bendera musyrik dan penunggang kuda Quraisy yang terkenal berani, muncul menantang adu tanding sambil menunggang unta.

Tak seorang pun berani menyambut tantangannya karena ketakutan akan keberaniannya. Namun, Az-Zubair akhirnya maju dengan semangat, melompat seperti singa, dan sebelum Thalhah bisa turun dari untanya, Az-Zubair menusukkan pedangnya, membuat Thalhah terjatuh dan tewas.

Nabi Muhammad SAW yang menyaksikan pertarungan ini segera mengangkat suaranya dalam takbir, yang diikuti oleh seluruh umat Islam. Beliau memuji Az-Zubair dan bersabda, “Sesungguhnya setiap Nabi itu mempunyai pengikut setia. Adapun pengikut setiaku adalah Az-Zubair.”

Setelah Az-Zubair mengalahkan Thalhah bin Abu Thalhah, pertempuran semakin memanas, terutama di kalangan pasukan musyrik. Pertempuran berkecamuk di seluruh medan, sementara umat Islam, dipenuhi iman, menyerbu musuh dengan semangat, berteriak “Matilah, matilah!” selama Perang Uhud.

Di titik lain, Wahsy bin Harb, seorang budak dari Habasyah yang mahir melempar tombak, melihat Hamzah bin Abdul Muththalib yang bertarung dengan gagah, mengalahkan banyak musuh. Wahsy bersembunyi di balik batu dan pohon, menunggu kesempatan.

Saat Hamzah sedang bertarung dengan Siba’ bin Abdul Uzza dan berhasil membunuhnya, Wahsy memanfaatkan momen itu. Dia melemparkan tombaknya, mengenai perut bagian bawah Hamzah hingga tembus ke selangkangan. Hamzah terluka parah dan akhirnya jatuh dan meninggal.

Perang Uhud semakin berjalan dengan cepat. Kaum Muslim yang berperang di garis depan awalnya tidak menyadari perkembangan situasi yang terjadi. Namun, begitu mereka mendengar suara Rasulullah SAW, mereka segera bergegas menghampiri beliau.

Setibanya di lokasi, mereka menemukan keadaan yang mengkhawatirkan. Rasulullah SAW terluka, enam orang Anshar tewas, dan orang lainnya terluka parah, sementara Sa’d dan Thalhah masih bertarung dengan berani.

Para sahabat segera menggunakan tubuh dan senjata mereka untuk melindungi Rasulullah SAW dari serangan musuh. Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW, adalah orang yang pertama tiba dan melihat Thalhah yang dengan gagah berani melindungi Rasulullah SAW.

Bersama Abu Ubaidah, ia berusaha melepaskan dua keping rantai topi besi yang menancap di pipi Nabi Muhammad SAW. Abu Ubaidah bahkan rela menggunakan giginya untuk mencabut kepingan besi tersebut, meskipun hal itu menyebabkan giginya goyah.

Setelah melewati situasi yang sangat berbahaya, sahabat lebih banyak berkumpul untuk melindungi sekitar Rasulullah SAW, termasuk Abu Dujanah, Mush’ab bin Umair, dan Ali bin Abu Thalib.

Kesalahan Fatal Penyebab Kalahnya Prajurit Muslim

George F Nafziger dalam bukunya Islam at War menggambarkan keadaan dalam kekalahan perang Uhud. Saat perang berlangsung, pasukan muslim sempat unggul.

Keunggulan ini disebabkan karena strategi Rasulullah SAW dalam menempatkan 150 pasukan pemanah di atas bukit untuk melindungi pasukan yang ada di bawah bukit.

Rasulullah menginstruksikan pasukan pemanah agar jangan berpindah posisi, apapun yang terjadi.

Akan tetapi imbauan Rasulullah ini tidak dihiraukan. Ketika pasukan Quraisy berjatuhan, pemanah muslimin justru berbondong-bondonv turun dari bukit untuk berebut harta rampasan perang.

Hal inilah yang menjadi penyebab pasukan Quraisy yang sebelumnya sudah mundur menjadi kembali karena aman dari ancaman pemanah.

Dalam Perang Uhud, sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib ikut gugur. Ia dibunuh oleh Wahsyi bin Harb, seorang budak Quraisy yang kemudian masuk Islam.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Sa’ad bin Abi Waqqash, Sahabat Nabi SAW yang Doanya Tajam Laksana Pedang



Jakarta

Sa’ad bin Abi Waqqash adalah salah satu sahabat nabi yang dijamin masuk surga. Ia berasal dari bani Zuhrah suku Quraisy.

