Tag Archives: sejarah islam

Penyebab Kota Pesisir Berperan Penting dalam Penyebaran Islam


Jakarta

Islam diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-7 melalui jalur perdagangan maritim, menurut teori Maritim N.A. Baloch. Kota pesisir memiliki peranan penting dalam penyebaran Islam.

Lokasi mereka yang sangat strategis di tepi laut, kota-kota pesisir menjadi pusat segala aktivitas. Para pedagang muslim dari berbagai negara datang ke kota-kota pesisir di berbagai benua untuk berdagang sekaligus menyebarkan agama Islam.

Teori Masuknya Islam Lewat Perdagangan Maritim

Masuknya Islam ke Nusantara lewat perdagangan maritim atau yang kemudian dikenal sebagai teori Maritim dikenalkan oleh sejarawan Pakistan bernama N.A. Baloch. Menurut buku Api Sejarah yang ditulis oleh Ahmad Mansur Suryanegara, teori ini menyebut bahwa masuk dan berkembangnya Islam ke Nusantara akibat umat Islam memiliki navigator atau mualim dan wirausaha yang menguasai maritim dan pasar.


Aktivitas tersebut kemudian membawa Islam ke sepanjang jalan laut perdagangan di pantai-pantai yang menjadi tempat persinggahan pada abad ke-1 H atau abad ke-7 M.

N.A. Baloch dalam The Advent of Islam in Indonesia mengatakan, hal tersebut menjadi langkah awal dalam sejarah pengenalan Islam di pantai-pantai Nusantara hingga China Utara yang dibawa oleh wirausahawan Arab.

Proses penyebaran Islam lewat jalur perdagangan maritim menurut teori ini berlangsung selama lima abad, yakni abad pertama hingga 5 H atau abad 7-12 M.

Peranan Kota Pesisir dalam Penyebaran Islam

Kota pesisir memegang peranan penting dalam penyebaran Islam. Berikut di antaranya.

1. Jadi Akses Rute Perdagangan Internasional

Menurut artikel berjudul Peranan Pesisir dalam Proses Islamisasi di Nusantara karya Andriyanto dan Muslikh yang dipublikasikan dalam Journal of History Education and Culture Vol. 1 No.1 edisi Juni 2019, kota pesisir memiliki peranan penting dalam penyebaran Islam karena menjadi akses ke rute perdagangan internasional.

Selain itu, pesisir juga berperan dalam memberikan fasilitas pelabuhan-pelabuhan yang aman. Sumber daya alam juga tersedia di wilayah tersebut.

2. Tempatnya Strategis untuk Berdakwah

Banyak pedagang dari negara-negara muslim singgah untuk berdagang dan menyebarkan Islam. Sehingga, kota pesisir menjadi tempat yang strategis untuk berdakwah.

Merangkum dari buku Penyebaran Islam Nusantara terbitan NUSWANTARA bahwa para pedagang muslim ini menemukan kesempatan dengan berdakwah dan menyemaikan benih-benih Islam. Mereka juga membangun masjid dan sarana pendidikan Islam serta mengajak penduduk setempat untuk mengikuti dan belajar tentang syariat Islam.

3. Mudah Dijangkau Para Ulama dan Mubaligh

Para ulama dari berbagai negara memiliki kemudahan untuk memberikan ceramah, pengajian, dan fatwa tentang Islam karena kota pesisir menjadi tempat berlabuhnya pendatang. Mereka juga dapat membantu para pedagang Muslim dalam menyebarkan Islam dengan cara yang lebih strategis dan terorganisir.

4. Memiliki Potensi Ekonomi Besar

Para pedagang muslim yang singgah tersebut mendapatkan keuntungan dari perdagangan dengan negara-negara lain. Mereka juga dapat membantu penduduk setempat dalam meningkatkan kesejahteraan mereka dengan cara memberikan pinjaman, bantuan, atau pekerjaan. Dengan demikian, mereka dapat menarik simpati dan kepercayaan penduduk setempat untuk memeluk Islam.

5. Jadi Tempat Pertemuan Berbagai Budaya dan Agama

Para pedagang muslim tersebut berinteraksi dengan penduduk setempat dan saling bertukar informasi termasuk tentang agama Islam. Mereka juga dapat menunjukkan akhlak dan perilaku yang baik sebagai contoh bagi penduduk setempat.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Bacaan Dzikir Nabi Ayub AS saat Sakit untuk Meminta Kesembuhan


Jakarta

Sakit merupakan suatu ujian yang tidak dapat kita hindari. Dzikir Nabi Ayub AS adalah doa yang dipanjatkan ketika sedang ditimpa ujian dari Allah SWT dalam bentuk penyakit.

Semasa hidupnya, tubuh Nabi Ayub AS diselimuti rasa sakit yang tak terhingga, tapi hatinya teguh dalam kesabaran. Dalam keterpurukan, dia berdzikir, “Hanya pada-Mu aku memohon kesembuhan”.

Ujian dalam bentuk penyakit tersebut tidak pernah membuat Nabi Ayub AS menyerah pada imannya kepada Allah SWT. Ujian tersebut melahirkan kesabaran yang luar biasa sehingga Allah SWT mendengar doanya dan memberikan kesembuhan sebagai balasan atas ketabahan dan kepercayaannya.


Nah, dalam artikel ini, kita akan mempelajari tentang dzikir Nabi Ayub AS yang dilantunkan saat memohon kesembuhan dari penyakit yang sedang menimpa. Untuk memahaminya, simak pembahasannya sebagai berikut.

Penyakit Dalam Islam

Dikutip dari buku Bahagia Ketika Sakit: Meraih Kemuliaan di Tengah Ujian Iman oleh Abu Muhammad Rafif Triharyanto, banyak yang masih salah paham tentang penyakit yang diberikan oleh Allah SWT.

