Tag Archives: saudaranya

Bermental Miskin



Jakarta

Seseorang yang sudah ditakdirkan fakir, haruskah ia bersyukur? Sebab tidak seorang pun di dunia ini yang tidak mendapatkan nikmat. Setiap manusia diberi limpahan kenikmatan, seperti bisa menghirup udara segar artinya ia sehat, bisa menjalankan ibadah yang merupakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Semua ini merupakan nikmat yang harus disyukuri. Sebagian orang salah menilai bahwa kenikmatan itu dalam bentuk materi. Jadi, materi menjadi ukuran dalam kehidupan. Orang yang fakir dianjurkan bersabar menghadapi keadaan yang ada. Sebab, orang fakir yang bersabar sama kedudukannya dengan orang kaya yang bersyukur.

Allah SWT memuji keduanya, jadi apa pun keadaan kita, masih dapat meraih kemuliaan di sisi-Nya. Ingatlah bahwa Allah SWT memuji orang kaya dan orang miskin, asalkan mereka tetap bersyukur dan bersabar. Hal ini sebagaimana firman-Nya:

1. Surah Shad ayat 30 yang terjemahannya, “Kami menganugerahkan kepada Daud (anak bernama) Sulaiman. Dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia sangat taat (kepada Allah).” Adapun makna ayat ini adalah: Dan tidak hanya anugerah ilmu pengetahuan dan kenabian, kepada Nabi Dawud Kami karuniakan pula seorang putra yang mengikuti jejak dan perjuangannya, yaitu Nabi Sulaiman. Dia adalah sebaik-baik hamba yang selalu beribadah dan bersyukur. Sungguh, dia sangat taat pada perintah-Nya.


2. Surah Shad ayat 44 yang terjemahannya, “Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia selalu kembali (kepada Allah dan sangat taat kepadanya).” Makna ayat ini adalah: Sesungguhnya Kami dapati dia sebagai seorang yang sabar dan ikhlas dalam menghadapi cobaan. Dialah sebaik-baik hamba yang tidak pernah putus asa. Sungguh, dia sangat taat dalam melaksanakan perintah Kami. Ujian dan cobaan bisa menimpa siapa saja. Jika hal itu dihadapi dengan sabar, tawakal, dan berusaha secara maksimal, niscaya Allah SWT akan mengganti dengan imbalan lebih banyak, bahkan terkadang tidak terduga.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita menjumpai seseorang yang selalu mengeluh merasa kekurangan padahal sejatinya dalam ukuran materi sangat cukup. Sebaliknya ada seseorang yang kehidupannya sederhana dan selalu ringan untuk membantu sesama, memberi makan saat ia melihat orang sangat membutuhkannya, membantu dana meski sedikit bagi orang-orang yang dalam perjalanan sudah kehabisan bekal. Sesungguhnya ada yang lebih menyedihkan, seseorang yang cukup materi namun sikapnya terus menerus memohon bantuan orang lain dan kadang ia meng-create (meski dilarang agama) untuk menghasilkan uang.

Bermental miskin merupakan golongan orang-orang yang sibuk dengan dunia dan selalu berurusan keduniawian.

Dikisahkan, ada seorang Syekh zuhud yang kehidupannya mengandalkan hasil tangkapan dari laut. Suatu ketika, seorang kawan Syekh hendak pergi ke suatu daerah tempat tinggal saudaranya Syekh. Lalu Syekh itu berpesan,” Jika memasuki daerah tempat tinggal saudaraku. Sampaikan salam dariku dan aku mohon didoakan olehnya. Dia seorang Wali Allah.”

Sampailah aku di rumah saudara Syekh itu, dan aku heran ia menggunakan kenderaan sangat megah dengan pakaian sangat mewah. Di dalam rumah aku melihat banyaknya pelayan dan pengawal. Aku memberanikan diri untuk mulai bicara, ‘Saudaramu Syekh menyampaikan salam untukmu.’ Lalu lelaki (wali) itu bertanya, ‘Apakah kamu bertemu dengannya?’

Aku menjawab, ‘Ya.’ Wali itu kembali bicara, ‘Jika kamu pulang sampaikan kepadanya, hingga kapan ia sibuk dengan dunia? Sampai kapan ia berurusan dunia? Sampai kapan ia menginginkan dunia?’ Aku semakin heran dengan saudara sang Syekh ini.”

Kemudian aku kembali dari bepergian dan Syekh bertanya, ‘Apakah kamu bertemu dengan saudaraku?’ Aku mengangguk. Maka Syekh minta diceritakan apa yang ia sampaikan. Setelah aku menceritakannya, sang Syekh menangis lama dan akhirnya berkata, ‘Memang benar apa yang disampaikan saudaraku itu. Allah telah mencuci hatinya dari dunia. Allah menempatkan dunia di tangannya, sementara aku masih menempatkan dunia di hatiku.'”

Terkait kisah di atas, Ibnu Atha’illah menyatakan bahwa keadaan para wali atau kekasih Allah SWT tidak dapat diukur dengan kemiskinan atau kekayaan. Wilayah kewalian merupakan wilayah hati. Tidak ada yang mengetahuinya selain Dzat yang telah mengistimewakannya, yaitu Allah SWT. Siapa yang menghadap-Nya dengan kebaikan-Nya, maka ia wajib bersyukur atas segala karunia itu. Jika tidak, ia telah membiarkan kenikmatan dan karunia-Nya itu hilang dari dirinya.

