Tag Archives: salam

Hukum Salam Salat Hanya Menoleh ke Kanan, Apakah Sah?


Jakarta

Ibadah salat adalah rangkaian gerakan dan bacaan tertentu yang dimulai dari takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Salat fardhu atau salat lima waktu ini wajib dilaksanakan seluruh umat Islam dan tak boleh ditinggalkan.

Jika diperhatikan, rangkaian ibadah salat yang termasuk rukun yaitu gerakan dan bacaan salat yang harus ada dalam setiap rakaat salat. Dalam buku Tuntunan Shalat lengkap dan Benar tulisan Neni Nuraeni disebutkan bahwa yang paling banyak dalam salat adalah berupa gerakan. Rukun salat yang berupa bacaan hanya ada empat yaitu takbiratul ihram (takdir di awal salat), surah Al-Fatihah, bacaan tasyahud-shalawat dan bacaan salam.

Perintah salat banyak disebutkan dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam surah Al-Baqarah ayat 43:


وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرّٰكِعِيْنَ

Artinya: “Tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS. Al-Baqarah: 43)

Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi dalam Salat

Ustadz Solechus Azis dalam buku Tuntunan Shalat Lengkap dan Asmaul Husna menjabarkan beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam salat yakni:

1. Beragama Islam
2. Memiliki akal waras atau tidak gila
3. Baligh
4. Telah sampai dakwah Islam kepadanya
5. Bersih dan suci dari najis, haid, nifas dan lain sebagainya
6. Sadar atau tidak sedang tidur

Syarat Sah Salat

1. Masuk waktu salat
2. Menghadap ke Kiblat
3. Suci dari Najis baik hadas kecil maupun besar
4. Menutup Aurat

Rukun Salat

Dalam buku Tuntunan Bersuci dan Sholat: Madzhab Imam Asy Syafi’i tulisan Humaidi Al Faruq disebutkan rukun salat adalah bagian dari salat yang menentukan sah atau tidaknya salat. Rukun salat seperti disebutkan Imam Nawawi di dalam kitab ‘Minhaj” ada tiga belas perkara dengan memasukkan tuma’ninah pada empat tempat ke dalam perbuatan yang mengikuti rukun tetapi bukan termasuk rukun.

Dikutip dalam buku Mengungkap Rahasia Shalat Para Nabi tulisan Ust Syamsuddin Noor, berikut rukun salat yang dilakukan Rasulullah SAW:

1. Membaca Niat

Mayoritas ulama mengatakan bahwa niat masuk ke dalam rukun salat. Niat adalah kehendak hati untuk mencari keridhaan Allah SWT dan menuruti perintah-Nya.

2. Berdiri, Jika Mampu
Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 238:

حَافِظُوْا عَلَى الصَّلَوٰتِ وَالصَّلٰوةِ الْوُسْطٰى وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْنَ ٢٣٨

Artinya: “Peliharalah semua salat (fardu) dan salat Wustā. Berdirilah karena Allah (dalam salat) dengan khusyuk.”

Juga didasarkan pada hadits Imran bin Hashin, dia bercerita, “Aku menderita penyakit wasir, lalu aku bertanya kepada Nabi SAW tentang salat? Maka beliau bersabda:

صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ.

Artinya: “Salatlah dengan berdiri, jika kamu tidak bisa maka salatlah dengan duduk, dan jika tidak sanggup juga maka salatlah dengan berbaring.” (HR. Bukhari).

Juga hadits Malik bin al-Huwairits, dari Nabi:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي.

Artinya: “Salatlah kalian seperti kalian melihatku mengerjakan salat.” (HR. Bukhari).

3. Takbiratul Ihram
Hal itu didasarkan pada sabda Nabi dalam sebuah hadits tentang seseorang yang kurang baik dalam mengerjakan salatnya: “Jika kamu hendak mengerjakan salat, maka bacalah takbir.” (Muttafaqun ‘alaih).

4. Membaca Al-Fatihah

Hal itu didasarkan pada hadits Ubadah bin Shamit, Rasulullah SAW bersabda:

لا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ.

Artinya: “Tidak ada salat bagi orang yang tidak membaca al-Fatihah.” (Muttfaqun ‘alaih).

5. Rukuk

Hal itu didasarkan pada firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, rukuk dan sujudlah kalian, sembahlah Rabb kalian dan perbuatlah kebajikan, supaya kalian mendapat kemenangan.” (QS. al-Hajj: 77)

Juga pada hadits Abu Hurairah, di dalam hadits yang membahas tentang seseorang yang kurang bagus dalam mengerjakan shalatnya. Di dalamnya disebutkan: “Kemudian rukuklah sehingga engkau benar-benar tuma’ninah dalam rukuk.” (HR. Bukhari).

