Tag Archives: sedekah

2 Bentuk Sedekah yang Sunnah Muakkad, Pahalanya Berlimpah


Jakarta

Sedekah bisa berubah-ubah hukumnya sesuai dengan keadaan. Sedekah bisa menjadi sunnah atau bahkan sunnah muakkad yang berarti sangat dianjurkan. Apakah sedekah yang hukumnya sunnah muakkad itu?

Hukum sedekah pada dasarnya adalah sunnah, sebagaimana dijelaskan dalam buku 100 Kesalahan dalam Sedekah oleh Reza Pahlevi Dalimuthe.

Dalil diperintahkannya sedekah ada dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 245. Allah SWT berfirman,


مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗٓ اَضْعَافًا كَثِيْرَةً ۗوَاللّٰهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۣطُۖ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ٢٤٥

Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman yang baik kepada Allah? Dia akan melipatgandakan (pembayaran atas pinjaman itu) baginya berkali-kali lipat. Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki). Kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”

Dari beberapa sedekah, ada di antaranya yang hukumnya sunnah muakkad. Berikut dua bentuk sedekah yang hukumnya sunnah muakkad atau sangat dianjurkan.

Dua Bentuk Sedekah yang Hukumnya Sunnah Muakkad

Dua bentuk sedekah yang hukumnya sunnah muakkad adalah menyisihkan sebagian harta benda untuk diwakafkan kepada orang yang membutuhkan serta salat Dhuha di pagi hari. Berikut penjelasannya.

1. Wakaf

Mewakafkan sebagian harta adalah sedekah yang hukumnya sunnah muakkad. Rasulullah SAW bersabda bahwa wakaf adalah sedekah jariyah yang pahalanya akan terus mengalir walaupun seseorang sudah meninggal dunia.

Hal tersebut termaktub dalam kitab Syarah Riyadhus Shalihin Jilid 3 karya Imam Nawawi. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Artinya: “Apabila anak Adam (manusia) telah wafat, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya.” (HR Muslim)

Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha dalam bukunya, Panduan Muslim Sehari-hari, menjelaskan wakaf secara lengkap. Dikatakan, wakaf dalam segi bahasa memiliki arti “berdiri, berhenti, dan menahan.”

Adapun pengertian wakaf secara istilah adalah menyerahkan harta yang tahan lama dan dapat dimanfaatkan oleh umat Islam tanpa harus merusak atau menghabiskannya, kepada seseorang atau masyarakat untuk dimanfaatkan dan diambil hasilnya, dengan tetap mempertahankan harta benda tersebut berada pada milik Allah SWT yang tidak dapat diperjualbelikan, diberikan kepada orang lain, atau diwariskan kepada keluarga.

Wakaf bisa berupa apa saja. Namun, wakaf yang dikeluarkan biasanya harta benda yang sangat diperlukan oleh masyarakat Islam.

Wakaf bisa berupa tanah untuk membangun masjid, mushala, pondok pesantren, sekolah, dan lain sebagainya. Wakaf juga bisa berupa tanah, perkebunan, pertokoan, rumah kontrakan, dan lainnya yang hasilnya bisa digunakan untuk membiayai dakwah, pendidikan, sarana peribadatan, biaya hidup fakir miskin, penderita cacat, yatim piatu, orang-orang yang terkena musibah, dan lainnya.

2. Salat Dhuha

Sedekah yang hukumnya sunnah muakkad selanjutnya adalah salat Dhuha di pagi hari. Imam an-Nawawi turut menjelaskan sedekah dengan ibadah salat Dhuha ini dalam Syarah Riyadhus Shalihin. Ia menukil sebuah hadits yang berasal dari Abu Dzar RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda,

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، فكُل تشبيحة صَدَقَةٌ، وَكُل تَحْمِيدَة صَدَقَةٌ، وكل تهليله صَدَقَد وَكُل تكبيرة صَدَقَد وَأَمرٌ بالمعروف صَدَقَة ونهي عن المنكر صَدَقَةٌ ويُخرى من ذلك رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الصحي

Artinya: “Pada setiap ruas tulang seseorang di antara kalian di setiap pagi ada kewajiban sedekah. Setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, tiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Namun, semua itu dapat dicukupi dengan salat dua rakaat yang dikerjakan seseorang di waktu dhuha.” (HR Muslim)

Imam Muslim meriwayatkan hadits tersebut dalam Kitab Zakat, Bab Penjelasan Bahwa Kata Sedekah Digunakan untuk Setiap Jenis Kebaikan.

Waktu terbaik untuk melaksanakan salat Dhuha adalah pagi hari sampai siang hari sebelum masuk waktu Dzuhur. Salat Dhuha bisa dilakukan dengan rakaat paling sedikit adalah dua rakaat.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Keutamaan Sedekah di Hari Jumat, Paket Istimewa Perbanyak Pahala


Jakarta

Secara umum, amalan sholeh dalam bentuk apapun lebih utama bila dikerjakan pada hari Jumat, tidak terkecuali dalam bersedekah. Ada sejumlah keutamaan sedekah di hari Jumat yang dijelaskan Rasulullah SAW.

Keutamaan Sedekah di Hari Jumat

Keutamaan sedekah di hari Jumat disebutkan dalam hadits dari Kitab Al Umm Juz 1 karangan Imam Syafi’i. Ada hadits dari Abdillah bin Abi Aufa yang menjelaskan tentang pelipatgandaan pahala sedekah pada hari Jumat.

بَلَغَنَا عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى أَنَّ رَسُولَ اللهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَكْثِرُوا الصَّلَاةَ عَلَيَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَإِنِّي أُبَلَّغُ وَأَسْمَعُ قَالَ وَيُضَعَّفُ فِيهِ الصَّدَقَةُ


Artinya: Telah sampai kepadaku dari Abdillah bin Abi Aufa bahwa Rasulullah bersabda, “Perbanyaklah membaca sholawat kepadaku di hari Jumat sesungguhnya sholawat itu tersampaikan dan aku dengar.” Rasulullah bersabda, “Dan di hari Jumat pahala bersedekah dilipatgandakan.”