Masih banyak orang yang beranggapan bahwa penyakit adalah wujud murka dan laknat Allah SWT. Bahkan, beberapa orang kemudian menggugat dan memprotes Allah SWT terkait dengan penyakit yang menimpanya.

Sebenarnya, rasa sakit justru merupakan ujian yang menunjukkan kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya. Sakit merupakan sarana untuk bisa lebih dekat dengan Allah SWT dan penghapusan dosa-dosa.

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT ketika mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka, menguji dengan musibah. Siapa yang ridho dengan musibah itu dengan ujian Allah SWT, maka Allah SWT akan ridho kepadanya. Sebaliknya siapa yang marah dengan musibah itu, maka dia akan mendapatkan murka dari Allah SWT.” (Hr. Ahmad dan Tirmidzi).

Maka dari itu, bagi hamba Allah SWT yang beriman, datangnya musibah berupa penyakit perlu disikapi dengan rasa sabar dan ikhlas. Karena Allah SWT sedang menunjukkan cinta dan kasih sayang-Nya. Betapa mulia dan istimewanya orang yang sedang ditimpa sakit karena sakitnya itu menjadi bukti dan kasih sayang Allah SWT padanya.

Bacaan Dzikir Nabi Ayub

Bagi umat Islam yang sedang dilanda dengan sebuah penyakit, maka sebaiknya sabar dan tetap berdoa meminta kesembuhan kepada Allah SWT. Kita harus tetap bertawakat dan berprasangka kepada Allah SWT sambil terus berdoa memohon kesembuhan.

Berikut ini adalah dzikir Nabi Ayub AS yang tertulis dalam Al Quran Surat Al-Anbiya ayat 83: https://www.detik.com/hikmah/quran-online/al-anbiya

… رَبَّهٗٓ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

Bacaan latin: … Rabbahu anni massaniyad-durru wa anta ar-hamur-rahimin.

Artinya: “… Ya Rabb, sesungguhnya aku telah ditimpa suatu penyakit, padahal Engkau Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang.”

Keteladanan Nabi Ayub AS

Meski mengalami ujian dengan penyakit yang luar biasa, Nabi Ayub AS tidak pernah meragukan takdir Allah SWT. Dzikir yang dilantunkan oleh Nabi Ayub AS mencerminkan tawakal dan keimanan yang tidak tergoyahkan.

Dalam situasi yang sangat buruk, Nabi Ayub AS tetap berbaik sangka kepada Allah SWT. Sikapnya yang tidak tergoyahkan dalam ujian mengajarkan kita sebagai umat Islam tentang pentingnya bersabar dalam menghadapi cobaan.

Sambil berserah kepada Allah SWT dengan melantunkan dzikir Nabi Ayub AS, kita juga tentu harus melakukan berbagai macam usaha untuk bisa sembuh. Usaha tersebut bisa dilakukan dengan cara mendatangi dokter untuk mendapatkan perawatan yang sesuai.

Kisah Nabi Ayub AS ini memberikan kita pelajaran berharga bawah ujian penyakit merupakan bagian dari rencana-Nya, dan dengan bersabar, kita bisa mendapatkan keberkahan dan kesembuhan. Keteladanan ini mengajarkan bahwa dalam kesulitan, tawakal dan kesabaran membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Perang Khandaq dan Strategi Parit



Jakarta

Salah satu peristiwa bulan Syawal dalam sejarah Islam adalah meletusnya Perang Khandaq. Perang ini melibatkan kaum muslimin dan pasukan gabungan dari Quraisy, Yahudi, dan Ghathafan.

Menurut Sirah Nabawiyah yang disusun oleh Ibnu Hisyam, Perang Khandaq terjadi pada bulan Syawal tahun 5 H atau 627 M. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Kitab Tarikh-nya menyebut ini adalah pendapat yang shahih karena Perang Uhud terjadi pada bulan Syawal tahun 3 H.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan, seusai Perang Uhud, orang-orang musyrik berjanji kepada Rasulullah SAW untuk menemui beliau pada tahun ke-4. Namun, mereka melanggar karena kegersangan tahun tersebut dan pada tahun ke-5 baru mereka datang.


Pada saat itu, kaum Yahudi bani Nadhir yang pindah ke Khaibar menghasut kabilah-kabilah Arab di sekitar Khaibar agar memerangi kaum muslimin, sebagaimana diceritakan dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW II karya Moenawar Chalil.

Dikutip dari buku Sejarah Terlengkap Peradaban Islam karya Abul Syukur al-Azizi, berikut adalah keterangan dan kisah mengenai Perang Khandaq selengkapnya.

Latar Belakang Perang Khandaq

Perang Khandaq adalah perang antara kaum muslimin melawan pasukan gabungan dari kaum Quraisy, Yahudi, serta Ghathafan. Perang ini disebut juga Perang Ahzab, yang artinya Perang Gabungan.

Dinamakan perang Khandaq yang berarti parit karena kaum muslimin menggali parit di sekeliling kota Madinah sebagai mekanisme pertahanan agar mencegah kaum kafir agar tidak bisa menerobos kota Madinah. Perang ini dimulai karena beberapa kaum dan pihak merasa tidak terima setelah diusir dari Madinah lantaran telah melanggar perjanjian yang telah disepakati bersama.

Selain itu, penyebab lain terjadinya perang ini adalah karena ketakutan kaum kafir Makkah akan kekuatan kaum muslimin di Madinah yang semakin berkembang. Perang Khandaq sangat terkenal di kalangan muslim di berbagai masa, lantaran perang ini merupakan adu strategi dan perang urat saraf.