Ingatlah bahwa dunia di hati adalah jika seseorang kehilangan harta, ia bersedih dan jika dapat anugerah harta ia bergembira ria. Jika dunia hanya di tangan, saat kehilangan harta maupun dapatkan rezeki ia hanya tersenyum karena semua bukan miliknya. Jadi orang yang bermental miskin itu dunia ada di hatinya bukan di tangannya.

Ingatlah saat berhasil meraih kenikmatan, baik nikmat dunia maupun nikmat agama, maka jangan sampai lupa dengan dua tugas:
1. Tugas Hati, ajak hati untuk menyatakan bahwa nikmat itu berasal dari Allah SWT, yang datang lewat berbagai perantara.
2. Tugas Lisan, mengungkapkan nikmat. Sebab, dengan pengakuan hati dan lisan, kita lebih terdorong untuk bersyukur dengan amal dan ketaatan kepada-Nya.

Semoga Allah SWT memberikan bimbingan pada kita semua agar dunia cukup di tangan tidak sampai masuk ke hati.

Aunur Rofiq

Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Musa AS yang Menentang Firaun dan Para Pengikutnya



Jakarta

Nabi Musa AS adalah satu dari 25 nabi dan rasul yang kisahnya tercantum dalam Al-Qur’an. Semasa hidupnya, ia berdakwah menegakkan ajaran tauhid.

Menurut Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, Nabi Musa AS lahir ketika Firaun memerintahkan rakyatnya untuk membunuh bayi laki-laki yang lahir. Meski demikian, ibu Musa AS mendapat ilham untuk meletakkannya di dalam peti dengan diikat tali.

Rumah Nabi Musa AS kala itu berada di hulu Sungai Nil. Setelah menyusui Musa kecil, ibunya kembali meletakkannya di dalam peti khawatir akan ada orang yang mengetahui keberadaan si bayi.


Peti tersebut diletakkan di lautan dengan tali. Ketika semua orang pergi, ibu Nabi Musa AS kembali menarik petinya.

Dikisahkan dalam buku Kisah Nabi Musa AS oleh Abdillah, singkat cerita peti yang biasanya ditarik oleh ibu Nabi Musa AS terhanyut. Atas izin Allah SWT, peti itu ditemukan oleh permaisuri Firaun yang bernama Asiyah. Melihat Nabi Musa AS kecil di dalam peti tersebut, Asiyah akhirnya membujuk Firaun untuk mengadopsi Musa bayi.

Ketika kecil, Musa AS menolak untuk menyusu pada siapa pun. Dengan kuasa Allah SWT, hanya ibu Nabi Musa AS yang tidak ditolak susunya oleh Musa kecil. Ini bermula ketika kakak Musa AS memperkenalkan ibu kandungnya kepada para dayang,

Ibu Nabi Musa AS menyusui sang nabi dan diberi upah. Ia juga turut berperan merawatnya sampai dewasa.

Menginjak dewasa, Nabi Musa AS dijadikan sebagai rasul. Musa AS diutus untuk berdakwah dan akhirnya berhadapan dengan Firaun.

Ia meminta agar Firaun kembali ke jalan yang benar. Atas perintah Allah SWT, Nabi Musa AS berdakwah bersama saudaranya, Nabi Harun AS untuk membimbing Firaun.

Mengutip buku Pengantar Sejarah Dakwah oleh Wahyu Ilaihi, pendamping dakwah Nabi Musa AS yakni saudaranya Harun AS. Allah memerintahkan Musa dan Harun untuk berangkat menemui Firaun dan mendakwahinya dengan kata-kata lembut.

Alih-alih bertobat, Firaun justru membangkang. Musa AS dan Harun AS memerintahkan agar Firaun melepaskan bani Israil dari genggamannya dan membiarkan mereka beribadah kepada Allah SWT.

Atas izin Allah SWT, Nabi Musa AS menunjukkan mukjizat berupa tongkat yang berubah menjadi ular dan tangan yang bercahaya. Namun Firaun tetap murka kepada Nabi Musa AS.

Tanpa ragu, Firaun meminta tukang sihirnya menunjukkan kemampuannya di depan Musa AS. Mereka lalu melempar tali yang bisa berubah menjadi ular.

Walau begitu, ular-ular tukang sihir dilahap oleh ular milik Musa AS. Peristiwa tersebut membuat pengikut Firaun akhirnya percaya kepada Allah SWT dan beriman, begitu pun sang istri yang bernama Asiyah.

Semakin murka, ketimbang bertobat Firaun justru menyiksa seluruh pengikut Nabi Musa AS. Istrinya yang menyatakan beriman kepada Allah SWT juga disiksa sampai meninggal dunia.

Akhirnya, Allah SWT memerintahkan Nabi Musa AS untuk meninggalkan Mesir. Meski demikian, pengikut Firaun yang belum beriman terus mengejar Nabi Musa AS.

Tiba saatnya Nabi Musa AS menghadapi jalan buntu, Allah memerintahkan agar ia memukulkan tongkatnya ke laut. Dengan izin Allah SWT, tongkat tersebut dapat membelah lautan dan menciptakan jalur agar Musa AS dan pengikutnya dapat melewati.

Setelah pengikut Musa AS selesai menyeberangi lautan, sang nabi kembali memukulkan tongkatnya sesuai perintah Allah SWT. Tiba-tiba, laut kembali ke kondisi semula hingga menenggelamkan Firaun beserta pasukannya.

Wallahu a’lam

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com