Dalam riwayat lain disebutkan hal senada mengenai sedekah pada hari Jumat sebagai salah satu perkara utama, “Dan sedekah pada hari itu (Jumat) lebih mulia dibanding hari-hari selainnya.” (HR Ibnu Khuzaimah)

Hadits lainnya menyatakan hal serupa dalam redaksi yang berbeda, “Dan tidak ada matahari yang terbit dan terbenam pada suatu hari yang lebih utama dibanding hari Jumat. Bersedekah pada hari Jumat lebih besar pahalanya daripada semua hari lainnya.” (HR Abdurrazaq dalam Al-Mushannaf)

Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin juga menyebutkan adanya kesunnahan untuk bersedekah pada hari Jumat. Sebab, hari Jumat merupakan hari yang istimewa dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam Islam.

Orang yang bersedekah pada pagi hari termasuk hari Jumat akan mendapat ganjaran berupa doa dari para malaikat. Dari Abu Hurairah RA, berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda,

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

Artinya: Ketika hamba berada di setiap pagi, ada dua Malaikat yang turun dan berdoa, “Ya Allah berikanlah ganti pada yang gemar berinfak.” Malaikat yang lain berdoa, “Ya Allah, berikanlah kebangkrutan bagi yang enggan bersedekah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Selain itu, keistimewaan hari Jumat juga turut disebutkan oleh Abu Hurairah RA yang pernah mengutip sabda Rasulullah SAW,

خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ

Artinya: “Sebaik-baik hari yang disinari matahari adalah hari Jumat. Pada hari itu, Nabi Adam AS diciptakan, pada hari itu ia dimasukkan ke surga, dan pada hari itu pula ia dikeluarkan darinya. Tidak akan terjadi hari kiamat kecuali pada hari Jumat.” (HR At Tirmidzi)

Adab Sedekah di Hari Jumat

Untuk meraih sejumlah keutamaan sedekah di hari Jumat, alangkah baiknya bila sedekah juga diamalkan dengan adab yang tepat. Salah satunya sedekah yang lebih utama dilakukan dengan sembunyi-sembunyi meski tetap boleh diperlihatkan.

Orang yang menyembunyikan sedekahnya dikatakan lebih dekat kepada keikhlasan, juga dapat menjaga diri dan kehormatan orang yang menerima sedekah. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 271,

اِنْ تُبْدُوا الصَّدَقٰتِ فَنِعِمَّا هِيَۚ وَاِنْ تُخْفُوْهَا وَتُؤْتُوْهَا الْفُقَرَاۤءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۗ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِّنْ سَيِّاٰتِكُمْ ۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ٢٧١

Artinya: “Jika kamu menampakkan sedekahmu, itu baik. (Akan tetapi,) jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, itu lebih baik bagimu. Allah akan menghapus sebagian kesalahanmu. Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”

Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengatakan, sedekah sembunyi-sembunyi lebih utama karena hal itu menghindarkan diri dari riya (pamer). Namun, bila ada maslahat yang lebih penting sehingga menuntut seseorang untuk menampakkan sedekahnya, seperti agar diikuti orang lain, maka cara ini lebih utama.

(rah/dvs)



Sumber : www.detik.com

Sedekah Apa yang Paling Besar Pahalanya? Ini Jawaban Rasulullah SAW


Jakarta

Salah seorang umat Rasulullah SAW pernah bertanya langsung padanya mengenai bentuk sedekah yang paling besar pahalanya. Keterangan tersebut bersumber dari riwayat Abu Hurairah RA dalam kitab Zakat.

Hadits tersebut menceritakan tentang seorang lelaki yang mendatangi Rasulullah SAW. Kemudian ia bertanya hal berikut,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا قَالَ أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى وَلَا تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلَانٍ كَذَا وَلِفُلَانٍ كَذَا وَقَدْ كَانَ لِفُلَانِ.


Aritnya: Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu berkata, “Ya Rasulullah, sedekah mana yang paling besar pahalanya?”

Beliau bersabda, “Yaitu jika engkau bersedekah, engkau itu masih sehat dan sebenarnya engkau kikir. Kau takut menjadi fakir dan engkau sangat berharap menjadi kaya. Tetapi janganlah engkau menunda-nunda sehingga apabila nyawamu telah sampai di kerongkongan lalu berkata, ‘Yang ini untuk fulan dan yang ini untuk fulan,’ padahal yang demikian itu memang untuk fulan.” (HR Muttafaq’alaih)

Imam an-Nawawi dalam Syarah Riyadhus Shalihin Jilid 1 menafsirkan hadits di atas bahwa kondisi sedekah dalam keadaan sehat adalah bentuk sedekah yang paling besar pahalanya. Sebab, menurutnya, sifat kikir dalam seseorang paling terlihat saat dalam keadaan sehat.

“Bila ia bersikap dermawan dan bersedekah, dalam keadaan sehat, maka itu membuktikan keikhlasan hatinya dan cintanya yang besar pada Allah SWT,” jelas Imam an-Nawawi.

Keadaan tersebut berbeda dengan kondisi orang yang sudah sakit atau berada di penghujung ajalnya. Menurut Imam an-Nawawi, kondisi tersebut membuat seseorang melihat harta bukan lagi miliknya karena sudah putus asa dengan hidup.

Senada dengan itu Asy Syarqawi mengatakan, hadits tersebut menunjukkan anjuran muslim untuk bersedekah pada saat sehat, kaya, dan kikir untuk meraih pahala besar.