Strategi Parit dalam Perang Khandaq

Terdapat tiga figur utama yang menjadi faktor utama dalam perang ini. Selain Nabi Muhammad SAW sebagai panglima perang dari pihak muslimin, aktor utama lain dalam Perang Khandaq adalah Ali bin Abi Thalib, Salman al-Farisi, serta Nu’aim bin Mas’ud yang setia dan loyal menjalankan tugas dan perannya masing-masing.

Kisah luar biasa dalam Perang Khandaq bermula dari ide brilian Salman al Farisi yang kepada nabi untuk membangun parit. Ide itu sesungguhnya didasari dari kebiasaan orang-orang di kampung halamannya, Persia.

Mereka akan membangun parit pertahanan ini dilakukan jika sedang dalam situasi takut diserang, terutama oleh pasukan berkuda. Kondisi seperti itulah pula yang dialami oleh kaum muslimin pada saat itu.

Pembangunan parit seperti itu sebenarnya tidak dikenal dalam strategi perang orang Arab. Hal ini dikarenakan mereka sebelumnya hanya mengenal teknik seperti gerilya, yaitu maju, mundur, gempur, atau lari.

Meskipun demikian, Nabi Muhammad SAW yang mendengarkan strategi “unik” ini kemudian sepakat dengan usul Salman. Bahkan, beliau pulalah yang membuat peta penggalian, memanjang dari ujung utara hingga ke selatan.

Waktu itu, setiap sepuluh orang pasukan persiapan kaum muslim diwajibkan menggali parit sepanjang 40 meter (lebar 4,62 meter dan dalam 3,234 meter). Setelah enam hari (dalam riwayat lain, 10 hari), panjang parit yang berhasil digali adalah mencapai 5.544 meter.

Kisah heroik ditunjukkan oleh Nu’aim bin Mas’ud yang ditugaskan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai pemecah belah kaum kafir Quraisy, bani Ghathafan, dan kaum Yahudi yang bersekongkol. Sementara itu, Ali bin Abi Thalib juga memiliki pengalaman yang tak kalah menarik.

Hal ini lantaran ia harus berduel dengan Amr bin Abdi Wudd, yakni salah satu pimpinan pihak musuh yang terkenal jago pedang. Pada awalnya Rasulullah SAW tidak ingin untuk memberikan tanggung jawab kepada Ali untuk menghadapi Amr karena ia dianggap masih terlalu muda.

Rasulullah SAW ingin memilih sosok sahabat yang lebih tua dan dianggap sepadan. Namun, di luar perkiraan Rasulullah SAW ternyata Ali bersikeras.

Sebenarnya, nabi cukup khawatir terhadap keselamatan Ali. Hal ini bukan tanpa dilandasi alasan yang jelas, melainkan pada perang sebelumnya di Uhud, beliau telah kehilangan sang paman, yaitu Hamzah yang tewas secara mengenaskan.

Berkat pertolongan Allah SWT, Ali berhasil memenangkan pertarungan. Kemudian Amr bin Abdi Wudd tewas di tangan Ali yang masih tergolong muda pada saat itu.

Peristiwa inilah yang menjadi titik puncak yang mengakibatkan pasukan musuh mundur dari lokasi perang meskipun jumlah mereka berjumlah lebih dari 10.000 tentara. Selain itu, mundurnya kaum kafir dari lokasi peperangan karena kondisi kota Madinah saat itu cuaca sangatlah dingin.

Kaum kafir musuh umat muslim yang masih tertahan di tenda-tenda karena tidak bisa memasuki kota Madinah. Banyak di antara mereka yang mati kedinginan dan terserang penyakit malaria dalam peristiwa bulan Syawal tersebut.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perang Sawiq Bulan Zulhijah di Pinggiran Kota Madinah



Jakarta

Salah satu perang yang pernah dialami oleh Rasulullah SAW adalah Perang Sawiq. Perang ini terjadi pada bulan Zulhijah di pinggiran Kota Madinah.

Menurut Ibnu Ishaq, dinamakan Perang Sawiq (Tepung) karena mayoritas perbekalan yang dibuang orang-orang Quraisy pada saat itu adalah tepung. Kemudian, kaum muslimin mengambil tepung yang banyak itu. Oleh karena itu, perang ini dinamakan Sawiq atau As-Sawiq, sebagaimana dijelaskan dalam Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam.

Merangkum dari Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri bahwa terjadi persekongkolan dan konspirasi dengan orang-orang Yahudi serta munafik. Hal tersebut juga dilakukan oleh Abu Sufyan dari golongan Yahudi, dan kaum munafikin secara intensif menggalang konspirasi.


Abu Sufyan mulai merancang suatu tindakan yang berisiko kecil tetapi berdampak nyata. Bahkan, ia sudah bernadzar untuk tidak membasahi rambutnya dengan air sekalipun junub. Hingga. ia dapat menyerang Rasulullah SAW.

Lalu, ia bersama dengan 200 orang pergi untuk melaksanakan sumpahnya, hingga ia tiba di suatu jalan terusan di sebuah gunung yang bernama Naib. Jaraknya dari Madinah kira-kira 12 mil. Namun, mereka tidak berani datang secara langsung melainkan mengendap-endap masuk Madinah pada malam hari yang gelap dan mendatangi rumah Huyay bin Akhtab.

Ia lalu meminta izin untuk masuk rumah, namun Huyay menolaknya karena ia merasa takut. Maka, dia beranjak pergi dan mendatangi rumah Sallam bin Misykam, pemimpin Bani Nadhir.

Abu Sufyan meminta agar kedatangannya ini dirahasiakan dari siapa pun setelah dijamu dan disuguhi arak. Pada akhir malam, Abu Sufyan lalu keluar rumah dan kembali lagi menemui rekan-rekannya.

Ia lalu mengutus beberapa orang pilihan di antara tentaranya agar pergi ke arah Madinah dan berhenti di Al-Uraidh. Di sana mereka membabati pohon dan membakar pagar-pagar kebun kurma.