6. I’tidal

Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW di dalam hadits tentang orang yang kurang baik shalatnya: “Kemudian bangkitlah sehingga engkau benar-benar berdiri dengan i’tidal.” (HR. Bukhari).

7. Sujud Dua Kali

Hal itu didasarkan pada firman Allah Ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah sujudlah kalian.” (QS. al-Hajj: 77)

Juga didasarkan hadits Abu Hurairah dalam hadits tentang orang yang kurang baik dalam mengerjakan salatnya: “Kemudian sujudlah sehingga engkau benar-benar tuma’ninah dalam sujud.” (Muttafaqun ‘alaih).

Serta hadits Ibnu Abbas, dia bercerita, Nabi SAW diperintahkan untuk sujud di atas tujuh tulang: di atas dahi-dan beliau mengisyaratkan tangannya ke hidung dua tangan, dua lutut, dan jari-jemari kedua kaki. “

8. Duduk di Antara Dua Sujud

Hal itu didasarkan pada sabda Nabi SAW: sehingga engkau benar-benar tuma’ninah dalam duduk.” (HR. Bukhari).

9. Tuma’ninah

Tuma’ninah dalam mengerjakan semua rukun salat. Sebab, Nabi ketika mengajari orang yang kurang baik dalam mengerjakan shalatnya mengatakan kepadanya pada setiap rukun: “Sehingga engkau benar-benar tuma’ninah. “(HR. Bukhari dan Muslim).

Tuma’ninah berarti diam dengan cukup membaca zikir yang wajib dibaca. Jika tidak diam (tenang) berarti belum tuma’ninah.”

10. Tasyahud Akhir

Hal itu didasarkan pada hadits Abdullah bin Mas’ud, yang di dalamnya disebutkan:

لا تَقُولُوا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ وَلَكِنْ قُولُوا التَّحِيَّاتُ …. لله

Artinya: “Janganlah kalian mengucapkan: Assalamu ‘alallahi, karena Allah itu adalah As-Salam, tetapi hendaklah kalian mengucapkan: “Segala kehormatan itu milik Allah…. “(Muttafaqun ‘alaih).

Dan lafaznya ada pada Nasa’i:

كُنَّا نَقُولُ فِي الصَّلَاةِ قَبْلَ أَنْ يُفْرِضَ التَّشَهُدِ: السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ السَّلَامُ عَلَى جِبْرِيلَ السَّلَامُ عَلَى مِيكَائِيلَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لَا تَقُولُوا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ وَلَكِنْ قُولُوا التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ ….

Artinya: “Kami pernah dalam shalat, sebelum diwajibkannya tasyahud, mengucapkan: Assalamu ‘alallahi, Assalamu ‘alaa Jibril wa Mika’il. “Maka Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian mengucapkan seperti itu, karena Allah itu adalah as-Salam, tetapi hendaklah kalian mengucapkan: “Segala kehormatan itu milik Allah….” (HR. Nasa’i).

11. Duduk untuk Tasyahud Akhir

Nabi senantiasa mengerjakan hal itu, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits-hadits sebelumnya. Rasulullah sendiri juga telah memerintahkan kami untuk mengerjakan salat seperti salat beliau, di mana beliau bersabda: “Salatlah kalian seperti kalian melihatku mengerjakan shalat.” (HR. Bukhari).

12. Shalawat atas Nabi di Tasyahud Akhir

Hal itu didasarkan pada firman Allah Ta’ala: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzaab: 56)

Juga hadits Ka’ab bin Ujrah”, yang di dalamnya disebutkan: “Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui bagaimana memberi salam kepadamu, tetapi bagaimana kami harus bershalawat atas dirimu?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah: Ya Allah, limpahkan kesejahteraan kepada Muhammad…. “(Muttafaqun ‘alaih).

Serta hadits Abdullah bin Mas’ud, yang di dalamnya disebutkan: “Allah telah memerintahkan kami untuk bershalawat atas dirimu, wahai Rasulullah, lalu bagaimana kami harus bershalawat atas dirimu?” Maka Rasulullah berdiam sampai kami berharap beliau tidak menanyakannya. Kemudian beliau bersabda, “Ucapkanlah: Allahumma shalli ‘alaa Muhammad….” (HR. Muslim).

13. Mengucapkan Salam

Rasulullah SAW menetapkan salam sebagai rukun salat. Difardukan hanya salam pertama saja, sementara salam kedua adalah sunnah.

14. Tertib

Tertib maksudnya adalah melakukan rukun salat secara berurutan, seperti berdiri sebelum rukuk, rukuk sebelum sujud dan seterusnya sampai salam. Sehingga, orang yang mendahulukan sujud dari rukuk atau mendahulukan sujud dari berdiri maka salatnya batal.

Hukum Salam Salat Hanya Menoleh ke Kanan

Ibadah salat dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Salam ini dilakukan dengan cara memalingkan wajah ke arah kanan dan kiri disertai ucapan salam, sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ شِمَالِهِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ خَدِّهِ ، السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَعَنْ وَرَحْمَةُ اللهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ .

Artinya: Nabi mengucapkan salam ke arah kanannya dan ke arah kirinya sampai terlihat putih pipinya, “Assalamu’alaikum warahmatullah. Assalamu’alaikum warahmatullah.” HR Abu Daud.

Salam adalah bacaan terakhir atau penutup salat. Imam al-Ghazali dalam Rahasia Shalatnya Orang-orang Makrifat menyebut ada dua bacaan salam. Salam pertama saat menoleh ke kanan dan salam kedua saat menoleh ke kiri. Salam pertama diperuntukkan bagi para malaikat yang berada di sebelah kanan dan kiri. Sebab ketika seseorang shalat, ada dua malaikat yang mencatat amal perbuatan yang ada di sebelah kanan dan kiri. Ada malaikat hafazhah yang senantiasa menjaga dan memeliharanya, bahkan ketika salat Subuh ada malaikat yang menyaksikannya. Sedangkan salam kedua adalah bagi semua makhluk yang ada di sekelilingnya.

Mengucapkan salam ke sebelah kanan hukumnya wajib, selain sebagai tanda penutup salat. Ini juga menjadi isyarat adanya tanggungjawab sosial terhadap sesama. Al-Quran menyebutnya “kelompok kanan” (ash-hab al-yamin) yang kelak memperoleh keselamatan di akhirat.

Sedangkan salam ke kiri hukumnya sunnah. Ia merupakan isyarat agar mushalli menebar kedamaian pada sesama, tidak hanya sesama muslim tetapi juga pada yang bukan muslim. Al-Quran menyebutnya ash-hab al-syimal (kelompok kiri). Tujuannya untuk menunjukkan kepada mereka bahwa Islam itu cinta damai. Pembuktian ini bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan tindakan nyata.

Salam dalam salat merupakan bagian dari rukun penutup. Menoleh ke kanan sambil mengucapkan salam hukumnya wajib dan menandai berakhirnya salat. Sedangkan salam ke kiri hukumnya sunnah, sebagai bentuk penyempurna dan simbol penyebaran kedamaian. Jadi, salat tetap sah jika hanya mengucapkan salam sambil menoleh ke kanan.

(lus/inf)



Sumber : www.detik.com

Fatwa MUI Tentang Salam Lintas Agama, Sudah Tepatkah?



Jakarta

Pada 28-31 Mei 2024 yang lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan Kegiatan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia, dengan mengangkat tema “Fatwa: Panduan Keagamaan untuk Kemaslahatan Umat”. Kegiatan tersebut diikuti oleh 654 peserta dari berbagai unsur dalam MUI, ormas-ormas Islam, para peneliti dari berbagai universitas, dan lain sebagainya.

Di antara hal yang diputuskan dalam pertemuan tersebut adalah larangan penggabungan ajaran berbagai agama, termasuk pengucapan salam dengan menyertakan salam berbagai agama. Hal demikian karena mengucapkan salam merupakan doa yang bersifat ibadah. Penggabungan salam lintas agama yang dilakukan sementara ini bukan merupakan toleransi yang dibenarkan. (MUI.OR.ID, 04/06/2024).

Setelah rumusan dari hasil pertemuan itu di-share ke publik, MUI segera mendapatkan reaksi dari mereka dan menuding fatwa itu sebagai fatwa kontroversial. Laman kemenag.go.id menurunkan opini bertajuk “Menimbang Fatwa Larangan Salam Lintas Agama: antara Agama dan Harmoni” karya Zaenal Mustakim, Rektor UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan, (Senin, 3 Juni 2024). Sebagian Ketua PBNU dan Komisi VIII DPR juga memberikan tanggapan yang kurang lebih sama.


Sebenarnya, apa yang diputuskan oleh MUI pada pertemuan tersebut bukan hal yang baru sama sekali. Sebab pada tahun 2019 yang silam, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur telah mengeluarkan tausiyah atau himbauan dalam surat bernomor 110/MUI/JTM/2019, agar tidak melakukan salam lintas agama, karena dinilai syubhat yang dapat merusak kemurnian dari akidah umat Islam. Bahkan, persoalan ini adalah hal klise yang terjadi setiap saat, terutama pada momen-momen perayaan agama di luar Islam, seperti Natal dan semacamnya.