Sebab menurut keterangannya yang diterjemahkan Syaikh Muhammad Musthafa Imarah dalam Jawahir Al-Bukhari, keadaan demikian menunjukkan kebenaran tujuan dari bersedekah dan kuatnya keinginan utnuk mendekatkan diri kepada-Nya. Bukan sebaliknya, bersedekah dalam keadaan sakit atau menjelang kematian.

Dalil Keutamaan Sedekah

Menurut peraturan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) No 2 tahun 2016, sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Keutamaan sedekah sudah banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an dan sabda Rasulullah SAW, salah satunya dalam surah Al Hadid ayat 18.

اِنَّ الْمُصَّدِّقِيْنَ وَالْمُصَّدِّقٰتِ وَاَقْرَضُوا اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا يُّضٰعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ اَجْرٌ كَرِيْمٌ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, akan dilipatgandakan (balasannya) bagi mereka; dan mereka akan mendapat pahala yang mulia.”

Selain itu, disebutkan pula dalam sebuah riwayat hadits Bukhari, salah satu keutamaan sedekah adalah dapat menjaga dari siksa api neraka. Berikut bunyi haditsnya,

عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّقُوا النَّارَ ثُمَّ أَعْرَضَ وَأَشَاحَ ثُمَّ قَالَ اتَّقُوا النَّارَ ثُمَّ أَعْرَضَ وَأَشَاحَ ثَلَاثًا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا ثُمَّ قَالَ اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

Artinya: “Dari Adi bin Hatim mengatakan, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Jagalah diri kalian dari api neraka sekalipun hanya dengan sebiji kurma.” Kemudian beliau berpaling dan menyingkir, kemudian beliau bersabda lagi: “Jagalah diri kalian dari neraka”, kemudian beliau berpaling dan menyingkir (tiga kali) hingga kami beranggapan bahwa beliau melihat neraka itu sendiri, selanjutnya beliau bersabda: “Jagalah diri kalian dari neraka sekalipun hanya dengan sebiji kurma, kalaulah tidak bisa, lakukanlah dengan ucapan yang baik.”

(rah/erd)



Sumber : www.detik.com

Sedekah Jumat Berkah dan Penuh Keutamaan ala Imam Ghazali



Jakarta

Sedekah Jumat termasuk amalan penuh berkah dan keutamaan. Menurut sebuah riwayat, Allah SWT akan melipatgandakan pahala sedekah yang dilakukan pada hari tersebut.

Riwayat keutamaan sedekah Jumat ini terdapat dalam kitab Al-Umm karya Imam Syafi’i saat menjelaskan tentang hari dan malam Jumat. Ia meriwayatkan,

بَلَغَنَا عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى أَنَّ رَسُولَ اللهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَكْثِرُوا الصَّلَاةَ عَلَيَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَإِنِّي أُبَلَّغُ وَأَسْمَعُ قَالَ وَيُضَعَّفُ فِيهِ الصَّدَقَةُ


Artinya: “Telah sampai kepadaku dari Abdillah bin Abi Aufa bahwa Rasulullah bersabda, ‘Perbanyaklah membaca sholawat kepadaku di hari Jumat sesungguhnya sholawat itu tersampaikan dan aku dengar’. Nabi bersabda, ‘Dan di hari Jumat pahala bersedekah dilipatgandakan.”

Sedekah adalah harta yang dinafkahkan semata mengharap pahala dari Allah SWT, sebagaimana diterangkan dalam Sedekah Maha Bisnis dengan Allah karya Amirulloh Syarbini. Adapun, Al-Raghib Al-Asfahani menyebut sedekah sebagai harta yang dikeluarkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, seperti zakat. Bedanya sedekah dalam hal ini termasuk sunnah, sedangkan zakat itu wajib.

Menurut Imam an-Nawawi, seperti dinukil Amirulloh Syarbini, dinamakan sedekah karena menunjukkan kebenaran iman secara lahir dan batin. Oleh karena itu, kata Imam an-Nawawi, sedekah adalah pembenaran dan kebenaran iman.

Salah satu dalil sedekah adalah firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al Baqarah ayat 245. Allah SWT berfirman,

مَنْ ذَا الَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗٓ اَضْعَافًا كَثِيْرَةً ۗوَاللّٰهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۣطُۖ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ٢٤٥

Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman yang baik kepada Allah? Dia akan melipatgandakan (pembayaran atas pinjaman itu) baginya berkali-kali lipat. Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki). Kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”

Jenis sedekah ada beberapa macam. Disebutkan dalam al-Tadawa wa al-Syifa bi al-Shadaqah wa al-Infaq fi Sabil Allah karya Manshur Abdul Hakim, di antaranya sedekah secara sembunyi-sembunyi, sedekah ketika masih sehat dan kuat, sedekah yang diberikan kepada anak-anak, sedekah kepada kerabat, sedekah kepada tetangga dan teman, sedekah untuk kepentingan jihad di jalan Allah, dan sedekah jariyah.

Sedekah Jumat ala Imam Ghazali

Imam al-Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah menjelaskan cara bersedekah pada hari Jumat. Ulama ahli tasawuf ini menyarankan untuk bersedekah di hari Jumat sesuai kemampuan meskipun hanya sedikit.

Selain bersedekah, Imam al-Ghazali juga menganjurkan untuk memperbanyak membaca doa ketika matahari terbit, terbenam, dan zawal (bergeser dari tengah) pada hari Jumat. Termasuk ketika iqamah dan ketika khatib naik ke mimbar untuk menyampaikan khutbah Jumat.

“Jadikanlah hari Jumat sebagai hari khusus untuk kepentingan akhiratmu, dengan harapan bisa menjadi penebus dosa selama sepekan,” kata Imam al-Ghazali.