Mereka menemukan seorang Anshar dan rekannya di kebun itu, lalu mereka membunuh keduanya. Setelah itu mereka semua kembali lagi ke Makkah.

Rasulullah SAW yang mendengar kabar ini segera pergi untuk mengejar Abu Sufyan dan rekan-rekannya. Namun, mereka terburu-buru pergi dan meninggalkan tepung makanan yang mereka bawa sebagai bekal dan bahan-bahan makanan lainnya, agar tidak terlalu memberatkan.

Tetapi mereka tidak terkejar lagi, sehingga Rasulullah SAW mengejar mereka hingga tiba di Qarqaratul Kadar. Setibanya di sana beliau kembali lagi dan orang-orang muslim membawa Sawiq (tepung gandum) yang ditinggalkan Abu Sufyan dan pasukannya, sehingga peperangan ini disebut perang as-Sawiq.

Perang ini terjadi pada bulan Zulhijah tepatnya dua bulan setelah Perang Badar. Urusan Madinah selanjutnya diserahkan oleh Rasulullah SAW ke tangan Abu Lubabah bin Abdul Mundzir.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perang Hunain, Saat Pasukan Muslim Nyaris Menelan Kekalahan



Jakarta

Perang Hunain menjadi salah satu bentuk teguran dan peringatan bagi kaum muslimin. Pertempuran itu terjadi setelah peristiwa Fathu Makkah, tepatnya pada bulan Syawal tahun ke-8 Hijriyah.

Menurut buku Manhaj Dakwah Rasulullah karya Prof Dr Muhammad Amahzun, pada awal perang berlangsung kaum muslimin sempat mengalami kekalahan. Mereka lari dan mundur seribu langkah ke belakang tiap kali berhadapan dengan kaum musyrikin yang bersenjata lengkap dengan strategi jitu.

Namun, atas pertolongan Allah SWT maka kaum muslimin berhasil mengalahkan mereka. Dijelaskan dalam buku Para Panglima Perang Islam oleh Rizem Aizid, Perang Hunain juga disebut kebalikan dari Perang Uhud.


Pada Perang Uhud, kaum muslimin sempat mengalami kemenangan dan diakhiri dengan kekalahan. Sebaliknya, di Perang Hunain justru banyak pasukan muslim yang terbunuh karena kepanikan dan keraguan mereka sendiri.

Peristiwa Perang Hunain diabadikan dalam surat At Taubah ayat 25-27 yang berbunyi,

لَقَدْ نَصَرَكُمْ اللّٰهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئاً وَضَاقَتْ عَلَيْكُمْ الأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ (٢٥) ثُمَّ أَنزَلَ اللّٰهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنزَلَ جُنُوداً لَمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ (٢٦) ثُمَّ يَتُوبُ اللّٰهُ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللّٰهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٢٧)

Artinya, “Sungguh, Allah telah menolong kamu (mukminin) di banyak medan perang, dan (ingatlah) perang Hunain, ketika jumlahmu yang besar itu membanggakan kamu, tetapi (jumlah yang banyak itu) sama sekali tidak berguna bagimu, dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu, kemudian kamu berbalik ke belakang dan lari tunggang-langgang. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Dia menurunkan bala tentara (para malaikat) yang tidak terlihat olehmu, dan Dia menimpakan azab kepada orang-orang kafir. Itulah balasan bagi orang-orang kafir. Setelah itu Allah menerima tobat orang yang Dia kehendaki. Allah maha Pengampun, Maha Penyayang” (QS At Taubah: 25-27)

Ketika perang berlangsung, Nabi Muhammad SAW mengirim pasukan sebanyak 12.000 orang. Dari 12.000 itu, sebanyak 2.000 tentara merupakan kaum Quraisy yang baru masuk Islam setelah peristiwa Fathu Makkah.

Rasulullah SAW menunjuk Khalid bin Walid menjadi pimpinan pasukan garis depan yang bertugas sebagai pasukan pengintai. Sayangnya, Khalid gagal menjalankan tugas, hampir seluruh prajuritnya melarikan diri.

Perang Hunain sempat kacau karena pasukan muslim termakan sifat sombong. Mereka merasa tidak akan kalah karena berjumlah banyak ketimbang musuhnya, karenanya banyak pasukan yang lari tunggang langgang dari medan perang.

Walau begitu, Perang Hunain diakhiri dengan kemenangan pasukan muslim. Hal ini juga disebutkan oleh Anas bin Malik dalam sebuah riwayat.

Anas bin Malik berkata,

“Pada Perang Hunain, musuh Islam terdiri atas Hawazin, Ghathfan, dan suku lainnya. Mereka datang dengan membawa harta dan budak-budak mereka. Sedangkan Rasulullah SAW membawa 10.000 pasukan ditambah dengan orang-orang Makkah yang baru masuk Islam. Pada perang itu, para sahabat melarikan diri meninggalkan Rasulullah SAW sendirian. Akhirnya beliau menengok ke arah kanan, dan berkata, ‘Wahai muslimin Anshar!’ Mereka menjawab, ‘Bergembiralah, wahai Rasulullah, kami selalu bersamamu,’ Kemudian, beliau menengok ke arah kiri, dan berkata, ‘Wahai muslimin Anshar!’ Yang dipanggil menjawab, ‘Bergembiralah, wahai Rasulullah, kami selalu bersamamu,’ Lalu, beliau turun dari bagal putihnya, dan berkata, ‘Aku ini hamba Allah dan Rasul-Nya,” (HR Bukhari)

Situasi saat itu terbilang genting. Nabi Muhammad SAW bersama sekelompok muslimin yang salah satunya Ali bin Abi Thalib tetap bertahan di barisan depan. Lalu, beliau berteriak memanggil para pasukannya yang lari kocar-kacir itu, “Akulah Rasulullah, mari bergabung bersamaku!”

