Tag Archives: sakban lubis

Siapa Saja yang Termasuk Mahram? Pahami agar Wudhu Tetap Sah!


Jakarta

Dalam ajaran Islam, menjaga kesucian tubuh dan hati sangat penting, apalagi sebelum melaksanakan ibadah seperti salat. Salah satu syarat sah salat adalah berwudhu, yaitu menyucikan diri dari hadas kecil.

Namun, tahukah kamu bahwa wudhu bisa batal jika bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahram?

Lantas, siapa saja yang termasuk mahram? Dan siapa yang boleh disentuh tanpa membatalkan wudhu?


Artikel ini akan membahasnya secara lengkap berdasarkan Al-Qur’an dan penjelasan ulama fikih.

Memahami Mahram dan Dampaknya pada Wudhu

Mengutip buku Fiqih Munakahat (Hukum Pernikahan dalam Islam) oleh Sakban Lubis dan lainnya, mahram adalah istilah khusus dalam Islam yang merujuk pada orang-orang yang haram dinikahi karena adanya hubungan kekerabatan atau sebab tertentu. Selain itu, sentuhan fisik dengan mahram juga tidak membatalkan wudhu.

Dasar hukum mengenai mahram ini secara gamblang dijelaskan dalam Surah An-Nisa ayat 23:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ اُمَّهٰتُكُمْ وَبَنٰتُكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ وَعَمّٰتُكُمْ وَخٰلٰتُكُمْ وَبَنٰتُ الْاَخِ وَبَنٰتُ الْاُخْتِ وَاُمَّهٰتُكُمُ الّٰتِيْٓ اَرْضَعْنَكُمْ وَاَخَوٰتُكُمْ مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَاُمَّهٰتُ نِسَاۤىِٕكُمْ وَرَبَاۤىِٕبُكُمُ الّٰتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِّنْ نِّسَاۤىِٕكُمُ الّٰتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّۖ فَاِنْ لَّمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ ۖ وَحَلَاىِٕلُ اَبْنَاۤىِٕكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ اَصْلَابِكُمْۙ وَاَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ الْاُخْتَيْنِ اِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا 。 ٢٣

Artinya: “Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 23)

Mahram yang Boleh Disentuh

Berdasarkan ayat di atas dan penjelasan para ulama, termasuk Ahmad Sarwat dalam buku Ensiklopedia Fikih Indonesia 8: Pernikahan, berikut adalah daftar lengkap mahram yang haram untuk dinikahi dan sentuhan dengannya tidak membatalkan wudhu:

  • Ibu kandung
  • Anak-anakmu yang perempuan
  • Saudara-saudaramu yang perempuan
  • Saudara-saudara bapakmu yang perempuan
  • Saudara-saudara ibumu yang perempuan
  • Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki
  • Anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan
  • Ibu-ibumu yang menyusui kamu
  • Saudara perempuan sepersusuan
  • Ibu-ibu istrimu
  • Anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri
  • Istri-istri anak kandungmu

Dengan memahami siapa saja yang termasuk mahram, detikers tidak perlu khawatir wudhu akan batal ketika bersentuhan dengan mereka sebelum salat atau ibadah lainnya. Pengetahuan ini sangat penting untuk menjaga kesahihan ibadah dan meningkatkan ketenangan hati dalam berinteraksi dengan keluarga.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Bagaimana Pembagian Warisan Jika Ayah Meninggal dan Ibu Masih Hidup?


Jakarta

Ilmu waris dalam Islam adalah bidang yang penting dan wajib dipelajari oleh setiap muslim, karena menyangkut hak dan keadilan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

Salah satu pertanyaan yang paling sering muncul dalam masyarakat adalah bagaimana pembagian harta warisan jika seorang ayah meninggal dunia, sementara ibunya (istri almarhum) masih hidup dan meninggalkan anak-anak.

Masalah ini sebenarnya telah diatur secara jelas dalam Al-Qur’an, tepatnya dalam surah An-Nisa ayat 11 dan 12. Dalam ayat-ayat tersebut, Allah menetapkan siapa saja yang berhak menerima warisan dan berapa besarannya.


Dalam surat An-Nisa ayat 11, Allah SWT berfirman,

يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوْلَٰدِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءً فَوْقَ ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِن كَانَتْ وَٰحِدَةً فَلَهَا ٱلنِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا ٱلسُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُۥ وَلَدٌ ۚ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُۥ وَلَدٌ وَوَرِثَهُۥٓ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ ٱلثُّلُثُ ۚ فَإِن كَانَ لَهُۥٓ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ ٱلسُّدُسُ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِى بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۗ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Artinya: Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Surat An-Nisa Ayat 12,

۞ وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَٰجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ ٱلثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم ۚ مِّنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۗ وَإِن كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَٰلَةً أَوِ ٱمْرَأَةٌ وَلَهُۥٓ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا ٱلسُّدُسُ ۚ فَإِن كَانُوٓا۟ أَكْثَرَ مِن ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَآءُ فِى ٱلثُّلُثِ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَآ أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَآرٍّ ۚ وَصِيَّةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ

Artinya: Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.