Sedekah juga bisa dilakukan tanpa mengeluarkan harta. Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzar, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,

يُصْبِحُ علَى كُلِّ سُلَامَى مِن أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بالمَعروفِ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنِ المُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وَيُجْزِئُ مِن ذلكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُما مِنَ الضُّحَى

Artinya: “Setiap ruas dari anggota tubuh di antara kalian pada pagi hari, harus dikeluarkan sedekahnya. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kebaikan adalah sedekah, dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Dan semua itu dapat disepadankan dengan mengerjakan salat Dhuha dua rakaat.” (HR Muslim)

(kri/nwk)



Sumber : www.detik.com

Benarkah Sedekah Dapat Menyembuhkan Penyakit? Begini Penjelasannya dalam Islam


Jakarta

Sedekah adalah tindakan mulia dalam Islam yang dianjurkan untuk dilakukan. Karena dalam sedekah, terdapat banyak manfaat yang bisa didapat, baik secara spiritual maupun sosial.

Kegiatan tersebut dilakukan dengan cara sukarela memberikan sebagian harta atau sumber daya pribadi kita kepada yang membutuhkan, tanpa mengharapkan imbalan atau pengembalian. Ini adalah tindakan kebaikan yang dilakukan dengan niat tulus untuk membantu orang lain atau membantu tujuan-tujuan yang bermanfaat.

Sedekah tidak hanya mencakup pemberian uang, tetapi juga dapat berupa pemberian makanan, pakaian, bantuan dalam bentuk waktu dan usaha, serta dukungan moral dan emosional. Tujuannya adalah untuk membantu mereka yang kurang beruntung, meringankan beban mereka, dan memberikan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.


Dikutip dari detikKultum yang tayang pada tanggal (20/4/2022) lalu, Ustaz Abdul Somad (UAS) menyebut sedekah dapat menjadi obat bagi orang yang sakit. Hal ini tercantum dalam sebuah hadits dari Abdullah bin Mas’ud dan Ubadah bin Shomit, hadits ini dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ dan Shahih At-Targhib.

Nabi Muhammad SAW bersabda,

وداوُوا مرضاكم بالصدقة

“Obatilah orang-orang sakit kalian dengan bersedekah.”

Ibnul Qayyim dalam Jami’ Al-Fiqih pernah menjelaskan hadits ini, beliau berkata:

فإن للصدقة تأثيرًا عجيبًا في دفع أنواع البلاء ولو كانت من فاجر أو من ظالم بل من كافر فإن الله تعالى يدفع بها عنه أنواعا من البلاء وهذا أمر معلوم عند الناس خاصتهم وعامتهم وأهل الأرض كلهم مقرون به لأنهم جربوه

Artinya: “Sedekah mempunyai khasiat yang kuat dalam menolak berbagai macam bala (salah satunya penyakit). Sekalipun itu dari orang yang ahli maksiat, zalim, maupun orang kafir. Lewat sedekah yang mereka lakukan, Allah SWT angkat bala. Manfaat sedekah seperti ini disaksikan oleh banyak orang, orang-orang berilmu, atau kaum awam umumnya, bahkan seluruh penduduk bumi mengakuinya karena mereka telah merasakan sendiri.”

Kisah Orang Sakit yang Sembuh Karena Bersedekah

Dalam Shahih At Targhib, Abdullah bin Mubarak pernah ditanya oleh seorang laki-laki tentang lututnya yang sakit selama 7 tahun. Berbagai pengobatan telah dilakukannya namun tak juga membuat kakinya sembuh.

Ibnu al-Mubarak pun memberikan saran kepada Abdullah, ia berkata:

“Pergi dan galilah sumur, karena manusia sedang membutuhkan air. Saya berharap akan ada mata air dalam sumur yang engkau gali dan dapat memnyembuhkan sakit lututmu.”

Laki-laki itu kemudian menggali sumur dan ia pun sembuh.

Mengutip buku Kado untuk Mahasiswa karya Nana Nhf, Prof. David M Clelland pernah melakukan sebuah penelitian tentang sedekah. Ia mengatakan bahwa melakukan sesuatu yang positif untuk orang lain seperti sedekah dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Hal itu menyebabkan tubuh semakin kuat dalam menghadapi penyakit. Maka dari itu, Prof David M Clelland menyarankan manusia untuk memperbanyak sedekah untuk menyehatkan diri kita.

(hnh/nwk)



Sumber : www.detik.com

Ini Bentuk Sedekah yang Paling Dianjurkan, Apa Saja?


Jakarta

Sedekah adalah amalan yang erat kaitannya dengan harta. Pemberiannya dilakukan secara ikhlas tanpa jumlah yang ditentukan.

Dalil mengenai sedekah tercantum dalam sejumlah ayat Al-Qur’an, salah satunya surah Al Baqarah ayat 245.

مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ


Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”

Menurut buku Risalah Zakat, Infak, dan Sedekah tulisan Wawan Shofyan Sholehuddin, sedekah dimaknai sebagai ruang yang teramat luas untuk hamba beramal saleh dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki dalam bentuk kebaikan termasuk dengan mengeluarkan harta di jalan yang diridhai Allah SWT.

Hukum sedekah sendiri ialah sunnah seperti dijelaskan dalam buku 100 Kesalahan dalam Sedekah susunan Reza Pahlevi Dalimuthe. Sedekah sendiri sebetulnya terdiri dari berbagai bentuk, tidak hanya melalui harta.

Berkaitan dengan itu, terdapat sedekah yang sangat dianjurkan. Apa saja? Simak bahasannya yang dinukil dari sumber yang sama.

Bentuk Sedekah yang Paling Dianjurkan

1. Salat Dhuha

Sedekah yang pertama ialah salat Dhuha. Amalan yang satu ini hukumnya sunnah muakkad yang berarti sangat dianjurkan.