Kemudian, Nabi SAW memerintahkan pamannya yang bernama Abbas untuk menyeru kaum muslimin, karena suaranya lantang. Maka, Abbas berseru, “Wahai kelompok Anshar, wahai mereka yang berbaiat di bawah pohon! Rasulullah bersama orang-orang beriman yang benar sedang bertempur dengan dahsyat,”

Demikianlah, kaum muslimin menepis rasa takut yang menghantui mereka. Setelahnya, prajurit muslim berkumpul mengelilingi Nabi SAW yang berhasil mengubah kekalahan mereka menjadi kemenangan.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Sosok Panglima Perang Termuda dalam Sejarah Islam, Diangkat pada Usia 18 Tahun



Jakarta

Usamah bin Zaid merupakan salah satu panglima perang Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW. Sosoknya juga disebut sebagai sahabat dekat Rasulullah SAW.

Dalam sejarah Islam, Usamah bin Zaid adalah panglima termuda dan terakhir yang ditunjuk langsung oleh Nabi SAW. Ia lahir pada tahun ke-7 sebelum Hijriyah dan merupakan anak dari Zaid bin Haritsah, seperti dinukil dari buku Jika Sungguh-sungguh Pasti Berhasil susunan Amirullah Syarbini M Ag dkk.

Saat diangkat sebagai panglima usia Usamah masih 18 tahun. Karena usianya yang muda, banyak sahabat Rasulullah yang tidak yakin akan kemampuan Usamah bin Zaid.


Bahkan, mereka meragukan keputusan sang rasul sampai akhirnya desas-desus itu sampai ke telinga Umar bin Khattab.

Mengutip buku Para Panglima Perang Islam oleh Rizem Aizid, Umar RA lalu menemui Nabi SAW dan menyampaikan permasalahan itu. Hal tersebut membuat Rasulullah SAW sangat marah, ia menemui para sahabat yang tidak puas akan keputusan beliau. Nabi Muhammad berusaha meyakinkan para sahabat untuk meredak ketidakpuasan mereka.

Meski menjadi panglima termuda, tugas yang diberikan kepada Usamah bin Zaid pada kali pertamanya cukup berat. Nabi SAW memerintahkan Usamah untuk mengusir pasukan Romawi yang mengancam keutuhan masyarakat muslim kala itu.

Pada pasukan tersebut, ada sejumlah sahabat senior seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan lain-lainnya. Rasulullah SAW mengangkat Usamah bin Zaid memimpin seluruh pasukan tersebut.

Pada saat itu, Usamah bin Zaid diperintahkan untuk berhenti di Balqa’ dan Qal’atut Darum dekat Gazzah, termasuk wilayah kekuasaan Rum (Romawi). Dalam perang itu, Usamah berhasil membawa kemenangan bagi kaum muslimin.

Kemenangan yang diraihnya menjadi bukti bagi orang-orang yang sebelumnya meragukan Usamah bin Zaid. Selama 40 hari, mereka kembali ke Madinah dengan perolehan harta rampasan perang yang besar tanpa satu korban jiwa.

Dari kemenangan itu pula, Usamah bin Zaid menjadi sosok yang disegani oleh para sahabat. Diceritakan dalam buku Kisah-kisah Pilihan Muslim Cilik Teladan karya M Kholiluddin, Usamah bahkan berhasil mendesak mundur pasukan Romawi dari negeri Syam, Palestina, serta Mesir.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Wafatnya Ibunda Rasulullah SAW pada Usia Nabi Berapa?


Jakarta

Sebelum diangkat menjadi seorang nabi, Rasulullah Muhammad SAW sudah mendapat banyak cobaan dari Allah SWT. Salah satunya adalah menjadi yatim piatu di usia enam tahun.

Ayah Nabi Muhammad SAW sudah lebih dahulu meninggal saat Rasulullah SAW masih di dalam kandungan. Dalam buku-buku sejarah disebutkan bahwa Abdullah bin Abdul Muthalib wafat saat Nabi SAW dalam kandungan baru dua bulan.

Abdullah bin Abdul Muthalib Wafat saat Nabi SAW Masih dalam Kandungan

Nabi Muhammad SAW dilahirkan dari ayah yang bernama Abdullah bin Abdul Muthalib dan ibu yang bernama Aminah binti Wahab. Nabi Muhammad lahir dari keturunan pilihan di antara kabilah-kabilah Arab, yaitu keturunan Ismail bin Ibrahim AS.


“Ayahnya bernama Abdullah bin Abd al-Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Keturunan Ismail bin Ibrahim AS.” Tulis H. Murodi dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Agama Islam: Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII.

Menjelang usianya yang ke-24, Abdullah menikahi seorang perempuan bernama Aminah bin Wahab. Keduanya dikaruniai seorang anak, yaitu Muhammad SAW. Namun, Abdullah belum pernah bertemu dengan anaknya itu lantaran ia sudah wafat terlebih dahulu.

Abdullah meninggal dunia di Madinah dalam usia 25 tahun, di kediaman pamannya dari Bani Najjar.

Saat itu Abdullah sedang pergi ke Madinah untuk membeli kurma dan dijualnya kembali ketika di kotanya. Namun, sesampainya di Madinah ia jatuh sakit, lalu meninggal dunia.

Di saat yang sama, istrinya ia tinggal di rumah dan masih mengandung anaknya, Muhammad. Artinya, Nabi Muhammad SAW sudah menjadi seorang yatim bahkan sebelum beliau lahir ke dunia.

Wafatnya Ibunda Rasulullah SAW pada Usia Nabi yang ke Berapa?