Sebetulnya, para ulama melarang umat Islam mengucapkan salam keagamaan secara campur aduk itu dalam rangka menjaga kemurnian akidah umat Islam sendiri. Jadi di sini tak ada kaitannya dengan keharusan kita bertoleransi dan berbuat baik kepada siapa saja, termasuk mereka yang berbeda agama. Lalu kenapa ulama melarang menyampaikan salam lintas agama? Setidaknya hal ini karena dua faktor berikut:

Pertama, karena isi dari salam versi Islam itu adalah doa, sedangkan doa bagian dari ibadah, bahkan dalam sebuah hadis ditegaskan doa adalah inti dari ibadah itu sendiri. Jadi tentu sangat maklum jika kita sebagai umat Islam memiliki ibadah-ibadah khas dengan tata cara yang khas pula, sehingga tidak boleh dicampur adukkan dengan unsur-unsur ibadah atau tradisi dari agama lain. Sebagai gantinya, dalam sebuah forum yang plural, kita bisa menyapa hadirin dengan salam yang netral, seperti “salam sejahtera untuk kita semua”, dan sebagainya.

Kedua, sebagai umat Islam kita juga tidak diperkenankan menyampaikan salam versi agama lain kepada pemeluk agama itu, karena jelas akan terjadi berserupa (tasyabbuh) yang dilarang dalam syariat Islam. Tentu sudah maklum salam suatu agama merupakan ciri khas dari agama itu, dan umat Islam dilarang berserupa dengan melakukan berbagai hal yang menjadi ciri khas suatu agama, baik berupa perkataan, perbuatan, aksesoris, tradisi, dan sebagainya.

Itulah sebabnya dalam masalah salam, Bagian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengajarkan agar kita menyampaikan salam kepada non-Muslim dengan salam versi Islam ataupun versi agama mereka. Karena menyampaikan salam versi Islam berarti mendoakan mereka dengan doa yang khusus umat Islam, dan ini tidak diperkenankan. Sementara menyampaikan salam dengan versi non-Muslim berarti berserupa dengan non-Muslim, dan ini juga tidak diperkenankan dalam agama.

Ketika membahas tentang hadis-hadis yang berkenaan dengan salam antara Muslim dan non-Muslim, al-Imam al-Mawardi dalam al-Hawi al-Kabir (XIV/319) memberikan rincian sebagai berikut: Pertama, jika non-Muslim mendahului menyampaikan salam kepada kita, maka kita harus menjawabnya dengan “wa alaikas-salam” tanpa tambahan “warahmatullahi wabarakatuh” karena itu adalah doa khusus umat Islam, atau dijawab dengan “wa alaika” saja.

Kedua, jika umat Islam yang memulai mengucapkan salam terlebih dahulu, maka boleh dengan ungkapan “Assalamualaika”, bukan dengan “Assalamu’alaikum” yang memang khas untuk umat Islam. Bahkan dalam sebuah hadis, kita dilarang memulai menyampaikan salam kepada non-Muslim, dan jika mereka yang memulai terlebih dahulu, maka kita dianjurkan menjawab “Wa alaikum” saja.

Jadi sederhananya larangan-larangan atau aturan-aturan ini ditetapkan karena terkait dengan adanya unsur ibadah, doa, dan aspek-aspek keagamaan yang khas dalam Islam. Adapun jika sapaan kita tidak ada kaitannya dengan ciri khas keagamaan, maka tentu kita bebas-bebas saja menggunakannya, baik untuk memulai menyapa maupun dalam menjawabnya, apakah itu dengan sapaan “Hey”, “Halo”, “Apa kabar?”, dan sebagainya.

Sementara untuk urusan bertoleransi dengan non-Muslim, maka umat Islam tidak perlu diajari soal itu semua, dan harmoni umat Islam bersama non-Muslim di Indonesia selama ratusan tahun adalah fakta yang tak terbantahkan untuk itu. Di dalam ajaran Islam, dalil-dalil toleransi tidak terhitung jumlahnya. Bahkan Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sirah hidup beliau penuh dengan toleransi kepada non-Muslim, yang berarti umat Islam sepanjang masa harus senantiasa meneladani beliau.

Moh. Achyat Ahmad

Penulis adalah Direktur Annajah Center Sidogiri

Artikel ini adalah kiriman dari pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Hadits Menyebarkan Salam, Amalan Ringan yang Bernilai Pahala Besar


Jakarta

Sebagai seorang muslim, sudah sepatutnya kita menyebarkan salam kepada sesama. Salam adalah amalan sunnah berpahala besar.

Hukum menyebarkan salam ialah sunnah, sementara menjawabnya wajib. Salam adalah media untuk saling bertegur sapa dan menghilangkan prasangka buruk.

Kepada sesama muslim, kita dianjurkan untuk mengucapkan salam. Ucapan salam yang lengkap berbunyi “Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh”, sedangkan pendeknya cukup mengucapkan “Assalamualaikum.”


Mengutip buku Akidah Akhlak Madrasah Ibtidaiyah Kelas IV oleh Fida’ Abdilah, ucapan salam memiliki pengertian doa dan harapan. Terlebih, As-Salam termasuk ke dalam salah satu dari banyaknya nama Allah SWT.