Pelaksanaannya dilakukan pada pagi hari sampai siang sebelum masuk waktu Dzuhur. Imam Nawawi melalui Syarah Riyadhus Shalihin menukil hadits yang berasal dari Abu Dzar RA, Nabi SAW bersabda:

“Pada setiap ruas tulang seseorang di antara kalian di setiap pagi ada kewajiban sedekah. Setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, tiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Namun, semua itu dapat dicukupi dengan salat dua rakaat yang dikerjakan seseorang di waktu Dhuha.” (HR Muslim)

Mengutip buku Ensiklopedia Hadits Ibadah Shalat Sunnah susunan Syamsul Rijal Hamid, Rasulullah SAW menganjurkan kaum muslimin mengerjakan salat Dhuha ialah 2, 4, 8, dan 12 rakaat. Anjuran salat Dhuha ini bukan tanpa sebab. Amalan sunnah tersebut mengandung banyak manfaat dan keutamaan.

2. Wakaf

Rasulullah SAW bersabda bahwa wakaf termasuk ke dalam sedekah jariyah yang artinya pahala tersebut akan terus mengalir meski orang tersebut telah meninggal dunia. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dari Abu Hurairah RA,

“Apabila anak Adam (manusia) telah wafat, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya.” (HR Muslim)

Dalam buku Panduan Muslim Sehari-hari oleh Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha, wakaf secara bahasa artinya “berdiri, berhenti, dan menahan.”

Sementara itu, dari segi bahasa wakaf artinya menyerahkan harta yang tahan lama dan dapat dimanfaatkan oleh umat Islam tanpa harus merusak atau menghabiskannya kepada seseorang atau masyarakat untuk dimanfaatkan dan diambil hasilnya, dengan tetap mempertahankan harta benda tersebut berada pada milik Allah SWT yang tidak dapat diperjualbelikan, diberikan kepada orang lain, atau diwariskan kepada keluarga.

Orang yang Paling Utama Bersedekah

Dalam buku Fiqhul Islam wa Adillatuhu Juz 3 karya Prof Wahbah Az-Zuhaili, yang paling utama memberi sedekah mereka yang memiliki kelebihan harta dari kebutuhan dirinya dan orang-orang yang dinafkahi. Namun, jika orang yang bersedekah dengan harta dapat mengurangi nafkah orang-orang yang ditanggung maka dosa hukumnya.

Nabi SAW bersabda dalam sebuah hadits,

“Sebaik-baik sedekah adalah sedekah yang diberikan ketika berkecukupan. Mulailah dengan orang yang kamu nafkahi.” (HR Abu Dawud)

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Bentuk Sedekah yang Dilarang dalam Islam, Apa Saja?


Jakarta

Amalan sedekah perlu ditunaikan dengan niat tuntunan yang tepat. Sebab, ada sejumlah bentuk sedekah yang dilarang dalam Islam.

Menurut Ensiklopedi Adab Islam Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah oleh Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, bersedekah harus dilandasi dengan niat yang ikhlas semata mengharap rida Allah SWT. Bila sebaliknya maka pahala sedekahnya gugur dan tak diterima oleh-Nya.

Menurut peraturan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) No 2 tahun 2016, sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Keutamaan sedekah sudah banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an dan sabda Rasulullah SAW, salah satunya dalam surah Al Hadid ayat 18.


اِنَّ الْمُصَّدِّقِيْنَ وَالْمُصَّدِّقٰتِ وَاَقْرَضُوا اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا يُّضٰعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ اَجْرٌ كَرِيْمٌ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, akan dilipatgandakan (balasannya) bagi mereka; dan mereka akan mendapat pahala yang mulia.”

Selain itu, disebutkan pula dalam sebuah riwayat hadits Bukhari, salah satu keutamaan sedekah adalah dapat menjaga dari siksa api neraka. Berikut bunyi haditsnya,

عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّقُوا النَّارَ ثُمَّ أَعْرَضَ وَأَشَاحَ ثُمَّ قَالَ اتَّقُوا النَّارَ ثُمَّ أَعْرَضَ وَأَشَاحَ ثَلَاثًا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا ثُمَّ قَالَ اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ

Artinya: “Dari Adi bin Hatim mengatakan, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Jagalah diri kalian dari api neraka sekalipun hanya dengan sebiji kurma.” Kemudian beliau berpaling dan menyingkir, kemudian beliau bersabda lagi: “Jagalah diri kalian dari neraka”, kemudian beliau berpaling dan menyingkir (tiga kali) hingga kami beranggapan bahwa beliau melihat neraka itu sendiri, selanjutnya beliau bersabda: “Jagalah diri kalian dari neraka sekalipun hanya dengan sebiji kurma, kalaulah tidak bisa, lakukanlah dengan ucapan yang baik.”

Sebaliknya, ada perbuatan dari sedekah yang bukannya mendatangkan keutamaan namun malah mendatangkan kecaman dari Allah SWT. Simak informasi selengkapnya mengenai bentuk sedekah yang dilarang dalam Islam berikut.

Bentuk Sedekah yang Dilarang dalam Islam

1. Bersedekah dengan Riya

Dikutip dari Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq oleh Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, salah satu bentuk sedekah yang dilarang yakni, adanya riya atau kesombongan dalam diri orang yang bersedekah. Seperti, orang yang bersedekah tersebut mengungkit-ungkit pemberiannya atau menyebut-nyebutnya sehingga melukai perasaan yang menerima sedekah.

Berkenaan dengan hal ini, Allah SWT sudah menjelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 261,

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.