“Ibu Nabi SAW, Aminah binti Wahab dari Bani An-Najjar, meninggal dunia saat beliau berusia enam tahun. Ada yang mengatakan empat tahun.” Jelas buku Syarah Safinatun Naja: Ringkasan Akidah, Sirah Nabawiyah, Ibadah dalam Madzhab Asy-Syafi’i oleh Amjad Rasyid.

Dalam sumber sebelumnya disebutkan, Nabi Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal, tahun Gajah, atau bertepatan pada 20 April 571 M. Setelah lahir, beliau diasuh oleh ibunya sendiri.

Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga disusui oleh Tsuwaibah Aslamian, mantan budak Abu Lahab. Selanjutnya Muhammad juga disusui oleh Halimah Sa’diyah binti Abu Dzu’aib di perkampungan Bani Sa’ad.

Cobaan kembali menimpa Nabi Muhammad SAW ketika usianya menginjak enam tahun.

Suatu saat, Aminah binti Wahab melakukan perjalanan dari Madinah ke Makkah bersama anaknya, Muhammad. Di Madinah, ia mengunjungi paman-paman dan saudara-saudaranya dari pihak ayah, yaitu keturunan Bani Adi bin Najjar.

Namun, dalam perjalanan kembali ke Makkah tersebut, Aminah binti Wahab meninggal dunia di Abwa. Wafatnya Ibunda Rasulullah SAW pada Usia Nabi yang ke enam tahun.

Dalam buku Meneladani Akhlak Rasul dan Para Sahabat oleh A. Fatih Syuhud, Aminah binti Wahab meninggal dunia pada tahun 47 sebelum hijriah atau bertepatan dengan tahun 577 masehi.

Setelah ditinggal orang tua untuk selamanya, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib hingga usia menginjak delapan tahun.

Abdul Muthalib meninggal dunia di usia Nabi SAW yang kedelapan tahun. Selanjutnya Muhammad dirawat oleh pamannya, Abu Thalib hingga tumbuh dewasa.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Masa Remaja Nabi Muhammad SAW hingga Dijuluki Al-Amin


Jakarta

Kisah hidup Nabi Muhammad SAW sangat menarik untuk diulik. Kehidupan beliau tidak hanya diwarnai dengan suka, namun juga penuh duka.

Nabi Muhammad SAW sudah menjadi seorang yatim piatu ketika usianya menginjak enam tahun. Beliau lalu diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib, selama dua tahun hingga usianya mencapai delapan tahun.

Selama usia itu pula, Abdul Muthalib wafat dan meninggalkan Nabi Muhammad SAW sendirian. Akhirnya beliau dirawat oleh pamannya, Abu Thalib, sekalipun ia mempunyai banyak tanggungan keluarga dan harta yang sedikit, seperti dikutip dari buku Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah Kelas X karya Abu Achmadi dan Sungarso.


Disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW tumbuh sebagai anak yang penuh kejujuran dan selalu menjalankan amanah yang diberikan kepadanya. Karakter ini terbentuk selama beliau menjadi anak yang sangat bergantung pada pamannya yang hidup serba terbatas.

Nabi Muhammad SAW bahkan mendapatkan gelar dari orang-orang Quraisy sebagai Al-Amin yang berarti orang yang dapat dipercaya. Sampai-sampai, ketika beliau datang kepada mereka, orang-orang akan menyeru dengan keras, “Telah datang Al-Amin.”

Pasalnya, semasa Rasulullah SAW beliau rajin menggembala kambing bersama anak-anak yang tergolong miskin, sifat sabar, tabah, kasih sayang, serta suka menolong makhluk yang lemah muncul dalam dirinya.

Saat usia Nabi Muhammad SAW menginjak 12 tahun, Abu Thalib mengajaknya untuk pergi ke negeri Syams untuk berdagang.

Ketika keduanya berada di Kota Bushra, seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira mendatangi rombongan dagang tersebut lalu memperhatikan Nabi Muhammad SAW.

Pendeta itu menyadari bahwa anak yang dia lihat bukanlah manusia biasa. Ia melihat ada tanda-tanda kenabian pada diri Nabi Muhammad SAW muda. Ia lantas mengatakan kepada Abu Thalib untuk segera membawa keponakannya kembali ke Makkah karena anak itu kelak akan menjadi seorang rasul.

Masa Remaja Nabi Muhammad SAW

Kisah masa remaja Nabi Muhammad SAW dimulai ketika beliau sudah bisa mencari biaya hidup sendiri. Beliau bekerja sebagai penggembala kambing milik beberapa orang Quraisy dan mendapatkan upah dari pekerjaan tersebut.

Pada masa remaja Nabi Muhammad SAW, beliau juga pernah ikut berperang bersama pamannya, Abu Thalib dalam Perang Fijar di Nakhlan antara Makkah dan Madinah. Perang Fijar adalah perang yang terjadi antara Bani Kinanah dan kaum Quraisy.

Setelah terjadi Perang Fijar, tata hukum di Kota Makkah menjadi berantakan dan tidak benar. Hal ini disebabkan karena Abdul Muthalib wafat sehingga terjadilah kesewenang-wenangan di Makkah.

Akhirnya, masyarakat Makkah membuat sebuah persumpahan yang dinamai dengan Hilful-Fudul yang bertujuan untuk melindungi setiap orang, baik penduduk kota Makkah maupun orang asing, dan dibentuk pula organisasi untuk itu.

Nabi Muhammad SAW terpilih menjadi salah seorang pemimpin dalam organisasi Hilful-Fudul ini. Dan di dalam organisasi ini pula terlihatlah betapa besar kasih sayang beliau terhadap sesama manusia.

Selain sifat kasih sayangnya yang terkenal, Muhammad remaja juga dikenal sebagai pemuda yang memiliki budi pekerti yang halus serta sifat yang amat mulia.