Hadits tentang Menyebarkan Salam

Dijelaskan dalam buku Syarah Hisnul Muslim oleh Syaikh Majdi Abdul Wahab Al-Ahmad, ada sebuah hadits yang menganjurkan kaum muslimin untuk menyebarkan salam. Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda:

“Kalian tidak akan masuk surga sebelum beriman, dan kalian tidaklah beriman sebelum saling menyayangi. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang kalau kalian kerjakan niscaya kalian akan saling sayang menyayangi? Yaitu sebar luaskan salam di antara kalian.” (HR Muslim)

Dalam hadits lainnya dengan redaksi yang berbeda, dari Abdullah bin Salam, Rasulullah SAW bersabda:

“Wahai manusia tebarkan salam di antara kalian, berilah makan, sambunglah tali silaturahmi, dan sholatlah ketika manusia tidur malam, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad)

Keutamaan Menyebarkan Salam

1. Masuk Surga

Menyebarkan salam kepada sesama muslim mengandung sejumlah keutamaan, salah satunya mengantarkan seseorang masuk surga dengan selamat.

Dalam sebuah hadits yang diambil dari buku Tanya & Jawab Bersama Nabi: Kitab Ihsan karya Lingkar Kalam disebutkan bahwa:

“Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sembahlah Allah Yang Maha Pengasih, berikanlah makan, sebarkanlah salam, niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat.” (HR At-Tirmidzi)”

2. Mendapat Keselamatan, Rahmat, dan Keberkahan dari Allah SWT

Selanjutnya, keutamaan lain yang terkandung dari mengucapkan salam adalah mendapat keselamatan, rahmat, dan keberkahan dari Allah SWT. Pada dasarnya salam adalah sebuah doa.

Dengan demikian, apabila salam diucapkan kepada seseorang dan mendapat balasannya, maka di situ kedua belah pihak sama-sama saling mendoakan keselamatan, rahmat dan keberkahan.

3. Di Hari Kiamat akan Mendapat Pahala dan Penghormatan dari Allah SWT

Dengan menyebarkan salam niscaya seorang muslim memperoleh pahala yang banyak serta mendapat penghormatan dari Allah SWT kelak di hari kiamat.

Allah SWT berfirman,

تَحِيَّتُهُمْ يَوْمَ يَلْقَوْنَهٗ سَلٰمٌ ۚوَاَعَدَّ لَهُمْ اَجْرًا كَرِيْمًا

Artinya: “Ucapan penghormatan (Allah kepada) mereka (orang-orang mukmin itu) pada hari ketika mereka menemui-Nya ialah, “Salam,” dan Dia siapkan untuk mereka pahala yang mulia.” (QS Al Ahzab: 44)

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Haqqul Muslim Alal Muslim, Anjuran Penuhi Hak Sesama Muslim


Jakarta

Haqqul muslim alal muslim adalah potongan dari hadits yang menjelaskan tentang hak seorang muslim terhadap muslim yang lain. Hak apa saja yang dimaksud dalam hadits tersebut?

Disebutkan dalam buku Syarah Riyadhus Shalihin Jilid 1 oleh Sheikh Muhammad Al-Utsaimin terjemahan Munirul Abidin, haqqul muslim alal muslim atau hak seorang muslim terhadap sesama muslim sebetulnya tak terhitung jumlahnya. Namun, Rasulullah SAW hanya menyebutkan beberapa karena pentingnya masalah tersebut. Hal ini tertuang dalam beberapa hadits sahih.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, haqqul muslim alal muslim ada lima perkara, “Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, ‘Hak seorang muslim terhadap muslim yang lain ada lima, yaitu membalas salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangannya, dan menjawab (mendoakan) apabila ia bersin’.” (HR Bukhari dan Muslim)


Sementara itu, menurut kitab Bulughul Maram: Hadis-hadis Pilihan Tentang Hukum oleh Aidh Al-Qarni terjemahan M. Zaky Mubarak dan Iffah Syarifah, haqqul muslim alal muslim ada enam perkara. Perkara-perkara itu tercantum pada hadits yang berbunyi sebagaimana berikut ini.

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتْ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَحِبُهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهُ فَسَمِّتَهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ

Bacaan latin: Haqqu muslimi alal muslimi sittun qiila maa hunna yaa rasuulullahi qaala idzhaa laqiitahu fasallim ‘alaihi wa idzhaa da’aka faajibhu wa idzhas tanshohaka fanshohlahu wa idzhaa ‘athosa fahamidallahi fasammithu wa idzhaa marizdhaa fa’udhu wa idzhaa maa ta fattabi’hu

Artinya: “Kewajiban muslim terhadap muslim lainnya ada enam: jika engkau berjumpa dengannya, ucapkanlah salam; jika ia mengundangmu, penuhilah; jika dia meminta nasihatmu, nasehatilah, jika dia bersin dan mengucapkan alhamdulillah, ucapkanlah yarhamukallâh (semoga Allah memberikan rahmat kepadamu); jika dia sakit, jenguklah; dan jika dia meninggal dunia, antarkanlah jenazahnya.”