Rasulullah SAW bahkan menegaskan bahwa riya termasuk dalam salah satu jenis syirik. Beliau bersabda, “Sesuatu yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah syirik kecil, yaitu riya.” (HR Ahmad)

2. Bersedekah dengan Harta Haram

Melakukan sedekah dengan harta yang haram adalah suatu perkara terlarang. Harta yang haram tidak diperbolehkan untuk dijadikan sedekah. Jika masih juga disedekahkan, maka Allah SWT tak akan menerimanya sebagaimana dijelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 267,

… وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ … – 267

Artinya: “… Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu infakkan, padahal kamu tidak mau mengambilnya,…”

Rasulullah SAW pernah bersabda, “Barangsiapa yang bersedekah sebanyak satu butir kurma dari penghasilan baik (halal), sedangkan Allah tidak menerima kecuali yang baik, maka Allah akan menerima sedekah itu (sekalipun kecil) dengan tangan kanan-Nya, kemudian Dia suburkan sedekah itu bagi pemiliknya seperti salah seorang dari kalian memelihara seekor anak kedelai sampai menjadi sebesar gunung.” (HR Bukhari)

Ibnu Rajab dalam buku Jami’ul Ulum wal Hikam juga menyebutkan bahwa sedekah dengan harta yang haram tidak akan diterima oleh Allah SWT. Sesuai dalam riwayat Ibnu Umar bahwa Nabi SAW bersabda, “Allah tidak menerima salat tanpa bersuci dan sedekah dari ghulul (mencuri rampasan perang sebelum dibagi).” (HR Muslim, Ahmad, & Tirmidzi)

(rah/kri)



Sumber : www.detik.com

Perbedaan Sedekah dan Zakat, Muslim Wajib Tahu



Jakarta

Sedekah dan zakat memang sama-sama amalan yang dianjurkan, bahkan dalam beberapa perkara, amalan ini bisa menjadi wajib. Umat muslim harus tahu perbedaan sedekah dan zakat sebelum mengerjakan amalan ini.

Reza Pahlevi Dalimuthe, Lc, M.Ag dalam bukunya yang berjudul 100 Kesalahan dalam Sedekah menjelaskan bahwa A-Ashfahani dalam Mufradat Alfazh Al-Qur’an menerangkan arti sedekah yakni apa yang dikeluarkan seseorang dari hartanya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Sedekah dapat berupa harta maupun tidak. Sebagaimana dijelaskan Rasulullah SAW dalam sebuah hadits. Rasulullah SAW bersabda,


“Hendaknya setiap muslim bersedekah. “Para sahabat bertanya, “Wahai Rasul, bagaimana orang-orang yang tidak memiliki sesuatu bisa bersedekah?” Rasulullah Saw menjawab, “Hendaklah ia berusaha dengan tenaganya hingga ia memperoleh keuntungan bagi dirinya, lalu ia bersedekah (dengannya).” Mereka bertanya lagi, “Jika ia tidak memperoleh sesuatu? “Jawab Rasulullah Saw, “Hendaklah ia menolong orang yang terdesak oleh kebutuhan dan yang mengharapkan bantuannya.”

Mereka bertanya lagi, “Dan jika hal itu tidak juga dapat dilaksanakan?” Rasulullah Saw bersabda, “Hendaklah ia melakukan kebaikan dan menahan diri dari kejahatan, karena hal itu merupakan sedekahnya.” (HR. Ahmad bin Hambal).

Mengutip buku Keutamaan Zakat, Infak, Sedekah oleh Gus Arifin, zakat secara bahasa artinya adalah berkah, tumbuh, suci, baik, dan bersihnya sesuatu. Sedangkan zakat secara syara’ adalah hitungan tertentu dari harta dan sejenisnya di mana syara’ mewajibkan untuk mengeluarkannya kepada orang-orang fakir dan yang lainnya dengan syarat-syarat khusus. (Al-Mu’jam Al-Wasith -396)

Kata zakat semula bermakna: al-thaharah (bersih), al-namâ (tumbuh, berkembang), al-barakah (anugerah yang lestari), al madh (terpuji), dan al-shalah (kesalehan). Semua makna tersebut telah dipergunakan, baik di dalam Al-Qur’an maupun hadits.

Imam Asy Syarkhasyi al Hanafi dalam kitabnya Al Mabsuth mengatakan bahwa dari segi bahasa zakat adalah tumbuh dan bertambah. Disebut zakat, karena sesungguhnya ia menjadi sebab bertambahnya harta di mana Allah SWT menggantinya dengan nikmat di dunia dan pahala di akhirat, sebagaimana firman-Nya termaktub dalam surat Saba ayat 39,

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya.”

Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengenai ayat ini mengatakan bahwa, “apa pun yang engkau infakkan di jalan Allah maka oleh Allah akan digantinya di dunia ini dan di akhirat dengan pahala surga.”

Sedangkan pengertian “Zakat” secara fikih adalah hak yang telah ditentukan kadarnya yang wajib (dikeluarkan) pada harta-harta tertentu.

Perbedaan Sedekah dan Zakat

Zakat hukumnya wajib, sementara sedekah hukumnya sunnah. Adakalanya dalam Al-Qur’an, zakat juga disebut dengan sedekah tapi sedekah yang wajib dikeluarkan

Zakat dan sedekah sama-sama mengeluarkan harta di jalan Allah SWT dengan tujuan membersihkan harta tersebut. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 103,

خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoakan untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Merangkum dari buku Dahsyatnya Sedekah oleh Ahmad Sangid, B.Ed., M.A. dijelaskan dari segi subjek (orang yang bersedekah), sedekah dianjurkan kepada setiap orang yang beriman, baik miskin maupun kaya, baik orang kuat maupun orang lemah, baik laki-laki maupun perempuan, baik yang muda maupun yang tua, baik yang lapang rezekinya maupun yang sempit, baik yang bakhil maupun yang dermawan, sedangkan zakat diwajibkan kepada orang-orang tertentu yaitu orang-orang kaya atau orang-orang yang mempunyai harta yang telah memenuhi persyaratan sebagai wajib zakat.