Nabi Muhammad SAW juga mendapatkan gelar sebagai Al-Amin berkat jasanya dalam menyelesaikan perseteruan antarsuku dalam hal meletakkan Hajar Aswad di tempatnya, Ka’bah.

Kisah masa remaja Nabi Muhammad SAW juga dilengkapi dengan sifat beliau yang gagah berani, tangkas, dan satria, serta senantiasa maju tak gentar dalam menghadapi musuh.

Selain itu, beliau juga memiliki sifat sabar yang amat tebal ketika menghadapi berbagai cobaan, kuat memegang cita-cita, dan teguh hatinya.

Kisah masa remaja Nabi Muhammad SAW juga dikenal dengan kesederhanaannya. Ia hanya hidup untuk taat kepada Allah SWT tanpa mementingkan kehidupan dunia.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Hindun, Perempuan Kejam Pemakan Jantung Paman Nabi yang Masuk Islam


Jakarta

Hindun binti Utbah adalah wanita yang sangat kejam. Dialah yang membunuh paman Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam Hamzah bin Abdul Mutholib. Tak hanya membunuh, Hindun juga merobek tubuh dan memakan jantung Hamzah. Namun, kemudian ia mendapat hidayah dan masuk Islam.

Salah satu kisah menakjubkan tentang hidayah Allah SWT kepada hamba-Nya yang terpilih datang dari Hindun binti Utbah. Ia merupakan wanita yang jahil, yang membuat dirinya tega membunuh paman Nabi SAW dan memakan jantungnya.

Bagaimana kisah Hindun binti Utbah yang akhirnya mendapat hidayah dari-Nya dan masuk Islam? Berikut selengkapnya.


Hindun binti Utbah bin Rabi’ah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf adalah wanita yang sangat kejam, sebagaimana diceritakan dalam buku Meniti Berkah dalam Setiap Langkah (Kisah Hebat Para Sahabiyah, Ilmuan Muslimah, dan Muslimah Nusantara) yang ditulis oleh Ririn Astutiningrum.

Hindun binti Utbah memiliki watak yang keras, teguh pendirian, mahir bersyair, dan fasih dalam komunikasi. Di sisi lain, ia sangat membenci dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, Islam dan menjadi salah satu wanita Quraisy yang paling keras menentang dakwah Rasulullah SAW.

Kekejaman dari istri Abu Sufyan bin Harb ini semakin terkenal ketika Perang Uhud terjadi. Ia menyewa seorang budak bernama Wahsy bin Harb untuk membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah SAW.

Hindun binti Harb memang sudah lama memendam dendam kepada Hamzah bin Abdul Muthalib. Hal ini disebabkan lantaran Hamzahlah yang sudah membunuh ayah dan saudara Hindun saat Perang Badar terjadi.

Wahsy bin Harb pun melaksanakan tugas dari majikannya tersebut. Ia menusuk tubuh Hamzah yang dikenal sebagai Sang Singa Allah SWT dengan sebuah tombak. Hamzah akhirnya gugur di peperangan tersebut.

Melihat musuh bebuyutannya sudah diam tak bernyawa lagi, Hindun binti Utbah segera berlari mendekatinya. Kemudian dia dengan kejam merobek dada Hamzah hingga keluar jantungnya.

Hindun binti Utbah kemudian mengunyah jantung Hamzah dan meludahkannya. Ia ungkapkan semua dendamnya dengan aksi tersebut. Kejadian inilah yang membuat Hindun binti Utbah mendapat julukan sebagai “perempuan pemakan jantung.”

Kisah Hindun binti Utbah Masuk Islam

Siapa yang menyangka? Hindun binti Harb yang sangat kejam dan membenci Islam ini, akhirnya menjadi seorang muslim.

Tahun demi tahun berlalu. Kaum muslimin yang mulanya terusir dari tanahnya sendiri, Makkah, kini sudah menjelma menjadi peradaban yang besar.

Delapan tahun setelah hijrah ke Madinah, yakni bertepatan pada bulan Ramadhan tahun 630 Masehi, Rasulullah SAW memimpin 10.000 pasukan kaum muslimin memasuki Makkah.

Hal ini tentunya membuat orang-orang kafir ketakutan. Mereka melakukan perlawanan semampunya yang tak sebanding dengan kekuatan Islam kala itu.

Suami Hindun binti Utbah, Abu Sufyan bin Harb, menghadap Rasulullah SAW pada malam sebelum beliau memasuki Makkah. Di sana ia bersyahadat dan akhirnya masuk Islam.

Abu Sufyan lalu kembali ke kaumnya sambil berteriak,

“Sungguh kaum muslimin telah datang dengan pasukan yang amat besar. Kalian tidak akan mampu melawannya. Sesungguhnya aku telah masuk Islam. siapa yang ke rumahku, maka dia akan selamat!”

Mendengar hal itu, Hindun binti Utbah sangat marah. Ia pun meneriaki suaminya dengan berkata,

“Engkau sungguh seburuk-buruk pemimpin kaum ini! Wahai kalian semua, bunuhlah laki-laki yang tidak berguna ini!”

Abu Sufyan lalu membantah perkataan istrinya itu. Ia kemudian memerintahkan kaumnya untuk masuk ke rumahnya atau masjid di sana.

Orang-orang kafir yang bersembunyi itu dilanda dengan ketakutan dan kepanikan. Mereka seketika ingat perbuatan keji terhadap umat Islam dahulu. Mereka takut kalau umat Islam dan Rasulullah SAW datang untuk membalas dendam kepada mereka.

Namun yang terjadi malah kebalikannya. Rasulullah SAW memasuki Makkah dengan begitu berwibawa dan penuh kasih. Tak ada kekerasan sedikit pun yang kaum muslimin lakukan terhadap orang-orang kafir.