6 Haqqul Muslim Alal Muslim atau Hak Sesama Muslim

1. Mengucapkan dan Membalas Salam

Diambil dari buku Al-Islam karya Said Hawwa, haqqul muslim alal muslim yang pertama adalah mengucapkan salam dan menjawab salam apabila bertemu sesama muslim. Meskipun mengucapkan salam adalah sunah, namun menjawab salam hukumnya wajib. Bahkan Rasulullah SAW bersabda,

“Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya. Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian telah beriman dan kalian tidak akan beriman hingga kalian saling mengasihi. Apakah kalian ingin saya beri tahu hal yang apabila kalian melakukannya maka kalian akan saling mengasihi: Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR Muslim)

2. Datang Bila Mendapat Undangan

Haqqul muslim alal muslim yang kedua adalah memenuhi undangan seorang muslim apabila diundang. Hal ini didasarkan juga pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud,

“Barang siapa yang diundang kemudian ia tidak memenuhi undangan tersebut maka ia telah melakukan maksiat kepada Allah SWT dan rasul-Nya. Dan barang siapa datang dalam suatu undangan padahal ia tidak diundang, maka ia masuk bagai seorang pencuri dan keluar bagaikan orang yang membawa lari harta orang lain.” (HR Abu Dawud)

3. Mendoakan yang Bersin

Haqqul muslim alal muslim yang ketiga adalah mendoakan ketika mendengar muslim lain bersin. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW,

“Apabila kalian bersin, ucapkanlah, ‘Segala puji bagi Allah dalam segala kondisi (Alhamdulillahi ‘ala kulli haal).’ Dan hendaknya saudara atau kawannya mendoakannya, ‘Semoga Allah SWT mengasihimu (yarhamukallah).’ Apabila saudara atau kawannya tersebut telah mendoakannya, ia (orang yang tadinya bersin) hendaknya berkata, ‘Semoga Allah SWT memberimu petunjuk dan memperbaiki keadaanmu’.” (HR Bukhari)

4. Menjenguk

Haqqul muslim alal muslim atau hak muslim terhadap muslim lain yang keempat adalah menjenguk apabila sakit. Ketika menjenguk orang sakit, hendaknya seorang muslim mendoakan agar segera diberi kesembuhan oleh Allah SWT dan memotivasi hatinya.

Rasulullah SAW bersabda, “Barang menjenguk orang sakit, maka ia masih berada di pinggir surga hingga ia pulang.” (HR Muslim)

5. Mengantarkan Jenazah

Haqqul muslim alal muslim yang kelima adalah mengantar jenazah yang meninggal dunia. Hal ini didasarkan dengan sabda Rasulullah SAW, “Barang siapa mengantar jenazah dan mengangkatnya tiga kali maka ia telah memenuhi hak jenazah tersebut.” (HR Tirmidzi)

6. Memberi Nasihat

Haqqul muslim alal muslim yang terakhir adalah memberikan nasihat apabila ada seorang muslim meminta nasihat kepada kita. Nasihat ini hendaknya berisi pesan yang baik yang sesuai dengan perintah Allah SWT dan bukan nasihat yang mengandung keburukan.

Perintah ini juga tercantum dalam surah Al Asr ayat 1-3 yang berbunyi,
وَالْعَصْرِۙ

Artinya: Demi masa

اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ

Artinya: sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian

اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ

Artinya: kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Doa Tahiyat Akhir Lengkap dengan Arab, Latin dan Artinya


Jakarta

Ketika posisi duduk akhir pada salat, muslim dapat membaca doa tahiyat akhir. Doa ini berisi sholawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Mengutip buku Kitab Lengkap Panduan Shalat karya M. Khalilurrahman Al-Mahfani dkk, doa tasyahud mengandung tahiyat (ucapan penghormatan) kepada Allah SWT dan salam kepada kepada Nabi Muhammad SAW, serta syahadatain (dua kalimat syahadat).

Doa Tahiyat Akhir Lengkap Arab, Latin dan Artinya

Diambil dari buku Pedoman dan Tuntunan Shalat Lengkap karya Abdul Kadir Nuhuyanan dkk, berikut bacaan doa tahiyat akhir:


التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ ِللهِ ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ . أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله

اَلَّلهُمَّ صَلِّ عَلَي مُحَمّدْ وعلى آلِ مُحَمَّد كَمَا صَلَّبْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلعَلَي مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد

اَلْلَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ القَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا وَالمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ المَسِيْحِ الدَجَّالِ

Attahiyyaatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibatul lillaah, Assalaamu’alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wabarakaatuh, Assalaamu’alainaa wa’alaa ‘ibaadillaahish shaalihiin. Asyhadu allaa ilaaha illallaah, Waasyhadu anna Muhammadar rasuulullaah.

Allahhumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad, kamaa shallaita ‘alaa Ibraahim, wa ‘alaa aali Ibraahim. Wabaarik ‘alaa Muhammad, wa ‘alaa aali Muhammad, kamaa baarakta ‘alaa Ibraahim, wa ‘alaa aali Ibraahim. Fil ‘aalamiina innaka hamiidum majiid.

Allaahumma innii a’uudzubika min ‘adzaabi jahannama wamin ‘adzaabil qabri wamin fitnatil mahyaa wamamaati wamin fitnatil masiihid dajjaal.

Artinya: “Segala kehormatan, keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan bagi Allah, salam, rahmat, dan berkahNya kupanjatkan kepadamu wahai Nabi (Muhammad). Salam keselamatan semoga tetap untuk kami seluruh hamba yang saleh-saleh. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.

Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad. Sebagaimana pernah Engkau beri rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan limpahkanlah berkah atas Nabi Muhammad beserta para keluarganya. Sebagaimana Engkau memberi berkah kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia di seluruh alam.

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahanam dan siksa kubur serta dari fitnah kehidupan dan kematian dan dari kejahatan fitnahnya Dajjal.”

Muslim disunahkan menegakkan jari telunjuk seperti gerakan menunjuk setelah menyebut “la-ilaha illallah”. Gerakan ini mengisyaratkan bahwa Allah SWT itu yang Esa.

Posisi Duduk Tahiyat Akhir yang Benar

Ustaz Ahmad Baei Jaafar dalam buku Terapi Shalat Sempurna menjelaskan, duduk tawaruk untuk melakukan tasyahud akhir dilakukan ketika salat hendak selesai dikerjakan setelah sujud yang kedua. Duduk tawaruk adalah duduk dengan cara menyilangkan kaki kiri di bawah kaki kanan, sedangkan kaki kanan bertumpu pada ujung jari yang dilipat ke bawah menghadap ke kiblat.

Setelahnya, muslim meletakkan kedua tangan di atas paha seperti yang dilakukan ketika duduk antara dua sujud, tetapi tiga jari tangan kanan sunnah digenggam sedangkan ibu jari dan jari telunjuk dibiar lurus.

Dinukil dari buku Tuntunan Shalat Lengkap dan Benar karya Neni Nuraeni, posisi duduk tahiyat akhir sesuai sunnah tersebut didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Abu Humaid. Ia berkata,

“Setelah selesai dua rakaat, Rasulullah SAW duduk di atas kaki kiri beliau dan kaki kanan ditegakkan. Tetapi, ketika beliau duduk tasyahud akhir beliau memajukan kaki kiri dan menegakkan kaki kanan. Jadi beliau duduk di atas tanah tempat beliau duduk.” (HR Bukhari)

Kemudian dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Zubair, ia berkata, “Ketika Rasulullah SAW duduk tasyahud, beliau meletakkan tangan kanan di atas paha kanan, dan meletakkan tangan kiri di atas paha kiri. Beliau menunjuk dengan jari telunjuk (kanan), sementara pandangan beliau tidak lebih dari arah jari telunjuk itu.” (HR Ahmad, Muslim, dan Nasa’i)

Doa setelah Tahiyat Akhir agar Terhindar dari Fitnah Dajjal

Setelah kita membaca doa tahiyat akhir, muslim sudah bisa mengakhiri salat dengan salam. Namun, Rasulullah SAW menganjurkan untuk membaca doa berikut sebelum salam, berikut bacaannya:

اللهم إني أعوذ بك من عذاب القبر ومن عذاب النار ومن فتنة المحيا والممات ومن فتنة المسيح الدجال

Allaahumma inni a’uudzubika min ‘adzaabil qabri wa min ‘adzaabinnaari jahannama wa min fitnatil mahyaa wal mamaati wa min fitnatil masiihid dajjaal.

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari azab Jahanam, dari azab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari keburukan fitnah Dajjal.”

Fajar Kurnianto menerangkan dalam bukunya Menyelami Makna Bacaan Shalat, doa ini dapat dibaca doa untuk meminta perlindungan kepada Allah SWT dari siksa kubur, siksa neraka, fitnah-fitnah selama hidup dan setelah mati, serta fitnah dari Dajjal di hari kiamat kelak.

Wallahu a’lam.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Dear Muslimah, Begini Adab ketika Memasuki Masjid yang Dianjurkan


Jakarta

Masjid menjadi tempat suci umat Muslim yang digunakan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Sehingga ketika memasuki masjid, sebaiknya Muslim harus mengikuti adab yang disunnahkan.