Dari segi yang disedekahkan, sedekah yang diberikan tidak terbatas pada harta secara fisik, perkataan yang baik, tenaga, memberi maaf kepada orang lain, memberi pertolongan kepada yang membutuhkannya baik materi atau sumbangsih ide atau pikiran, memberi solusi masalah, menunjukkan jalan orang yang sesat, maupun bantu menyeberangkan orang tua atau buta di jalan, melainkan mencakup semua kebaikan.

Sedangkan pada zakat, yang dikeluarkan terbatas pada harta kekayaan secara fisik, seperti hasil pertanian, peternakan, perdagangan, dan hasil profesi lainnya.

Dari segi penerima (objeknya), zakat hanya boleh diberikan kepada orang-orang yang telah ditentukan oleh Allah SWT didalam Al-Qur’an, yaitu kepada golongan yang delapan. Adapun sedekah selain diberikan kepada yang delapan golongan tersebut, juga boleh diberikan kepada istri, anak-anak, kerabat, tetangga, anak yatim, janda, orang yang sedang ditawan, pelayan dan lain-lain.

Zakat harus diberikan secara terang-terangan. Sebaliknya, sedekah sebaiknya diberikan secara sembunyi-sembunyi atau rahasia. Ini bertujuan agar tidak akan timbul rasa pamer dan dikenal oleh orang banyak karena kedermawanannya, tujuan sedekah memang harus semata-mata mengharapkan ridho Allah SWT.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Ini Golongan yang Tidak Berhak Menerima Sedekah, Siapa Saja?



Jakarta

Sedekah merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Sedekah adalah memberikan sebagian harta atau benda yang dimiliki kepada orang lain yang membutuhkan dengan ikhlas.

Anjuran mengeluarkan sedekah termaktub dalam dalil Al-Qur’an dan hadits. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 274,

اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ ٢٧٤


Artinya: “Orang-orang yang menginfakkan hartanya pada malam dan siang hari, baik secara rahasia maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih.”

Namun, tidak semua orang berhak menerima sedekah. Terdapat beberapa golongan yang tidak berhak menerima sedekah, baik karena sudah memiliki harta yang cukup, atau karena ada larangan yang syar’i.

Golongan yang Tidak Berhak Menerima Sedekah

Siapa saja golongan yang tidak berhak menerima sedekah? Berikut penjelasannya:

Menurut beberapa sumber, dijelaskan beberapa golongan yang tidak berhak menerima sedekah yaitu:

1. Orang kafir

Dikutip dari Buku Saku Terapi Bersedekah karya Manshur Abdul Hakim, bahwa para ulama dan ahli fikih menyepakati bahwa memberikan sedekah kepada orang kafir atau atheis hukumnya haram.

Ibnu Mundzir mengatakan bahwa semua ulama sepakat bahwa kafir dzimmi (orang kafir yang dilindungi) tidak berhak menerima sedekah, hanya yang beragama Islam saja yang mendapatkan sedekah.

Tidak diperbolehkan memberi sedekah pada orang kafir karena mereka adalah orang yang tidak mempercayai keberadaan Allah SWT dan tidak beriman kepada risalah Islam serta kenabian Muhammad SAW.

Namun mereka boleh diberi harta berupa sedekah sunnah. Allah berfirman dalam surat Al-Insan ayat 8,

اِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللّٰهِ لَا نُرِيْدُ مِنْكُمْ جَزَاۤءً وَّلَا شُكُوْرًا ٩

Artinya: “(Mereka berkata,) “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanya demi rida Allah. Kami tidak mengharap balasan dan terima kasih darimu.”

Artinya, orang muslim yang memberikan sedekah sunnah kepada orang kafir tetap mendapatkan pahala.

2. Bani Hasyim dan Budak Mereka

Masih mengutip dari sumber buku yang sama, bahwa yang dimaksud Bani Hasyim adalah keturunan Ali bin Abi Thalib, keturunan Uqail bin Abi Thalib, keturunan Ja’far Abi Thalib, keturunan al-‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib, dan keturunan Harits bin Abdul Muthalib.

Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh, sedekah itu tidak boleh diberikan kepada keluarga Muhammad. Sebab, sedekah adalah kotoran harta manusia.” (HR Muslim).

Para ulama juga memiliki perbedaan pendapat mengenai hukum Bani Hasyim menerima zakat maupun sedekah. Ada yang memperbolehkan, ada juga yang tidak memperbolehkan.

Namun, Manshur Abdul Hakim dalam bukunya membenarkan pendapat ulama yang mengatakan bahwa Bani Hasyim boleh menerima zakat ataupun sedekah jika mereka tidak mendapatkan jatah dari Baitul Mal dan seperlima untuk kerabat rasul..

3. Orangtua, anak, dan istri

Para ulama sepakat untuk melarang memberi zakat dan sedekah kepada orangtua, anak, dan istri karena mereka adalah orang yang harus diberi nafkah, bukan sedekah.

Namun jika mereka tergolong miskin dan terlilit hutang, maka suami boleh memberikan zakat atau sedekah.

4. Proyek konstruksi

Dikutip dari buku Fikih Sunnah Jilid 2 karya Sayyid Sabiq bahwa zakat atau sedekah tidak boleh diserahkan untuk pembangunan konstruksi seperti pembangunan masjid, jembatan, perbaikan jalan, dll meskipun bernilai ibadah.

Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah ayat 60 yang artinya,

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Takut Miskin dan Menunda Sedekah Jadi Tanda Orang Kikir



Jakarta

Orang yang menunda melakukan sedekah karena takut miskin termasuk dalam golongan orang kikir. Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang kikir.

Sedekah bisa dikerjakan kapan pun dan di mana pun. Sedekah tidak harus dengan harta, oleh karenanya amalan ini termasuk yang harus dikerjakan dengan segera.