Pembagian Harta Warisan untuk Istri (Ibu yang Ditinggalkan)

Dalam buku Fiqih Mawaris: Memahami Hukum Waris dalam Islam yang disusun oleh Sakban Lubis, Muhammad Zuhirsyan dan Rustam Ependi, ketika seorang suami meninggal dunia dan meninggalkan seorang istri, bagian harta yang menjadi hak istri tergantung pada apakah almarhum memiliki anak atau tidak.

Berdasarkan surah An-Nisa ayat 12, jika seorang suami meninggal dan memiliki keturunan, baik anak laki-laki maupun perempuan, maka istrinya mendapatkan seperdelapan (1/8) dari total harta peninggalan. Namun jika sang suami tidak memiliki anak, maka bagian istri meningkat menjadi seperempat (1/4).

Misalnya, jika seorang ayah meninggalkan harta sebesar 800 juta rupiah dan memiliki anak-anak, maka istri yang ditinggalkan akan memperoleh 1/8 dari jumlah tersebut, yaitu 100 juta rupiah. Sisa harta yang berjumlah 700 juta rupiah akan dibagikan kepada anak-anak sesuai dengan ketentuan syariat.

Pembagian Warisan untuk Anak Laki-laki dan Anak Perempuan

Setelah bagian istri diambil, sisa harta warisan diberikan kepada anak-anak. Dalam Islam, anak-anak dibagi menjadi dua kategori utama: laki-laki dan perempuan.

Al-Qur’an menyebutkan bahwa bagian seorang anak laki-laki adalah dua kali bagian anak perempuan.

Dalam buku Panduan Praktis Pembagian Waris karya Badriyah Harun, ketentuan pembagian hak waris ini berlaku ketika seorang ayah meninggalkan anak laki-laki dan anak perempuan sekaligus. Perhitungan warisannya dilakukan dengan membagi sisa harta ke dalam satuan bagian, di mana setiap anak laki-laki mendapat dua bagian, dan anak perempuan mendapat satu bagian.

Sebagai contoh, jika almarhum memiliki dua anak laki-laki dan satu anak perempuan, maka total bagian dibagi menjadi lima (2 + 2 + 1 = 5). Dari sisa harta 700 juta rupiah, setiap satu bagian bernilai 140 juta rupiah. Maka, masing-masing anak laki-laki mendapat dua bagian atau 280 juta rupiah, sedangkan anak perempuan mendapat satu bagian atau 140 juta rupiah.

Bagian Anak Perempuan Jika Tanpa Anak Laki-laki

Jika seorang ayah hanya meninggalkan anak perempuan saja tanpa anak laki-laki, maka bagian mereka berubah. Jika hanya ada satu anak perempuan, ia berhak menerima setengah (1/2) dari total harta warisan. Namun jika ada dua anak perempuan atau lebih, maka mereka secara kolektif berhak mendapatkan dua pertiga (2/3) dari harta warisan.

Bagian ini merupakan bagian tetap atau pasti (ashabul furudh), dan jika masih ada sisa setelah diberikan kepada anak perempuan, maka sisa tersebut akan jatuh ke tangan ahli waris lainnya yang berstatus ‘ashabah’, seperti ayah almarhum (jika masih hidup), saudara kandung, atau kerabat lainnya.

Bagian Anak Laki-laki Jika Tanpa Anak Perempuan

Sebaliknya, jika seorang ayah hanya meninggalkan anak laki-laki tanpa anak perempuan, maka anak laki-laki tersebut akan mengambil seluruh sisa harta setelah bagian istri (ibu) diberikan. Dalam hal ini, anak laki-laki bertindak sebagai ashobah, yaitu ahli waris yang mengambil seluruh sisa harta.

Misalnya, jika hanya ada satu anak laki-laki dan sang ibu (istri almarhum), maka istri mendapat 1/8 dari harta, dan anak laki-laki mengambil semua sisa harta.

Urutan Pembagian Warisan dalam Islam

Iman Jauhari dalam bukunya yang berjudul Hukum Waris Islam, dalam Islam, pembagian warisan tidak bisa langsung dilakukan sebelum menyelesaikan beberapa kewajiban terlebih dahulu. Pertama-tama, harta peninggalan harus digunakan untuk membayar biaya pengurusan jenazah. Setelah itu, dilunasi semua hutang almarhum, dan kemudian dilaksanakan wasiat, jika ada, yang tidak melebihi sepertiga dari total harta. Barulah setelah tiga hal ini diselesaikan, harta bisa dibagi kepada para ahli waris sesuai ketentuan syariat.

Anak Angkat dan Warisan

Perlu diketahui bahwa dalam Islam, anak angkat tidak secara otomatis menjadi ahli waris. Artinya, mereka tidak bisa menerima warisan kecuali melalui wasiat yang tidak lebih dari sepertiga harta, atau melalui pemberian (hibah) semasa hidup. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar tidak menimbulkan salah paham dan sengketa di kemudian hari.

Pembagian warisan dalam Islam telah ditetapkan secara adil dan terperinci oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an. Setiap ahli waris memiliki hak sesuai dengan kedudukannya dan tidak boleh diubah-ubah sesuai kehendak pribadi atau budaya keluarga.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com