Masjid adalah rumah Allah SWT yang berada di atas bumi. Allah SWT telah mengangkat derajatnya seraya berfirman dalam surah An-Nur ayat 36-37:

فِى بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا ٱسْمُهُۥ يُسَبِّحُ لَهُۥ فِيهَا بِٱلْغُدُوِّ وَٱلْءَاصَالِ


Arab-Latin: Fī buyụtin ażinallāhu an turfa’a wa yużkara fīhasmuhụ yusabbiḥu lahụ fīhā bil-guduwwi wal-āṣāl

Artinya: Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang,

رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَٰرَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ ٱللَّهِ وَإِقَامِ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِيتَآءِ ٱلزَّكَوٰةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ ٱلْقُلُوبُ وَٱلْأَبْصَٰرُ

Arab-Latin: Rijālul lā tul-hīhim tijāratuw wa lā bai’un ‘an żikrillāhi wa iqāmiṣ-ṣalāti wa ītā`iz-zakāti yakhāfụna yauman tataqallabu fīhil qulụbu wal-abṣār

Artinya: Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.

Adab Memasuki Masjid yang Perlu Diperhatikan Muslimah

Melansir Ensiklopedi Larangan Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang ditulis Syaikh Salim bin ‘Ied-Al-Hilali berikut ini beberapa adab memasuki masjid yang perlu diperhatikan:

1. Mengikhlaskan Niat kepada Allah SWT

Ketika seseorang memasuki masjid, hendaklah ia ikhlas sehingga Allah menerima amalnya. Janganlah ia menampakkan diri di masjid supaya orang-orang mengatakan bahwa ia seorang Mukmin yang bertakwa. Akan tetapi, hendaknya ia mendatangi masjid untuk menunaikan salat berjamaah serta ibadah-ibadah yang lainnya, seperti membaca Al-Qur’an dan berdzikir kepada Allah untuk mengharap wajah dan mencari keridhaan-Nya. Sesungguhnya setiap amal tergantung niatnya.

Hendaknya setiap Muslim berjalan dengan pelan dan tenang serta menjaga adab-adab berjalan menuju salat.

3. Wanita Tidak Boleh Memakai Minyak Wangi

Ketika pergi ke Masjid, kaum wanita tidak boleh memakai parfum yang tercium baunya. Perbuatan ini berbahaya karena dapat menimbulkan fitnah sehingga dilarang.

Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja wanita yang memakai wewangian maka janganlah ia menghadiri salat Isya bersama kami.”

4. Mendahulukan Masuk dengan Kaki Kanan

Melansir Buku Pintar 50 Adab Islam yang ditulis Arfiani, ketika memasuki masjid, dahulukan kaki kanan. Hal ini merujuk pada anjuran umum untuk mendahulukan sebelah kanan dalam segala sesuatu yang baik sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah RA, ia berkata:

“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam amat menyukai memulai dengan kanan dalam mengenakan sandal, menyisir rambut, bersuci dan dalam urusannya yang penting semuanya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Menjaga kebersihan masjid menjadi priorotas utama agar tempat ibadah senantiasa suci dan bersih. Muslimah dan juga Muslim hendaknya memakai pakaian yang bersih dan menutup aurat.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-A’raf ayat 31:

يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُوا۟ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ

Arab-Latin: Yā banī ādama khużụ zīnatakum ‘inda kulli masjidiw wa kulụ wasyrabụ wa lā tusrifụ, innahụ lā yuḥibbul-musrifīn

Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Doa Masuk Masjid: Arab, Latin dan Artinya

Doa Masuk Masjid Pertama

اللَّهُمَّ افْتَحْ لي أبْوَابَ رَحْمَتِكَ

Arab latin: Allahummaftha lii abwaaba rahmatika.

Artinya: “Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmat-Mu untukku.”

Doa Masuk Masjid Kedua

Melansir Kitab Al-Adzkar oleh Imam Nawawi yang diterjemahkan Masturi Irham dan Muhammad Aniq, berikut bacaan doanya:

أَعُوذُ بِاللَّهِ الْعَظِيْمِ وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيمِ وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّحِيمِ، اَلْحَمْدُ لِلَّهِ ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ؛ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذُنُوبِي وَافْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ

Arab latin: A’uudzu billaahil ‘adzhiimi wa biwajhihil kariimi wa sulthaanihil qadiimi minasy syaithaanir rajiim, alhamdulillah, allahumma shalli wa sallim ‘ala muhaammadin wa ‘ala aali muhammadin, allahummaghfir lii dzunuubii waftah lii abwaaba rahmatik.

Artinya: “Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, kepada Zat-Nya Yang Maha Mulia dan kepada kekuasaan-Nya Yang Maha Dahulu dari setan yang terkutuk. Segala puji bagi Allah. Ya Allah, limpahkanlah sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan bukakanlah untukku semua pintu rahmat-Mu.”

(lus/erd)



Sumber : www.detik.com