Dalam bersedekah, seorang muslim terkadang melakukan kesalahan yang tidak disadari padahal dampaknya besar. Misalnya menunda melakukan sedekah atau merasa khawatir akan menjadi susah dan miskin jika bersedekah.


Mengutip buku 100 Kesalahan dalam Sedekah oleh Reza Pahlevi Dalimuthe, Lc, M.Ag dijelaskan bahwa orang yang menunda melakukan sedekah menjadi tanda ketidakikhlasan, ketidaktulusan, ketidakteguhan jiwa, dan ada rasa takut miskin. Padahal dianjurkan ketika seseorang mempunyai keinginan untuk bersedekah, hendaknya ia segera mendistribusikannya dengan segera tanpa berpikir banyak lagi.

Diriwayatkan oleh Bukhari, Rasulullah SAW bersabda,

“Haritsah bin Wahab berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ʻBersedekahlah sesungguhnya akan datang suatu zaman kepadamu di mana seseorang membawa sedekahnya, namun dia tak menemukan seorang pun yang mau menerimanya. Orang itu berkata. Kalau kamu datang kemarin, mungkin aku akan menerimanya, tetapi hari ini aku tidak sedang membutuhkannya.”

Hadits ini menegaskan bahwa sedekah sebaiknya langsung dilakukan tanpa menunda dan berpikir tentang hal-hal negatif yang akan terjadi.

Dalam Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 79, Allah SWT berfirman,

ٱلَّذِينَ يَلْمِزُونَ ٱلْمُطَّوِّعِينَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ فِى ٱلصَّدَقَٰتِ وَٱلَّذِينَ لَا يَجِدُونَ إِلَّا جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ ۙ سَخِرَ ٱللَّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Artinya: (Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.

Orang yang Takut Miskin karena Bersedekah

Ketulusan dalam melakukan sedekah semata-mata untuk mendapatkan ridho Allah SWT akan menumbuhkan rasa aman bagi orang yang bersedekah.

Seseorang yang terbiasa melakukan sedekah dengan ikhlas maka tidak akan ragu dan merasa takut dalam memberi sedekah. Dengan rasa ikhlas juga, seseorang tidak takut miskin atau kekurangan harta maupun kebahagiaan dan kemudahan di masa depan.

Sementara, sedekah yang tidak tulus akan menghalangi semua kebahagiaan dan ganjaran yang dijanjikan.

“Abu Mas’ud RA berkata, “Tatkala ayat sedekah turun (At Taubah ayat 79), kami mengamalkannya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Salah seorang sahabat bersedekah dengan banyak sekali, kemudian orang munafik berkata, ‘Mereka melakukannya dengan riya.’ Dan salah seorang sahabat lainya bersedekah dengan semampunya (sedikit). Mereka (orang munafik) mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah SWT terlalu kaya untuk menerima sedekah yang sedikit itu. Oleh karena itu, turunlah ayat tersebut.” (HR Bukhari)

Seorang muslim yang takut bersedekah karena khawatir dirinya akan menjadi miskin, termasuk dalam golongan orang yang kikir. Orang-orang seperti ini biasanya mendapat bisikan dalam hatinya, baik dari dalam dirinya atau dari orang lain, yang menganjurkannya untuk tidak bersedekah atau tidak terlalu banyak memberi.

Yang paling berperan dalam membisikkan rasa takut akan kemiskinan dalam bersedekah adalah setan. Setan sering membisikkan dalam hati manusia dan menghasut agar tidak melakukan sedekah.

Melalui surat Al-Baqarah ayat 268, Allah SWT berfirman,

ٱلشَّيْطَٰنُ يَعِدُكُمُ ٱلْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِٱلْفَحْشَآءِ ۖ وَٱللَّهُ يَعِدُكُم مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ

Artinya: Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.

Ketika setan telah berhasil menghasut seseorang pada sikap kikir, mereka akan terus menggoda agar orang tersebut melakukan aneka kejahatan seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, dan sebagainya. Di sisi lain, kekikiran melahirkan sifat rakus dan pada gilirannya menjadi lahan yang subur bagi setan untuk mengantar kepada aneka kejahatan.

Orang dengan kepribadian pelit selalu enggan mengeluarkan sedekah, atau apapun, kepada orang lain. Orang pelit akan selalu merasa kalau ia bersedekah maka rezekinya akan jauh berkurang dan ia takut jatuh miskin karenanya. Padahal sesungguhnya orang yang kikir akan berakibat buruk bagi dirinya sendiri. la bukan hanya akan mendapat cap buruk dari lingkungan sekitarnya, namun Allah SWT juga tidak menyukai orang yang kikir.

Orang yang kikir sebenarnya bukan pelit pada orang lain, namun hakikatnya ia sedang kikir pada dirinya sendiri.

Rasulullah pernah bersabda, “Tidak akan berkurang harta seorang hamba karena disedekahkan.” (HR Tirmidzi)

Mengutip buku Mengapa Sedekahku Tak Dibalas? oleh Ustaz Ahmad Zacky el-Syafa dijelaskan bahwa sedekah yang terbaik pahalanya adalah sedekah di saat tubuh masih sehat dan tidak menunda melakukan sedekah.

Dalam sebuah hadits dijelaskan, suatu ketika para sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah SAW, apakah sedekah yang paling besar pahalanya? Rasul menjawab, ‘Sedekahmu ketika kamu masih sehat, merasa takut miskin dan mendambakan kekayaan. Janganlah menunda-nunda sedekah. Sehingga, apabila ajalmu sampai di kerongkongan maka barulah kamu katakan, ‘Berikan hartaku sekian pada si Fulan dan sekian pada si Fulan. Ketahuilah bahwa harta tersebut pada hakikatnya memang untuk si Fulan.” (HR Bukhari dan Muslim)

(dvs/rah)



Sumber : www.detik.com