Rasulullah SAW datang menuju Ka’bah dan menghancurkan berhala-berhala yang ada di sana. Beliau juga menghancurkan gambar Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.

Pada akhirnya, banyak orang kafir yang terpesona dengan cara dakwah Rasulullah SAW tersebut sehingga banyak dari mereka yang memutuskan untuk masuk Islam. Salah satu di antaranya adalah Hindun binti Utbah.

Ya, Hindun binti Utbah akhirnya masuk Islam. Ia disarankan oleh suaminya untuk menghadap kepada Rasulullah SAW bersama Usman bin Affan dan wanita yang lainnya.

Hindun binti Utbah datang dengan menggunakan cadar. Ia malu dan takut atas perbuatan jahatnya dahulu. Namun, Rasulullah SAW tetap mengetahui bahwa yang bertemu dengannya itu adalah Hindun.

Rasulullah SAW berkata padanya, “Dulu tidak ada penghuni rumah yang lebih aku ingin hinakan selain penghuni rumahmu. Sekarang, tidak ada penghuni rumah yang lebih dimuliakan daripada penghuni rumahmu.”

Demikianlah kisah Hindun binti Utbah yang masuk Islam. Dirinya meninggal pada tahun 20 Hijriah dalam keadaan memeluk Islam.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Penciptaan Hawa untuk Nabi Adam dalam Al-Qur’an, Seperti Apa?



Jakarta

Kisah penciptaan Hawa dalam Al-Qur’an tercantum dengan jelas pada beberapa ayat. Hawa tercipta dari tulang rusuk Nabi Adam AS untuk menjadi temannya saat di dunia.

Adam dan Hawa adalah manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT. Keduanya mencintai satu sama lain sehingga bisa berkembang biak di bumi dan menghasilkan keturunan manusia hingga saat ini.

Hal yang menarik mengenai penciptaan Hawa adalah dirinya diciptakan oleh Allah SWT dari tulang rusuk Adam. Berikut adalah bukti yang dijelaskan dalam buku Qashash Al-Anbiyaa’ karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Dudi Rosyadi.


Ketika Allah SWT menciptakan Adam dan Hawa, Dia memerintahkan keduanya untuk tinggal di dalam surga. Sebagaimana dalam surah Al-Baqarah ayat 35 yang artinya,

“Dan Kami berfirman, “Wahai Adam! Tinggallah kamu dan istrimu di dalam surga, dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon ini, nanti kamu termasuk orang-orang yang zalim.”

Selanjutnya, Allah SWT juga menyebutkan kisah penciptaan Hawa dalam Al-Qur’an surah Al-A’raf ayat 18-19 yang artinya,

Dia (Allah) berfirman, “Keluarlah kamu darinya (surga) dalam keadaan terhina dan terusir! Sungguh, siapa pun di antara mereka yang mengikutimu pasti akan Aku isi (neraka) Jahanam dengan kamu semua.” (Allah berfirman,) “Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di surga (ini). Lalu, makanlah apa saja yang kamu berdua sukai dan janganlah kamu berdua mendekati pohon yang satu ini sehingga kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim.”

Diambil dari ayat-ayat tersebut, Ibnu Ishaq bin Yasar menyimpulkan bahwa penciptaan Hawa terjadi sebelum Nabi Adam AS masuk ke dalam surga. Terbukti dengan Allah SWT mengatakan, “Wahai Adam! Tinggallah kamu dan istrimu di dalam surga.”

Cerita lain mengenai penciptaan Hawa diungkapkan As-Suddi yang meriwayatkan dari Abu Saleh dan Abu Malik, dari Ibnu Abbas, mereka mengatakan bahwa ketika Adam dikeluarkan dari surga, ia berjalan sendirian tanpa ada pendamping yang menentramkan hatinya.

Ketika dirinya bangun dari tidurnya, ia melihat seorang wanita sedang duduk di samping kepalanya, wanita itu diciptakan dari tulang rusuknya.

Kemudian Nabi Adam AS bertanya, “Siapa kamu?”

“Aku adalah seorang wanita.” Jawab wanita tersebut.

“Untuk apa kamu diciptakan?” Tanya Adam lagi.

Wanita itu pun menjawab, “Agar kamu dapat merasa tenteram di sampingku.”

Para malaikat lalu menanyakan kepada Adam mengenai nama wanita tersebut. Kemudian, Nabi Adam AS menamainya Hawa sebab ia diciptakan dari suatu kehidupan.

Pendapat mengenai kisah Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Adam, juga didukung dengan ayat Al Quran surah An-Nisa https://www.detik.com/hikmah/quran-online/an-nisa/494 ayat 1, yang artinya,

Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.) Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.

Selain itu, kisah penciptaan hawa dalam Al Quran selanjutnya, terdapat pada surah Al-A’raf ayat 189 yang terjemahannya,

Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan darinya Dia menjadikan pasangannya agar dia cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Kemudian, setelah ia mencampurinya, dia (istrinya) mengandung dengan ringan. Maka, ia pun melewatinya dengan mudah. Kemudian, ketika dia merasa berat, keduanya (suami istri) memohon kepada Allah, Tuhan mereka, “Sungguh, jika Engkau memberi kami anak yang saleh, pasti kami termasuk orang-orang yang bersyukur.”)

Hal ini diperkuat lagi dengan sabda Rasulullah SAW mengenai wanita. Beliau bersabda, “Aku berwasiat kepada kalian untuk memperlakukan para wanita dengan baik, karena wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, dan bagian paling condong (bengkok) dari tulang rusuk adalah bagian paling atas, apabila kamu paksa meluruskannya maka kamu akan membuatnya menjadi patah, namun jika kamu biarkan saja maka ia akan tetap bengkok. Maka dari itu, aku berwasiat kepada kalian untuk memperlakukan para wanita dengan baik.” (HR Bukhari)

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com