Mengutip dari buku Biografi 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga oleh Suja’i Fadil, Sa’ad adalah paman Rasulullah SAW dari pihak ibu. Seperti diketahui, Aminah binti Wahhab berasal dari suku yang sama dengan Sa’ad yaitu bani Zuhrah.

Sa’ad dilahirkan dari keluarga yang kaya raya dan terpandang. Ia merupakan pemuda serius dengan pemikiran cerdas.


Sosok Sa’d bin Abi Waqqash digambarkan bertubuh tegap, tidak terlalu tinggi dan memiliki potongan rambut pendek.

Doa Sa’ad bin Abi Waqqash Selalu Dikabulkan

Dikisahkan dalam Rijal Haula Rasul oleh Khalid Muhammad Khalid terjemahan Kaserun, Sa’ad adalah salah satu kesatria umat Islam yang paling pemberani. Ia memiliki dua senjata, yaitu panah dan doa.

Ketika ia memanah musuh dalam satu peperangan maka dapat dipastikan panahnya tepat sasaran. Begitu pun ketika ia berdoa kepada Allah SWT yang langsung diijabah oleh sang Khalik.

Menurut Sa’ad bin Abi Waqqash, hal tersebut disebabkan doa Nabi Muhammad SAW untuk Sa’ad. Suatu ketika, Rasulullah melihat sesuatu yang menggembirakan dan menenangkan beliau dari Sa’ad. Lalu, sang nabi berdoa dengan doa yang makbul, “Ya Allah, tepatkanlah lemparan panahnya dan kabulkanlah doanya.”

Di tengah para saudara dan sahabat, Sa’ad bin Abi Waqqash dikenal memiliki doa yang tajam laksana pedang. Salah satu kisah kemanjuran doa Sa’ad bin Abi Waqqash diceritakan dalam riwayat Amir bin Sa’ad. Ia berkata,

“Sa’ad melihat seorang laki-laki mengumpat Ali, Thalhah, dan Zubair. Sa’ad melarangnya, tetapi laki-laki itu tidak menghiraukan. Sa’ad lantas berkata, ‘Kalau begitu akan kudoakan (keburukan) padamu!’

Laki-laki tersebut menjawab, ‘Engkau mengancamku seolah dirimu seorang nabi.’

Sa’ad pun beranjak untuk mengambil wudhu kemudian salat dua rakaat. Sesudah salat, ia mengangkat kedua tangannya dan berdoa,

“Ya Allah, jika menurut ilmu-Mu laki-laki ini telah mengumpat orang-orang yang telah mendapat anugerah (kebaikan) dari-Mu dan umpatan itu membuat-Mu murka, jadikanlah ia sebagai pertanda dan suatu pelajaran.”

Tidak lama setelahnya, muncullah seekor unta liar dari sebuah pekarangan rumah. Tidak ada sesuatu pun yang bisa merintanginya sampai ia harus masuk ke dalam kerumunan manusia seakan sedang mencari sesuatu.

Unta itu lalu menerjang laki-laki yang sebelumnya mengumpat dan membantingnya di antara kaki-kakinya. Lalu, hewan tersebut menginjak-injaknya sampai lelaki tersebut berjumpa dengan ajalnya.

Wafatnya Sa’ad bin Abi Waqqash

Mengutip dari Shifatush-Shafwah oleh Ibnu Al Jauzi terjemahan Wawan Djunaedi Soffandi, Sa’ad wafat di rumahnya yang berada di kawasan ‘Aqiq, sekitar 10 mil dari Madinah. Jenazahnya dikebumikan di komplek pemakaman Baqi’.

Sa’ad bin Abi Waqqash wafat di usia 70 tahun lebih. Ada yang berpendapat tahun meninggalnya yaitu 55 H, sebagian mengatakan pada 50 H.

Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Nabi Sulaiman yang Tidak Disadari Selama Bertahun-tahun



Jakarta

Nabi Sulaiman AS adalah salah satu utusan Allah SWT yang kisahnya tercantum dalam Al-Qur’an. Ada kisah menarik di balik wafatnya Sulaiman AS.

Menurut Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, kisah wafatnya Nabi Sulaiman AS tercantum dalam surah Saba’ ayat 14.

فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ ٱلْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَىٰ مَوْتِهِۦٓ إِلَّا دَآبَّةُ ٱلْأَرْضِ تَأْكُلُ مِنسَأَتَهُۥ ۖ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ ٱلْجِنُّ أَن لَّوْ كَانُوا۟ يَعْلَمُونَ ٱلْغَيْبَ مَا لَبِثُوا۟ فِى ٱلْعَذَابِ ٱلْمُهِينِ


Artinya: “Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan.”

Ibnu Jarir, Ibnu Hatim dan lainnya meriwayatkan dari hadits Ibrahim bin Thuhman dari Atha’ bin Sa’ib dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas RA. Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Sulaiman, Nabi Allah, setiap kali salat ia melihat sebuah pohon tumbuh di hadapannya, lalu ia bertanya pada pohon itu, ‘Siapa namamu?’ Pohon menjawab, ‘Namaku ini dan itu,’ Sulaiman kemudian berkata, ‘Untuk apa kau (tumbuh)? Jika memang untuk menjadi tanaman, tumbuhlah dan jika untuk (makanan) hewan, tumbuhlah.’

Suatu ketika, ketika ia tengah salat ia melihat sebuah pohon tumbuh di hadapannya, lalu ia bertanya pada pohon itu, ‘Siapa namamu?’ Pohon itu menjawab, ‘Kharub (si peruntuh),’ Sulaiman bertanya, ‘Untuk apa kamu (tumbuh)?’ Pohon menjawab, ‘Untuk meruntuhkan rumah itu’ Sulaiman kemudian berdoa, ‘Ya Allah! Sembunyikanlah kematianku untuk para jin, agar manusia tahu bahwa jin tidak mengetahui hal gaib,’

Nabi Sulaiman AS lalu membuat tongkat dari pohon tersebut, ia bertumpu pada tongkat itu selama setahun lamanya. Sementara itu, jin terus bekerja dan tongkat itu dimakan rayap.

As-Suddi menuturkan dalam sebuah kabar dari Abu Malik dan Abu Shalih, dari Ibnu Abbas RA dari sejumlah sahabat bahwa Nabi Sulaiman AS pernah menyepi di Baitul Maqdis selama kurang lebih setahun dua tahun, sebulan dua bulan. Keperluan makan dan minum biasa diantarkan kepadanya oleh para setan yang tergabung dalam salah satu jenis jin.

Hal itu terus berlangsung. Para setan tak pernah absen memberi sajian makanan kepada Nabi Sulaiman AS sampai-sampai mereka tidak mengetahui bahwa ia telah meninggal dunia.

Jadi, pohon kharubah yang sebelumnya diterangkan tumbuh untuk meruntuhkan masjid. Nabi Sulaiman AS berkata bahwa Allah SWT tidak mungkin meruntuhkan masjid tersebut selama Sulaiman AS masih hidup.

“Itu artinya, kamu tumbuh untuk mengabarkan kematianku,” demikian terang Nabi Sulaiman AS.

Setelah itu, Sulaiman AS mencabut pohon tersebut dan menanamnya di pagar miliknya. Setelah itu, Nabi Sulaiman AS masuk ke mihrab dan salat sambil bersandar pada tongkatnya.

Beberapa sumber mengatakan tongkat tersebut dibuat oleh Sulaiman AS dengan bahan dasar dari pohon kharubah yang sempat ia cabut. Lalu, Nabi Sulaiman AS menemui ajalnya sampai-sampai tidak diketahui oleh para setan yang sedang bekerja dengannya.

Turut diterangkan dalam buku Berjumpa 26 Nabi: Perjalanan Spiritual Seorang Remaja susunan Argawi Kandito, kalangan jin dan setan menyadari bahwa wafatnya Nabi Sulaiman AS setelah rayap memakan tongkat penopang tubuh sang nabi. Lama waktu rayap memakan tongkat tersebut kira-kira sepuluh tahun.

Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Nabi Sulaiman AS wafat dengan berdiri dan bersandar pada tongkatnya. Mata beliau terbuka dan fisiknya tidak berubah bentuk, bahkan tidak ada bau yang muncul dari jenazahnya. Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Kedermawanan Abdurrahman bin Auf yang Membeli Kurma Busuk



Jakarta

Abdurrahman bin Auf merupakan seorang sahabat nabi yang masuk surga karena kedermawanannya. Suatu ketika, kedermawanan seorang Abdurrahman bin Auf dibalas dengan berlipat ganda oleh Allah SWT ketika ia membeli kurma busuk.

Abdurrahman bin Auf adalah salah satu penopang dakwah Islam terbesar sejak ia masuk Islam melalui Abu Bakar Ash-Shiddiq. Nama aslinya adalah Abu Amr. Abdurrahman bin Auf.

Dalam buku Pendidikan Agama Islam karya Abdul Wadud, dijelaskan bahwa sahabat nabi yang satu ini adalah seorang konglomerat pada zamannya. Ia dikenal sangat dermawan. Lingkungan keluarganya yang ahli berdagang menjadikan Abdurrahman bin Auf tumbuh dewasa sebagai pedagang yang sukses. Ia telah menjelajahi berbagai negeri di luar Makkah, hingga ia menjadi pedagang besar tanpa tanding di zamannya.


Semenjak masuk Islam, tak segan-segan ia mempertaruhkan jiwa dan hartanya demi menghidupkan agama Allah SWT di muka bumi. Ia sangat mendukung penuh perjuangan dakwah Rasulullah SAW.

Catatan yang tidak terlupakan dalam sejarah Islam bagi Abdurrahman bin Auf ialah saat Perang Uhud, beliau berjuang mati-matian menahan serangan musuh yang jumlahnya sangat tidak sebanding. Abdurrahman bin Auf juga dikenal sangat khusyuk dalam beribadah kepada Allah SWT, selain keteladanannya dalam hal dermawan. Berikut satu kisah tentang kedermawanannya.

Kisah Abdurrahman bin Auf Membeli Kurma Busuk

Mengutip buku 100 Kisah Fantastis dari Al-Qur`An Dan Hadis
karya Walidah Ariyan, salah satu sahabat nabi yang dijamin masuk surga adalah Abdurrahman bin Auf. Ketika ia ikut hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW mempersaudarakannya dengan Sa’ad bin Ar Rabi’. Lalu, Sa’ad bin Ar Rabi’ ingin memberikannya kebun.

Akan tetapi, Abdurrahman bin Auf dengan halus menolak. Ia hanya meminta Sa’ad untuk mengantarnya ke pasar terdekat. Sa’ad pun menunjukkan Pasar Qainuqa sebagai tempat di mana Abdurrahman memulai kegiatan berdagangnya.

Abdurrahman bin Auf mulai berdagang dengan sangat tekun. Seiring berjalannya waktu, ia mendapatkan keuntungan yang halal. Saat Perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf menyumbangkan 4.000 dinar yang setara dengan 1,7 kilogram emas.

Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Semoga Allah memberkati apa yang telah engkau tinggalkan dan apa yang engkau sumbangkan.” Semakin banyak keuntungan yang diperolehnya, justru semakin banyak pula harta yang dinafkahkan.

Dikisahkan dalam buku Merangkai Hikmah di Balik Kisah karya Ummu Fayyadh, setelah Perang Tabuk, banyak kurma di Madinah busuk karena ditinggal sahabat berperang. Kemudian, Abdurrahman bin Auf melihat peluang tersebut dengan menghabiskan seluruh hartanya. Ia membeli semua kurma busuk milik para sahabat dengan harga yang tinggi.

Betapa senangnya semua sahabat kala itu, karena kurma busuknya masih laku terjual. Bahkan laku keras, karena tak ada yang tersisa sama sekali. Abdurrahman bin Auf juga merasa senang karena beliau telah jatuh miskin. Artinya, ia tidak akan tertinggal untuk masuk surga.

Namun, begitu besar Allah SWT memberi rahmat bagi hamba-Nya yang saleh. Setelah kurma-kurma busuk itu berpindah tangan menjadi milik Abdurrahman bin Auf, datang utusan dari Negeri Yaman yang membawa berita, bahwa di negeri Yaman sedang tersebar wabah penyakit menular. Sang Raja mencari kurma busuk, karena menurut tabib mereka, kurma busuk bisa dijadikan obat untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Utusan Yaman tersebut berniat memborong semua kurma busuk dengan harga 10 kali lipat dari harga kurma biasa.

Ketika Abdurrahman bin Auf pulang dari Syam, Rasulullah SAW berdoa untuknya agar Abdurrahman bin Auf dimasukkan ke surga. Kemudian turunlah Jibril, ia berkata, “Sesungguhnya Allah SWT berkata, ‘Kirimkanlah salam-Ku kepada Abdurrahman bin Auf dan sampaikan kabar gembira bahwa ia masuk surga.”

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Malaikat Datangi Orang-orang Pilihan Allah dalam Wujud Manusia



Jakarta

Para malaikat dikisahkan pernah mendatangi orang-orang pilihan Allah SWT untuk menjalankan tugasnya. Mereka biasa menampakkan diri dalam wujud manusia.

Kisah tersebut diceritakan dalam ‘Alam al-Mala’ikah al-Abrar dan Alam al-Jinn wa asy-Syayathin karya Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar yang diterjemahkan Kaserun AS. Rahman. Manusia pilihan ini berasal dari kalangan para nabi.

Dikisahkan, Nabi Ibrahim AS pernah didatangi beberapa malaikat dalam wujud manusia. Beliau tidak mengetahui sosok tersebut sampai akhirnya para malaikat menjelaskan jati dirinya.


Menurut riwayat dari Sa’id bin Jubair, As-Suddi, Qatadah, dan Muhammad bin Ishaq yang dinukil Ibnu Katsir dalam Qashash al-Anbiyaa, kala itu Nabi Ibrahim AS terus mendesak para malaikat yang datang ke rumahnya dengan berbagai pertanyaan.

“Apakah kalian mau menghancurkan suatu negeri yang di dalamnya masih ada orang-orang yang beriman, tiga ratus orang mungkin?” tanya Nabi Ibrahim AS.

Para malaikat menjawab, “Tidak sampai sebanyak itu.”

Nabi Ibrahim AS bertanya lagi, “Empat puluh orang mungkin”

“Tidak sampai sebanyak itu,” jawab malaikat.

Nabi Ibrahim AS terus bertanya, “Empat belas orang mungkin?”

Para malaikat menjawab, “Tidak sampai sebanyak itu.”

Menurut Ibnu Ishaq, Nabi Ibrahim AS terus bertanya tentang jumlah orang beriman dalam negeri itu. Kaum dari suatu negeri yang dimaksud dalam percakapan Nabi Ibrahim AS dan malaikat itu adalah kaum Nabi Luth AS.

Para malaikat juga pernah mendatangi Nabi Luth AS dalam wujud pemuda-pemuda tampan. Kedatangan mereka membuat Nabi Luth AS gelisah dan khawatir takut akan diganggu kaumnya. Diketahui, kaum Nabi Luth AS adalah kaum yang jahat dan gemar melakukan hubungan sesama jenis.

Hal tersebut diceritakan dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam surah Hud ayat 77,

وَلَمَّا جَاۤءَتْ رُسُلُنَا لُوْطًا سِيْۤءَ بِهِمْ وَضَاقَ بِهِمْ ذَرْعًا وَّقَالَ هٰذَا يَوْمٌ عَصِيْبٌ ٧٧

Artinya: Ketika para utusan Kami (malaikat) itu datang kepada Lut, dia merasa gundah dan dadanya terasa sempit karena (kedatangan) mereka. Dia (Lut) berkata, “Ini hari yang sangat sulit.”

Ibnu Katsir mengatakan dalam Al-Bidayah wa an-Nihayah, para malaikat itu menampakkan diri dalam wujud pemuda tampan. Kedatangan mereka untuk menghancurkan kaum Nabi Luth AS. Setelah itu, Allah SWT menimpakan hukuman pada kaum itu.

Selain mendatangi Nabi Ibrahim AS dan Nabi Luth AS, para malaikat juga mendatangi Nabi Muhammad SAW. Ini terjadi berkali-kali dan dalam wujud beragam.

Malaikat Jibril pernah mendatangi manusia dalam wujud Dihyah bin Khalifah al-Kalbi, seorang sahabat yang begitu tampan. Kala itu, Aisyah RA melihat Rasulullah SAW meletakkan tangan pada kuda Dihyah al-Kalbi dan berbicara padanya. Ketika Aisyah RA bertanya tentang orang itu, Rasulullah SAW menjawab, “Ia adalah Jibril dan ia menyampaikan salam kepadamu.” (HR Ahmad dalam Musnad)

Terkadang Jibril mendatangi Rasulullah SAW dalam rupa seorang Badui. Banyak sahabat yang melihat ketika Jibril datang dalam wujud manusia. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim terdapat hadits yang berasal dari Umar bin Khaththab, ia menceritakan melihat laki-laki berpakaian putih dan berambut hitam. Laki-laki itu duduk di dekat Rasulullah SAW dan bertanya tentang suatu hal.

“Ketika kami sedang duduk di sisi Rasulullah SAW, muncullah seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan berambut sangat hitam. Pada dirinya tidak tampak bekas melakukan perjalanan dan tidak seorang pun dari kami yang mengenalnya. Laki-laki itu duduk di dekat Rasulullah, menyandarkan kedua lututnya pada lutut beliau dan meletakkan kedua telapak tangan di atas paha beliau. Laki-laki itu berkata, ‘Wahai Muhammad, beri tahukanlah aku tentang Islam’.”

Dalam hadits tersebut, malaikat yang menyamar manusia itu menanyakan perihal iman, ihsan, dan kiamat beserta tanda-tandanya. Setelah itu, Rasulullah SAW memberitahu para sahabat bahwa orang yang bertanya itu adalah Malaikat Jibril yang bertujuan mengajarkan agama pada para sahabat.

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com